Meski realisasinya masih terasa jauh, namun ada secercah harapan bagi
Indonesia untuk kelak memiliki alutsista hanud (pertahanan udara) rudal
anti serangan udara jarak jauh S-300 buatan Rusia. Hal ini tersirat
dari pernyataan Atase Pertahanan RI di Rusia Kolonel (Pnb) Andi Kustoro
yang menyebut sista S-300 jadi salah satu persenjataan yang tengah
dijajaki pembeliannya oleh Indonesia.
Pernyataan Atase Pertahanan RI yang dkutip dari Gatra.com (20/8/2015)
menjadi aroma yang menyenangkan publik di Tanah Air, pasalnya selain
S-300 Indonesia juga tengah mempertimbangkan untuk menambah armada tank
amfibi IFV BMP-3F, membeli simulator helikopter untuk Puspenerband TNI
AD dan tentunya harapan TNI untuk bisa membawa pulang multirole fighter idaman Sukhoi Su-35 Super Flanker.
Kembali ke kabar penjajakan pengadaan rudal S-300, bila kelak itu
terwujud bakal menjadi lompatan jauh secara teknologi perudalan di TNI,
dan secara khusus meningkatkan daya deteren secara maksimal elemen
Arhanud (Artileri Pertahanan Udara) TNI. Maklum sejak rudal SA-2 TNI AU
pensiun dini, praktis elemen rudal pertahanan udara yang dikelola
Kohanudnas (Komando Pertahanan Udara Nasional) hanya ‘bermain’ di zona
SHORAD (Short Range Air Defence), dengan backbone rudal kelas
MANPADS (Man Portable Air Defence System) dan juga kanon reaksi cepat,
yang keduanya hanya mampu melibas target di udara pada ketinggian
rendah.
Desakan dan harapan agar Indonesia mempunyai rudal sekelas SA-2 di tahun 60-an bergulir di masyarakat. Selain di dorong rasa inferior sistem hanud yang dimiliki Indonesia, kabar maraknya black flight
juga menjadi dasar harapan dari masyarakat agar TNI punya rudal hanud
berjarak sedang – jauh. Pengambil keputusan boleh saja memberi statement
bahwa komponen radar dan jet buru sergap kini sudah lebih baik, tapi
toh konteks yang berbeda jika berbicara rudal yang masuk ke segmen hanud
titik.
Dalam simulasi, jika interceptor kita gagal mengendus keberadaan
pesawat intai lawan, kemudian musuh masuk jauh ke area obyek vital
dengan terbang di ketinggian diatas 10.000 meter, apa yang bisa
dilakukan Arhanud? Kombinasi tembakan SAM (Surface to Air Missile) TNI plus meriam penangkis serangan udara dipastikan tidak bisa berbuat banyak, karena jarak tembak yang terbatas.
Mengenai sosok S-300 (SA-10 Grumble), bila suatu saat benar jadi
dibeli TNI, maka akan membuat perubahan perimbangan kekuatan di Asia
Tenggara dan Australia, apalagi jika TNI AU jadi mendatangkan Sukhoi
Su-35, maka peta kekuatan militer akan bergeser di kawasan. Debut S-300
terbilang sukses menjadi lambang eksistensi teknologi Rusia melawan
hegemoni Barat. Rudal ini punya bobot 1,5 ton dengan hulu ledak 100 kg.
S-300 dengan panjang 7 meter ini sanggup melesat dengan kecepatan 2 km
per detik atau setara Mach 6, sehingga sangat sulit bagi pesawat lawan
untuk lepas dari kejaran rudal ini. Jarak jelajah rudal ini pun
terbilang spektakuler, antar varian ada perbedaan, tapi yang paling jauh
bisa melesat sampai 200 km. Nah, soal ketinggian pun tak ada
tandingannya, target di ketinggian 30.000 meter pun mampu disikat.
Karena punya daya deteren maksimal, S-300 sontak jadi momok dalam episode Psy War
antara Iran vs AS/Israel, begitu juga dalam babak Suriah vs NATO. Meski
efektivitas rudal ini masih harus dibuktikan, tapi deployment nya
sendiri sudah membawa berita tersendiri, karena kekuatan agresor harus
berpikir keras bila ingin nekad menyerbu wilayah yang dilindungi sista
S-300. Selain digunakan Rusia, Iran, dan Suriah. S-300 juga digunakan
India dan Cina. Khusus untuk Cina seperti biasa, Negeri Tirai Bambu
tersebut membuat lisensi kopiannya yang diberi label HQ-10/15.
Namun, untuk mendatangkan paket S-300 tentu tidak murah. Mengutip
sumber dari freebeacon.com (18/8/2015), Iran mengakuisisi empat paket
sistem S-300 senilai US$900 juta. Paket siste, rudal ini mencakup long range surveillance radar, command vehicle, engagement radar dan tentunya launch vehicle.
Yang dibeli Iran memang varian terbaru, yakni S-300V4. Sistem rudal
tersebut lebih efektif 2,3x ketimbang varian S-300 standar. Kecanggihan
rudal ini mampu menembak jatuh rudal balistik medium-range ballistic missiles
(MRBM) dari jarak 2.500 km. Spesifikasi tinggi Iran tentu wajar,
pasalnya Negeri Para Mullah ini memang rawan mengalami serangan
tiba-tiba dari AS dan Israel. (Haryo Adjie)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar