Minggu, 03 November 2013

Pertempuran Eks Batalyon 426 melawan Pasukan TNI (1951-1952)

Infanteri Kontra Infanteri:
Pertempuran Eks Batalyon 426 melawan Pasukan TNI di Klaten, 1951-1952.
Sebuah kejadian menggemparkan terjadi pada akhir tahun 1951. Saat itu beredar informasi yang menyebutkan keterlibatan pasukan TNI (Tentara Nasional Indonesia) / (Indonesian Army), dalam organisasi Darul Islam / Tentara Islam Indonesia (DI/TII). Setelah dilakukan investigasi pihak internal, diketahui bahwa yang terlibat ialah Pasukan dari Batalyon 423 dan 426. keduanya merupakan Batalyon di lingkungan Tentara Teritorium (TT) IV Diponegoro.
Dari keterlibatan kedua Batalyon tersebut, pihak TT IV Diponegoro kemudian menangkap 3 oknum perwira dari Batalyon 423 yang sebelumnya telah dicurigai. Pemeriksaan pun berlanjut, berikutnya adalah Batalyon 426. Dalam investigasi, ditemukan orang-orang yang jelas-jelas ikut dalam gerakan DI/TII. Mereka terlibat baik secara sembunyi maupun secara terang-terangan.
GENDERANG PERANG TELAH DITABUH
Sebenarnya, Teritorial IV Diponegoro telah mengambil langkah-langkah yang diperlukan guna menyelesaikan permasalahan inh, yakni dengan menangkap sejumlah orang yang terlibat. Langkah ini dilakukan sebagai upaya mencegah terjadinya bentrokan di dalam kubu TNI itu sendiri. Namun rupanya langkah yang ditempuh tersebut mengalami sejumlah hambatan, serta tidak ada perkembangan progresif yang memuaskan.
Mereka yang berhasil ditangkap merupakan oknum Tentara Batalyon 423. Permasalahan mereka sudah dituntaskan oleh pihak Teritorial. Namun, yang menjadi masalah berikutnya adalah Batalyon 426 karena belum ada satupun dari mereka yang berhasil dijinakkan.
Menyikapi kenyataan di lapangan, akhirnya Panglima Tentara Teritorial IV Diponegoro Kolonel Gatot Subroto, mengambil sebuah inisiatif. Guna memastikan “kesetiaan” terhadap kesatuannya, Kolonel Gatot memerintahkan 2 orang petinggi Batalyon 426 untuk menghadap pada dirinya. Kedua orang tersebut adalah Mayor Munawar dan Kapten Sofyan. Namun, dari dua orang yang dipanggil, hanya Mayor Munawar saja yang datang menghadap. Saat itu, ia merasa memiliki tanggung jawab moral sebagai seorang komandan, di mana sejumlah besar anak buahnya terlibat di dalam organisasi terlarang. Sedangkan Kapten Sofyan sendiri, lebih memilih untuk membangkang, dan melanjutkan perjuangannya dalam gerakan DI/TII.
Untuk mencegah agar situasi Jawa Tengah tidak semakin keruh, akhirnya Kol. Gatot segera memerintahkan semua Komandan Brigade untuk mempersiapkan rencana penindakan. Sebuah ultimatum diserukan kepada Batalyon 426 agar dengan segera menyerahkan oknum-oknum “yang membangkang”. Jika tidak mematuhi ultimatum tersebut, maka pihak Teritorial tidak segan-segan menggunakan cara kekerasan.
10 MENIT UNTUK BERPIKIR
Tepat tanggal 8 Desember 1951 pukul lima pagi, Komandan Batalyon 424 memberi ultimatum terhadap Kapten Sofyan untuk menyerahkan diri. Sebanyak tiga Batalyon, yaitu Batalyon 424, 421, dan 425, dikerahkan untuk mengepung markas Batalyon 426 di Kudus. Untuk menambah daya gempur kekuatan, gabungan ketiga Batalyon tersebut diperkuat lagi dengan satu setengah peleton dari unsur Kavaleri.
Di antara gelapnya pagi yang mencekam itu. Pasukan gabungan TNI mengepung markas Batalyon 426. Perintah untuk segera menyerah berkali-kali sudah diteriakkan dari luar markas. Meski sudah terdesak dan terkepung, ada-ada saja permintaan yang ingin disampaikan Kapten Sofyan. Ia meminta waktu berpikir 10 menit, guna mempertimbangkan permintaan pasukan pengepung. Akan tetapi belum genap 10 menit, rentetan tembakan pun pecah di antara pasukan Batalyon 426. Mereka bertekad ingin mempertahankan diri sampai ajal menjemput mereka, meskipun hal itu berarti mereka harus mati di tangan “saudara” mereka sendiri. Akhirnya aksi baku tembak sesama anggota TNI tak terhindarkan lagi.
Baku tembak berlangsung cukup sengit dan alot, dan nampaknya tidak ada tanda-tanda perkembangan yang signifikan dari pertempuran tersebut. Tak ada tanda bahwa pasukan gabungan sanggup menaklukkan tentara eks Batalyon 426. Bahkan bisa dibilang, Pasukan pimpinan kapt. Sofyan lebih unggul. Itu terjadi lantaran bangunan markas xang mereka gunakan juga berfungsi sebagai benteng pertahanan.
Menghadapi situasi yang kurang menguntungkan, memaksa pasukan Kavaleri TNI yang turut serta dalam pengepungan mengambil inisiatif. Mereka ingin membumi-hanguskan markas Batalyon 426. Namun, Komandan Batalyon 424 yang ditugasi sebagai Komandan pengepungan melarang hal tersebut. Alasannya, sang Komandan berharap, siapa tahu anggota eks Batalyon 426 kemudian akan sadar, lalu menyerahkan diri secara sukarela. Lagipula mereka juga sesama pejuang yang turut bahu-membahu melawan Belanda pada Masa Revolusi Indonesia, 1945-1950.
Sudah sehari penuh pengepungan dilancarkan, matahari pun telah bergeser dan senja pun menghampiri. Namun tak ada tanda-tandah bahwa Batalyon 426 akan menyerahkan diri. Tak disangka, ketika langit mulai beranjak gelap, hujan lalu turun dengan sangat deras. Rupanya cuaca yang tidak bersahabat ini dimanfaatkan Pasukan Batalyon 426 untuk meloloskan diri dari kepungan pasukan. Dan benar saja, mereka berhasil meninggalkan markas mereka tanpa diketahui oleh pasukan pengepung.
Sementara itu di Magelang, dua kompi eks Batalyon 426 yang dipimpin oleh Kapten Alief diperintahkan untuk tidak meninggalkan markas kompi. Mereka diawasi dengan ketat oleh pihak Teritorial IV. Namun rupanya kabar pertempuran dan pengepungan terhadap markas induk di Kudus sampai juga ke telinga mereka. Tidak ingin kejadian di Kudus terulang, gerombolan pasukan eks Batalyon 426 pun melarikan diri. Batalyon 408 yang ditugasi menggempur dua kompi di Magelang selanjutnya melakukan penindakan yang lebih tegas.
Pada tanggal 9 Desember 1951, Kapt. Alief sebagai pimpinan pasukan “pemberontak”, di depan Komandan Batalyon 408, berjanji tidak akan mengikuti aksi pasukan seperti yang terjadi di Kudus dan tetap tunduk di bawah perintah Batalyon 408. Namun, rupanya hal tersebut sebagai taktik agar dua kompi pasukannya dapat berangsur meloloskan diri untuk kemudian bergabung dengan induk pasukan yang dipimpin oleh Kapt. Sofyan. Akhirnya, sehari kemudian, 10 Desember 1951, pukul 01:00 dini hari, dua kompi eks Batalyon 426 di Magelang, resmi melakukan pemberontakan.
BANJIR DARAH DI KLATEN
Dua kompi B-426 di Magelang akhirnya mengikuti jejak kawan-kawan mereka di Kudus. Para pemberontak tersebut melarikan diri. Guna memecah konsentrasi pasukan pengejar, mereka menyamar sebagai masyarakat biasa. Mereka mengganti pakaian militer mereka dengan pakaian sipil untuk mengecoh pasukan pengejar. Selain itu mereka juga berbaur dengan masyarakat setempat sembari bergerak melakukan konsolidasi.
Satu kompi eks Batalyon 426, dipimpin Mohjidin, bergerak ke selatan menuju Muntilan. Di Muntilan, gerombolan ini menyerang pos polisi dan menyerbu rumah tahanan serta membebaskannya. Selanjutnya mereka bergerak ke daerah Salaman, dan terlibat baku tembak. Dalam pertempuran di Salaman, mereka kehilangan satu peleton pasukan. Setelah itu sisanya berhasil kabur ke daerah Surakarta. Sedangkan satu Kompi lainnya bergerak ke utara menuju Grabag dan terus dikejar oleh Kompi 1 Batalyon 408.
Ketika sampai di daerah Simo, Boyolali, gerombolan pemberontak berhasil menculik Komandan Mobile Brigade (Mobrig), lalu merampas senjatanya. Selanjutnya mereka dicegat oleh pasukan Mobile Brigade di Simo dan Mojongsongo, Boyolali, mereka pun melakukan perlawanan. Baku tembak berlangsung cukup sengit dan berhasil menewaskan seorang penembak bren dari Mobrig. Setelah berhasil menaklukkan Boyolali, pasukan ini melakukan penyerangan di Delanggu, Klaten. Pada penyerbuan yang berlangsung pada malam hari itu, seorang polisi tewas tertembak oleh aksi mereka.
Petualangan mereka berlanjut ke daerah Cokrotulung. Di daerah tersebut, pasukan eks B-426 memperoleh tambahan senjata segar ketika berhasil melucuti 11 anggota Mobrig. Kedua kompi tersebut akhirnya melakukan regrouping di daerah Ngupit, Klaten, pada tanggal 11 Desember 1951.
Melihat perkembangan bahwa Klaten telah dijadikan daerah pengunduran beberapa kompi eks. B-426, maka kewaspadaan di daerah Surakarta dan sekitarnya mulai ditingkatkan. Seperti yang dilakukan di Solo, di wilayah ini, diadakan pembersihan terhadap sel-sel pendukung eks. B-426.
Sementara di Klaten juga dilancarkan sweeping senjata api. Namun rupa-rupanya aksi sweeping senjata api yang dilakukan pasukan TNI dari pihak Teritorial IV sudah terendus dan sudah diperkirakan sebelumnya oleh mereka.
Karena dirasa kekuatan pasukan pemberontak semakin kuat saja, pihak Tentara Teritorial IV Diponegoro memutuskan untuk melancarkan Operasi Merdeka Timur yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Moch Bachrun. Operasi ini diperkuat 13 Batalyon Infanteri dan didukung 5 peleton Kavaleri, 3 baterai Artileri medan, dan satuan bantuan tempur lainnya.
Pada tanggal 11 Desember 1951, salah satu Batalyon yang ikut dalam Operasi Merdeka Timur- Batalyon 419, bergerak dari Klaten untuk melakukan penghancuran terhadap pasukan eks B-426 di daerah Ngupit, Jatinom. Sekitar pukul 10:30, Komandan B-419 Mayor Koesmanto melalui radio perhubungan menerima permintaan bantuan tembakan mortir dari Kompi 2 B-419. Saat anggotanya bersiap melakukan pengecekan titik koordinat, tak ada komunikasi balasan dari pihak pasukan di Kompi 2. Untuk menghindari salah sasaran, maka tembakan mortir pun diurungkan.
Sebagai Komandan, Mayor Kusmanto segera mencari tahu posisi Kompi 2. Sebuah kejadian cukup mengagetkan dialami Kusmanto dan Letnan Satu Kandiawan, ajudannya. Ketika dalam perjalanan pukul 12:00 siang, mereka berpapasan dengan pasukan pemberontak yang tengah berusaha mengundurkan diri ke desa Kragilan karena terdesak gempuran pasukan TNI.
Mayor Koesmanto dan Lettu Kandiawan pun berhenti, dan melakukan penyelidikan terhadap posisi pelarian musuh. Tahu bahwa keberadaan mereka terendus, para pemberontak akhirnya melepaskan tembakan ke arah dua perwira TNI tersebut. Naas bagi Koesmanto, ia terkena tembakan. Parahnya, peluru menembus tulang rusuk kiri dan paru-paru kiri.
Hujan tembakan terus ditembakkan membabi-buta ke arah Mayor Koesmanto, Lettu Kandiawan beserta anak buah mereka yang saat itu sedang mengemudikan jeep. Kandiawan dan prajurit pengemudi berupaya melakukan pertolongan terhadap Mayor Koesmanto yang dalam keadaan terluka parah. Mereka pun mencoba menaikkan Koesmanto ke bagian belakang jeep, Prajurit pengemudi berhasil memutar posisi kendaraan.
Meski berhasil memutar, namun rupanya tembakan pasukan pemberontak berhasil mengenai radiator jeep. Pengemudi pun panik, akibatnya, jeep yang tengah ia kemudikan masuk ke parit dan menerobos ladang penduduk setempat. Mereka tidak dapat bergerak lagi sehingga upaya proses evakuasi terhadap Mayor Koesmanto gagal. Koesmanto dan Kandiawan yang dalam keadaan terluka masih tertinggal di jalan.
Tanpa ampun, para pemberontak semakin gencar menembaki keduanya yang sudah semakin tersudut. Melihat keduanya terdesak, pasukan pemberontak pun semakin mendekat. Mereka mengepung dari berbagai arah. Ketika merangsek maju, Lettu Kandiawan berhasil membubarkan mereka dengan tembakan senapan Owen. Musuh pun kocar-kacir dan lebih memilih mundur. Untuk sementara keadaan mereda. Keduanya segera menghampiri pengemudi jeep yang masih bersembunyi terpisah.
Tiba-tiba berondongan tembakan mengarah ke arah tiga orang tersebut. Musuh datang kembali. Namun tembakan kali ini lebih gencar daripada sebelumnya. Mayor Koesmanto pun memerintahkan Kandiawan untuk menemui Kompi 1 guna meminta bantuan pasukan tambahan. Prajurit pengemudi diperintahkan untuk menyembunyikan Mayor Koesmanto. Sementara Lettu Kandiawan segera bergerak ke arah Kompi 1.
Rupanya Mayor Koesmanto sudah tidak mampu lagi menahan luka-lukanya yang makin parah akibat tembakan. Guna mengamankan dirinya dari tembakan para pemberontak, sang pengemudi pun menyembunyikannya. Akan tetapi di tengah jalan mereka ditembaki lagi oleh eks B-426.
Akhirnya Lettu Kandiawan berhasil menemukan posisi pasukan Kompi 1 Batalyon 419. Komandan Kompi 1, Kapt. Kamto, dengan segera mengirimkan satu peleton untuk mengevakuasi Mayor Koesmanto. Mereka pun berhasil mengevakuasi Koesmanto yang dalam keadaan terluka parah. Setelah beberapa hari di rawat, kabar duka pun menghampiri. Tepat pada hari Rabu, 12 Desember 1951 pukul 15:20, Mayor Koesmanto akhirnya meninggal dunia karena luka-luka parah yang dideritanya.
Guna mematikan perlawanan pasukan pemberontak, diterjunkanlah bantuan pasukan dari Brigade Mangkubumi sebanyak dua kompi (Batalyon 413), 1 Kompi dari B-412, serta 1 peleton Eskadron Lapis Baja.
Tidak tahan menghadapi gempuran pasukan TNI, pasukan eks B-426 memilih mundur dan melarikan diri ke arah Dawar, Boyolali. Akan tetapi pergerakan mereka dihadang oleh satu kompi B-416 dan satu peleton Mobrig. Dari tempat ini mereka mundur lagi ke arah Tulung, Malangan dan Ngunut. Akhirnya, mereka pun berhasil lolos dari sergapan.
Pasukan eks B-426 kemudian melakukan konsolidasi, setelah mereka mendapat suntikan kekuatan yang berhasil melakukan perembesan dari arah Kedung Jati di Simo, Boyolali. Mereka berusaha menghindari kontak senjata dan berupaya menuju Klaten. Pasukan ini sudah bergerak menuju Selatan setelah melewati Purwodadi.
Pada 22 Desember 1951, pasukan pemberontak masuk dari arah Walikukun, Ngawi. Dalam usaha pelarian mereka, sempat dihadang oleh Batalyon 508 Divisi Brawijaya dan Batalyon 428, namun lagi-lagi mereka berhasil lolos dari hadangan hingga tiba di daerah Karanganyar. Pada 29 Desember mereka bertahan di Duwet, Karanganyar. Di daerah ini mereka berhasil menerobos pertahanan dua Kompi B-421. Dalam pertempuran Duwet, pasukan pemberontak dihujani tembakan Artileri sambil menerobos pertahanan dan berhasil menguasai posisi dataran yang lebih tinggi dari pasukan TNI. Akibatnya, pemberontak berhasil memporak-porandakan dua kompi dari B-421.
Melihat keadaan yang begitu genting, Komandan B-417, Mayor Soenaryo, memerintahkan perlawanan. Pasukan B-417 merangsek maju. Pertempuran jarak dekat pun tak terhindarkan lagi. Namun malang bagi Mayor Soenaryo, dalam pertempuran dirinya gugur akibat tertembak oleh pasukan pemberontak dalam baku tembak dekat yang berjarak lima meter. Sedangkan di pihak musuh, Kapt. Sofyan terkena tembakan dan mengalami luka-luka.
Sementara itu 8 kendaraan milik B-417 yang berada di jalan dibakar pasukan pemberontak. Selang beberapa lama, bantuan dari Kavaleri pun datang dan langsung menggempur posisi pasukan eks B-426 yang masih bertahan di perkampungan penduduk. Akhirnya, pasukan eks B-426 mengundurkan diri, termasuk Kapt. Sofyan yang terluka. Akhirnya Kapt. Sofyan pun tewas dan jenazahnya berhasil di evakuasi di daerah Wonogiri.
Petualangan Batalyon 426 pun berakhir setelah mengalami operasi pengejaran yang tanpa henti oleh pasukan TNI. Sisa-sisa pasukan tersebut akhirnya dengan susah payah berhasil memasuki wilayah Gerakan Benteng Nasional (GBN), dan bergabung dengan gerakan DI/TII di wilayah perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Barat.
Sumber: Buku INFANTERI The Backbone of the Army. Priyono. MataPadi PressIndo – Cetakan Pertama Januari 2012
Military.

Australia Manfaatkan KTT Bali 2007 untuk Sadap Indonesia?

Australia dikabarkan sedang mengumpulkan kontak pejabat keamanan RI.

 Perdana Menteri Australia Tony Abbot
Perdana Menteri Australia Tony Abbot (VIVAnews/Anhar Rizki Affandi)
Aksi spionase badan intelijen Australia, Direktorat Sinyal Pertahanan/DSD, kembali terkuak. Kali ini, harian Inggris, The Guardian, menurunkan laporan bahwa aksi spionase DSD sudah dilakukan sejak penyelenggaraan KTT Perubahan Iklim tahun 2007 di Nusa Dua, Bali.

Menurut laporan laman Guardian itu, operasi penyadapan DSD itu dibantu mitra sekutu yakni Badan Keamanan Nasional Amerika Serikat (NSA). Target operasi penyadapan saat itu yakni mengumpulkan nomor kontak para pejabat tinggi bidang keamanan Indonesia. Namun, setelah menghabiskan begitu banyak upaya, waktu, dan biaya, misi itu dianggap gagal.

Padahal, DSD telah meminta bantuan seorang ahli Bahasa Indonesia untuk ikut di dalam tim memantau dan memindai komunikasi delegasi asal Indonesia. Informasi ini kembali terungkap berkat dokumen yang dimiliki oleh mantan kontraktor NSA, Edward J Snowden.

"Tujuan dari operasi itu yakni memperoleh pemahaman utuh soal struktur jaringan komunikasi Indonesia apabila dibutuhkan dalam keadaan darurat," tulis The Guardian edisi Sabtu 2 November 2013.

Namun hingga acara selesai, DSD hanya berhasil memperoleh kontak Kepala Polisi Provinsi Bali. Informasi ini juga tercatat dalam laporan mingguan yang ditujukan kepada markas NSA di Pine Gap, Australia. Markas di sana, merupakan salah satu markas terbesar di luar negeri yang dimiliki NSA.

Fakta ini dinilai akan membuat hubungan Indonesia dan Australia semakin tegang. Betapa tidak, saat konferensi itu dihelat, mantan Perdana Menteri Kevin Rudd baru terpilih selama 10 hari. Presiden SBY merupakan pemimpin dunia pertama yang mengucapkan selamat kepada Rudd melalui telepon. Kehadiran Rudd di Nusa Dua pun atas undangan Presiden SBY pribadi.

Dalam kesempatan itu, Rudd dianggap berhasil memenangkan hubungan diplomatik bagi pemerintahannya. Pasalnya pada waktu itu, Rudd menegaskan kepedulian Australia terhadap isu perubahan iklim dengan turut meratifikasi secara formal Protokol Kyoto.

Rudd bahkan secara pribadi menyerahkan dokumen yang telah ditandatanganinya itu kepada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Ban Ki-moon. Melalui konferensi itu, Rudd juga memberikan sinyal adanya perubahan hubungan diplomatik terhadap kawasan Asia.

Alat sadap di kantor kedutaan
Sebelumnya, harian Fairfax mengungkap bahwa gedung Kedutaan Australia di beberapa negara Asia, termasuk Indonesia, digunakan sebagai pos penyadapan.

Pemberitaan ini mengundang keprihatinan Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa. Usai menghadiri sebuah konferensi di Perth, Australia, Marty menyatakan Pemerintah Australia telah bersikap tidak adil, jika berita itu benar.

"Apabila Australia sendiri dijadikan target dari aktivitas semacam itu, apakah Anda akan mengartikannya sebagai sikap yang bersahabat atau tidak? Kami sangat prihatin dan ini merupakan sesuatu yang tidak dapat kami terima," ujar Marty.

Duta Besar Australia untuk Indonesia Greg Moriarty kemudian dipanggil ke Gedung Kementerian Luar Negeri untuk bertemu dengan Sekretaris Jenderal Kemlu, Budi Bowoleksono.

Namun Moriarty enggan merinci isi pertemuannya dengan Budi. Sikap serupa juga diungkap oleh Perdana Menteri Tony Abbott.

Menurut Abbott apa yang dilakukan oleh Pejabat Australia sudah sesuai dengan koridor hukum yang berlaku. "Setiap badan Pemerintah Australia, baik pejabat di dalam atau luar negeri, beroperasi sesuai dengan hukum yang berlaku dan hal itu bisa saya jamin kepada masyarakat yang ada di dalam atau luar negeri," ujar Abbott.

Sementara terkait aksi organisasi intelijen, lanjut Abbott, sudah menjadi sikap Pemerintah mereka sejak lama untuk tak mengomentarinya di depan publik. 

Satelit Palapa Disadap Pemerintah Australia

http://tvkuindo.files.wordpress.com/2011/11/1-giove-a.jpg

Badan Keamanan Nasional Amerika Serikat (NSA) ternyata bekerja sama dengan Direktorat Sandi Australia dalam memantau dan menyadap komunikasi sejumlah negara di Asia Pasifik. Target utama kedua badan intelijen itu ialah Satelit Palapa milik Indonesia yang menyediakan layanan telepon seluler dan komunikasi radio di kawasan Asia Pasifik, termasuk Indonesia, Thailand, Filipina, Malaysia, Brunei, dan Papua Nugini.

Pemantauan itu dilakukan melalui Kedutaan Besar AS dan Kedutaan Besar Australia di Jakarta. “Australia telah menggunakan sejumlah kedutaan asingnya untuk menguping. Kegiatan itu dilakoni (dalam) operasi bersandi Reprieve. Kami menggunakan kedutaan besar di kawasan kami untuk memantau komunikasi lokal, khususnya percakapan telepon bergelombang mikro,“ ungkap pakar intelijen Australia, Des Ball, kepada Australian Broadcasting Corporation.

Pria bertitel profesor yang meneliti di Pusat Kajian Pertahanan dan Strategis, Universitas Nasional Australia (ANU), itu menekankan pentingnya penyadapan Satelit Palapa. “Anda tidak bisa menembus sirkuit informasi dan melancarkan perang informasi dengan sukses jika Anda tidak memasuki komunikasi komando tertinggi sejumlah negara di kawasan,” kata Ball.

Adapun kerja sama antara Direktorat Sandi Australia dan NSA dapat dilakukan lantaran ‘Negeri Kanguru’ itu masuk lingkaran ‘FVEY’ (5-Eyes) atau lima negara yang memiliki peran penting dalam kerja sama intelijen dengan AS. Ball menjelaskan bahwa Australia dijadikan basis oleh AS untuk memantau lalu lintas data, informasi, dan telekomunikasi khusus di lingkar Asia Pasifik.

Untuk bisa menempuh aksi tersebut, terang Ball, ‘Negeri Kanguru’ mengandalkan empat fasilitas supercanggih yang menjadi bagian dari program X-Keyscore, sebuah sistem komputer milik NSA yang berfungsi mencari dan menganalisis hampir semua jenis kegiatan pengguna internet, termasuk surat elektronik, penjelajah dunia maya, dan media sosial.

Fasilitas-fasilitas supercanggih Australia meliputi Pine Gap di dekat Alice Springs, Shoal Bay di dekat Dar win, stasiun satelit di pinggiran Ge raldton di Australia Barat, dan sebuah pusat pemantauan baru di Canberra. Ball mengatakan keempat fasilitas spionase tersebut dapat memantau komunikasi sipil serta militer dari kawasan Pasifik tengah hingga wilayah Samudra Hindia.

Ketika dimintai komentar mengenai penuturan Ball, juru bicara media Kedutaan Besar Australia di Jakarta, Ray Marcello, menolak membahas operasi intelijen. “Kedutaan Australia tidak akan memberikan komentar dan tanggapan mengenai masalah penyadapan,” ungkapnya.

Ini 5 Rencana TNI bikin Jakarta aman dari serbuan asing


Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Budiman dan Wakil Menhan Sjafrie Sjamsoeddin beberapa waktu lalu bertemu dengan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo. Mereka menyampaikan rencana TNI tentang strategi pertahanan yang tepat untuk Jakarta. 
Dalam pandangan TNI, sistem pertahanan nasional bukan hanya di daerah-daerah perbatasan dan daerah-daerah hutan tetapi daerah pada penduduk seperti DKI Jakarta juga harus dijaga ketat. Alasannya, Jakarta merupakan pusat pemerintahan dan pusat perekonomian nasional.
TNI AD telah melakukan kerja sama dengan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo terkait tata ruang wilayah pertahanan di Jakarta. Selain itu, TNI AD juga akan menempatkan alat pertahanan di kota-kota besar sesuai dengan demografis wilayahnya. Berikut 5 rencana TNI untuk menjadikan Jakarta aman dari sisi pertahanan seperti dirangkum merdeka.com, Sabtu (2/11).

1. Penangkis serangan udara di gedung tinggi

TNI AD berencana memasang sejumlah alat utama sistem persenjataan (Alutsista) atau senjata penangkis serangan udara di atas gedung-gedung tinggi di Jakarta.

"Pada gedung tinggi bisa digunakan. Gedung yang ditentukan tempatnya bisa buat rata, sehingga bisa ditempatkan senjata penangkis udara," ujar KSAD Jenderal Budiman dalam acara operasi katarak dan bibir sumbing gratis memperingati hari Juang Kartika di Silang Monas, Jakarta Pusat, Jumat (01/11).


2. Gedung tinggi zona pendaratan helikopter

TNI berharap di gedung-gedung tertentu di Jakarta dapat juga digunakan sebagai zona pendaratan helikopter logistik yang membawa alat berat seperti radar dan sebagainya.

"Sehingga gedung tinggi ini harus dibuat kokoh, bisa dilandasi helikopter radar dan penembakan penangkis serangan udara," kata KSAD Jenderal Budiman.

Menurut dia, perang masa depan tidak seperti dulu, di hutan atau ditentukan di suatu daerah. Oleh sebab itu, Jakarta sebagai pusat pemerintahan perlu dijaga.

3. Pangkalan tank di bawah Monas

TNI berencana membangun pangkalan tank di bawah Monas. Diperkirakan luas pangkalan militer plus parkir bawah tanah dan pusat souvenir di bawah Monas sekitar 160 hektar. Namun detail bangunan seperti apa belum bisa disampaikan. 
"Pembangunan dimulai 2014 nanti. Di bawah monas nanti ada underpass strategi pertahanan saat kondisi darurat, yang saling berhubungan," ujar Jokowi.
Sebelumnya, Wakil Menteri Pertahanan (Kemhan) Sjafrie Sjamsoeddin menemui Jokowi. Keduanya membicarakan singkronisasi antara strategi penataan ibu kota dengan strategi pertahanan negara. 
Apalagi, September dan Oktober lalu, militer Indonesia bakal menerima ratusan tank berat. Tank itu bakal masuk Jakarta, lalu disebarkan di satuan operasional. Selain itu, militer juga bakal menerima roket jarak jauh untuk mengamankan ibu kota, serta sejumlah pesawat tempur dan puluhan tank amfibi.

4. Kemayoran untuk pendaratan pesawat tempur

Gubernur Jokowi akan menindaklanjuti koordinasi dengan Kementerian Pertahanan sehubungan penyediaan ruang bagi masuknya peralatan militer. Salah satu perubahan yang akan dilakukan adalah jalan di kawasan Kemayoran bisa dimanfaatkan untuk pendaratan pesawat tempur dengan sedikit mengubah tata ruangnya.
"Di Kemayoran bisa untuk pendaratan pesawat. Karena ada fly over nya itu nanti dipindah menjadi underpass sehingga nanti untuk pendaratan bisa dipakai darurat," kata Jokowi.

5. Marunda untuk jalur peralatan tempur TNI AL

Kawasan Marunda juga dibidik untuk membantu pertahanan melalui laut. Menurut Jokowi, ada lahan seluas 200 hektar di kawasan Marunda yang bisa digunakan untuk peluncuran amfibi. "Di Marunda itu luasnya lebih dari 200 hektar, sebagian wilayah pantainya itu juga nanti bisa digunakan untuk meluncurnya amfibi ke laut. Memang, hal-hal tersebut harusnya sudah kita rancang," kata Jokowi.

Pesan Untuk Musang Natuna

Deru dan gelegar 8 jet tempur canggih Sukhoi dan 6 jet tempur F16 di langit Batam tentu “terdengar nyaring” di jiran sebelah dan sebelahnya lagi.  Bahkan ribuan buruh yang lagi demo di Batam akhir Oktober lalu menghentikan teriakannya sejenak untuk mendongak keatas menyaksikan dan mengagumi. Selama 5 hari di penghujung Oktober dan awal Nopember 2013, Hang Nadim Batam menjadi home base latihan tempur khusus tentara langit Nusantara  bersama Tanjung Pinang, Pontianak dan Ranai Natuna.
Batam menjadi pangkalan aju Sukhoi, F16, Hawk skuadron Pekanbaru.  Pontianak menjadi pangkapan aju Super Tucano dan Hawk tuan rumah. Sementara 7 Hercules diterbangkan langsung dari Halim membawa ratusan tentara untuk diterjunkan ke Natuna.  Materi latihan tentu bermacam menu dan biarlah itu menjadi urusan rumah tangga AU mau mendapat ponten berapa. Tapi kita sebagai penonton secara visual bisa melihat betapa lumatnya sasaran yang dijadikan target penghancuran oleh jet-jet tempur tadi.
Jet tempur Sukhoi dan rudalnya di langit Natuna
Sudah tentu kurikulum latihan matra udara paling bergengsi itu diintip dan dipantau oleh jiran sebelah dan sebelahnya lagi. Singapura dan Cina sangat diyakini ikut memantau gerakan tentara dan jet-jet tempur RI itu dengan mata telinga elektronikanya.  Tak apa-apa, ini akan semakin memberikan kesan dan pesan pada “musang-musang” itu bahwa TNI mampu memperlihatkan dan menjalankan pertempuran modern dengan alutsista setara. 
Show of Force untuk tetangga sebelah Batam diperlukan karena ini menyangkut kewibawaan. Termasuk untuk warga Batam Riau bahwa payung dan persenjataan dirgantara di atas mereka siap melindungi ummatnya setiap saat. Penting juga untuk dipesankan bahwa mereka adalah merah putih. Soalnya warna keseharian warga perbatasan adalah lintas batas dalam interaksi eknonomi. Sekedar mengingatkan.
Pesan untuk musang Natuna jelas, jangan bermain api dengan teritori NKRI.  Musang yang dimaksud adalah singkatan dari musuh anggapan, sebuah nama sandi militer untuk sebuah negara yang menjadi musuh simulasi.  Beberapa waktu lalu musuh simulasi itu bernama Sonora tanpa ada kepanjangannya, sehingga dipersepsikan macam-macam. Musang yang ini pun bisa dimaknai dengan “musuh sang naga” atau “musuh sangar” atau tetangga yang berwatak musang.  Yang jelas untuk wilayah Natuna dan sekitarnya kita berhadapan dengan kekuatan multi kelas.  Ada kelas Naga, ada kelas Singa dan ada kelas Jaguh. Tidak usah dijelaskan lagi karena diskusi forum militer sudah memahami terutama pada kelas yang terakhir itu.
Hasilnya, melumat musang Natuna
Banyak hal yang bisa dicatat dalam latihan ini. Inilah untuk pertama kalinya diperlihatkan kepada khalayak bahwa persenjataan Sukhoi tidak lagi sekedar kanon dan bom P100. Tetapi juga sudah memiliki tentengan rudal-rudal mautnya.  Ada rudal R73, R77, Kh31A, Kh31P dan S8 yang made in Rusia itu, sehingga memberi kesan gentar dan getar.  Catatan lain adalah adanya sorti pertempuran udara yang tentu bernuansa mencekam karena kemampuan first look, first shot dan first kill menjadi kejaran prestasi untuk pilot kita bersama keunggulan teknologi radar dan rudalnya.  Pertempuran udara modern saat ini dan seterusnya sesungguhnya adalah uji keunggulan teknologi radar, jarak tembak dan kecepatan rudal serta militasi pilot jet tempur.
Sebagai evaluasi untuk kondisi kepemilikan dan jenis alutsista TNI AU saat ini dibandingkan dengan luas wilayah dan spektrum ancaman maka harus diakui kekuatan pukul alutsista udara kita masih belum memadai.  Satu skuadron Sukhoi yang dimiliki saat ini belum mencukupi nilai gizi kegaharan pengawal dirgantara.  Meski tahun depan akan ada penambahan 24 jet tempur F16 dan melengkapi kekuatan penuh satu skuadron Golden Eagle dan Super Tucano, tetap belum disebut gahar. Oleh sebab itu masih diperlukan minimal 1-2 skuadron Sukhoi Family lagi untuk memastikan kewibawaan itu.  Apalagi jika dikaitkan dengan kehadiran F35 yang mulai tahun depan di kawasan ini. Dan kita meyakini bahwa dalam program MEF tahap 2 nanti kekuatan pengawal dirgantara bersama dua matra angkatan lainnya akan semakin bagus dan berotot.
Intensitas latihan militer yang dilakukan Indonesia selama dua tahun terakhir ini adalah memastikan tingkat kesiapsiagaan yang tinggi untuk menjaga kepemilikan medan teritori.  Lebih dari itu adalah untuk mengingatkan negara manapun untuk tidak mengusik teritori Indonesia.  Kampanye militer dengan mengerahkan berbagai alutsista untuk diperdengarkan dan diperlihatkan bunyi musik amunisi dan dentumannya. Menenggelamkan kapal perang dengan rudal Yakhont dari jarak 200 km yang membuat para musang terperangah. Membumihanguskan dan mendemonstrasikan teknologi persenjataan yang dimiliki adalah pesan militer yang jelas dan tegas.  Pesan yang hendak disampaikan kepada para musang lewat dentuman, deru, gelegar dan manuver di wilayah perbatasan sesungguhnya adalah rangkaian kalimat yang kira-kira berbunyi seperti ini: anda sopan kami sapa, anda maju  kami sapu.

Starstreak HVM: Rudal Tercepat Arhanud TNI AD

1-high-velocity-missile

Pasca pensiunnya rudal Rapier, boleh jadi belum ada rudal arhanud yang benar-benar mumpuni dan mampu bikin pede pertahanan udara di wilayah Ibu Kota Jakarta. Pengganti Rapier memang ada, seperti rudal Grom buatan Polandia, soal kinerja dan performa rudal ini memang menjadi kontroversi. Nyatanya, sekalipun telah ada Grom dalam peluncur Poprad dan kanon 23 mm ZUR komposit Grom, Arhanud TNI AD masih memesan rudal lain dalam segmen MANPADS (Man Portable Air Defence Systems), yakni rudal Mistral dalam platform Atlas, dan kini juga tengah melirik rudal QW-3 buatan Cina.
Tapi lepas dari itu semua, sesungguhnya perhatian utama dalam modernisasi di segmen rudal arhanud merujuk ke Starstreak. Bagi yang mengindamkan RI punya rudal hanud jarak menengah/jauh sekelas S-300 buatan Rusia, maka Starstreak sama sekali tidak mirip, bahkan berbeda kelas. Starstreak tidak lain adalah rudal di kelas MANPADS SHORAD (Short Range Air Defence), sosok dan desainnya sebangun dengan rudal Mistral dan QW-3.
Mengutip sumber dari TheJakartaPost.com (17/1/2013), pengadaan alutsista ini sudah mulai dibicarakan sejak kedatangan PM Inggris, Tony Blair saat berkunjung ke Jakarta pada tahun 2006 silam. Alhasil kemudian berlangsunglah kontrak pembelian rudal Starstreak pada tahun 2012. “Indonesia membeli 1 baterai rudal Starstreak, yang terdiri dari sembilan peluncur,” ujar Kolonel. Jonni Mahroza, Atase Militer RI di Inggris. Tidak ada informasi lebih lanjut, dalam platform apakah Starstreak ini dibeli oleh Indonesia. Tapi besar kemungkinan, mengacu pada unit peluncur ground based dengan 3 peluncur pada dudukan tripod.

_60029247_hi014658287-1
7197357120_3d9c47cc85article-2139736-12EE619E000005DC-606_634x390

Jumlah satu baterai jelas tak mencukupi untuk upaya pertahanan yang efektif, idealnya dalam satu batalyon terdapat tiga baterai. Baterai bisa diibaratkan satuan setingkat kompi dalam kesatuan infanteri atau kavaleri. Starstreak disiapkan untuk menjadi perisai angkasa untuk wilayah DKI Jakarta. Hal ini dibuktikan dengan penunjukkan kesatuan Yon Arhanudse (Artileri Pertahanan Udara Sedang) 10 Kodam Jaya selaku operator rudal ini.
Starstreak
Urusan kecepatan menjadi nilai jual dari rudal ini, bahkan identitas rudal ini ditambahkan label HVM (High Velocity Missile). Dirunut dari sejarahnya, desain Starstreak dimulai pada awal tahun 1980, rudal ini lahir dari kompetisi ketat antara Thunderbolt MANPADS buatan BAe Systemss dengan Starstreak yang diusung oleh Short tahun 1984.
Keunggulan Starstreak bukan hanya terletak pada soal kecepatan, metode penyergapan rudal ini pun terbilang unik. Starstreak dikemas dalam tabung tersegel yang bebas perawatan sepanjang umur pakainya (maintenance free). Artinya, rudal tidak perlu diinspeksi secara berkala, cukup disimpan sesuai petunjuk pabrikan hingga tanggal kadaluwasa, dalam hal ini masa pakai Starstreak hingga 15 tahun. Tabung peluncur terisi rudal yang terintegrasi dengan unit pembidik yang dilengkapi stabilizer otomatis. Sementara juru tembak membidik target, aiming unit secara simultan mangalkulasi trayaktori target agar diperoleh jalur lintasan yang paling tepat untuk mengarahkan rudal menuju sasaran.

3 buah dart menjadi ciri khas dari Starstreak
3 buah dart menjadi ciri khas dari Starstreak
DSC_8263e
starstreak

Setelah proses persiapan rampung, juru tembak tinggal memencet trigger yang memicu penyalaan booster. Sejarak sekitar 10 hingga 15 meteran dari operator (tergantung kondisi atmosfir dan ketinggian saat penembakan), motor utama akan menyala melesatkan rudal hingga kecepatan 3,5 Mach. Berkat akselerasi yang tinggi, kecepatan supersonic tersebut dapat dicapai hanya dalam jarak 400-an meter dari posisi juru tembak.
Segera setelah motor roket utama membakar habis semua propelannya, maka tiga anak panah (dart) akan melesat dari bagian depan rudal. Ketiganya melesat menuju target dalam formasi melingkar dengan diameter sekitar 1,5 meter. Setiap dart (oleh pabriknya disebut hittiles) punya panjang 396 mm, diameter 22 mm, dan beratnya 900 gram. Masing-masing hittiles terdiri dari dua bagian. Bagian depan terdapat dua canard yang berotasi saat melesat. Bagian ini tersambung dengan bagian belakang yang tak berputar yang memiliki empat sirip. Di bagian belakang inilah terdapat perangkat elektronik yang berperan memandu rudal.
Ujung hittles terbuat dari tungsten yang membungkus 450 gram hulu ledak yang diaktifkan dengan sumbu perkenaan langsung dengan jeda (delayed impact fuze). Tujuannya agar setelah menabrak targetnya, hittles berkesempatan menembus body target sebelum meledak di dalamnya, sehingga bisa dipastkan daya hancurnya sangat besar. Selain dengan sumbu jeda, peningkatan efek destruktif juga diperoleh dari tungsten, sejenis metal yang cenderung rapuh (brittle), namun tingkat kekerasannya lebih tinggi ketimbang baja. Bahan peledak yang yang dibungkus tungsten pada kepala hittles jika meledak akan menyemburkan pecahan tungsten dengan daya hantam yang diyakini dapat menjebol lapisan baja terkuat pada pesawat atau heli tempur sekalipun.


Dengan sistem pemandu laser (laser guided) atau laser beam riding guidance, Starstreak dapat melaju menghantam sasaran tanpa risiko terkena jamming (anti jamming), dan tingkat akurasi rudal ini pun jauh lebih tinggi ketimbang rudal panggul (MANPADS) yang berpemandu infra red. Dari spesifikasi sistem pemandu, rudal RBS-70 dan rudal QW-3 juga menganut pemandu laser.
Untuk membutikan daya hancurnya, Starstreak dilakukan uji tembak pada 1999, setelah operasional perdana tahun 1997. Target pengujian bukanlah drone, melainkan ranpur lapis baja FV432 APC. Karena dilepaskan ke sasaran permukaan sehingga trayektori rudal cenderung datar, kecepatan lesatnya pun melebihi spesifikasi standar, yakni 1.200 meter/detik dan terbukti mampu menjebol lapisan baja ranpur tersebut. Karena kecepatannya, Starstreak diklaim mampu menguber target yang bermanuver lincah hingga 9g sekalipun.
Multi Platform
Dengan mengambil basis MANPADS, Starstreak memang disiapkan untuk bisa ditempatkan dalam beberapa platform. Diantaranya rudal buatan Inggris ini dapat di setting dalam High Mobility Multi Weapon Air Defence System, dimana 6 rudal Starstreak dipasang terpadu dengan kanon kaliber 40 mm. Kombinasi dua sista ini dipasang dalam satu kubah pada kendaraan tempur sekelas panser. Kemudian dapat pula dipasang pada platform Avenger Air Defence System dan THOR. Masih ada lagi platform luncur Starstreak, seperti ground based anti air missile dengan tiga peluncur, self propelled Starstreak system, dan shoulder launched, alias dengan cara dipanggul oleh seorang prajurit. Bahkan, rudal buatan Thales Air Defence ini dapat dilepaskan dari heli serbu, yakni AH-64 Apache.

Dapat dilepaskan dari heli AH-64 Apache
Dapat dilepaskan dari heli AH-64 Apache
Versi shoulder launcher
Versi shoulder launched
starstreak_hvm_b
Versi Self Propelled yang diluncurkan dari Tank Stormer APC

Bukan Tanpa Kelemahan
Meski super canggih, bukan berarti Starsrtreak tanpa kelemahan. Musuh dari rudal ini adalah cuaca, dalam kondisi berkabut atau berasap, pancaran laser dapat menjadi bias dan tidak efektif. Selain itu, Starstreak dianggap kurang fleksibel dalam menggasak sasaran, lantaran mutlak mensyaratkan perkenaan langsung (impact), alias rudal ini tidak mampu menghancurkan sasaran dengan meledak dekat posisi sasaran (proximity detonation). Indonesia menjadi negara keempat pengguna Starstreak, setelah Inggris, Afika Selatan, dan Thailand. Dikutip dari Wikipedia.com, populasi Starstreak kini mencapai 7.000 unit di seluruh dunia.
Urusan harga juga menjadi halangan tersendiri dalam pemasaran Starstreak. Beberapa sumber menyebut harga rudal ini jauh lebih tinggi dari Mistral, boleh jadi itulah alasan mengapa Indonesia hanya membeli 1 baterai Starstreak, alias hanya 9 peluncur saja.

Spesifikasi Starstreak
  • Manufaktur : Thales Air Defence UK
  • Jarak Tembak Efektif Max : 7.000 meter
  • Jarak Tembak Min : 1.500 meter
  • Jarak Ketinggian Luncur : 5.000 meter
  • Durasi Luncur : 8 detik
  • Kecepatan : 3,5 Mach (860 meter/detik)
  • Bobot Luncur : 14 kg
  • Sistem Pemandu : Laser guided
  • Pendorong : Roket berbahan bakar padat
  • Maintenance Free : 15 tahun
IndoMil.

Alvis Stormer AVLB: Sarana Darurat Satuan Kavaleri TNI AD

BVkqMSjCAAEQA1k.jpg large

Meski didaulat mampu menembus halang rintang dan medan berat, tapi pada kenyataan tidak semua rintangan bisa dilalui oleh ranpur lapis baja beroda rantai, alias tank. Betapa pun perkasanya tank,toh akhirnya akan bertekuk lutut bila menghadapi rintangan seperti kontur jurang/cerukan dan sungai dengan kedalaman diatas kewajaran. Untuk tank/panser berkualifikasi amfibi mungkin masih bisa untuk berenang, tapi bagaimana dengan tank/panser yang tak punya kemampuan amfibi?
Dari semenjak era Perang Dunia Kedua, hambatan alam untuk laju tank seperti diatas sudah ditemukan solusinya. Wujudnya seperti aksi gelar jembatan ponton dan jembatan bailey yang menjadi suguhan korps zeni. Baik jembatan ponton dan jembatan bailey punya keunggulan dari sisi kapasitas, lebar, kekuatan, dan panjang jembatan. Tapi dari sisi kecepatan gelar, kedua jembatan tadi butuh waktu dalam penggelarannya. Belum lagi ada risiko jatuh korban selama instalasi, maklum satuan zeni beroperasi di medan terbuka.
Menghadapi situasi diatas, satuan kavaleri juga dapat mengatasi tantangan tersebut secara mandiri. Tanpa harus mendapat dukungan dari satuan zeni, satuan tank dan panser dapat melintasi medan cerukan yang dalam. Jika sudah begini, yang jadi ujung tombak adalah ranpur jenis AVLB (armored vehicle launched bridge), dalam bahasa lain sering disebut tank bridgelayer, atau tank penggelar jembatan. Keberadaan tank AVLB sudah lumrah menjadi bagian organik di batalyon kavaleri.

avlb_001
avlb_002

Sifat dari AVLB sangat mobile dan dapat dipindahkan dengan cepat. Dengan AVLB, lintas penyeberangan medan juga lebih aman dari gempuran senjata kelas ringan, lantaran memiliki lapisan pelindung. Meski demikian, AVLB punya keterbatasan pada jarak bentangan (span). Tapi disisi lain, model ini lebih cocok dan efektif untuk menyeberangi rintangan alam yang tidak terlalu lebar, seperti anak sungai. Umumnya untuk menghemat dana pengembangan, AVLB mengambil basis tank yang sudah ada. Dengan mengambil basis tank yang sama, urusan suku cadang dan logistik menjadi lebih mudah.
Stormer AVLB
TNI AD pun sudah akrab dengan keberadaan AVLB, tepatnya kavaleri TNI AD saat ini mengadopsi jenis Stormer AVLB, karena basisnya berasal dari tank Stormer APC (armored personnel carrier) yang juga menjadi arsenal batalyon kavaleri. Pengadaan Stormer AVLB bersamaan dengan pemesanan tank Scorpion dan tank Stormer pada periode tahun 1995 – 1997. Indonesia tercatat memiliki 2 unit tank Stormer AVLB, kemungkinan tiap AVLB ditempatkan di dua batalyon kavaleri yang mengusung sista tank Scorpion/Stormer, yaitu YonKav 1 Tank/Kostrad dan YonKav 8/Kostrad.

1
3

Dengan model jembatan tipe class 30 scissors, panjang bentang jembatan mencapai 15 meter. Dengan mekanisme hidrolik, jembatan dapat diluncurkan dalam tempo kurang dari 5 menit. Menurut spesifikasinya, Stormer AVLB diawaki oleh 3 orang personel. Stormer AVLB ditenagai mesin Perkins Phaser 250 HP Military Turbo Charged Diesel. Tenaga yang dihasilkan mencapai 250 HP/2600 RPM dengan transmisi semi otomatis. Dengan kapasitas BBM 330 liter dapat dicapai jarak jelajah hingga 600 Km. Tanpa dibekali persenjataan, Stormer AVLB dapat dipacu hingga kecepatan 80 Km per jam.
TNI AD terbilang jarang menampilkan sosok Stormer AVLB ke publik. Baru pada ajang Pameran Alutisista TNI 2013 di lapangan Monas, sosok tank ini nongol. Selain punya body yang unik, lipatan jembatannya yang cukup besar banyak diminati oleh para pengunjung untuk meneduh dari teriknya sinar matahari.

Stormer AVLB di pameran Alutsista TNI 2013 - Lapangan Monas
Stormer AVLB di pameran Alutsista TNI 2013 – Lapangan Monas

Leopard 2A4 AVLB
Bicara tentang armada MBT Leopard 2A4 yang mulai berdatangan memperkuat kavaleri TNI AD. Kabarnya nanti juga akan didatangkan Leopard 2 versi bridgelayer. Ada dua varian, yakni Leopard 2L dan Panzerschnellbrucke 2 (PSB2) Modular Bridge System. Keduanya dibangun dari sasis Leopard 2, bahkan mesin penggeraknya juga sama persis. Pembeda utamanya adalah ketiadaan kubah yang digantikan lembaran jembatan lipat.
Baik Leopard 2L dan PSB2 mampu memikul beban maksimum setara klasifikasi MLC70 (70 ton). Karena ukurannya pun jauh lebih jumbo dari Stormer, bentang jembatan pun lebih panjang, yakni hingga 22 meter dengan lebar 4 meter. Tentunya, keberadaan AVLB sangat dibutuhkan bagi operasi satuan kavaleri, pasalnya medan tempur di Tanah Air memang sarat dengan cerukan dan sungai kecil yang berpotensi membuat pergerakan satuan tank mati kutu sebelum bertemu musuh. 

Leopard AVLB
Leopard 2L AVLB

Spesifikasi Stormer AVLB:
  • Manufaktur : Alvis
  • Dimensi : 5,72 meter
  • Lebar : 2,76 meter
  • Tinggi : 2,66 meter
  • Berat Tempur : 12,8 ton
  • Bebas Dasar : 406 mm
  • Tekanan Jarak : 0,4 kg/Cm2
  • Kecepatan di Jalan Raya : 80 km/jam
  • Kecepatan di Air : 5 km/jam
  • Rintangan Tegak : 60 Cm
  • Rintangan Miring : 30%
  • Rintangan Parit : 1,7 meter
  • Tanjakan : 60%
  • Jarak Jelajah : 600 Km
  • Mesin : Perkins Phaser 250 HP Military Turbo Charged Diesel
  • Kapasitas BBM : 330 liter
  • Transmisi : Semi otomatis
 Indomil.