Jumat, 01 Januari 2016

Tahun 2016 TNI AU Lengkapi Alutsista

  tni au

Terwujudnya kinerja TNI Angkatan Udara (TNI AU) yang lebih baik dan berkualitas, dari aspek operasional Alutsista, merupakan prioritas TNI AU pada tahun 2016. Selain itu, peningkatan kesejahteraan prajurit melalui pembangunan perumahan dinas dan tunjangan keahlian prajurit TNI AU juga akan disikapi secara lebih serius.

Terkait dengan hal tersebut, Kepala Staf TNI AU (Kasau) Marsekal TNI Agus Supriatna menyatakan pada tahun anggaran 2016, TNI AU lebih memfokuskan pada upaya melengkapi semua Alusista yang dimiliki dengan peralatan yang seharusnya. Menurut orang nomor satu di TNI AU, tindakan ini sebagai tekadnya agar ke depan kinerja TNI AU makin lebih baik.

“Yang paling utama, apabila pada tahun 2016 kita mendapat pengadaan Alutsista, tentu saja harus yang baru dan lengkap serta satu tingkat lebih tinggi grade-nya dari yang kita punya sekarang,” Ungkap Kasau.


Pernyataan tersebut disampaikan Kasau kepada media saat membuka Rapat Pimpinan (Rapim) TNI AU tahun 2016, di Gedung Serbaguna Mabes AU, Cilangkap, Jakarta, Selasa (29/12/2015). Rapim yang berlangsung selama sehari, diikuti ratusan unsur Pimpinan TNI AU sampai setingkat Komandan Skadron Udara, Komandan Batalyon Paskhas, Komandan Depo Pemeliharaan, dan sejumlah peninjau.

Selain sebagai sarana evaluasi Program Kerja (Proja) TNI AU tahun 2015, Rapim juga untuk menyatukan pemahanam, pola sikap dan pola tindak seluruh unsur pimpinan TNI AU, agar program kerja 2016 dapat terlaksana dengan lebih efektif, efisien dan benar. Tema yang diangkat kali ini adalah “Meningkatkan moralitas, integritas dan profesionalitas dalam rangka menjaga kedaulatan dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.”

Kasau menambahkan, untuk meningkatkan kualitas operasi TNI AU, akan dilaksanakan evaluasi terhadap seluruh SOP (Sistem Operasi Prosedur) satuan-satuan TNI AU, khususnya yang mengoperasikan Alutsista. Selain itu, pada 2016 ada beberapa anggaran yang langsung dioperasionalkan oleh satuan bawah, artinya, soal anggaran tidak harus terpusat, tetapi sudah banyak yang turun ke satuan bawah.

Terkait dengan rencana menambah kelengkapan Alutsista, Kasau menjelaskan semua pesawat TNI AU yang ada saat ini, baik pesawat tempur, pesawat angkut, intai dan Helikopter akan dilengkapi peralatannya.

“Jika ada Alutsista yang belum lengkap, akan kita lengkapi, misalnya pesawat tempur yang belum dilengkapi radar, rudal ya kita lengkapi, begitu juga dengan pesawat angkut, pesawat SAR kalau untuk SAR tempur ya harus ada FLIR dan senjatanya dan pesawat patroli kita pada 2016 harus sudah terpasang semua sistem untuk surveilance nya,” jelas Kasau. 
 
 

Sub Skimmer TNI AL: Wahana Infiltrasi Senyap Pasukan Amfibi

01-1

Dengan latar medan penugasan yang keras dan menantang adrenalin, satuan elit berkualifikasi amfibi dalam infiltrasi tak hanya butuh wahana yang bisa melaju di bawah permukaan laut secara senyap, namun juga perlu keberadaan wahana yang bisa mengkombinasi raid amfibi di permukaan dan penyusupan bawah air secara simultan. Satuan elit Kopaska (Komando Pasukan Katak) dan Denjaka (Detasemen Jala Mangkara) Marinir TNI AL sejak beberapa tahun telah mengoperasikan sosok wahan siluman ini.

Kopaska sejak tahun 2013 diktehaui telah mengoperasikan SEAL Carrier, yakni alutsista yang menyerupai kapal selam mini berwarna hitam yang dilengkapi dua buah sirip pada bagian depan. SEAL Carrier yang buatan Defence Consulting Europe AD, Swedia mampu menyelam hingga kedalaman 40 meter. Di bawah laut, kecepatannya 3 – 4 knots, tapi saat beraksi di permukaan laut, SEAL Carrier dapat melaju laksana speed boat dengan kecepatan maksimum 30 knots. Indomilter secara khusus pernah mengupas SEAL Carrier pada artikel tedahulu.

PB100201kapal

Selain SEAL Carrier, nyatanya wahana dengan kemampuan serupa sudah dapat diproduksi di dalam negeri. Yang dimaksud adalah Sub Skimmer, perannya sama dengan SEAL Carrier, hanya saja dari segi desain berbeda, SEAL Carrier yang mengacu pada kapal selam mini, sementara Sub Skimmer hasil pengembangan Dislitbangal (Dinas Penelitian dan Pengembangan Angkatan Laut) dan mitra PT Prima Maritim punya bentuk menyerupai RHIB (Rigid Hulled Inflatable Boat).

PB100202PB100206

Unit pasukan elit yang mengoperasikan Sub Skimmer adalah Denjaka TNI AL. Pengoperasiannya ditujukan untuk melayani kebutuhan pasukan khusus dalam menyusup ke daerah lawan, melaksanakan sabotase, dan sebagai sarana transportasi pasukan dalam jumlah terbatas. Selama ini Denjaka menggunakan kendaraan sejenis yang didatangkan dari Inggris. Namun, dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu, Dinas Penelitian dan Pengembangan TNI Angkatan Laut (Dislitbangal) memutuskan untuk mengembangkan dan menyempurnakan kendaraan tempur air tersebut.

PB100145MilitarySDV

Dibanding Sub Skimmer besutan Inggris, Sub Skimmer lokal ini memiliki sejumlah kelebihan. Seperti kemampuan menyelamnya jauh lebih stabil karena dilengkapi rangka kokoh di kedua sisinya yang juga berfungsi untuk melindungi bantalan udara. Rangka pelindung ini yang tidak dimiliki Sub Skimmer buatan Inggris. Tidak hanya itu, rangka Sub Skimmer yang dapat memuat sampai enam personel ini juga dibuat dari bahan komposit anti peluru. Sub Skimmer terbuat dari bahan dasar fiber-glass reinforced polyester (FRP), sehingga membuat bobot kapal cukup ringan.

skimmer3

Dari segi kemampuan, Sub Skimmer mampu melaju hingga kecepatan 2 – 4 knots di bawah air, dan mampu beroperasi di bawah air selama delapan jam. Sayangnya kemampuannya menyelamnya baru sampai kedalaman empat meter. Sebagai perbandingan SEAL Carrier sanggup menyelam sampai kedalaman 40 meter. Dalam waktu singkat sekitar satu menit, Sub Skimmer yang disokong mesin utama 85 horse power (HP) dapat naik ke permukaan dan berperan layaknya speed boat dengan kecepatan maksimum 25 knots.

Sub Skimmer yang punya panjang lima meter ini dikembangkan sejak tahun 2009, dan pertama kali dipamerkan di hadapan publik saat Indo Defence 2010 di Kemayoran, Jakarta Pusat. Sub Skimmer yang per unitnya disebut-sebut mencapai Rp2,5 miliar, di masa mendatang akan dilengkapi dengan sensor sonar. (Gilang Perdana)
 

Lumba-Lumba Hovercraft TNI AL: Wahana Amfibi Pendukung Patroli dan Angkut Personel

pict2427

Dari aspek struktur, dimensi dan payload, hovercraft Kartika TNI AD hingga kini belum ada tandingannya di Indonesia, pasalnya Kartika punya daya angkut hingga 5,5 ton, sehingga sanggup membawa 1 truck ukuran ¾ dan 1 buah minibus sekelas Isuzu Panther. Tapi untuk urusan utilitas, hovercraft Lumba-Lumba TNI AL yang punya dimensi dan bobot lebih ringan, tampak unggul karena sudah beropeasi penuh sejak tahun 2005.

Di lingkup TNI AL, hovercraft menjadi elemen kekuatan Satfib (Satuan Kapal Amfibi). Dengan kemampuan beroperasi di dua ‘alam,’ daratan dan perairan, wahana ini dianggap sebagai alat transportasi yang ideal untuk tugas patroli, pengiriman logistik, dan angkutan pasukan ke wilayah pesisir sampai lepas pantai. Terlebih bila menyangkut kondisi wilayah yang rawan ranjau, maka hovercraft lah solusinya.

Meski populasi hovercraft nampak minim untuk kepentingan militer di Indonesia, namun baru TNI AL yang ‘resmi’ telah mengoperasikan hovercraft secara penuh, yakni Lumba-Lumba yang merupakan produksi dalam negeri. Lumba-Lumba dirancang untuk dapat membawa 20 pasukan bersenjata lengkap. Dengan bekal mesin diesel Deutz 466 HP, hovercraft ini sanggup melaju hingga kecepatan maksimum 33 knots dan kecepatan jejalah 28 knots. Dari aspek kecepatan, Lumba-Lumba sudah mampu menandingi kecepatan laju armada KCR (Kapal Cepat Rudal) dan kapal-kapal Satrol (Satuan Kapal Patroli) TNI AL.

hovercraft-7hover-craft-5

Lumba-lumba yang kerap dilibatkan dalam beragam operasi, mampu beroperasi selama 10 jam. Berbekal kapasitas bahan bakar 700 liter, hovercraft Lumba-Lumba punya jarak jangkau sampai 450 km. Selain mampu mengangkut 20 personel, kabin Lumba-Lumba juga bisa disulap untuk keperluan angkut logistik, yakni sampai kapasitas 2 ton barang. Bobot kosong hovercraft ini adalah 8 ton.
Hovercraft yang dibalut material Rubberizing Nylon ini bila melintas medan ranjau dengan aman,. Selain aman dari ranjau, sifat dari material dan komponennya mampu merediuksi efek deteksi sonar. Secara keseluruhan, Lumba-Lumba punya dimensi 13 x 5,9 x 3,2 meter. Untuk dimensi kabinnya 5,6 x 2,8 meter.

houvercraft1hover31hovercraft-TNI-AL

Dari segi mobilitas, Lumba-Lumba kini dipersiapkan untuk standby di ruang kargo LPD (Landing Platform Dock) Satfib Komando Armada Timur, salah satunya di KRI Dr Soeharso 990 (d/h KRI Tanjung Dalpele 972), jenis LPD yang kini perannya difokuskan sebagai kapal BRS (Bantu Rumah Sakit). Dalam suatu kesempatan defile, hovercraft ini juga pernah tampil dibawa dengan truk trailer.

Sebagian bahan baku pembuatan hovercraft ini masih di import seperti daun baling-baling dan mesin. Walaupun masih impor, namun sebagian suku cadangnya banyak terdapat pada mesin truk yang beredar di Indonesia, sehingga memudahkan teknisi untuk merawat dan memperbaikinya. Untuk material serat fiber pada badan hovercraft, menggunakan karet nylon untuk skirt (bantalan) adalah produk dalam negeri. Perlengkapan tambahan pada hovercraft ini berupa satu unit alat komunikasi radar antena high frequency, alat pemandu lokasi berteknologi GPS (Global Positioning System).

Lumba-Lumba dengan latar kapal tunda samudera.
Lumba-Lumba dengan latar kapal tunda samudera.

Saat ajang ASEAN Regional Forum Disaster Relief Exercise (ARF Direx) di Manado, Sulawesi Utara di tahun 2011
Saat ajang ASEAN Regional Forum Disaster Relief Exercise (ARF Direx) di Manado, Sulawesi Utara di tahun 2011

Dengan latar KRI Dewa Ruci.
Dengan latar KRI Dewa Ruci.

Lumba-Lumba di ruang kargo LPD TNI AL.
Lumba-Lumba di ruang kargo LPD TNI AL.

Hovercraft ini telah dilibatkan dalam Latihan Gabungan (Latgab) TNI di Sangata, Kalimantan Timur di tahun 2013. Sebelumnya Lumba-Lumba juga ikut digunakan untuk pengamana ajang ASEAN Regional Forum Disaster Relief Exercise (ARF Direx) di Manado, Sulawesi Utara di tahun 2011. Dalam tampilan defile, Lumba-Lumba nampak dipersenjatai senapan mesin FN MAG GPMP (General Purpose Machine Gun) 7,62 mm.

Ide penggarapan hovercraft ini bermula dari proposal dua mahasiswa program doktoral di Den haag, Belanda, berkerjasama dengan perwira TNI AL kepada Pemerintah guna mendukung pembuatan kendaraan angkut amfibi berjenis hovercraft untuk kepentingan militer. Proposal yang diprakarsai oleh tim yang terbentuk tahun 1995 ini antara lain, Dr Ir Leonardus Gunawan, Dr Ir Soerjanto Tjahjono, dan Laksamana (Purn) Dr Dwi Nugroho, kemudian mengajukan proposal juga ke pihak swasta, tapi sayangnya tidak berlanjut. Pertengahan tahun 1996 di kedutaan Indonesia di Belanda, KSAL waktu itu Laksamana Arief Kushariadi bersama Dwi Nugroho membicarakan pembuatan hovercraft untuk keperluan militer dan didukung oleh KSAL, berdasarkan dukungan tersebut, tim kecil ini mencari dana pinjaman lunak dari pemerintah Belanda.

kapalri-1

Pada tahun 2004 merekapun bertemu dengan beberapa orang untuk mewujudkan mimpi membangun industri hovercraft di Indonesia. Tujuan utama untuk kepentingan Angkatan Laut dalam menjaga dan mempertahankan kedaulatan negara, tetapi bisa juga untuk kepentingan sipil seperti penyelamatan korban kecelakaan pesawat terbang yang berada radius 5 mil dari daerah pantai, keperluan SAR, dan sarana transportasi antar pulau yang tidak mempunyai pelabuhan laut.

Setelah pertemuan tersebut, lalu didirikan perusahaan yang bernama PT Hoverindo, yang mampu menyelesaikan lima unit pesanan TNI AL. Pada Desember 2005, empat unit berhasil di kirim dan menyusul kemudian satu unit pada tahun 2006. Bersama Dislitbangal (Dinas Penelitian dan Pengembangan Angkatan Laut) ditingkatkan untuk mencari terobosan-terobosan baru dalam pengembangan Teknologi hovercraft di Indonesia.

Pada tahun 2006 PT Hoverindo karena sesuatu hal tidak bisa melanjutkan produksinya untuk program hovercraft nasional, maka di lanjutkan dengan PT Sumber Daya Patriatama (SDP). Apabila dilihat dari sisi teknologi, hovercraf produk anak bangsa ini tidak kalah dengan produk luar negeri, sedangkan dari sisi ekonominya, hovercraft ini lebih murah sampai 60% dari produk sejenis. (Gilang Perdana)
 
 

RoIP Dithubad TNI AD: Solusi Komunikasi Taktis Lintas Platform

P_20151207_114341

Dengan basis teknologi digital, jalur komunikasi radio yang digunakan TNI dapat terkonvergensi secara mulus dengan jalur komunikasi seluler GSM. Terlebih ada rencana dari TNI AD untuk men-deploy Open BTS (Base Transceiver Station) di kawasan perbatasan dan pedalaman. Implementasi konvergensi kedua jalur teknologi ini dapat terwujud dengan adopsi RoIP (Radio over Internet Protocol) yang dikembangkan Dithubad (Direktorat Perhubungan Angkatan Darat) dengan mitra PT Hariff Daya Tunggal Engineering (DTE).

Korvergensi antar platform menjadi suatu tuntutan dalam dukungan operasi militer, seperti komunikasi berbasis radio HT (handy talkie) dan komunikasi di jaringan seluler, dua platform beda ‘dunia’ ini yang tadinya selalu terpisahkan, dan kini dapat disatukan berkat platform internet protocol.

Prototipe perangkat RoIP yang dirancang khusus untuk kebutuhan komunikasi prajurit di lapangan dengan jaringan berbasis VoIP (Voice over Internet Protcol) dan GSM (Global System for Mobile Communication), belum lama ini telah dipamerkan di hadapan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu pada 7 Desember 2015 di lokasi pabrik PT Hariff DTE.

P_20151206_220108

Perangkat yang baru dikembangkan pada tahun 2015 ini di setting sebagai bagian dari solusi JAM (Jaringan Aman dan Mandiri). JAM adalah jaringan yang berbasis protokol dan enkripsi khusus yang dinamis dengan pengamanan hardware dan software yang didesain unik dan mandiri. JAM sendiri di dalamnya mencakup solusi BMS (Battlefield Management System).

alam skemanya, penyedia layanan integrasi dilakukan oleh PT Starcom Solusindo, anak perusahaan PT Hariff DTE yang selama ini telah sukses menggelar layanan BWA (Broadband Wireless Access) WiMax (Worldwide Interoperability for Microwave Access).

Namun sayangnya informasi lebih detail tentang RoIP masih belum dibuka lebar, mengingat produk masih berupa prototipe dan butuh persetujuan pihak TNI AD untuk publikasi lebih dalam. Tapi yang jelas RoIP nantinya akan ditempatkan mulai dari posko (pos komando) hingga kendaraan taktis. Dengan adanya RoIP juga memungkinkan prajurit yang berada di pedalaman hutan untuk berkomunikasi dengan keluarganya yang menggunakan komunikasi ponsel. (Haryo Adjie)
 

Len VDR10-MP: Military Tactical Radio Manpack Produksi BUMN Strategis

radio2

Kemandirian industri pertahanan tak hanya berkutat pada pemenuhan kebutuhan alutsista, sektor lain seperti sistem komunikasi juga ikut mengambil peran penting, mengingat sistem komunikasi yang handal, aman dan mandiri menjadi kunci keberhasilan operasi tempur. Di lingkup operasi taktis yang melibatkan unsur tempur, adanya tactical radio menjadi suatu keharusan, terutama bagi unit infanteri yang dikenal sebagai Queen of The Battle.

Sebagai elemen komunikasi wajib, prajurit TNI dalam setiap operasi tempur selalu dibekali dengan tactical radio, karena umumnya dirancang manpack, maka pengguna terbesarnya adalah satuan infanteri, seperti di level pleton. Tactiral radio lumrah digunakan sebagai media komunikasi antar unit tempur pleton dan regu ke tingkat posko (pos komando). Saat Perang Vietnam, tactitcal radio digunakan sebagai komunikasi antar pos-pos pertahanan pasukan AS. Begitu juga saat TNI (d/h ABRI) berlaga dalam Operasi Seroja di Timor-Timur. Dengan bekal radio PRC-77, infanteri TNI juga melaksanakan peran sebagai pemandu tembakan dari pesawat tempur. Istilah dalam militer disebut sebagai ground FAC (forward air control). Hal ini tergambar jelas dari paduan komunikasi antara pesawat OV-10F Bronco dengan unit infanteri TNI AD yang membutuhkan bantuan tembakan ke permukaan.

radio-e1448892236668

Salah satu keunggulan penggunaan pesawat tempur OV-10F Bronco yang dijuluki sebagai Kuda Liar ialah memiliki frekuensi VHF (very high frequency)-FM standar pasukan TNI AD dan Marinir TNI AL, sehingga pesawat dapat melakukan komunikasi langsung dengan ground FAC yang menggunakan radio PRC-77 tanpa melalui stasiun relay.

PRC-77 memang legendaris, tapi perangkat berbasis radio analog tersebut tentu sudah usang dan ketinggalan jaman. Sebagai gantinya, TNI AD kemudian mengusung tactical radio TR2400 yang punya kemampuan hybrid analog digital. Dari golongannya, TR2400 masuk dalam segmen HF (high frequency) transceiver yang berjalan di frekuensi 1,6 – 30 Mhz. Tactical radio ini menawarkan teknologi digital signal processing (DSP) untuk frekuensi tinggi hopping. Namun, perlu dicatat, baik PRC-77 dan TR2400 adalah produk impor. Bila PRC-77 buatan JETDS (Joint Electronics Type Designation System) dari AS, sementara TR24000 adalah buatan Grintek Communication Systems dari Afrika Selatan.

Bila pesawat, kapal perang, dan panser dapat diproduksi dalam negeri, lantas bagaimana dengan radio taktis ini? Apakah harus selalu impor?

Len VDR10-MP
PT Len Industri, sebagai BUMN (Badan Usaha Milik Negara) Strategis nyatanya telah berhasil memproduksi tactical radio manpack untuk kebutuhan infanteri. Diberi label VDR10-MP, ini merupakan tactical radio digital yang berjalan di frekuensi VHF (Very High Frequency). Oleh PT Len, VDR10-MP disebut sebagai first Indonesian Integrated Secure Communication Radio dengan software fefined radio, Frequency Hopping, Encryption Algorithm dan ISCOP100 (Intergrated Secure Communication Protocols).

VDR10MP

LenVDR10-MP memiliki beberapa kelebihan antara lain: Sistem komunikasi digitalnya didesain dan dibuat sendiri algoritmanya oleh Len. Kemudian diperkuat dengan sistem keamanan baik dari segi transec (transceiver security) maupun comsec (communication security) yang telah dikembangkan sendiri sejak lama oleh para injiner Len.

Dari segi transec, LenVDR10-MP sudah menerapkan teknologi hopping 100 hop/sec, artinya dalam 1 detik komunikasi terjadi perubahan frekuensi 100 kali. Sedangkan dari segi comsec, LenVDR10-MP telah menggunakan enkripsi data berbasis AES 128. Frekuensi Hopping adalah teknik lama yang diperkenalkan pertama kali dalam sistem transmisi militer untuk menjamin kerahasiaan komunikasi dan jamming tempur.

radio1

Sebagai produk dalam negeri, LenVDR10-MP memiliki tingkat kandungan lokal (local content) yang sangat tinggi, karena semua desain telah dilakukan secara mandiri. Untuk segi mekanikal, seperti casing dan tas, Len tidak melakukan kerja sama dengan pihak luar namun masih dari pihak lokal/dalam negeri.

Yang cukup menarik, produski tactical radio ini sudah menggunakan mesin SMT (Surface Mount Technology) atau sering disingkat dengan sebutan SMT adalah teknologi terkini yang digunakan untuk memasangkan komponen elektronika ke permukaan PCB.Dengan teknologi SMT, peralatan atau gadget elektronik saat ini sudah dapat didesain dengan ukuran yang lebih kecil, karena mesin SMT memiliki kemampuan yang dapat memasangkan komponen chip yang berukuran sangat kecil hingga 0,4mm X 0,2mm (Chip SMD resistor 0402) dengan kecepatan yang sangat tinggi.

Kepercayaan TNI pada LenVDR10-MP terbilang besar, dibuktikan order yang cukup besar pada radio taktis ini. Mengutup siaran pers dari PT Len, disebutkan 734 unit radio ini berikut perlengkapannya akan dikirimkan ke semua batalyon di Indonesia dari Aceh hingga Papua, dan para engineer Len akan men-training para tentara yang menjadi user di 13 Kodam di tubuh TNI Angkatan Darat. Pengerjaan kontraknya membutuhkan waktu sekitar tujuh bulan sejak bulan Mei 2015 hingga November 2015. (Gilang Perdana)

Spesifikasi LenVDR10-MP:
– Technology Base : Software Based Radio
– Security System Bas : ISCOP100 (Intergrated Secure Communication Protocols)
– Modulation Mode : AFM (Analog FM), DFM (Digital FM), BSK or QPSK
– Encryption Algorithm : AES 128
– RF Output Power : Max 20W PEP
– Sensitivity : -110 dBm @12dB SINAD
– Frequency Stability : 2ppm
– Channel Capacity : 100 programmable Channel
– Antenna : Whip 1.5m & Whip 3m
– Frequency Range : 30-88 Mhz
– Channel Capacity : 100 programmable Channel
– Data Rate : 16 kbps
– Supply Voltage : 11.1 – 12.6 VDC
– Average Battery Life : 24 hour
– Temperature Range : -10C – 65C
– IP Rating : IP67
– Vibration : Ground Tactical
– Immertion : 1 meter under water for 1 hour
– Standard : MIL-STD-810F shock, vibration, dust & spray
– Dimension : 250mm (w) x 90mm(d) x 250mm(h)
– Weight : 2.5 Kg (- baterry); 4.5 Kg ( + battery)
 

WiMax, Teknologi Jaringan Dibalik Battlefield Management System TNI AD

629476_6dafb5e13d324e4b8db2c6b71b9cef1b

Dalam konsep peperangan modern, Battlefield Management System (BMS) kini jadi suatu kebutuhan, terlebih bila yang dihadapi operasi tempur berskala besar. Menyambung tulisan di Indomiliter.com sebelumnya, “Cegah Friendly Fire, Kavaleri TNI AD Adopsi Battlefield Management System Produksi Dalam Negeri,” maka yang tak bisa dilupakan dari hadirnya BMS adalah jaringan komunikasi wireless dengan tolok ukur dalam standar militer pada ketersediaan jaringan komunikasi yang aman dan mandiri.

Terkait jaringan aman dan mandiri, memang jadi elemen penting dari BMS sebagai solusi. Menyorot kata mandiri, bisa diartikan sistem komunikasi yang terpisah dari jaringan publik, sehingga meminimalkan interferensi. Sementara kata aman, mengedepankan kehadiran hardware, software, dan enkripsi dengan protokol khusus. Inilah solusi yang ditawarkan PT Hariff Daya Tunggal Engineering (DTE), perusahaan swasta nasional yang ber-homebase di Bandung, Jawa Barat, dalam konstruksi BMS yang ditawarkan ke pihak TNI AD.

Andalkan Broadband Wireless Access (BWA)
BMS lewat unit terminal berbasis tablet Android menawarkan beberapa keunggulan, mulai dari monitoring keberadaan konvoi tempur via digital map, informasi sisa amunisi ranpur, sisa bahan bakar, dan temperatur suhu serta kelembaban. Kesemua parameter tadi dapat di share secara realtime dalam komunikasi berbasis data, baik antar unit dalam pertempuran (antar tank/infanteri), antar unit tempur dan posko, dan komunikasi ke level atas di Puskodal (Pusat Komando dan Pengendalian).

Bagaimana BMS bisa melakukan semua itu? Resepnya tak lain adalah penggunaan akses broadband. Dan yang diusung PT Hariff DTE yakni platform Broadband Wireless Access berbasis WiMax (Worldwide Interoperability for Microwave Access). Gaung WiMax sendiri sempat populer di sekitaran tahun 2006, namun belakangan layu sebelum berkembang tergeser adopsi 4G LTE (Long Term Evolution). Padahal WiMax yang kini jaringannya melayani segmen korporat di Tanah Air, punya keunggulan komparatif dibanding 4G LTE.

Battlefield Management System adalah bagian dari sistem JAM (Jaringan Aman dan Mandiri) rancangan PT Hariff DTE.
Battlefield Management System adalah bagian dari sistem JAM (Jaringan Aman dan Mandiri) rancangan PT Hariff DTE.

Unit ranpur komando dipasangi repeater WiMax dalam gelar operasi tempur berbasis BMS.
Unit ranpur komando dipasangi repeater WiMax dalam gelar operasi tempur berbasis BMS.

Dalam gelar formasi tempur kompi kavaleri, ada satu panser atau tank komando yang diberi peran sebagai pengusung repeater WiMax. Sehingga panser/tank komando ini dapat menjadi hub yang memonitor pergerakan unit tempur yang ada di medan perang, baik itu keterlibatan elemen kavaleri, artileri, dukungan udara dan infanteri yang juga dibekali BMS. Dari panser/tank komando tersebut, komunikasi berupa data diteruskan ke tingkat posko, dan level Puskodal yang lokasinya bisa saja berada di area yang jauh dari hiruk pikuk peperangan, seperti misalnya di Ibukota.

Guna mewujudkan desain diatas, keberadaan data link system dan backbone komunikasi juga telah dipikirkan. Bila jalur BMS dengan WiMax bisa dilakukan secara mandiri, maka saat koneksi ke Puskodal jalur yang digunakan sampai saat ini belum bisa mandiri, mengingat pemerintah belum menyediakan satelit khusus militer, begitu pun jaringan fiber optics masih bercampur dengan kegunaan komersial. “Mungkin saja data yang dikirim via satelit dapat diambil oleh pihak lawan, tapi yang kami kedepankan disini adalah data itu tidak dapat dibaca oleh mereka, karena kami mengembangkan enkripsi dengan algoritma khusus,” ujar Dadang Yuhana, direktur teknik PT Hariff DTE kepada Indomiliter saat menjelaskan seputar sistem JAM (Jaringan Aman dan Mandiri).

ok
M1A1 Abrams yang rontok akibat friendly fire saat Perang Teluk I tahun 1991.

Jalur komando dan pengendalian BMS militer AS.
Jalur komando dan pengendalian BMS militer AS.

Bagaimana dengan performa WiMax untuk misi tempur? Mengingat medan operasi di Indonesia yang beda dengan di Timur Tengah, maka yang cocok digunakan adalah model near Line of Sight. Semisal menghadapi kontur medan berbukit, WiMax di 2 Mhz masih dapat mendukung komunikasi data dan voice secara optimal.

Hebatnya, BMS karya Anak Bangsa hasil kerjasama dengan litbang Dithubad (Direktorat Perhubungan Angkatan Darat) dirancang untuk beroperasi secara interoperability dengan alat komunikasi lain yang telah digunakan TNI, baik di frekuensi HF, VHF, dan UHF. Ketika komunikasi suara menjadi sangat intensif pada situasi pertempuran, maka alat komunikasi yang ada akan tetap menjadi voice high priority, sementara solusi BMS yang mengedepankan basis data akan tetap berjalan mulus berkat teknologi Hot Redudancy Data Communication System (HRDCS).

Sekilas WiMax
Teknologi Worldwide Interoperability for Microwave Access (WiMAX) merupakan pengembangan dari teknologi WiFI yang sudah biasa kita gunakan sehari-hari, salah satunya sebagai wireless pada komputer atau laptop. Secara umum dikenal dua jenis WiMAX, yaitu WiMAX untuk jaringan tetap atau disebut Fixed WiMAX dan WiMAX untuk jaringan bergerak atau sering disebut Mobile WiMAX.

Fixed WiMAX mampu mendukung kecepatan transfer data sampai 75 Mbps dengan jangkauan sampai 50 km. Sedangkan Mobile WiMAX mampu mencapai kecepatan transfer data hingga 15 Mbps dengan jangkauan 20-50 km. Dengan kemampuan tersebut, WiMAX disebut sebagai jaringan generasi keempat (4G), meskipun sebetulnya kemampuan ini belum memenuhi standar 4G yang ditetapkan IMT-Advanced. Teknologi WiMAX lebih tepat disebut sebagai jaringan 3.9G.

Lantas mengapa WiMax tidak populer di Indonesia? Paling tidak ada tiga alasan penting seperti berikut. Pertama, kebijakan lisensi Fixed WiMAX. Pada awalnya lisensi yang ditender pemerintah adalah Fixed WiMAX. Padahal pada saat yang sama standar Mobile WiMAX telah diterbitkan dan siap komersial. Para pemegang lisensi tampak ragu-ragu menggelar Fixed WiMAX, khawatir layanannya tidak mampu bersaing dengan Mobile WiMAX yang tentu lebih digemari pasar. Meskipun pada akhirnya sikap pemerintah melunak, dengan mengijinkan pemegang lisensi menggelar Mobile WiMAX, namun respon tersebut dianggap terlambat.

Kedua, kebijakan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN). Pemerintah mensyaratkan TKDN minimal 30 persen untuk perangkat dan 40 persen untuk base station. Maksud kebijakan tersebut sangat baik, yaitu membangkitkan industri lokal dan transfer teknologi. Sehingga munculah produsen perangkat lokal, diantaranya adalah PT Hariff DTE. Namun konsekuensinya, harga perangkat menjadi relatif lebih mahal karena skala ekonominya yang masih terbatas. (Haryo Adjie)
 

Cegah Friendly Fire, Kavaleri TNI AD Adopsi Battlefield Management System Produksi Dalam Negeri

P_20151206_220323

Friendly fire hingga kini masih jadi momok menakutkan dalam tiap pertempuran, terkena peluru dari tembakan kawan sendiri adalah bukti bahwa unsur komando dan pengendalian masih harus terus dibenahi. Seperti pada Perang Teluk I di tahun 1991, sekalipun dibekali perangkat perang super canggih, nyatanya MBT (Main Battle Tank) M1A1 Abrams AD AS masih jadi korban salah tembak. Begitu pun, prajurit infanteri TNI pernah pula merasakan pahitnya friendly fire dalam Operasi Seroja di Timor Timur.

Menghadapi ilustrasi diatas, maka elemen tempur yang terlibat dalam suatu operasi perlu dibekali teknologi Battlefield Management System (BMS), suatu sistem command and control system yang terintegrasi ke dalam pos komando dan kendali taktis di lapangan. Bicara tentang BMS, di lingkup TNI khususnya Kavaleri TNI AD, BMS baru mulai diterapkan guna memenuhi kebutuhan satuan setingkat batalyon. Dan yang membanggakan, BMS dirancang dan dikembangkan murni oleh injiner dalam negeri dari PT Hariff Daya Tunggal Engineering (DTE), perusahaan swasta nasional yang ber-homebase di Bandung, Jawa Barat.

Apa solusi yang ditawarkan dari BMS? Kembali lagi menjawab tantangan di paragraf awal, dengan BMS dapat dihindari terjadinya friendly fire. Pasalnya, para komandan tank dan juruk tembak (gunner) dapat mengetahui posisi keberadaan di suatu medan tempur. Wujudnya di visualkan pada layar yang disematkan pada konsol tablet. Dengan demikian, di tengah adrenalin tinggi pada peperangan, masing-masing unit dapat mengetahui keberadaan kawan di tengah gencarnya desingan tembakan lawan. Peran BMS tambah terasa maksimal saat perang di malam hari, dengan minimnya cahaya maka disorientasi kerap melanda prajurit.

P_20151208_110004P_20151208_110035

BMS hasil karya PT Hariff DTE dan kerjasama dengan Dithubad (Direktorat Perhubungan Angkatan Darat) telah dipamerkan di hadapan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu pada 7 Desember 2015 lalu di Bandung. Modul BMS yang disematkan di dalam ranpur dan rantis terdiri dari unit kontrol K220 dan unit terminal K230. Unit kontrol berperan sebagai hub dari beberapa sensor dan sistem di dalam ranpur. Sementara unit terminal adalah perangkat monitoring dan kendali.

P_20151207_114725
Berbasis tablet Android, unit terminal dapat diakses dengan touch screen.

Android di Ranpur Kavaleri
Uniknya unit terminal menggunakan hardware berupa tablet Android, namun telah dibungkus casing besi yang nampak kokoh. Selain mampu menampilkan posisi dan formasi tempur pasukan dan ranpur dalam wujud digital map. Layar tablet ini juga dapat menginformasikan jumlah sisa bahan bakar, sisa amunisi, temperatur di dalam kabin, dan kadar kelembaban. Unit terminal ini terhubung ke unit kontrol.

Beragam pilihan fitur pada BMS.
Beragam pilihan fitur pada BMS.

Pengembangan prototipe BMS sejatinya telah dimulai sejak tahun 2012, dan terus disempurkan hingga tahun 2014, dan pada tahun 2015 ini telah memasuksi tahap produksi. BMS telah sukses diujicobakan di ranpur tank MBT Leopard 2A4, IFV Marder 1A3, tank ringan Scorpion dan panser Anoa buatan PT Pindad.

BMS sejatinya sebuah aplikasi launcher, dengan demikian tablet bisa berpindah ke tampilan default Android.
BMS sejatinya sebuah aplikasi launcher, dengan demikian tablet bisa berpindah ke tampilan default Android.

Dirancang dengan balutan case besi yang kokoh.
Dirancang dengan balutan case besi yang kokoh.

Alasan dipilihnya modul dari tablet Android terkait kemudahan suku cadang dan ketersediaan pasokan, mengingat tablet Android mudah didapat dipasaran. Dari sisi penggunaan, adopsi tablet Android juga memudahkan operator, mengingat OS Android cukup akrab digunakan banyak orang. Untuk menjadikan tablet Android siap tempur, cukup di install aplikasi dalam format apk. Uniknya visual layar pada tablet dicitrakan menggunakan gaya OS Windows, sementara sistem operasi komputer secara keseluruhan mengusung OS Linux.

Smartphone Android Untuk Infanteri
Sementara unit pasukan infanteri juga dirancang menggunakan BMS, bedanya prajurit tidak menenteng konsol unit terminal K230, melainkan unit terminal yang digunakan berupa smartphone Android dengan spesifikasi outdoor yang tahan banting dan anti air. Bekal smartphone ini disematkan di lengan prajurit menggunakan armband. Data visual yang ditampilkan pun serupa dengan unit terminal K230 yang ada di ranpur.

Smartphone Caterpillar B15Q dengan armband sebagai unit terminal BMS infanteri.
Smartphone Caterpillar B15Q dengan armband sebagai unit terminal BMS infanteri.

Dalam live demo di kantor pusat PT Hariff DTE, yang digunakan adalah smartphone Caterpillar B15Q dengan OS Android 4.4.2. Menurut seorang staf PT Hariff, selain Caterpillar juga digunakan seri Sony Xperia outdoor.

Meski smartphone punya kemampuan koneksi 3G dan 4G, namun koneksi smartphone dalam konsep BMS hanya menggunakan jalur WiFi (wireless fidelity), dalam artian koneksi dari smartphone tetap harus ke unit kontrol via WiFi. Bedanya dalam infanteri, unit kontrol dirancang dengan model manpack ala radio taktis.

“Kedepan di tahun 2016 kami akan mengembangkan BMS untuk diterapkan pada elemen artileri dan dukungan udara bagi Puspenerbad. Sehingga diharapkan dapat terjalin koordinasi dan komunikasi yang optimal antara infanteri, kavaleri, artileri, dan dukungan udara dalam suatu operasi,” ujar Adi Nugroho, direktur PT Hariff DTE. (Haryo Adjie)

Indomil.