Keberadaan mortir memang tak bisa dilepaskan dari pergerakan tempur
pasukan infanteri. Karena dinamika yang terjadi dalam pertempuran,
mortir yang bertindak sebagai ‘artileri mandiri’ pada unit infanteri
juga membutuhkan kaliber mortir yang memadai. Selain standar digunakan
kaliber 40 mm, 60 mm, dan 81 mm, TNI juga pernah menggunakan mortir heavy barrel (kaliber besar) 120 mm yang ukuran kalibernya melampaui kaliber Howitzer TNI kebanyakan.
Mortir kaliber besar 120 mm sempat dioperasikan Korps Marinir (d/h
KKO AL) pada masa operasi Trikora dan Dwikora. Sesuai jamannya, asalnya
bisa ditebak, mortir 120 mm ini buatan Uni Soviet dengan label M43. Bagi
mata awam, sosok mortir ini lebih menyurupai meriam tarik, pasalnya
mortir M43 dilengkapi two wheel carriage. Menurut informasi, mortir kaliber jumbo ini dulu dioperasikan Resimen Bantuan Tempur Marinir TNI AL.
Dirunut dari sejarahnya, M43 dirancang Uni Soviet untuk menghadapi
peperangan dengan NAZI Jerman. Desain terakhir dirampungkan pada akhir
tahun 30-an. Sementara produksi M43 berlangsung dalam periode 1938
hingga 1960. Dari segi kemampuan, M43 dapat melepaskan tembakan antara
12 hingga 15 proyektil per menit. Untuk jarak tembak maksimum hingga
5.700 meter dan jarak tembak minimum 400 meter. Struktur M43 terdiri
dari empat bagian utama, yakni laras, base plate, bipod, dan two wheel carriage. Mortir ini umumnya dioperasikan oleh enam awak. Untuk mobilitas, biasa digunakan light truck/jip.
Pada masanya, mortir ini menjadi ‘bintang’ saat berlangsung Perang
Dingin. Populasi mortir ini terbilang besar, sebab tak hanya Uni Soviet
yang memproduksi, M43 juga dibuat oleh Cina (Type 55) dan Mesir (UK2).
Bahkan M43 juga ada yang dibuat khusus untuk pesanan Finlandia (120
Krh/38). Lain dari itu, sebabaran M43 hampir merata di negara-negara
sahabat Soviet/Rusia. (Gilang Perdana)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar