Kamis, 24 Maret 2016

Panglima TNI : Dipundak Kirimu Adalah Merah Putih

Dipundak kirimu adalah Merah Putih yang selalu kamu lihat dimanapun kamu bertugas, sikap dan tingkah lakumu membawa nama Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tentunya TNI. Maka, satu saja kesalahan yang kamu buat akan mencoreng nama negara, mencoreng nama TNI dan mencoreng nama Angkatan.
Hal tersebut ditegaskan Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo dalam pengarahannya pada upacara pemberangkatan 800 Prajurit TNI Satuan Tugas Batalyon Komposit (Satgas Yon Komposit) TNI Kontingen Garuda (Konga) XXXV-B/Unamid (United Nations Mission In Darfur) yang akan bertugas sebagai Pasukan Pemeliharaan Perdamaian Misi PBB di Darfur-Sudan, Afrika Utara, bertempat di Plaza Mabes TNI Cilangkap, Jakarta Timur, Rabu (23/3/2016).
Dalam kesempatan tersebut, “Saya perintahkan kepada Komandan, kalau ada indikasi anggotamu akan berbuat kesalahan, diingatkan. Kalau berbuat kesalahan sekecil apapun kembalikan sebelum dia melakukan kesalahan-kesalahan yang lebih besar, karena kesalahan yang besar berawal dari kesalahan kecil. Buatkan ketentuan protap, karena selama ini semua yang dikirimkan tidak ada yang tidak terbaik, pasti terbaik, di PBB pun terbaik,” kata Panglima TNI.
Panglima TNI juga mengatakan bahwa, penentuan pasukan yang berangkat untuk satuan tugas adalah dipilih dari satuan-satuan yang berhasil dalam melaksanakan tugas operasi dan dilengkapi dengan prajurit-prajurit pilihan, terbaik di angkatan masing-masing, sehingga Indonesia hanya mengirimkan satuan yang tergabung dari prajurit-prajurit pilihan yang terbaik. “Kalian semua adalah prajurit-prajurit terbaik yang disiapkan, dilatih, dilengkapi dan diberi pengetahuan untuk melaksankan tugas misi internasional PBB,” ucap Jenderal TNI Gatot Nurmantyo.
“Siapapun kamu, apapun jabatanmu, apapun pangkatmu, walaupun kamu Prajurit Dua, kamu adalah perwakilan Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam tugas misi PBB. Pesan saya, ini adalah peluang yang sangat berharga pemberian oleh negara dan penghormatan yang sangat tinggi, laksanakan dengan baik,” pungkas Panglima TNI.
800 Prajurit Pasukan Perdamaian yang akan bertugas di Darfur-Sudan tersebut, dipimpin oleh Letkol Inf Singgih Pambudi Arinto, S.I.P sebagai Komandan Satgas, yang sehari-hari menjabat sebagai Dandim 0907/Tarakan, Kodam VI/Mulawarman, Kalimantan Timur. Batalyon Komposit Konga XXXV-B/Unamid merupakan misi Satgas TNI kedua yang dipersiapkan untuk menjadi Pasukan Perdamaian PBB di Darfur-Sudan, Afrika Utara dan akan melaksanakan tugas selama satu tahun untuk menggantikan Satgas Yon Komposit Konga XXXV-A/Unamid. Sementara itu, kendaraan taktis yang dilibatkan dalam mendukung kegiatan Satgas di Darfur, terdiri dari : 24 Panser Anoa, 30 Truk dan 34 Jeep.
Satgas Yon Komposit TNI Konga XXXV-B/Unamid akan melaksanakan mandat pemeliharaan perdamaian berdasarkan Resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 1769 tahun 2007. Dalam pelaksanaan tugasnya, Satgas Yon Komposit akan ditempatkan pada dua UN Camp, yaitu Markas Batalyon beserta Kompi Bantuan dan 3 Kompi Senapan yang berada di Supercamp Secwest Unamid di El Geneina dan 1 Kompi Senapan Berdiri Sendiri berada di Masteri Camp dengan jarak lebih kurang 70 km dari Supercamp El Geneina. Autentikasi : Kabidpenum Puspen TNI, Kolonel Czi Berlin G. S.Sos., M.M.

Video Kapal SKIPI yang Dikirim ke Natuna







Agar Kasus kapal coast guard China tidak terulang, Kementerian Kelautan dan Perikanan akan mengirimkan kapal SKIPI untuk mengawal pemberantasan illegal fishing, di Laut Natuna, Kepri. “Kita akan kirim kapal SKIPI (Sistem Kapal Inspeksi Perikanan Indonesia), sehingga kalau ada apa-apa kita lebih mampu,” ujar Susi Pudjiastuti.
Adapun untuk rincian kapal SKIPI, yakni panjang kapal 60 m dengan kecepatan maksimum 24 Knots dan kapasitas bahan bakar 138.000 liter.
Tambahan, Kapal KRI Teluk Bintuni :




JKGR.

Rabu, 23 Maret 2016

Menhan Heran Kok Pesawat TNI Jatuh Terus

Menhan Heran Kok Pesawat TNI Jatuh Terus
Menteri Pertahanan (Menhan) Ryamizard Ryacudu.
Kementerian Pertahanan (Kemhan) akan mengecek mekanisme pemeliharaan alat utama sistem persenjataan (alutsista), menyusul jatuhnya Heli Bell 412 milik TNI AD di Kebun milik Arsad di Poso Pesisir dengan total korban 13 orang tewas.

"Pasti, pasti (fokus dipemeliharaan)," ujar Menhan Ryamizard Ryacudu usai menerima kunjungan kehormatan Menhan Australia Marise Ann Payne, di Kantor Kemhan, Jakarta, Senin (21/3/2016).

"Saya juga merasa heran kok jatuh-jatuh melulu, itu pekerjaan Kementerian Pertahanan untuk memeriksa secara detail kenapa itu," imbuhnya.

Apalagi helikopter yang jatuh tersebut merupakan salah satu pesawat baru. "Ya, baru. Kemarin yang Angkatan Udara (jatuh) juga baru, kenapa itu?," tanya Ryamizard.

Mantan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) ini juga menepis anggapan yang menyebut helikopter tersebut jatuh akibat aksi dari kelompok Santoso.

"Enggak ada Santoso. Enggak ada kemampuan untuk itu (sabotase). Kita lihat saja apa mesin atau cuaca, kan belum terjawab. Itu harus hati-hati," katanya.

Ryamizard mengakui, beberapa penumpang helikopter yang jatuh merupakan anggota intelijen selain personel TNI yang tengah melaksanakan tugas.

"Namanya intelijen itu di mana pun penting. Bagaimana bisa tahu kalau enggak ada (intelijen). Kan intelijen itu mata dan telinga. Kalau enggak ada intelijen buta mata dan kuping, bagaimana bisa jalan (operasi)," ucapnya.

Mantan Pangkostrad ini menegaskan, peran intelijen sangat strategis dalam membantu sebuah operasi. Bahkan semua negara menggunakan intelijen dalam menjalankan pemerintahannya.

"Semuanya harus ada intelijen. Negara manapun ada (intelijen) di mana-mana ada. Cuma kita ini negaranya terlalu baik. Kita menginteli negara sendiri, tidak menginteli negara lain. Nah kalau negara lain enggak tahu saya," ucapnya.

Sementara Menhan Australia Marise Ann Payne mengucapkan belasungkawa atas insiden kecelakaan tersebut. "Pemerintah Australia dan saya khususnya turut berbelasungkawa atas kecelakaan helikopter terutama bagi keluarga korban meninggal," tandasnya.

Air Independent Propulsion Fuel Cell: Tingkatkan Endurance Kapal Selam KRI Nagarangsang 405


u-2

Ada beberapa paramater yang menjadikan suatu kapal selam layak disebut canggih, sebut saja dari teknologi sensor, sonar, dan sistem senjata yang dibawa. Tapi lain dari itu, kehandalan kapal selam juga ditentukan dari kemampuan endurance (daya tahan) selama waktu operasi penyelaman. Semakin lama kapal selam mampu bertahan di bawah permukaan laut, maka kapal selam tersebut punya poin emas dalam melaksanakan operasi tempur bawah air.

Terkait hal diatas, meski belum ada konfirmasi resmi dari pihak DSME (Daewoo Shipbuilding & Marine Engineering) selaku manufaktur Nagabanda Class (versi Korea – Changbogo Class), kabarnya unit ketiga Nagabanda Class, yakni KRI Nagarangsang 405 akan sedikit terlihat beda dari dua unit kapal selam Nagabanda Class lainnya, yaitu KRI Nagabanda 403 dan KRI Trisula 404. Sebab musababnya KRI Nagarangsang 405 dirancang punya ukuran lebih panjang dan bobot lebih besar dari kedua saudaranya.

U-5u-1

Prediksi lebih panjang dan lebih besarnya bobot KRI Nagarangsang 405 diduga terkait adopsi teknologi AIP (Air Independent Propulsion) fuel cell. Dengan penambahan modul AIP fuel cell, menjadikan panjang kapal selam akan bertambah 5 – 6 meter pada bagian buritan. DSME sendiri memang menawarkan konsep AIP untuk Changbogo Class. Di keluarga kapal selam Type 209, AIP sudah diterapkan pada Poseidon Class milik AL Yunani (Type 209/1200) yang memasang modul AIP Polymer Electrolyte Membrane (PEM) system 120 kW buatan Siemens yang panjangnya 6 meter.

Kapal selam Poseidon AL Yunani, salah satu keluarga Type 209 yang mengadopsi teknologi AIP.
Kapal selam Poseidon AL Yunani, salah satu keluarga Type 209 yang mengadopsi teknologi AIP.

Bila kapal selam bertenaga nuklir punya keunggulan menyelam dalam waktu yang cukup lama hingga berbulan-bulan di bawah permukaan, maka kapal selam diesel listrik punya kemampuan selam yang tidak terlalu lama, hitungannya maksimum 3 sampai 4 minggu kapal selam harus muncul ke permukaan, baik langsung atau menggunakan snorkel. Nah, untuk mencapai endurance waktu selam yang maksimal, kapal selam diesel listrik mengandalkan sokongan tenaga dari AIP.

u-3

Secara teori, bila kapal selam nuklir yang menggunakan panas dari peluruhan bahan radioaktif di reaktornya yang akan digunakan untuk menghasilkan steam yang digunakan pada steam turbine dan dikopel ke propelernya sebagai penggerak atau dihubungkan ke generator listrik untuk membangkitkan listrik. Maka kapal selam diesel listrik mendapatkan tenaga dari hasil pembakaran bahan bakarnya, dan sebagaimana kita tahu untuk menghasilkan pembakaran atau api diperlukan udara dalam hal ini oksigen, teknologi ini menggunakan hydrolisis yang akan menghasilkan gas HHO yang membutuhkan energi listrik untuk melepaskan ikatan hidrogen dan oksigen di air, di tambah lagi air luat memiliki kadar garam yang tinggi yang tentu memerlukan peralatan distilasi lagi yang tentu membutuhkan tenaga lagi. Oleh karenanya kapal selam diesel listrik bertindak seperti ikan paus yang sesekali muncul kepermukaan untuk menghidupkan mesin diselnya yang akan men-charge baterai yang tentu saja memerlukan waktu yang tidak sedikit.

Ruang mesin pada kapal selam diesel listrik.
Ruang mesin pada kapal selam diesel listrik.

Konfigurasi dan struktur pada Type 209.
Konfigurasi dan struktur pada Type 209.

Indian-Navy-Fuel-Cell-AIP-Plugimg5446

AIP dalam penjabarannya terdiri dari AIP Closed Cycle Diesel Systems, AIP Closed Cycle Steam Turbine, MESMA (Module d’Energie Sous-Marine Autonome), AIP Fuel Cell Systems, AIP Based Stirling engine, dan AIP hyrdogen peroxide system. Prinsip kerja AIP seperti mekanisme penggerak di pesawat antariksa. AIP selain membawa bahan bakar, juga membawa udara (oksigen) yang dibutuhkan untuk pembakaran.

AIP fuel cell systems, pada prinsipnya adalah sistem propulsi yang merupakan penggabungan sistem konvensional yang terdiri dari generator diesel dengan baterai asam timbal dengan dengan sel bahan bakar yang dilengkapi dengan oksigen dan penyimpanan hidrogen. Sistem ini terdiri dari sembilan PEM (membran polimer elektrolit) sel bahan bakar dan masing-masing memberikan tenaga antara 30kW sampai dengan 50kW.

DRDO-AIP-Fuel-Cell-diagram

Dari roadmap-nya, fuel cell merupakan penemuan mutakhir dari teknologi AIP kapal selam. Mesin ini mampu menghasilkan energi listrik untuk baterai kapal selam yang didapat dari proses kimiawi paduan oksigen dan hidrogen. Berbeda dengan sistem AIP sebelumnya, cara kerja perangkat ini tidak menimbulkan suara dan tidak menghasilkan gas buang. Kehadiran sistem ini membuka peluang untuk memodemisasi kapal selam konvensional yang berkemampuan selam setara dengan kapal selam nuklir.

Dengan mencangkok AIP fuel cell, KRI Nagarangsang 405 bakal punya kemampuan menyelam sekitar tiga minggu sebelum kapal selam mengisi baterai kembali. Dengan kemampuan mesin diesel dan AIP fuel cell, kapal selam selam Type 209 TNI AL terbaru ini akan punya jarak jelajah hingga 12.000 mil (19.300 Km).

Sikap DSME Masih “Setengah Hati”
Meski ada potensi untuk adopsi AIP fuel cell untuk KRI Nagarangsang 405 yang nanti akan dibangun di galangan PT PAL, Surabaya. Namun beberapa kalangan masih meragukan, pasalnya pihak DSME begitu membatasi proses alih teknologi dalam pengerjaan kapal selam. Seperti ada kabar perwakilan PT PAL hanya diberi kesempatan belajar dengan melihat (learning by seeing).

Sebagai reaksi dari kabar tersebut, Kementerian Pertahanan (Kemhan) RI melakukan bantahan. Dikutip dari m.tempo.co (26/6/2013), Kemhan membantah jika pemerintah Korea Selatan setengah hati memberikan ToT (transfer of technology) pembuatan kapal selam kepada Indonesia. Korea Selatan punya alasan kuat menolak perwakilan dari PT PAL ikut mengerjakan kapal selam pesanan Indonesia.

“Menurut mereka pembangunan kapal selam punya resiko sangat tinggi,” kata Kepala Badan Sarana Pertahanan Kementerian Pertahanan, Laksamana Muda Rachmad Lubis. Korea Selatan menyebut kapal selam merupakan produk alat utama sistem persenjataan dengan standar kualitas tinggi. Berbeda dengan kapal perang biasa, kapal selam diwajibkan punya kemampuan menyelam hingga 350 meter dari permukaan laut sehingga tak boleh ada sedikit pun kesalahan. Jika tidak, nyawa dan reputasi produsen kapal selam jadi taruhan. (Bayu Pamungkas)
 
Indomil. 

Timor Leste Bergolak, 1.200 Personel TNI Siaga di Perbatasan

Timor Leste Bergolak, 1.200 Personel TNI Siaga di Perbatasan
Anggota Satuan Tugas Pengamanan Perbatasan (Satgas Pamtas) RI-Timor Leste memeriksa koordinat tapal batas negara di daerah perbatasan Pos Nunura di Desa Tohe, Nusa Tenggara Timur, 7 Oktober 2015. ANTARA/Prasetyo Utomo
 
Tentara Nasional Indonesia (TNI) menyiagakan dua batalion atau sekitar 1.200 personel untuk mengamankan wilayah perbatasan Indonesia-Timor Leste, setelah Dili, Ibu Kota Timor Leste, bergolak karena unjuk rasa besar-besaran dari warga.

"Ada gejolak atau tidak kami tetap siaga untuk mengamankan wilayah perbatasan kedua negara," kata Humas Korem 161 Wira Sakti Kupang Kapten Ida Bagus Diana kepada Tempo, Rabu, 23 Maret 2016.

Pengamanan di perbatasan, menurut dia, dilakukan sesuai standar operasional prosedur (SOP). Ada dua batalion yang siaga di perbatasan, untuk sektor barat dijaga Armed 11 Kostrad, dan sektor Timur Yonif 725 Woroagi. "Pada prinsipnya sesuai dengan SOP, dan tingkatkan kewaspadaan," katanya.

Dua batalion ini, katanya, berjaga di empat kabupaten yang berbatasan dengan Timor Leste, yakni Belu, Malaka, Timor Tengah Utara, dan Kabupaten Kupang.

Dia mengaku tidak peduli dengan unjuk rasa yang terjadi di Kota Dili, karena TNI tetap siaga menjaga wilayah perbatasan kedua negara. "Kami hanya monitor perkembangan di negara tetangga," katanya.
Ribuan massa di Dili, pada 22-23 Maret 2016, turun ke jalan melakukan unjuk rasa menuntut perundingan ulang antara Timor Leste dan Australia terkait dengan batas laut Timor dan pengelolaan bersama sumber daya alam di laut tersebut.
Unjuk rasa ribuan warga Timor Leste, terdiri atas para pegawai negeri sipil (PNS), siswa sekolah menengah atas (SMA), hingga lembaga swadaya masyarakat (LSM), membuat pemerintah di negara tersebut lumpuh total. 

Indonesia Siap Menjadi Pemain Utama di Laut China Selatan ?

Indonesia mungkin tidak menjadi penggugat ke Kepulauan Spratly yang disengketakan, tapi insiden tersebut adalah ujian nyata pertama dari ambisi Presiden Joko Widodo untuk mengubah negara ini menjadi kekuatan maritim, kebijakan yang tentu berarti menegaskan kedaulatan atas batas laut yang luas.
Meskipun Indonesia sangat mendukung upaya pembuatan Code of Conduct untuk mencegah bahaya konflik terbuka, pendekatan Indonesia sampai dengan saat ini tampak aneh, terkait persaingan negara adidaya di kawasan itu memanas.
Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menutup mata untuk tiga insiden, dua di tahun 2010 dan satu pada tahun 2013, di mana kapal perang China memaksa Kapal Penjaga Perikanan Indonesia melepaskan Kapal penangkap ikan China di perairan Natuna.
Tidak hanya memiliki nine-dash line yang menjadi ambiguitas dan menjengkelkan, Beijing juga menolak untuk menjelaskannya, tapi insiden-insiden yang sebagian besar tidak dipublikasikan pada saat itu, menunjukkan China menggunakan ancaman kekerasan untuk menegakkan batas maritim versi mereka.
Presiden Joko Widodo telah sama-sama tentatif dalam pendekatannya ke Beijing, terutama setelah perusahaan China membiayai dan membangun beberapa usaha infrastruktur berharga, termasuk proyek rel cepat Jakarta-Bandung dan beberapa pembangkit listrik tenaga batu bara yang besar.
Tapi kali ini, Indonesia berhasil menahan delapan awak kapal ikan China dan meluncurkan protes resmi, dan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dengan penuh semangat memanggil Duta Besar China Xie Feng untuk meminta penjelasan.
Indonesia selalu mengklaim tidak memiliki perselisihan dengan Beijing di Laut Cina Selatan, namun pernyataan Kementerian Luar Negeri China mengklaim pukat itu di “lahan perikanan tradisional China” akan sulit untuk diabaikan.
Meskipun Indonesia telah menenggelamkan 155 kapal nelayan asing sejak tindakan keras terhadap nelayan ilegal mulai berlaku pada awal kepresidenan Widodo di akhir tahun 2014, hanya satu yang asal China -yang telah ditangkap kembali pada tahun 2009.
Tak lama setelah kampanye dimulai, Susi Pudjiastuti menerima surat di rumahnya, dengan stempel Kedutaan Besar China, yang memperingatkan konsekuensi jika menangkap pukat China, seperti yang dilakukan terhadap Thailand, Vietnam dan negara-negara tetangga lainnya. “Saya pikir mereka memiliki pandangan global jangka panjang dan mereka melihat laut Cina di selatan sebagai bagian penting dari pandangan itu,” ujar salah satu mantan diplomat senior Indonesia. “Hukum Laut bukan satu-satunya referensi bagi mereka. Ini sesuatu yang melayani kepentingan mereka. ”
Melihat peristiwa penting yang berlangsung di Laut Cina Selatan dan pekerjaan mereka yang ditunjuk untuk melindungi negara kepulauan yang berbaring di beberapa rute perdagangan yang paling penting di dunia, Tentara Nasional Indonesia (TNI) masih hanya memainkan peran kecil dalam perencanaan strategis bangsa .
Memang, bahkan Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan lebih sibuk dengan kegiatan hari ke hari domestik daripada datang dengan panduan strategis, menggambarkan seperti wilayah ini terlihat pada dua puluh tahun ke depan dan bagaimana militer harus memposisikan diri.
Sebaliknya, TNI yang memiliki sangat sedikit keterlibatan kekuatan besar di kawasan itu, membuat Kementerian Luar Negeri yang mengambil pimpinan secara default dalam mengejar apa yang disebut kebijakan ‘bebas dan aktif’, yang dibangun untuk meningkatkan peran ASEAN tapi masyarakatnya hampir tidak pernah bersatu.
Dalam White Paper Pertahanan 2014 yang akan dirilis, TNI tidak melihat kemungkinan Indonesia terkena dampak jika ketegangan di Laut Cina Selatan meletus menjadi konflik. Tapi sebagian besar ancaman eksternal dilihat berfokus pada terorisme internasional, kejahatan transnasional dan imigrasi ilegal, yang menjadi masalah prioritas.
Dalam dua tahun terakhir, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo telah membuat isu-isu tersebut menjadi sebuah teori baru dikembangkan dari konspirasi internasional di mana negara-negara asing yang tidak disebutkan namanya yang akan menggunakan proxy domestik untuk melemahkan negara dari dalam dan merampok sumber daya dari situ.
Masih belum jelas apa bukti nyata dia harus mendukung gagasan itu, tetapi berfungsi sebagai pembenaran ideologis untuk upaya militer dalam mendapatkan kembali peran yang lebih menonjol dalam keamanan internal. Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC) mencatat dalam sebuah laporan baru-baru ini: “Bagi TNI, nilai penting dari tesis perang proxy adalah, meleburnya ancaman internasional dan domestik dan untuk menghadapi ancaman eksternal, militer harus memperkuat peran keamanan internal.”
Terlepas dari elemen yang dangkal, pejabat di wilayah yang lebih luas mengeluh, Indonesia tidak memiliki kebijakan luar negeri yang koheren. kritikus domestik setuju dan mengatakan masalahnya terletak pada proses pembuatan kebijakan itu sendiri.
Bahkan Indonesia menempatkan langkah ASEAN yang membangun Masyarakat Ekonomi ASEAN diimplementasikan lebih sebagai ancaman dari pada tantangan, akibat kelemahan logistik dan pendidikan.
Yudhoyono secara terbuka menyambut kebijakan Presiden AS Barack Obama tentang “Pivot to Asia” – dan pelatihan Marinir AS di Australia- karena dia khawatir terobosan serius China ke wilayah akan memaksa ASEAN terpisah.
Tetapi jika itu adalah contoh yang baik dari SBY yang menjadi “presiden kebijakan luar negeri,” maka Indonesia telah gagal membangun peran kepemimpinannya atau dalam memajukan konsep Code of Conduct yang diharapkan membuat Laut Cina Selatan menjadi tempat yang lebih aman.

John McBeth
March 21, 2016
Nationalinterest.org

Indonesia Belum Siap Transfer Teknologi Su-35


Indonesia masih membahas pembelian Su-35 jet tempur dengan Rusia dan tidak mungkin untuk menandatangani perjanjian dalam waktu dekat, ungkap seorang pejabat penting Indonesia, Kepala Pusat Pengadaan Departemen Pertahanan Laksamana Leonardi menjawab pertanyaan dari wartawan Jakarta Post mengenai kesepakatan transfer teknologi Sukhoi.
“Kami masih membahas masalah ini, setidaknya kita harus mendapatkan keterampilan perawatan dari Rusia sehingga kita tidak perlu mengirim mesin ke Rusia untuk perbaikan.”lanjutnya.
Menurutnya dari sudut pandang Indonesia, transfer teknologi cukup lambat karena kondisi yang tidak sehat dari perusahaan lokal.
“Kami memiliki anggaran untuk pengadaan senjata, tapi kami tidak memiliki anggaran untuk menyiapkan infrastruktur di industri pertahanan untuk menangani transfer teknologi. Kesiapan infrastruktur adalah domain dari Kementerian Badan Usaha Milik Negara. Kami hanya mendukung mereka, tetapi tidak memiliki wewenang untuk melakukan apa-apa tentang itu,” tambahnya.
Indonesia berencana membeli 10 pesawat tempur Su-35 dari Rusia dan tambahan delapan lagi nantinya untuk melengkapi kekuatan satu skuadron pesawat tempur generasi terbaru untuk menggantikan F-5 yang sudah berumur puluhan tahun.

DefenceWorld