Senin, 04 November 2013

Apa Target Spionase Kedubes Australia di Jakarta?

Stasiun Penyadap dari Intelijen Australia (foto : smh.com.au)

Pembocoran intersepsi Edward Snowden, mantan kontraktor CIA/NSA ke server utama badan intelijen Amerika Serikat telah membuka mata dunia tentang terjadinya skandal mata-mata. Badan intelijen AS pada awalnya khawatir Snowden adalah mata-mata yang disusupkan kedalam badan intelijen utama. Ternyata pengambil alihan data intelijen yang juga menyangkut kebijakan militer AS di copy secara acak, bukan dicuri dengan target spesifik.
Snowden membeberkan keterlibatan AS dalam menyadap demikian banyak negara, termasuk kepala pemerintahan, tidak peduli lawan ataupun negara sahabat. Dari 90 pos penyadap, ternyata beberapa stasiun dilakukan juga oleh kelompok komunitas intelijen khusus dengan sandi “5-Eyes” yang terdiri dari AS, Inggris, Australia, Canada dan New Zealand.
Media Fairfax pada hari Kamis (31/10/2013) melaporkan keterlibatan Australian Signals Directorate ( ASD ) dalam program penyadapan dari NSA (National Security Agency), dengan sandi STATEROOM, yang mengumpulkan informasi elektronik intelijen dari fasilitas rahasia dalam beberapa misi diplomatik baik di kedutaannya maupun kantor konsulatnya. Menurut seorang mantan perwira intelijen Australia (anonim), ASD beroperasi, “dari kedutaan Australia di Jakarta , Bangkok , Hanoi , Beijing dan Dili , serta Komisi Tinggi di Kuala Lumpur dan Port Moresby , dan juga  pos-pos diplomatik lainnya .” Dia juga mengatakan Konsulat Australia di Denpasar , Bali , juga telah digunakan untuk sinyal pengumpulan intelijen
Dokumen Snowden tersebut mencatat bahwa operasi dilakukan dengan sangat rahasia oleh tim  dalam ukuran kecil dan  misi mereka yang sebenarnya tidak diketahui oleh sebagian besar staf diplomatik di mana mereka berada. Stasiun itu digunakan untuk mencegat panggilan telepon dan data internet di seluruh Asia.  Terbongkarnya langkah penyadapan telah menuai protes baik dari China, yang menyatakan prihatin dan menuntut klarifikasi dan penjelasan. Pemerintah Malaysia, Thailand , Indonesia dan Papua Nugini juga menyatakan keprihatinan yang serius.
Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa  menyatakan bahwa pemerintah Indonesia “strongly protests”atas operasi spionase Australia, dan apabila dikonfirmasi benar, hal tersebut, “tidak hanya berupa pelanggaran keamanan , tetapi juga pelanggaran serius terhadap norma-norma diplomatik dan etika.” Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia menolak untuk mengomentari laporan tersebut. Sementara Perdana Menteri Australia Tony Abbott hanya mengatakan bahwa pemerintah tidak melanggar hukum.
Mantan perwira intel Australia tersebut juga mengungkapkan  kepada Fairfax, bahwa “fokus utama pengawasan tim penyadap di Kedutaan Besar Australia di Jakarta adalah “masalah politik , diplomatik dan     ekonomi .   “Dia menjelaskan, “Pertumbuhan besar jaringan telepon seluler kini menjadi sebuah anugerah yang besar dan elit politik di Jakarta adalah sekelompok orang yang cerewet.” Ini menarik karena si agen menegaskan bahwa para elit politik tadi hanya terus meributkan dan mencurigai badan intelijen Indonesia menyadap mereka. Tetapi sebenarnya mereka tidak mengetahui ada badan intelijen negara lain yang telah lama menyadap mereka, tanpa disadari. Karena itu dia menyatakan “Jakarta’s political elite are a loquacious bunch.”
Fairfax juga melaporkan bahwa eksposur terbaru menggaris bawahi peran sentral agen mata-mata Australia dan penyediaan stasiun khusus untuk operasi pengawasan NSA di Asia . Sama dengan kebijakan pemerintahan Partai Buruh sebelumnya , yang berkomitmen untuk memberikan akses pangkalan militer Australia bagi kepentingan pasukan Amerika untuk menghadapi China. Dengan demikian maka Direktorat Signal Australia (ASD) benar-benar terintegrasi ke dalam jaringan mata-mata elektronik AS yang sangat luas.
Dari dokumen NSA yang bocor, terungkap bahwa tercatat ada empat lokasi penting di  Australia yang berkontribusi memberikan data ke program NSA dengan sandi  X -Keyscore , yang memisahkan data ke dalam aliran nomor telepon, alamat email , log-in dan aktivitas pengguna untuk penyimpanan di bank data besar . Stasiun pengumpul tersebut adalah US-Australian Joint Defence Facility di Pine Gap dekat Alice Springs , dan tiga fasilitas ASD lainnya, yaitu, the Shoal Bay Receiving Station dekat Darwin , the Australian Defence Satellite Communications Station di Geraldton di Australia Barat , dan the naval communications station HMAS Harman di luar kota Canberra.
Harian Sydney Morning Herald pada hari Jumat (1/11/2013) menyampaikan pengakuan mantan agen intelijen Australia,  bahwa  pos ASD, “dikhususkan untuk melakukan pengawasan maritim dan militer , khususnya Angkatan Laut Indonesia (TNI AL), Angkatan Udara (TNI AU), dan komunikasi militer.” Pangkalan Australia di Cocoos Islands kini telah disiapkan sebagai pangkalan potensial untuk pesawai intai tanpa awak (drone) AS dan pesawat tempur , karena  berdekatan dengan  jalur pelayaran strategis di kawasan  Asia Tenggara.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa nampaknya Australia yang tergabung dalam kelompok komunitas intelijen khusus “lima mata” memang telah melakukan kegiatan spionase melalui kantor kedutaan besarnya di Jakarta dan konsulatnya. Target mereka bukan hanya masalah terorisme saja tetapi Australia juga menyadap serta aktif memonitor masalah perkembangan politik, masalah diplomatik, dan perkembangan kondisi ekonomi Indonesia. Amerika Serikat serta Australia jelas sangat berkepentingan dengan rangkaian pemilu dan pilpres, mereka akan berusaha mengetahui siapa pemegang kekuasaan pada tahun 2014, dan bukan tidak mungkin akan adanya campur tangan di dalamnya. Disamping itu, Direktorat Signal Australia juga memonitor dua kekuatan militer Indonesia (TNI AL dan TNI AU). Kedua kekuatan tersebut merupakan kekuatan yang berkemampuan serang strategis yang dikhawatirkan.
Walaupun informasi tentang spionase dari Australia dan Amerika Serikat terhadap Indonesia banyak ditanggapi oleh para pejabat tingggi, kini yang terpenting adalah bagaimana Badan Intelijen Negara serta Lembaga Sandi Negara melakukan pemeriksaan sekuriti terhadap sistem pengamanan baik informasi maupun kegiatan dari pejabat. Memang diakui sulit mengatasi penyadapan dari negara lain dengan teknologi yang sudah demikian canggih.
Tetapi jalan selalu ada selama niat, kemauan serta sense of intelligence tetap ditingkatkan dan dilaksanakan. Perang intelijen sudah lama terjadi, karena itu intelijen sebaiknya ditempatkan sebagai ujung tombak pemerintah dalam mengambil langkah kebijakan dan keputusan. Yang kini sangat perlu dilakukan adalah meningkatkan kesadaran sekuriti para pejabat dan pemegang data rahasia negara dalam menghadapi penyadapan. Tanpa itu, kita akan terus ditelanjangi, walaupun memang sudah lama tanpa disadari kita memang sudah telanjang bulat.
Oleh : Marsda TNI (Pur) Prayitno Ramelan, www.ramalanintelijen.net
MI. 

Embarkasi Pasukan Latihan Kesiapsiagaan Oprasional TNI AL


KRI Teluk Bone-511 sebagai salah satu unsur pendukung kegiatan tahap manuvra lapangan (Manlap) dalam Latihan Kesiapsiagaan Operasional Kolinlamil Tahun 2013, melaksanakan embarkasi pasukan di Dermaga Mako Kolinlamil, Tanjung Priok, Jakarta, Sabtu (2/11/2013).
KRI TBO-511 yang tergabung dalam Satuan Tugas Laut (Satgasla) dengan komandan Letkol Laut (P) Bayu Alisyahbana ini, mengangkut unsur darat dari Divisi Infanteri 1 Kostrad sebagai bagian dari Komando Tugas Gabungan Pendarat (Kogasgabrat).
Sementara itu menurut Komandan Satuan Tugas Laut (Dansatgasla) Letkol Laut Toto Suharyanto, S.T., pelaksanaan kegiatan manuver lapangan yang merupakan bagian latihan Kesiapsiagaan Operasional Kolinlamil pada tahap latihan lapangan ini, akan dilaksanakan antara lain di Teluk Jakarta, Laut Jawa, Selat Sunda, serta diakhiri dengan pendaratan administrasi di Lampung.
Lebih lanjut Dansatgasla menjelaskan bahwa dalam kegiatan manuvra lapangan, akan mensimulasikan operasi untuk merebut kembali daerah yang dikuasai oleh musuh. Hal ini sesuai dengan perintah operasi militer yang disampaikan oleh Panglima TNI pada saat penyampaian taklimat operasi.
Latihan Kesiapsiagaan Operasional Kolinlamil Tahun 2013, dengan penyelenggara Komando Pendidikan Latihan (Kodiklat) TNI ini, telah memasuki tahap manlap yang terbagi atas Latihan Posko yang telah dilaksnakan yaitu mulai tanggal 28 s.d. 31 Oktober 2013, dengan bertempat di Mako Kolinlamil, Jakarta. Sedangkan Latihan Lapangan berlangsung mulai 01 s.d. 08 Nopember 2013, bertempat di  Teluk Jakarta, Laut Jawa, Selat Sunda, serta Lampung.
MI. 

Prajurit TNI di Lebanon Bangun Patung Garuda

Prajurit TNI di Lebanon Bangun Patung Garuda

Force Commander UNIFIL (United Nations Interim Force In Lebanon) Mayor Jenderal Paolo Serra yang berasal dari negara Italia meresmikan Patung Garuda di lapangan Soedirman Camp markas Satgas Indo FPC (Force Protection Company) Kontingen Garuda (Konga) XXVI-E2/Unifil, Naqoura, Lebanon Selatan, Jumat (1/11/2013).
"Saya cukup takjub atas kerja dari personel Satgas Indo FPC, dan hampir tidak percaya kalau bangunan yang berdiri ini merupakan sentuhan-sentuhan tangan prajurit TNI dan tampak seperti sentuhan tangan profesionalisme. Anda memang benar-benar prajurit pasukan khusus selain handal dalam kemiliteran namun bidang seni juga mahir," katanya dalam keterangan pers yang diterima Tribunnews.com, Minggu (3/11/2013).
Pembuatan patung Garuda di Soedirman Camp ini menghabiskan waktu kurang lebih 6 bulan. Ide pembuatannya berasal dari Dansatgas Indo FPC Konga XXVI-E2/Unifil Letkol Inf Yuri Elias Mamahi. Sementara dalam pengerjaannya sebagai arsitek Serma Muhidin, Sertu Gunawan, Sertu Ibnu, Kopda Nainggolan dan Kopda Simson dibawah pimpinan Letda Sus Bagus Kurniawan.
Sebelum peresmian pemotongan pita oleh Jenderal Italia Paolo Serra, Letda Sus Bagus memberikan penjelasan tentang Garuda yang merupakan lambang dari negara Republik Indonesia tercinta.
"Bulu burung Garuda memiliki arti simbol sendiri yang bertepatan dengan Proklamasi Indonesia 17-8-1945, yaitu 17 helai bulu masing-masing sayap, 8 helai bulu ekor, dan 19 helai bulu dibawah perisai atau pada pangkal ekor serta 45 helai bulu di leher," kata Letda Bagus.
Pada kesempatan tersebut, Dansatgas Indo FPC Konga XXVI-E2/Unifil Letkol Inf Yuri Elias Mamahi mengucapkan terimakasih atas kerja keras seluruh prajurit yang sudah bekerja siang dan malam tanpa kenal lelah hingga berdirinya patung Garuda ini, dan sekarang sudah menjadi ikon kebanggaan seluruh Kontingen Indonesia yang tergabung dalam misi perdamaian UNIFIL.
Usai meresmikan patung Garuda, Jenderal Paolo Serra dan rombongan menerima paparan Dansatgas Indo FPC Konga XXVI-E2/Unifil Letkol Inf Yuri Elias Mamahi tentang sejarah awal keberadaan Satgas Indo FPC lima tahun yang silam tepatnya pada tahun 2009.
Dansatgas juga menjelaskan main task satgas, yaitu menjaga keamanan Head Quarter UNIFIL seperti penjagaan Gas Station Gate, Observation Post, Quick Reaction Team, Crowd and Riot Control serta pengamanan Force Commander dalam pelaksanaan Tripartite Meeting dan tugas protokoler lainnya diantaranya Guard of Honour tamu kehormatan UNIFIL.
Sementara itu, Jenderal bintang dua asal Italia mengatakan cukup antusias atas kerja Satgas Indo FPC Konga XXVI-E2/Unifil di lapangan di tengah kondisi siang, malam, panas dan hujan tetap semangat terlebih dengan teriakan penghormatan yang sudah tidak asing lagi didengarnya yaitu Garuda.
"Indonesia merupakan saudara yang baik, percaya diri dan selalu tampil dalam setiap event," ujarnya.
MI. 

Kemlu: Indonesia jaga stabilitas Laut China Selatan


Indonesia berkepentingan menjaga suasana stabil dan kondusif di Laut China Selatan untuk menghindari konflik antarnegara, kata Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Kementerian Luar Negeri Pitono Purnomo.
"Selama ini sering terjadi potensi gesekan antara negara-negara yang mengklaim beberapa pulau di Laut China Selatan, sehingga Indonesia mengelola potensi konflik menjadi area untuk bekerja sama," katanya di Yogyakarta, Jumat.
Menurut dia pada "The 23rd Workshop on Managing Potential Conflicts in The South China Sea", Indonesia menggunakan trek satu setengah, yakni gabungan antara ahli pemerintah dan nonpemerintah bekerja sama untuk mengatasi potensi konflik di Laut China Selatan.
"Indonesia yang menggagas ide itu sejak 23 tahun yang lalu, yang kini telah dijadikan kebijakan di Laut China Selatan bukan sebagai area konflik, tetapi area bekerja sama untuk perdamaian dan stabilitas melalui serangkaian kebijakan," katanya.
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono X dalam sambutan yang dibacakan Wakil Gubernur Paku Alam IX mengatakan kawasan Laut China Selatan telah dipandang memiliki kepentingan ekonomi yang strategis sejak zaman dulu.
"Wilayah itu merupakan salah satu jalur maritim dan lintas pelayaran yang paling strategis di dunia, selain merupakan kawasan yang menyimpan berbagai biodiversitas kelautan terkaya," katanya.
Menurut dia, sebuah kawasan atau negara akan menjadi primadona bagi kawasan atau negara lain, manakala kawasan atau negara tersebut mempunyai aspek strategis yang bisa mempengaruhi baik langsung maupun tidak langsung terhadap kepentingan kawasan dan negara tertentu.
"Menyadari kecenderungan dan kompleksitas situasi di kawasan Laut China Selatan tersebut sudah seharusnya kita bertindak bersama-sama dan menemukan langkah efektif untuk mengurangi dampak buruk dari situasi tersebut," katanya.
Ia mengatakan hal itu dalam rangka mempertahankan stabilitas kawasan serta melindungi dan menjamin kebebasan navigasi.
"Dengan kata lain, saat ini kita dituntut untuk memperkuat kerja sama dalam rangka menciptakan perdamaian dan stabilitas di kawasan Laut China Selatan," katanya.
MI. 

Lakukan Kegiatan Penyadapan, Indonesia Bisa Usir Dubes AS dan Australia

Lakukan Kegiatan Penyadapan, Indonesia Bisa Usir Dubes AS dan Australia

Tindakan Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa yang melayangkan nota protes atas kegiatan penyadapan yang dilakukan AS dan Australia dinilai sudah tepat. Namun, jika kurang puas, pemerintah Indonesia bisa mengusir duta besar AS dan Australia dari Indonesia.
"Bila Indonesia menganggap penjelasan resmi sudah memadai maka isu penyadapan akan selesai sampai situ. Namun bila Indonesia tidak puas dengan penjelasan dari AS dan Ausralia maka Indonesia dapat melakukan tindakan pengusiran atau persona non grata atas sejumlah diplomat yang bertugas di Kedubes AS dan Australia," kata Pakar Hubungan Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana dalam pernyataannya, Minggu(3/11/2013).
Tidak hanya itu, menurut Hikmahanto, pemerintah Indonesia dapat memanggil pulang duta besar Indonesia dan Australia, bahkan memperkecil diplomat yang bertugas di perwakilan kedua negara.
"Ini sebelum tindakan keras berupa pemutusan hubungan diplomatik. Semua akan bergantung pada bagaimana reaksi pemerintah Indonesia terhadap insiden penyadapan. Pemerintah Jerman dan Brazil telah mengungkap kemarahannya dengan mengusulkan ke PBB draf resolusi terkait hak privasi," ujar Hikmahanto.
Akan tetapi Hikmahanto meragukan sikap pemerintah Indonesia yang bakal bersikap keras serupa dengan Jerman dan Brazil. Alasannya, ketergantungan Indonesia terhadap kedua negara tersebut sangat besar.
"Hal itu menjadi pertanyaan besar. Keputusan pemerintah akan dibayang-bayangi dengan ketergantungan Indonesia terhadap kedua negara dan bagaimana kedua negara memainkan posisi tawar mereka terhadap Indonesia," ujarnya.
Terkuaknya penyadapan oleh AS dan Australia bukan didasarkan atas hasil kerja dari BIN melainkan pengkhinatan yang dilakukan oleh mantan pegawai kontrak, Snowden.
Snowden telah mengungkapkan penyadapan yang dilakukan oleh AS di Jerman, China, Malaysia, bahkan Indonesia.
Tindakan penyadapan dilakukan untuk mengumpulkan informasi secara ilegal sehingga pemerintah AS atau Australia dapat mengetahui terlebih dahulu serta mengantisipasi kebijakan yang akan dibuat oleh pemerintah Indonesia.
Penyadapan menurut Hikmahanto dianggap tidak sehat dalam melakukan hubungan internasional karena didasarkan pada kecurigaan dan keinginan untuk terlebih dahulu tentang kebijakan yang diambil oleh pemerintah dari negara yang akan disadap.
"Penyadapan dianggap bertentangan dengan hukum internasional karena tindakan tersebut tidak sesuai dengan norma yang diatur dalam Konvensi tentang Hubungan Diplomatik," ujarnya.
MI. 

Minggu, 03 November 2013

Misteri PETRUS (Penembak misterius) era 1980-an

MISTERI PETRUS / (mysterious assassins) - Indonesia

Pada tahun 1980 an, suasana kota Yogyakarta tiba-tiba berubah jadi mencekam. Para preman yang selama itu dikenal sebagai gabungan anak liar (gali) dan menguasai beberapa wilayah, tiba-tiba diburu oleh tim Operasi Pemberantasan Kejahatan (OPK), yang kemudian dikenal sebagai Petrus (Penembak misterius). Ketika melakukan aksinya, tak jarang suara letusan senjata para penembak terdengat oleh masyarakat sehingga suasana jadi makin mencekam. Mayat-mayat para korban penembakan atau pembunuhan misterius itu pada umumnya mengalami luka tembak di bagian kepala, dan leher, lalu kemudian dibuang di lokasi yang mudah ditemukan oleh penduduk sekitar. Ketika ditemukan, mayat biasanya langsung dikerumuni warga dan menjadi tontonan masyarakat, esok harinya, lalu menjadi headline di media massa yang terbit di Yogyakarta.
Aksi OPK melalui modus Petrus tersebut dengan cepat menimbulkan ketegangan dan teror bagi para pelaku kejahatan, karena korban-korban OPK di kota-kota lainnya pun mulai berjatuhan. Operasi OPK yang berlangsung secara rahasia tersebut justru mampu menekan dan meminimalisir angka kriminalitas yang terjadi di berbagai wilayah dan kota.
Pada tahun 1982, Presiden Soeharto memberikan penghargaan kepada Kapolda Metro Jaya saat itu, Mayjen Pol. Anton Soedjarwo, atas kesuksesannya membongkar aksi perampokan yang banyak meresahkan masyarakat. Selain mampu membongkar aksi perampokan, Anton juga dinilai sukses dalam melancarkan aksi OPK.
Pada bulan Maret di tahun yang sama, pada acara khusus yang membahas masalah pertahanan dan keamanan, Rapim ABRI, Presiden Soeharto bahkan meminta kepada Polri (yang saat ini masih menjadi bagian dari ABRI), untuk mengambil langkah pemberantasan yang efektif dalam upaya menekan angka kejahatan. Keseriusan Soeharto agar Polri/ABRI segera mengambil tindakan untuk menekan angka kejahatan, bahkan kembali dinyatakan Soeharto dalam pidato kenegaraan yang berlangsung pada 16 Agustus 1982. karena perintah Soeharto disampaikan pada acara kenegaraan yang istimewa, sambutan atau respon yang dilaksanakan oleh petinggi aparat keamanan pun sangat istimewa, dan ditanggapi secara serius.
Permintaan atau perintah Soeharto dengan cepat disambut oleh Pangkopkamtib Laksamana Soedomo melalui rapat kordinasi bersama Pangdam Jaya, Kapolri, Kapolda Metro Jaya, dan Wagub DKI Jakarta yang berlangsung di markas Kodam Metro Jaya 19 januari 1983. Dalam rapat tersebut, kemudian diputuskan untuk melaksanakan operasi untuk menumpas aksi-aksi kejahatan yang bersandi ‘Operasi Celurit’ di daerah jakarta, dan sekitarnya. Operasi celurit tersebut kemudian diikuti oleh Polri/ABRI di masing-masing kota serta dengan cepat merambat ke kota-kota lainnya. Korban-korban dari Operasi celurit pun berjatuhan.

OPERASI DI YOGYAKARTA
Selama sebulan OPK di Yogyakarta, paling tidak enam tokoh penjahat tewas terbunuh. Para korban tewas yang ditemukan rata-rata mengalami luka tembak parah di kepala dan lehernya. Dua diantara korban OPK yang berhasil diidentifikasi adalah mayat Budi alias Tentrem (29) dan Samudi Blekok alias Black Sam (28). Mayat Budi yang dulu ditakuti dan dikenal lewat geng mawar Ireng-nya, kini menjadi korban tak berdaya yang terkapar di parit di tepi jalan daerah Bantul, Selatan Yogyakarta, kejadian itu terjadi di awal tahun 1985. Sedangkan mayat Samudi alias Black Sam, ditemukan tergeletak di semak belukar di kawasan Kotagede yang tidak jauh dari pusat kota Yogyakarta.


Dari cara membuang mayatnya, jelas ada semacam pesan yang ingin disampaikan kepada para bromocorah di Yogyakarta, yaitu agar segera menyerahkan diri, atau menemui ajal seperti rekan-rekan mereka yang telah tewas. Selama OPK berlangsung, paling tidak ada 60 bromocorah Yogyakarta yang menjadi korban Petrus. Sebagian besar tewas ditembak dan beberapa yang lainnya tewas terbunuh akibat senjata tajam. Sejumlah korban bahkan diumumkan oleh aparat keamanan, bahwa penyebab tewasnya mereka adalah akibat pengeroyokan massa. Salah satu korban yang diklaim aparat keamanan sebagai korban yang tewas akibat pengeroyokan massa adalah bromocorah bernama Ismoyo.
Selama hidupnya, Ismoyo dikenal sebagai gali elite karena merupakan lulusan Fakultas Sosial Politik UGM dan berstatus PNS. Sebagai ketua kelompok preman yang sering memalak angkutan-angkutan kota di wilayahnya, gali elite tersebut kemudian diciduk oleh aparat keamanan untuk diinterogasi. Namun menurut versi aparat, Ismoyo mencoba melarikan diri dan kemudian tewas akibat dikeroyok massa. Modus menyuruh bromocorah lari kemudian sengaja diteriaki maling atau malah ditembak saat sedang lari, merupakan cara standar yang dilakukan tim OPK untuk membereskan buruannya. Cara lain untuk memberikan shock therapy kepada bromocorah adalah dengan menembak korbannya puluhan kali. Cara ini diterapkan OPK saat menghabisi pentolan gali di Yogyakarta, yaitu Slamet Gaplek. Berdasarkan info, Slamet konon kebal peluru. Slamet Gaplek sempat melarikan diri dengan cara mematahkan borgol, namun akhirnya tersungkur mengenaskan setelah dihujani tembakan, dan lebih dari 20 peluru bersarang di sekujur tubuhnya.
Korban yang tewas dengan cara yang sadis dan mengenaskan tersebut lalu dibuang ke tempat-tempat yang mudah ditemukan oleh warga sehingga esoknya langsung menjadi berita yang heboh. Surat-surat kabar tentang mayat-mayat yang berjatuhan pun menghiasi kolom-kolom depan koran dan dengan cepat jadi pembicaraan publik. Cara seperti itu memang sangat efektif sebagai efek shock theraphy yang sangat ampuh untuk membasmi pelaku-pelaku tindak kejahatan meminimalisir angka kejahatan di kota-kota besar.
Disadur dari; majalah Angkasa Edisi Koleksi – The World’s Most Shocking Covert Operations (Delapan operasi terselubung paling menggegerkan) / Koleksi No.75 / September / Tahun 2011

Penampilan Prajurit Indonesia di Timtim

Gaya Prajurit Indonesia di Timor Timur

Operasi Seroja yang dimulai di akhir tahun 1975 kemudian berlanjut sampai operasi pemulihan keamanan hingga tahun 1999, ternyata membawa hal menarik untuk dicermati. Cerita-cerita seru dan unik seputar pertempuran, kisah kemenangan gemilang, maupun kisah gugurnya prajurit terbaik sudah sering menjadi bahan perbincangan. Namun di samping cerita-cerita tersebut, ada satu hal yang menarik untuk disimak, gaya penampilan para prajurit.
Saat itu seringkali dijumpai para prajurit Indonesia di lapangan dengan kombinasi penampilan unik dan tak lazim. Gaya berpakaian dengan berbagai model potongan rambut pun bervariasi. Lain dengan saat ini, dimana potongan rambut seorang tentara harus cepak, rapi, dan berseragam. Jika diumpamakan, potongan rambut mereka lebih mirip artis-artis Indonesia yang saat itu tengah naik daun.
Tampaknya tak terlalu berlebihan jika model potongan rambut mereka meniru para artis tahun 80an. Namun, tentara-tentara yang bertugas di Bumi Loro Sae itu tentu memiliki alasan tersendiri tentang gaya rambut dan penampilan berpakaian mereka. Penempatan di pos-pos yang jauh di pedalaman, membuat prajurit Indonesia melahirkan gaya tersendiri yang tak seperti biasanya. Bagaimana tidak? Posisi mereka yang amat jauh tentu sangat menyulitkan untuk dropping logistik, sehingga tidak memungkinkan bagi mereka untuk menjaga penampilan mereka, seperti merapikan rambut seperti penampilan tentara pada umumnya. Sehingga dapat dikatakan gaya tersebut muncul dikarenakan keadaan. Namun lain ceritanya jika digunakan sebagai penyamaran.
Ketika operasi Seroja belum resmi diumumkan, berpakaian seadanya dengan rambut gondrong merupakan sebuah kewajiban dalam hal penyamaran. Hal tersebut dimaksudkan agar tidak nampak sebagai Pasukan Resmi Tentara Nasional Indonesia. Jadi lebih terlihat sebagai para milisi atau penduduk setempat, yang kebanyakan berpenampilan gondrong seperti itu.
JENIS PENAMPILAN PRAJURIT TNI
Jika dikelompokkan, ada 3 tampilan khas pasukan Indonesia saat bertugas di Timtim. Ketiga mode itu antara lain:
Pertama : rapi dengan seragam lengkap.
Kedua : rambut gondrong dan berseragam lengkap.
Ketiga : rambut gondrong dengan pakaian kombinasi.
Pertama, rapi dengan berseragam lengkap. Biasanya, mereka adalah pasukan yang baru datang, atau kalau tidak, mereka akan kembali pulang ke markas. Prajurit yang baru saja diterjunkan, biasanya masih membawa perlengkapan yang lengkap serta berpotongan rapi. Demikian juga ketika mereka akan ditarik dari medan pertempuran. Mereka akan berusaha serapi mungkin, dengan potongan rapi, dan penampilan yang bersih.
Penampilan prajurit Indonesia yang bertugas di Timtim tahun 1975. Perhatikan gaya rambut gondrong prajurit di sisi paling kanan foto
Kedua, rambut gondrong dan berseragam lengkap. Setelah beberapa bulan penugasan di medan, rambut seorang prajurit akan tumbuh lebat, apalagi jika mereka berada di dalam hutan berbulan-bulan, dapat dipastikan rambut tumbuh dengan lebatnya, demikian juga kumis, jenggong, serta jambang mereka.
Ketiga, rambut gondrong dengan pakaian kombinasi. Jika tidak sempat bercukur atau memotong kumis, maka para prajurit benar-benar berpenampilan tidak rapi. Ditambah pakaian seragam yang tidak layak pakai, karena belum mendapat jatah seragam baru dari basis. Akibatnya, banyak dari mereka yang mengenakan baju seragam dengan bawahan celana sipil, ataupun sebaliknya. Jika benar-benar kehabisan seragam, mereka hanya mengenakan seragam sipil biasa. Kadang pula ditemui prajurit dengan pakaian olahraga atau dengan kaos dengan mengenakan celana loreng. Namun ada juga beberapa prajurit yang masih memiliki seragam bagus. Mereka sengaja menyimpan, atau memakai seragam loreng hanya dalam kesempatan tertentu. Misalnya ketika ada kunjungan dari petinggi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI).
GONDRONG VS GONDRONG
 Para anggota milisi bersenjata Fretilin yang mengenakan seragam loreng TNI dengan
 bersenjata lengkap
Penampilan anggota TNI yang bervariasi, dengan rambut gondrong dan pakaian seadanya, terkadang membuat orang awam susah membedakannya dengan anggota Fretilin. Hal sebaliknya juga terjadi pada pihak Fretilin. Kisah tersebut seperti diungkapkan oleh Sersan Mayor Mursihadi, seorang pensiunan TNI dari Detasemen Kesehatan Wilayah (Denkesyah) Korem 074 Warasratama, Surakarta.
Seperti kebanyakan anggota TNI lainnya, Mursihadi juga berambut gondrong. Suatu hari dirinya mendapat tugas untuk mencari tambahan makanan. Ia kemudian masuk hutan sekadar mencari dedaunan atau berburu binatang, yang dapat diambil dagingnya. Saat asik mencari dan berburu, tiba-tiba muncul seseorang berpenampilan serupa, gondrong dan menenteng senjata.
Begitu lama Mursihadi mengamati orang tersebut. Setelah sekian lama ia amati, dirinya baru tersadar, bahwa ternyata orang tersebut bukanlah rekannya. Seseorang dengan tampilan sama persis tersebut merupakan anggota Fretilin, yang diduga sedang mencari bahan makanan juga. Dengan sigap, tak ingin ditembak duluan, Mursihadi kemudian berhasil menembak mati Si Fretilin gondrong dalam kontak tembak yang berlangsung singkat. 
 Tentara Pembebasan Timtim- Fretilin
Lain halnya jika anggota Fretilin yang berpenampilan gondrong yang menyamar sebagai prajurit TNI. Hal tersebut dapat berakibat fatal. Seperti kasus penghadangan truk yang berisi polisi yang mengamankan Pemilihan Umum 1997 di daerah Sektor Timur. Truk yang sedang melintasi perbukitan di Kecamatan Quelicai, tiba-tiba dihentikan seseorang yang berpakaian loreng TNI. Sopir yang terkejut langsung menginjak rem.
Mendadak orang yang disangka teman tersebut melemparkan granat, tepat di bagian bak truk yang berisi pasukan serta persediaan bensin. Akibatnya truk meledak hebat, kobaran api segera melahap truk seisinya. Selain truk terbakar dan hancur sangat parah, seluruh penumpangnya juga tewas terpanggang. Oleh karena itu dikemudian hari muncul anjuran, agar tiap anggota TNI harus selalu merapikan penampilan. Karena perbedaan yang terlalu tipis antara anggota Fretilin dan anggota TNI dapat berakibat fatal.
Sumber: Buku INFANTERI The Backbone of the Army. Priyono. MataPadi PressIndo – Cetakan Pertama Januari 2012