Minggu, 19 Agustus 2018

Latihan Perang Korps Marinir TNI dan USMC

Latihan perang ini dipimpin langsung oleh Dansatgas Letkol Marinir Didik Iwan Supriyanto yang sehari – hari menjabat Danyon – 4 Marinir, dan Pasiops Mayor Marinir Ringga Pratama Widiyatama serta Kapten Marinir Bagus Sutrisno.

Sebanyak 430 Pasukan gabungan Korps Marinir TNI dan USMC mengikuti Latihan Bersama (Latma) Cooperation Afloat Readiness And Training (Carat) Tahun 2018, melaksanakan Latihan perang Gerakan Maju Untuk Kontak (GMUK) pada Kamis, 16-8-2018 di bukit Mangga Dua Karang Teko, Banyuwangi, Jawa Timur.

Latihan perang ini dipimpin langsung oleh Komandan Satuan Tugas (Dansatgas) Letkol Marinir Didik Iwan Supriyanto yang sehari – hari menjabat Komandan Batalion – 4 Marinir, dan Perwira Operasi (Pasiops) Mayor Marinir Ringga Pratama Widiyatama serta Kapten Marinir Bagus Sutrisno (Korps Marinir Head Of Exercise Staff Planner).

Latihan ini merupakan program pelaksanaan Latma Carat tahun 2018 dengan tujuan memelihara dan meningkatkan kemampuan teknik maupun taktis satuan setingkat kompi dalam operasi darat. Serangan gabungan antara Marinir TNI dan USMC ini yang dilatihkan meliputi pemberian perintah operasi, sarana kendali serangan, perebutan sasaran, prosedur permintaan bantuan tembakan, konsolidasi, reorganisasi dan perpindahan Posko.

Selain materi serangan, juga dilatihkan beberapa materi lainnya seperti GMUK (Gerak Maju Untuk Kontak), pertahanan, patroli tempur, dan Long March sejauh 30 km dari daerah persiapan (DP) Hutan Kecil Asem Bagus ke Bukit Mangga Dua Karang Teko Baluran. (Marinir).


JKGR. 

Yang Dilakukan Para Pemuda Terhadap Soekarno-Hatta adalah Operasi militer, Bukan Penculikan


Bung Karno Membaca teks proklamasi pada 17 Agustus 1945

Bung Karno Membaca teks proklamasi pada 17 Agustus 1945

Inilah catatan wartawan senior Julius Pour dalam bukunya Djakarta 1945, Awal Revolusi Kemerdekaan,  mengenai drama di sekitar 17 Agustus 1945, sebagian sengaja ditulis dengan ejaan lama untuk menunjukkan keotentikannya.
Cukilan bukunya dibuat oleh Mayong Suryo Laksono, seperti yang pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Januari 2014 hasil cukilan dari.
--
Pada Rabu sore, 15 Agustus 1945, sekelompok pemuda revo­lusioner mengadakan pertemuan di belakang Laboratorium Bakte­riologi di Jln. Pegangsaan Timoer No. 17. Mereka antara lain Darwis, Soebadio, Soebianto, Margono, dll.
Mereka sepakat bahwa kemerdekaan harus dinyatakan sendiri oleh bangsa Indonesia, tanpa menunggu hadiah dari Jepang. Mereka membujuk Hatta dan men­datangi Soekarno. Tapi Bung Karno tetap tidak bersedia, bahkan dia mengkritik para pemuda itu tidak kompak karena masing-masing membawa kepentingan diri dan kelompoknya.

Para pemuda berunding lagi, ke­mudian memutuskan untuk mem­bawa pergi Soekarno dan Hatta agar rapat PPKI gagal dan hanya Soekarno dan Hatta yang dianggap layak menyatakan kemerdekaan.
Chaerul Saleh, Moewardi, Soekarni, Joeseof Koento, dll. pada pukul 04.00 Kamis, 16 Agustus 1945, membawa Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok, Jawa Barat.
Para pemuda yang ditulangpunggungi prajurit PETA bentukan Jepang itu lebih suka menyebut operasi mereka operasi militer, bukan pen­culikan. Soekarno ditemani Fatma­wati dan Guntur yang pada waktu itu berusia sembilan bulan.
Mereka ditempatkan di asrama PETA Rengasdenglok. Di hadapan para prajurit muda yang garang itu Soekarno dan Hatta bergeming pada pendiriannya, tidak mau memproklamasikan kemerdekaan.

Sementara itu di Djakarta, para pemuda menggalang kekuatan bersenjata dan pasukan cadangan untuk menyerbu pos-pos Jepang. Tapi rencana itu mendapat ten­tangan juga dari sesama pemuda.
Moewardi misalnya, yakin bahwa pasukan PETA tidak mungkin bisa mengalahkan pasukan Jepang di Djakarta karena kalah dalam jumlah. Latief Hendraningrat membatalkan niat menyerbu.
De­mikian pula Kasman Singodimedjo. Chairul Saleh marah-marah, tapi dia juga tidak bisa apa-apa. Kekuatan PETA makin berkurang. Serangan pun batal.
Bung Karno langsung bereaksi. “Sudah jelas revolusimu gagal. Lan­tas buat apa kalian menahan kami semua di desa ini?!” ia membentak Soekarni.

Ahmad Soebardjo datang untuk menjemput Soekarno dan Hatta ka­rena yakin, walau rapat PPKI batal dilaksanakan pagi harinya, banyak hal bisa dilakukan di sana daripada menanti tanpa kejelasan di Rengasdengklok.
Akhirnya Kamis sore, 16 Agustus 1945, mereka semua kembali ke Jakarta. Sampai di Jln. Pegangsaan Timoer sekitar pukul 20.00.
Pada pukul 23.00 Soekarno, Hatta, dan Ahmad Soebardjo pergi ke rumah Laksamana Tadhasi Maeda, Kepala Kantor AL Jepang di Djakarta merangkap pimpinan dinas intelijen Kaigun Armada Selatan.
Mereka berharap, perwira tinggi Jepang yang matang dalam penugasan di banyak negara, juga menyetujui pilihan bangsa Indo­nesia untuk merdeka, itu akan memberi jaminan keamanan.

Tapi ternyata mereka harus menghadap Mayjen Otoshi Nishimura, Direktur Departemen Umum Pemerintah Militer Jepang, yang bersikeras menganggap tentara Jepang terikat pada syarat-syarat penyerahan. “Kami harus menyerahkan negeri ini kepada Sekutu dalam kondisi status quo.”
Soekarno membantah seraya mengingatkan pertemuannya dengan Marsekal Terauchi di Dalat, empat hari sebelumnya, bahwa pemerintah Jepang sudah menyerahkan kemerdekaan Indonesia kepada bangsa Indonesia sendiri.
Tapi Jenderal Nishimura juga ber­sikeras, sejak siang hari tadi datang peraturan baru dari Sekutu, pihak yang mengalahkan mereka, yang membuat mereka harus membatalkan janji kemerdekaan kepada bangsa Indonesia.
Itu yang mem­buat Hatta marah dan membentak, “Apakah itu janji dan perbuatan se­orang samurai?! Dapatkah seorang samurai menjilati sepatu lawan yang telah memenangkan pertempuran?! Kami bangsa Indonesia akan tetap berjuang, apa pun yang akan terjadi. Kami akan menunjuk­kan kepada tuan-tuan bagaimana seharusnya sikap seorang samurai.”

Suasana kalut. Rencana kemerdekaan yang sudah di depan mata terancam mentah lagi. Para pemuda yang sudah tidak sabar ingin segera memberontak dengan risiko ber­hadapan dengan pasukan Jenderal Nishimura.
Soekarno, Hatta, dkk. ternyata tidak gentar. Mereka bahkan cukup cerdik berlindung pada Laksamana Maeda dengan risiko membentur­kan kedua pemangku kebijakan Pemerintah Jepang di Djakarta itu.
Malam itu juga teks proklamasi dirumuskan di rumah Maeda. Hatta mendiktekan, Soekarno yang menulis. Soekarni mengusul­kan perubahan tapi ditolak oleh beberapa wakil golongan muda yang juga hadir.
Praktis forum itu menjadi seperti Panitia Persiapan Kemerdekaan. Waktu menunjuk­kan pukul 03.00 dini hari, Jumat 17 Agustus 1945.
“Oleh karena keadaan mendesak memaksa kami harus mempercepat perumusan proklamasi kemerdekaan,” kata Soekarno.


Gantikan Tugas NBO-105, TNI Kirim Helikopter AS 365N3+ Dauphin Ke Lebanon

Dikarenakan menurunnya kemampuan teknis helikopter NBO-105, diantaranya tidak mampu melaksanakan “recognised maritime picture” (RMP) yang dibutuhkan sebagai informasi yang akan di share ke armada patroli Maritime Task Force (MTF) UNIFIL (United Nations Interim Force in Lebanon), menjadikan TNI harus memikirkan pengganti helikoper ringan twin engine yang melekat sebagai sistem senjata armada terpadu pada korvet TNI AL di Lebanon.
Seperti telah diwartakan, sebagai penggantinya telah diutus helikopter terbaru, AS-565 MBe Panther HS-4207. Dengan spesifikasi yang lebih mumpuni dan modern, helikopter Panther dipercaya mampu melaksanakan berbagai misi, mulai dari yang terkait kemanusiaan sampai identification, surveillance and recognition (ISR). Tidak seperti NBO-105 yang didatangkan dari Indonesia bersama kapal perang, khusus helikopter anyar ini diangkut lewat kargo udara menuju Lebanon.
Namun, update kabar terbaru yang dirilis tni.mil.id (17/8/2018), TNI baru saja mengirimkan satu unit helikopter untuk misi MTF UNIFIL. Namun yang sedikit unik, yang dikirim adalah helikopter yang sejatinya adalah helikopter milik BASARNAS (Badan SAR Nasional) AS 365N3+ Dauphin dengan nomer HR 3601, yang memang dioperasikan oleh personel Puspenerbal TNI AL. Dengan tetap memperlihatkan logo Puspenerbal, helikopter yang kini tak lagi berwarna oranye itu diangkut dengan pesawat angkut berat Antonov An-124 dari Lanudal Juanda, Surabaya menuju Lebanon.
Dalam pernyataannya, Kapuspen TNI Mayjen TNI M. Sabrar Fadhilah menyampaikan bahwa penyiapan helikopter jenis Dauphin AS 365N3+ dengan nomor HR 3601 telah melalui tahapan Pre Deployment Visit (PDV) yang telah melibatkan delegasi PBB yang datang ke Indonesia dalam rangka mengecek kesiapan hellikopter dan dinyatakan telah memenuhi standar kualifikasi PBB.
Menurut Kapuspen TNI, proses embarkasi pesawat helikopter jenis Dauphin AS 365N3+ dengan nomor HR 3601 dalam rangka mendukung satgas MTF TNI UNIFIL telah dapat dilaksanakan sekitar pukul 17.15 WIB dan berlangsung dengan aman dan lancar. “Pengiriman pesawat heli tersebut menunjukkan keseriusan dan komitmen dari Indonesia untuk memberikan yang terbaik bagi PBB”, ucapnya.
BASARNAS sendiri memiliki empat unit helikopter jenis AS 365N3+ Dauphin, satu unit diantaranya (HR 3602) mengalami musibah (total lost) pada 2 Juli 2017 di Desa Canggal Bulu, Kecamatan Candiroto, Perbukitan Gunung Butak, Temanggung.
Dalam pengiriman misi ke Lebanon, Nampak AS 365N3+ Dauphin dengan cat biru telah dilengkapi hoist dengan panjang kabel 90 meter dan mampu menarik bobot sampai 272 kg untuk evakuasi korban pada sisi pintu sebelah kanan.
Dauphin tergolong helikopter angkut sedang multirole yang punya bobot kosong 4.300 kg. Untuk menunjang berbagai misi, Dauphin dapat membawa maksimum beban tambahan internal hingga 1.345 kg. Namun bila harus membawa muatan cargo, bisa dilakukan dengan sling hingga bobot 1.600 kg.
Kinerja helikopter ini disokong dua mesin Turbomeca ARRIEL 2C FADEC dengan maksimum power 717 kW. Dari mesin tersebut, dapat dicapai kecepatan maksimum hingga 269 km per jam. Sementara jarak jangkau maksimum Dauphin hingga radius 792 km. Dalam menjalankan misi SAR di lautan, helicopter ini dapat mengudara sampai 4 jam. (Bayu Pamungkas)



Minggu, 12 Agustus 2018

Di Bawah Bayang-Bayang Sanksi AS, Persiapan Kedatangan Su-35 TNI AU Jalan Terus

Bukan Rusia namanya bila takluk begitu saja oleh gertakan Amerika Serikat. Meski Pemerintahan Donald Trump telah berupaya untuk memperlemah industri militer Rusia dengan pengenaan sanksi bagi negara pembeli alutsista Rusia. Namun ibarat Beruang Siberia, yang ada justru Rusia kian gencar melobi dan meyakinkan kelancaran produk yang telah dipesan oleh negara pembeli.

Ambisi India dan Turki untuk mengakuisisi rudal hanud S-400 bisa jadi bukti tentang isu di atas. Sementata di dalam negeri, meski pemerintah Indonesia dalam status menunggu kabar ‘pengecualian’ dari sanksi Countering America’s Adversaries Through Sanctions Act (CAATSA), di pihak penjual tetap percaya diri untuk mempersiapkan proses kedatangan jet tempur Sukhoi Su-35 Super Flanker. Maklum kontrak pembelian 11 unit Su-35 sudah dilakukan di Jakarta pada 14 Februari 2018 dengan nilai US$1,14 miliar.
Seperti dikutip dari jatim.sindonews.com (6/8/2018), tim dari Rusia yang terdiri dari 10 orang telah bertandang ke Lanud Iswahjudi, Madiun. Kedatangan mereka untuk melihat langsung kesiapan Lanud Iswahjudi yang bakal dijadikan homebase dari 11 unit Su-35, dimana nantinya Su-35 akan menjadi arsenal kekuatan Skadron Udara 14 yang telah memensiunkan jet tempur F-5 E/F Tiger II.
Tim tersebut, dipimpin Deputy Director of The Air Force Departement dari Komsomolkom-on-Amur Aircraft Plant Them, Tsyplakov Yury, dan didampingi Kepala Dinas Pengamanan dan Sandi Angkatan Udara (Kadispamsanau), Marsma TNI Andi Kustoro.
“Tim ini, meninjau secara langsung lokasi yang akan diugnakan untuk bermukimnya pesawat tempur canggih Sukhoi Su-35,” ujar Kepala Dinas Logistik (Kadislog) Lanud Iswahjudi Madiun, Kolonel Tek. Royke C. Manusiwa.
Peninjauan lokasi ini, menurutnya sangat penting untuk menentukan lokasi dan kebutuhan yang harus dipersiapkan sebelum pesawat tersebut tiba di Indonesia. Tim dari pabrik yang memproduksi Sukhoi Su-35, KnAAPO terdiri dari para ahli Rusia, melaksanakan peninjauan selama dua hari.Lokasi yang ditinjau antara lain, Skadron Udara 14, hangar, sheter apron, aerodrome, runway, taxiway, fire fighter vehicles, GPL, simulator, dan Depo 60. (Bayu Pamungkas)


Selain Harga Pesawat Tanker, Biaya Air Refuelling Ternyata Juga Selangit

Meski rencana pengadaannya telah digadang sejak tahun 2015, bahkan jumlahnya disebut-sebut akan diakuisisi empat unit, namun sampai saat ini kesepatakan pembelian (MoU) untuk pesawat tanker belum juga berlangsung. Berbeda dengan pengadaan jet tempur, pasar pemasok pesawat tanker untuk kebutuhan TNI AU nampaknya bakal mengerucut pada dua pilihan utama, yaitu KC-30A MRTT (Multi Role Transport Tanker) dan Boeing KC-46A Pegasus.

Seperti halnya pengadaan pesawat angkut berat, harga akuisisi pesawat tanker jelas tak murah. Ambil contoh pada Juli 2015, AU Australia (RAAF) melakukan kesepakatan pembelian dua unit Airbus A330-200 eks Qantas Airlines untuk di konversi menjadi KC-30A. Kedua pesawat Qantas dengan nomer VH-EBH (MSN 892) and VH-EBI (MSN 898) di konversi dengan nilai AUS$408 juta. Menurut rencana, di tahun 2018 ini satu diantara dua KC-30A akan diserahkan kepada RAAF.
Konversi yang dilakukan RAAF berasal dari pesawat bekas pakai. Sementara jika Airbus A330-200 dibeli gress harganya mencapai US$238 juta per unit, itu pun dalam wujud varian komersial (standar).
F-15SG sedang melakukan air refueling dengan KC-135R.
Lepas dari soal harga pesawat tanker yang tinggi, biaya operasional untuk menyusui (air refuelling) pun cukup menguras kocek anggaran. Situs foxtrotalpha.jalopnik.com menyebut, bahwa untuk biaya penyaluran bahan bakar di udara untuk F-16 Fighting Falcon per galon (3,7 liter) mencapai biaya US$50. F-16 melakukan air refuelling dengan metode boom yang dilayani pesawat tanker KC-135 Stratotanker dan KC-10 Extender.
Sebagai perbandingan, pengisian bahan bakar di darat (pangkalan) per galon-nya hanya US$5 sampai US$6. Sebagai ilustrasi, kapasitas bahan bakar internal untuk F-16C mencapai 3.985 liter. Tingginya biaya air refuelling tentu juga menjadi pertimbangan dalam akuisisi. Tak heran bila pesawat tanker dengan kemampaun multirole seperti KC-30A masih langka digunakan. Seperti di Asia Tenggara, hanya Singapura yang sampai saat ini mempunyai pesawat tanker MRTT yang sanggup meladeni mode boom dan hose. Untuk menyusui F-16 dan F-15SG, AU Singapura telah mengoperasikan empat unit KC-135 Stratotanker dan dalam proses akuisisi enam unit KC-30A.
Konfigurasi angkut penumpang dan kargo pada Airbus A330 MRTT.
Model pesawat MRTT mengendepankan tingkat efisensi tinggi, mengingat satu pesawat dapat memerankan role yang berbeda. Ambil contoh empat unit KC-135R Singapura tak melulu sebagai pesawat tanker, melainkan juga difungsikan sebagai pesawat angkut VIP dan angkut medis. Khusus untuk Airbus A330 MRTT, AU Singapura melalukan konfigurasi agar dimuati 266 kursi penumpang. (Bayu Pamungkas)


Jalani Mobilitas 3×24 Jam, Medium Tank Pindad Hadapi Uji Dinamis!


Guna mengejar target produksi 100 unit medium tank untuk kebutuhan Kavaleri TNI AD, serangkaian pengujian terus dilakukan secara maraton oleh PT Pindad, tak lain kesemuanya dilakukan untuk mendapatkan sertifikasi dari Dinas Penelitian dan Pengembangan Angkatan Darat (Dislitbangad), yang merupakan pra syarat medium tank “Harimau Hitam” ini kelak nantinya meraih order dari Kementerian Pertahanan.
Setelah ‘mine blast test’ pada 12 Juli lalu di Lapangan Tembak, Batujajar, Bandung. Kini prototipe medium tank tengah menjalani sesi uji dinamis. Persisnya tank Hariuma Hitam ini tengah menjalani uji dinamis atau uji gerak mulai 7 sampai 16 Agutus 2018. Seperti dikutip dari kompas.com (10/8/2018), serangkaian uji dinamis ini meliputi uji jelajah on road, off road, lintas pasir, ketahanan bergerak 3 x 24 jam, dan lainnya. “Rute yang dilalui dari Bandung menuju Subang, Sarangan, Yogyakarta, Kebumen, dan kembali ke Bandung,” ujar VP Quality Assurance & K3LH PT Pindad Isrady Sofiansyah di Magetan, Jumat (10/8/2018).







Uji dinamis bertujuan untuk mengetahui performa mobilitas kemampuan medium tank dalam kondisi baik serta memenuhi persyaratan dan spesifikasi desain. Uji dinamis persisnya untuk mengetahui kekuatan menanjak, menikung, dan kecepatan pada kemiringan antara 30 hingga 60 derajat. Uji jelajah untuk pertama kalinya ini, dilakukan di medan menanjak dan menikung.
Dari serangkaian uji coba di wilayah Sarangan, nampak medium tank sanggup menanjak dengan kemiringan 60 derajat. Dalam uji jelajah on road di jalan raya dan jalan tol, dari display speedometer digital pengemudi, nampak medium tank Pindad ini berhasil melaju dengan kecepatan di atas 75 km per jam.
Tak hanya uji dinamis, setelah sesi ini akan dilanjutkan uji daya gempur yang akan berlangsung di Bandung pada 27-30 Agustus 2018. Dalam uji daya gempur, besar kemungkinan medium tank akan melaksanakan penembakkan meriam andalan Cockerill CT-CV 105HP. Selain memang kodratnya melepaskan aneka proyetil, laras CT-CV 105HP juga dapat memuntahkan rudal anti tank, yakni Falarick 105. Rudal yang masuk segmen Gun-Launched Anti-Tank Guided Missile (GLATGM) ini dapat menghajar sasaran sejauh 5.000 meter. (Bayu Pamungkas)



Indomil. 

Minggu, 29 Juli 2018

Cerita Heroik Bapak TNI AU yang ketika Masih Jadi Tentara Belanda Pernah Menenggelamkan Kapal Perang Jepang

KASAU pertama Suryadi Suryadarma
Sejarah perjalanan berdirinya TNI AU cukup unik dan juga penuh perjuangan karena bermodal pesawat-pesawat terbang peninggalan Jepang dan Belanda yang ditinggalkan begitu saja.
Kepala Staf TNI AU (KASAU) yang pertama, Marsekal Suryadi Suryadarma pun awalnya merupakan tentara Belanda (KNIL) yang kemudian bergabung dengan Angkatan Perang RI, setelah Indonesia merdeka.
Sebagai tentara Belanda yang pernah mengawaki pesawat tempur jenis pembom Glenn Martin dalam PD II, Letnan Suryadarma pernah menjabat sebagai Wakil Komandan kesatuan pembom Grup 7 AU Belanda.
Dalam misi tempurnya, Suryadarma yang bertugas sebagai komandan operator bom ternyata pernah menenggelamkan kapal Jepang (cruisser) di perairan Kalimantan.
Kisah heroik itu berlangsung pada 13 Januari 1942, ketika pesawat pembom Glenn Martin B-10 yang diawaki Suryadarma dan dipiloti Kapten Lukkien serta seorang kopilot lainnya terbang dari Pangkalan Udara Manggar Samarinda, Kalimantan.
Tujuan misi terbang tempur itu adalah untuk menyerang kapal-kapal perang Jepang yang sedang berlayar menuju Tarakan.
Pesawat yang diawaki Suryadarma, Glenn Martin M-588, terbang bersama dua pesawat lainnya dalam formasi segitiga dan saling melindungi dari ancaman sergapan pesawat tempur Zero Jepang.
Dalam misi itu Suryadarma bertindak sebagai observer sekaligus komandan operator bom bagi dua pesawat Glenn Martin lainnya.
Penerbangan ketiga pesawat pembom Belanda itu dengan mudah menemukan konvoi kapal-kapal perang Jepang yang berjumlah sekitar 50 unit yang sedang berlayar menuju Tarakan.

Kedatangan pesawat pembom Belanda langsung disambut tembakan antiserangan udara dari kapal-kapal perang Jepang yang kemudian berlayar zig-zag demi menghindari serangan bom.

Tapi pada saat yang sama sejumlah pesawat tempur Zero Jepang juga mulai berdatangan untuk merontokkan pesawat-pesawat pembom Belanda.
Tanpa membuang waktu sebagai komandan operator bom, Suryadarma pun membidik salah satu kapal perang Jepang jenis penjelajah berat (cruisser) dan kemudian memberikan aba-aba kepada kedua Glenn Martin lainnya melalui radio untuk segera menjatuhkan bom.
Sejumlah bom pun jatuh secara bersamaan dari ketiga Glenn Martin dan bom-bom itu berhasil menenggelamkan satu kapal penjelajah Jepang yang ukurannya seperti KRI Irian yang pernah dimiliki TNI AL.
Tapi serangan udara terhadap konvoi kapal perang Jepang harus dibayar mahal.
Dua pesawat Glenn Martin lainnya tertembak jatuh setelah disergap Zero, dan pesawat Glenn Martin yang diawaki Suryadarma sendiri juga mengalami rusak parah.
Namun meski pilotnya dalam keadaan terluka parah, Glenn Martin M-588 bisa mendarat kembali ke Pangkalan Udara Manggar dengan selamat.
Meski pasukan Belanda berusaha melawan pasukan Jepang yang kemudian mendarat di Indonesia (Hindia Belanda), militer Belanda akhirnya menyerah.
Suryadarma sendiri kemudian bergabung dengan pasukan RI untuk bertempur melawan Jepang  dan juga melawan Belanda dalam Perang Kemerdekaan.
Dalam perjalanan karier militernya, Suryadarma ternyata juga berhasil menjadi orang dekatnya Presiden Soekarno.
Suryadarma, seperti termaktub dalam buku Bapak Angkatan Udara Suryadi Suryadarma, kemudian diangkat sebagi KSAU pertama AURI/TNI AU dan diberi kepercayaan penuh untuk mengembangkan AURI sehingga mendapat julukan Bapak Angkatan Udara.


Intisari.