Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menegaskan pesawat
Indonesia tidak perlu meminta izin ke Singapura jika melintas di kawasan
flight information region (FIR) untuk kawasan Indonesia, di Natuna dan
perbatasan Kalimantan Utara dengan Serawak, Malaysia.
“Kalau pesawat kita (Indonesia) lewat, lalu diingatkan oleh
Singapura, ya lewati saja. Itu benar-benar wilayah kedaulatan
Indonesia,” ujar Gatot di Base Ops Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis
(10/9/2015).
Duduk persoalannya, papar Panglima TNI bermula pada tahun 1995 ketika
Pemerintah Indonesia memberikan wilayah FIR ke Singapura karena
teknologi yang dimiliki Singapura lebih maju ketimbang Indonesia. Namun,
ada klausul bahwa FIR bisa diambil alih kembali oleh Pemerintah
Indonesia.
Tahun 2009, Pemerintah Indonesia lewat Menteri Pertahanan Purnomo
Yusgiantoro menandatangani perjanjian kerja sama pertahanan
Indonesia-Singapura, yakni Defense Cooperation Agreement (DCA) yang juga
mengatur FIR secara permanen. Kerja sama itu kemudian tidak disetujui
DPR RI sehingga perjanjian pun otomatis tidak berlaku.
“Akan tetapi, sebagian menara di Singapura itu merasa memiliki dan
berwenang. Makanya, kalau kita lewat, diperingatkan, kita tidak boleh
lewat. Nah, sekarang saya sudah tahu aturannya,” ujar Jenderal Gatot.
Saat ditanya apakah hal itu berarti Pemerintah Singapura melanggar
aturan, Panglima TNI lalu menampiknya. “Tidak dong. Mereka hanya
mengingatkan saja kalau kita melewati wilayah DCA. Gitu loh,” ujar dia.
Jenderal Gatot mengapresiasi positif rencana Pemerintah Indonesia
yang ingin mengambil alih FIR dari Singapura. Menurut dia, kebijakan itu
ibarat mengambil sesuatu yang pernah dipinjamkan ke pihak lain.
FIR adalah wilayah ruang udara yang menyediakan layanan informasi
penerbangan dan layanan peringatan (ALRS). FIR juga merupakan pembagian
ruang udara bagi beberapa negara. Pengambilalihan FIR itu kali pertama
diungkapkan Menteri Perhubungan Ignasius Jonan di Istana Kepresidenan,
Selasa (8/9/2015).
Persiapan teknologi hingga sumber daya manusia dipercepat agar FIR
yang dikuasai Singapura sejak tahun 1946 itu bisa diambil alih paling
lambat pada tahun 2019.
Kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar