Rabu, 28 Oktober 2015

Tiga Kapal Perang TNI AL Jalani “Mutasi”



Ternyata mutasi tak hanya dialami oleh personel, di lini alutsista kapal perang pun terjadi mutasi alias perpindahan penugasan. Seperti baru-baru ini, tiga kapal perang dari Satrol (Satuan Kapal Patroli) Komando Armada Barat (Koarmabar), yakni KRI Boa 807, KRI Viper 820, dan KRI Tarihu 829, telah beralis status dari KRI menjadi KAL (Kapal Angkatan Laut). Dengan ubah status ini, lingkup operasi ketiga kapal hanya akan dibatasi pada pengamanan di sekitar pangkalan angkatan laut, dalam hal ini dipercayakan untuk Lantamal I Belawan, Sumatera Utara.

Dikutip dari koarmabar.tnial.mil.id (15/10/2015), ubah status ketiga kapal perang ini berdasarkan Keputusan Kepala Staf Angkatan Laut Nomor KEP/1171/VII/2015 tanggal 21 Juli 2015. KRI Boa 807 dibuat di galangan kapal Fasharkan Mentigi pada tahun 2003, diresmikan pada tanggal 12 juli 2004. Sedangkan KRI Viper-820 dibuat di galangan kapal Fasharkan Jakarta pada tahun 2006 dan diresmikan pada tanggal 20 oktober 2006. Dan KRI Tarihu 829 dibuat di galangan kapal Fasharkan Mentigi pada tahun 2009 diresmikan pada tanggal 7 Januari 2009.

KRI Tarihu 829
KRI Tarihu 829

KRI Tarihu 829 dalam perbaikan.
KRI Tarihu 829 dalam perbaikan.

Meski sudah tahunan memperkuat arsenal Satrol, dari segi persenjataan kapal-kapal diatas kurang menunjang untuk standar KRI, apalagi mengemban peran sebagai fungsi patroli seperti di daerah perbatasan yang rawan konflik, termasuk menghadapi aksi perompakan. Seperti KRI Boa 807 dan KRI Tarihu 829, kedua kapal ini hanya mengandalkan kanon Oerlikon 20 mm/70 yang usianya sudah lawas. Belum lagi kanon ini dioperasikan full manual tanpa ada perlindungan bagi operator senjatanya. Senjata lainnya ada SMB (Senapan mesin berat) 12,7 mm pada bagian buritan. Sementara KRI Viper 820 sedikit lebih galak dengan mengadopsi kanon laras ganda 2M3 25 mm peninggalan era Uni Soviet.

KRI Boa 807
KRI Boa 807

KRI Boa 807
KRI Boa 807

Bicara tentang aspek kecepatan kapal, sebagai kapal patroli memang tidak dituntut punya kemampuan secepat kapal di armada di Satkat (Satuan Kapal Cepat). Namun kecepatan maksimum ketiga kapal yang dibawah 30 knots dipandang tak maksimal untuk peran meronda di garis depan.

KRI Viper 820
KRI Viper 820

Dengan langkah ‘mutasi’ ini, boleh jadi akan ada proses susulan, mengingat Satrol TNI AL masih punya beberapa kapal perang di kelas PC-40 dan PC-36 yang dibuat di dalam negeri. Sebelum ini, mutasi pada kapal perang juga sudah pernah terjadi, namun masih dalam lingkup sesama KRI. Seperti unit penyapu ranjau Kondor Class yang dialihkan fungsinya dari Satran (Satuan Kapal Ranjau) ke Satban (Satuan Kapal Bantu), lalu ada mutasi kapal hibah dari Brunei, yaitu KRI Badau dan KRI Salawaku yang awalnya masuk Satkat (Satuan Kapal Cepat) kemudian digeser ke Satrol, mengingat tidak terpasangnya rudal anti kapal MM-38 Exocet. (Bayu Pamungkas)
 
 

Inilah Dilema Pengadaan Jet Tempur: Acquisition Cost Vs Life Cycle Cost

Su-35S-KnAAPO-2P-1S

Proses pembelian jet tempur memang kerap menimbulkan efek tarik ulur yang panjang, terlebih jika yang jadi pembeli adalah negara dengan budget pertahanan serba ngepas dengan seabreg permintaan. Sekalipun punya budget cukup, mengingat banyak faktor yang saling terkait, pengadaan jet tempur kerap memakan waktu lama. Indonesia membutuhkan waktu hampir dua tahunan untuk akhirnya memutuskan memilih Sukhoi Su-35 Super Flanker sebagai pengganti jet tempur F-5 E/F Tiger II. Pun sudah diputuskan, menuju proses deal hingga penandatanganan kontrak pembelian juga butuh waktu.

Potret pengadaan Sukhoi Su-35 Super Flanker Indonesia masih belum seberapa, sebagai perbandingan Saab butuh waktu hingga 15 tahun sampai akhirnya berhasil menjual JAS-39 E/F Gripen ke Brazil. Nah dari sekian banyak faktor yang mempengaruhi dalam proses pembelian jet tempur, faktor acquisition cost dan life cycle cost menjadi yang paling dominan, tentunya masih ada faktor lain seperti politik dan pertimbangan daya deteren dari si pesawat tersebut. Acquisition cost adalah biaya akuisisi untuk pembelian awal dari unit pesawat yang dimaksud. Sementara life cycle cost merupakan biaya yang digunakan selama siklus operasi pesawat.

su35_10Su-35-Flanker-E-1

Perbandingan antara acquisition cost dan life cycle cost yang ditawarkan pabrikan jelas beda-beda, tentu bergantung pada kandungan teknologi, komposisi material, dan elemen komponen yang digunakan. Kebanyakan kasus yang tejadi di dunia, negara dengan kocek ngepas lebih mengedepankan acquisition cost yang rendah, dan tidak terlalu fokus pada life cycle cost. Alhasil banyak operator jet tempur yang memang bisa mendatangkan jet tempur baru, tapi tak sanggup untuk menerbangkan jet tempur secara maksimal. Hal ini terjadi lantaran biaya operasional pesawat yang besar, sehingga menjadi beban dalam biaya operasional.

Terkait life cycle cost diantaranya ada A/C investment, initial provision package, maintenance dan petrol, oil & lubricants. Jika disarikan lagi, kemudian muncul istilah operational cost per hour (biaya operasi per jam). Elemen operational cost per hour inilah yang jadi pertimbangan penting dalam pengadaan je tempur. Secara teori, jet tempur dengan mesin tunggal lebih irit dan ekonomis ketimbang jet tempur mesin ganda.

Eurofighter Tyhphoon RAF
Eurofighter Tyhphoon RAF

Eurofighter Typhoon dengan bekal senjata lengkap.
Eurofighter Typhoon dengan bekal senjata lengkap.

Berikut ilustrasi harga jual jet tempur yang dirilis defense-aerospace.com dan operational cost per hour dari ketiga jet tempur yang berusaha mendapat tempat di langit Indonesia.

1. Sukhoi Su-35 Super Flanker
Estimasi harga per unit: US$45 – US$80 juta
Operational cost per hour: US$36.000 – US$40.000

2. Eurofighter Typhoon
Estimasi harga per unit: US$118,6 juta
Operational cost per hour: US$14.000

3. Saab Gripen
Estimasi harga per unit: US$68,9 juta
Operational cost per hour: US$3.000 – US$4.000

Dari paparan diatas, menarik dicermati Sukhoi Su-35 punya acquisition cost lebih rendah, namun sangat tinggi dalam biaya operasional per jam. Disamping itu, usia mesin Sukhoi juga kabarnya relatif lebih pendek. Namun, dilihat dari aspek daya deteren, Sukhoi Su-35 adalah yang paling superior, melengkapi keberadaan Sukhoi Su-27/Su-30MK2 yang sudah dimiliki TNI AU. Agak lamanya perjanjian kontrak pembelian pesawat ini diperkirakan terkait skema ToT (transfer of technology) yang belum disepakati kedua belah pihah, terlebih bila Indonesia membeli dengan sistem ngeteng.

1250104gripen-ng

Untuk Eurofighter Typhoon sebenarnya punya peluang besar, mengingat jet tempur ini mendapat dukungan dari PT Dirgantara Indonesia, lebih lagi skema ToT yang ditawarkan sangat jelas dan menguntungkan bagi Indonesia. Biaya operasi per jamnya juga tak setinggi Su-35, namun sayang harga jual per unit Typhoon terbilang sangat tinggi.

Sementara untuk Saab Gripen, jet tempur ini ditawarkan dengan harga yang affordable plus biaya operasional per jam juga ramah bagi negara dengan kocek ngepas seperti Indonesia. Skema ToT pun juga telah dipaparkan untuk industri dalam negeri. Tapi sayang jarak jangkau jet tempur bermesin tunggal ini kalah jauh dibanding Su-35 dan Typhoon. Dari sisi harga, Gripen sejatinya masih mampu mengambil hati pemerintah Indonesia, maka itu Saab terlihat masih bersemangat menjajakan Gripen di Indonesia, setelah sukses menjual jet ini di Thailand. (Haryo Adjie Nogo Seno)
 
 

Foto Mengharukan Dua Anggota TNI Pemadam Asap

  Dua personel TNI saat beristirahat usai memadamkan api di Sumatera. Keduanya terlihat sedang berbagi mie instan untuk bekal makan. (VIVA.co.id/Facebokk)
Dua personel TNI saat beristirahat usai memadamkan api di Sumatera. Keduanya terlihat sedang berbagi mie instan untuk bekal makan. (VIVA.co.id/Facebokk)

Sebuah foto yang menggambarkan dua orang personel TNI pemadam kebakaran hutan di Sumatera membuat haru dan bangga sejumlah netizen.

Bagaimana tidak, di dalam foto yang kini beredar luas di jejaring sosial tersebut, terlihat dua orang anggota TNI sedang beristirahat di tengah kabut asap. Dalam kondisi tubuh lusuh akibat lumpur dan tanah, kedua personel TNI tersebut terlihat sedang berbagi satu bungkus mi instan.

Diduga, kedua personel TNI tersebut kehabisan bekal. Sehingga hanya mengonsumsi mi instan seadanya tanpa menggunakan air hangat.

Tak pelak, tampilan foto tersebut menuai pujian dari netizen. Gambar ini pun disukai lebih dari 18 ribu orang dan telah dibagikan lebih dari 11 ribu orang.

Sperti inilah perjuangan TNI..tapi masih ad aj yg bilang kal TNI gak ad kerjaannya n mkan gaji buta ..astagfirullah..pdhal yg bilang sprti itu blm tentu bisa mnjalankan khdupan sbgai TNI yg slalu brtugas taruhan nyawa meninggalkan anak istri ortu untuk mnjga NKRI diperbtasan ataupun daerah rawan..dan aku bangga jadi istri TNI,” tulis akun bernama Vika Astria seperti dikutip Senin 26 Oktober 2015.

Sumpah demi apapun saya #Merinding kalo liat foto ini…Yaa allah hamba mohon turun kan lah hujan mu itu yaa allah…,” tambah akun facebook bernama Robby Alexander.

Saat ini ribuan personel TNI memang sudah diterjunkan di Sumatera dan Kalimantan untuk membantu pemadaman kebakaran hutan di daerah itu. Selama 1,5 bulan, personel TNI ini akan dirotasi dan digantikan dengan personel yang baru.

Viva.co.id

Jumat, 23 Oktober 2015

Libatkan Peran Duta Besar Swedia, Saab Genjot Paket Kekuatan Udara Untuk Indonesia

P_20151022_090803

Ibarat menginguti langkah Eurofighter yang melibatkan peran Duta Besar empat negara pembuatnya dalam menggolkan pemasaran jet Typhoon di Indonesia. Saab, manufaktur persenjataan dari Swedia, hari ini menggelar jumpa media di kediaman resmi Duta Besar Swedia di Jakarta dalam paparan update paket kekuatan udara untuk militer Indonesia. Selain tetap mengusung tawaran jet tempur Gripen generasi terbaru, perwakilan Saab yang didampingi Dubes Swedia untuk Indonesia, Johanna Brismar Skoog juga memberi paket sistem senjata lain yang lebih menyeluruh.

Paket kekuatan udara yang ditawarkan Saab untuk Indonesia terdiri dari jet tempur Gripen NG, sistem peringatan dini dan kendali udara Erieye, command and control untuk matra darat, tactical data link system, kerjasama industri termasuk program ToT (transfer of technology) dan produksi dalam negeri, serta peluang pembukaan lapangan kerja yang ekstensif. Paket kekuatan udara ini digadang akan membantu Indonesia dalam mengatasi berbagai permasalahan seputar bajak laut, illegal fishing, penyelundupan narkotika, dan beragam tantangan di daerah perbatasan. Kehadiran Dubes dalam acara ini sebagai wujud dukungan pemerintah Swedia atas misi yang dilakukan Saab di Indonesia.

P_20151022_104021

Meski belum berhasil menggolkan penjualan jet tempur Gripen ke Indonesia, Saab di Indonesia tak lantas sepi dari aktivitas, pasalnya Saab telah dipercaya untuk melakukan upgrade pada paket rudal Bofors RBS-70 dan radar hanud Giraffe yang telah dioperasikan Arhanud TNI AD sejak era-80an. “Selain menawarkan upgrade rudal RBS-70, kami juga tengah menawarkan sistem radar yang lebih maju dari Giraffe,” ujar Lars Nielsen, Deputy Head of Saab Indonesia kepada Indomiliter. Di matra laut, Saab juga berpeluang untuk memasok sistem Sewaco dan rudal anti kapal RBS-15 pada KCR (Kapal Cepat Rudal) Klewang Class yang tengah digarap PT Lundin Industry Invest. Masih ada lagi peluang untuk memasok solusi Mine Countermeasures (MCM) bagi TNI AL.

Lars Nielsen, Deputy Head of Saab Indonesia
Lars Nielsen, Deputy Head of Saab Indonesia

“Boleh dibilang klien terbesar kami di sektor pertahanan saat ini adalah Angkatan Darat, tapi kami juga tengah menawarkan solusi di sektor sipil, diantaranya ke PT Pelindo dan PT Angkasa Pura,” kata Lars Nielsen yang sangat fasil berbahasa Indonesia. Saab sampai saat ini juga telah menjalin kerjasama dengan industri di Indonesia, institusi riset dan pengembangan serta universitas terkemuka. Baru-baru ini Saab menandatangani surat perjanjian dengan Unhan, ITB dan BPPT. (Haryo Adjie)
 
 

LAPAN LSU-05: UAV dengan Kemampuan Terbang 8 Jam dan Jarak Jangkau 800 Km!

lsu05-test-flight02-300x200

Dimulai sejak masa kampanye Pemilu Presiden 2014, debut drone alias UAV (Unmanned Aerial Vehicle) seolah terdongkrak lewat niatan Capres Jokowi saat itu untuk memberdayakan peran drone untuk kepentingan intai pertahanan. Dari situlah beberapa instansi yang tekait iptek kian terpacu untuk mewujudkan prototipe drone. LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional) menjadi ‘salah satu’ pemain yang diperhitungkan di Tanah Air. Setelah sukses dengan proyek prototipe LSU (LAPAN Surveillance UAV)-02 yang berhasil take off dari dek kapal perang KRI Diponegoro 365.

Berangkat dari kesuksesan LSU-02, berlanjut kemudian ke LSU-03 dan LSU-04, dan paling baru akhirnya hadir LSU-05. LSU-05 dirancang dengan dimensi dua kali lebih besar dari LSU-02, dan mampu mewakili peran dari LSU-03 dan LSU-04. Dari segi rancangan dan kinerja, LSU-05 memang tak punya perbedaan berarti dengan drone Wulung yang dibesut PT Dirgantara Indonesia dan BPPT. Hanya saja tampilan moncong LSU-05 terlihat lebih streamline. Oleh LAPAN, LSU-05 digadang punya keunggulan pada jarak jangkau dan lama terbang (endurance). LSU-05 didesain mampu terbang hingga 8 jam dengan kecepatan rata-rata 100 km/jam. Artinya jika kecepatan rata-ratanya 100 km/jam, dan mampu terbang selama 8 jam, maka pesawat ini akan mampu terbang secara otomatis sejauh 800 km. Kondisi tersebut jelas berbeda dengan LSU-02 yang hanya mampu terbang otomatis sejauh 200-400 km. Jangkauan terbang LSU-05 pun terbilang lebih jauh ketimbang Wulung yang hanya 200 km.

LSU-051

LSU-05 pun telah berhasil melakukan uji terbang perdana pada 22 Desember 2014 di Balai Produksi dan Pengujian Roket Pameungpeuk, Garut – Jawa Barat. Saat uji perdana, LSU-05 mampu melakukan test high speed taxi dengan kecepatan 80 kilometer per jam.

Awalnya, pesawat yang dirancang sejak akhir 2013 ini, didedikasikan untuk penelitian bersama dengan Chiba University. Pesawat tersebut ditargetkan mampu membawa muatan (payload) yang didesain Tim Chiba University yang berbobot hingga 30 kilogram. Design requirement pesawat cukup menantang. Selain harus mampu membawa muatan, pesawat ini juga dituntut memiliki kemampuan terbang dengan kestabilan tinggi sesuai dengan kebutuhan pemetaan yang menggunakan radar.

konfigurasi_lsujangkauan_ttclsu-05-(2)72lc

Lantas apa yang menjadikan LSU-05 mampu terbang jauh dengan waktun cukup lama? Pertama terletak pada keunggulan desain aerodinamis yang mengandalkan material GFRP (Glass Fiber Reinforced Polymer) dengan menggunakan ply-wood sebagai penguat dengan konsep semi monocoque. Lalu untuk sayap mengadopsi high wing memberikan kestabilan yang lebih baik ditambah dengan penambahan hedral. Sayap memiliki sweep sebesar 0 derajat dan bentuk taper memberikan distribusi lift yang baik. Penempatan engine dengan konfigurasi pusher juga memberikan bagian depan pesawat ruang yang bebas untuk meletakkan payload dan sensor tanpa interferensi dan getaran dari sistem propulsi. Ditambah lagi bagian ekor yang terpasang pada dua boom memberikan kestabilan maksimal. Untuk payload diletakkan pada bagian dalam fuselage dengan pintu bukaan pada bagian atas dengan tambahan untuk dibawa pada bagian bawah fuselage.

Bicara tentang engine, dapur pacu LSU-05 mengandalkan mesin piston dengan 15 hp dan propeller 28 inchi. Teknologi mesin mengacu pada EFI (electronic fuel injection) sebagai perangkat sistem propulsi motor bakar piston di mesin. Teknologi EFI memberikan tenaga maksimal namun tetap hemat bahan bakar, melalui sistem pengaturan penyedia bahan bakar dan oksigen secara elektronik agar mampu menyesuaikan dengan kondisi di sekitarnya. Lepas dari mesin, guna keperluan listrik di drone mengandalkan baterai yang terpasag di pesawat.

nirawak_lsu

Tentang sistem kendali, tak ada yang istimewa LSU-05 masih mengacu pada pilihan kendali jarak jauh dengan sinyal radio dari ground station. Pesawat juga dapat dikendalikan secara otomatis dengan menggunakan sistem autonomous lewat dukungan waypoint GPS (Global Positioning System).

Meski punya keunggulan komparatif dari segi endurance dan jangkauan terbang, namun finalisasi desain pesawat masih membutuhkan waktu lagi. Kabarnya di tahun ini LAPAN akan memaksimalkan desain dengan melakukan performance test flight sebanyak mungkin dan re-manufacture struktur untuk mengurangi bobot pesawat agar lebih efektif.

Dengan keunggulaan daya jelajahnya itu, tepat jika LSU-05 ini diperuntukkanuntuk pengamatan area yang jangkauannya sangat luas. Tinggal dipasangkan perangkat sensor seperti kamera dan FLIR (Forward Looking Infra Red) rasanya drone karya anak bangsa sudah layak menjadin tuan rumah di negeri sendiri. (Gilang Perdana)

Spesifikasi LAPAN LSU-05
Dimensi luar
Span (rentang sayap) : 5,5 m
Lenght (panjang) : 4.1 m
Height (tinggi) : 1,13 m

Berat dan payload
MTOW (Max Take Off Weight) : 120 kg
Berat kosong : 31 kg
Berat payload : 30 kg
Berat fuel : 16 kg

Prestasi terbang
TOG (take off ground run) : 60 m
RoC (climb rate) : 182 meter/menit
Range : 240 – 800 km
Endurance : 8 jam
LG (landing ground run) : 83 meter
Ketinggian terbang max : 3.657 meter
Ketinggian jelajah : 1.000 meter
Kecepatan jelajah : 100 km/h
 

Rabu, 21 Oktober 2015

Indonesia harus optimistis Program Bela Negara berhasil

Indonesia harus optimistis Program Bela Negara berhasil
Dokumentasi sejumlah wartawan melakukan permainan keseimbangan di atas tiang saat Latihan Dasar Bela Negara di Markas Komando Resimen Induk Kodam IV/Diponegoro, di Magelang, Jawa Tengah, Selasa (11/3). Sedikitnya 50 wartawan dari berbagai media mengikuti Latsar Bela Negara yang bertujuan memberikan bekal pendidikan dan latihan guna membentuk sikap disiplin, mental yang kuat, pengetahuan dan ketrampilan kepemimpinan serta kemampuan fisik yang memadai. (ANTARA FOTO/Anis Efizudin)
... Malu berbuat cela juga masih jadi nilai yang cukup merata...
Ambon (ANTARA News) - Kepala Badan Pendidikan dan Latihan Kementerian Pertahanan, Mayor Jenderal TNI Hartind Asrin, menegaskan, "Kita harus optimis sisa 33 juta orang dari 67 juta yang sudah ada, dapat tercapai dan kalau mendapat 20 juta tetapi saya yakin bisa melebih target 33 juta, karena banyak masyarakat yang mendaftar mengikuti program bela negara."
Dia katakan itu di sela pembukaan Kursus Singkat Manajemen Pertahanan Negara Bergerak, di Ambon, Rabu. Pembiayaan program ini tidak ditanggung sendirian oleh Kementerian Pertahanan, namun bersama instansi lain.
Data Kementerian Pertahanan, menyatakan, sebanyak 67 juta orang yang sudah mengikuti Program Bela Negara. Target yang ditetapkan adalah 100 juta penduduk Indonesia iku program ini dalam 10 tahun, sehingga kekurangannya tinggal 33 juta orang.
Dulu pernah ada Penataran P4 yang diikuti semua pelajar, pegawai negeri dan swasta, dan lain-lain warga negara Indonesia. Setiap mahasiswa baru, sebagai misal, wajib mengikuti Penataran P4 Pola 100 jam yang menjadi salah satu mata kuliah dasar umum wajib.
Program ini dilaksanakan BP7, yang dibubarkan sejalan kejatuhan Orde Baru.
Pada masa Orde Lama hingga peralihan menuju Orde Baru, siswa di tingkat pendidikan dasar hingga menengah atas mendapat mata pelajaran Kewarganegaraan yang dikenal dengan nama Civics.
Titik beratnya adalah penyadaran peran seorang warga negara Indonesia dalam posisinya bagi bangsa Indonesia. Pelaksananya adalah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Nilai-nilai kebangsaan saat itu mampu diserap cukup baik, dengan salah satu tolok ukur pada kebanggaan melantunkan lagu-lagu daerah sebagai komponen penyusun kebudayaan nasional. Saban ada gelaran kebangsaan, kesertaan masyarakat secara suka-rela sangat tinggi. Malu berbuat cela juga masih jadi nilai yang cukup merata.
Ditanya berapa banyak calon anggota bela negara yang direkrut di setiap daerah, Asrin katakan, Program Bela Negara sifatnya suka rela, tidak wajib tergantung animo masyarakat. Karena itu, masyarakat yang ingin masuk dalam Program Bela Negara silahkan.
Dia berharap masyarakat yang tertarik mengikuti Program Bela Negara segera mendaftar, apalagi masyarakat Indonesia patriotis karena lama dijajah, sehingga anak-anak muda sekarang harus dibangkitkan.
"Kegiatan pelatihan bela negara secara serentak akan dilakukan di seluruh Indonesia pada hari Kamis (22/10) dan ada daerah yang sudah mulai pada hari Senin (19/10)," katanya.
Sebelumnya, Menteri Pertahanan, Ryamizard Ryacudu, menegaskan, faktor jumlah penduduk untuk pembelaan negara masih menjadi salah satu perhitungan utama dalam pertahanan negara.
"Bela negara bukan wajib militer. Namun, perwujudan hak dan kewajiban warga negara dalam pembelaan negara. Nantinya, disiplin pribadi yang akan membentuk disiplin kelompok, seterusnya akan menjadi disiplin nasional. Tembak-menembak itu nomor dua ratus," ujarnya, di Jakarta, Senin lalu (12/10).
Namun demikian, kata Ryamizard, untuk daerah-daerah tertentu seperti, daerah perbatasan dan pulau terluar, Program Bela Negara yang diberikan bersifat khusus. "Di Natuna perlu bela negara plus, dia (masyarakat) perlu tahu bom meledak, dan sebagainya jadi tidak panik," ucapnya.
Mantan kepala staf TNI AD ini menilai, dalam bela negara ini setiap warga negara diajarkan bagaimana mencintai bangsa dan negaranya, membangun kebersamaan sehingga dapat mewujudkan Indonesia yang kuat, dalam menghadapi kompleksitas ancaman.
"Sistem kesenjataan itu kecil. 100 juta militan itu kekuatan yang luar biasa, kalau terbentuk kita (Indonesia) nomor satu di dunia ini," ucapnya.
Saat itu, dia menyatakan, penyelenggaraan pembentukan kader bela negara akan dilaksanakan secara serentak pada 19 Oktober mendatang di seluruh wilayah Indonesia. Program yang akan berjalan selama sebulan ini akan diisi dengan berbagai materi fisik dan psikis.
"Satu bulan, para ahli sedang membuat kurikulum. Nanti ada latihan fisik dan psikis. Fisik adalah kemampuan awal bela negara. Kalau psikis adalah, mental dan disiplinnya, nanti gubernur, bupati, wali kota sampai lurah akan dilibatkan," katanya.
Pada jangka pendek, Kementerian Pertahanan akan membentuk 4.500 kader pembina bela negara di 45 kabupaten/kota seluruh Indonesia dengan target 100 juta kader hingga 10 tahun ke depan, dan para akan menyebar ke seluruh daerah tersebut untuk membentuk sikap para calon anggota bela negara.
 

Mengintip Prototipe Smart Bomb JSOW dari Litbang Kementerian Pertahanan

P1010084
Entah mungkin karena bukan dianggap sebagai priortitas, hingga kini TNI AU belum juga menggunakan smart bomb (bom pintar) dalam gelar latihan apalagi pada kesiapan operasi. Padahal pihak Litbang TNI AU (Dislitbangau) dan Litbang Kemhan (Kementerian Pertahanan) sudah menciptakan prototipe smart bomb sejak tahun 2012. Pada setiap latihan serangan air to ground dari pesawat tempur TNI AU sampai saat ini masih mengandalkan dumb bomb dalam berbagai tipe. Ironisnya, negara tetangga seperti Singapura dan Australia sudah amat maju dalam adopsi smart bomb ini.
Smart bomb dalam tingkatan yang lebih advanced tak sebatas pada modifikasi mounting dan sisi ekor bom yang biasa digunakan dari basis general purpose bomb MK82. Lebih hebat lagi seperti AGM-154C JSOW (Joint Stand Off Weapon) buatan Raytheon yang memang digunakan AU Australia dan AU Singapura. Tak hanya canggih berkat sistem pemandu, keberadaan sayap dan kemampuan menebar bomblet (taburan bom-bom kecil), sejak tahun 2013 muncul versi JSOW-ER (Extended Range). Pada versi terbaru ini JSOW ditambahkan small jet engine yang mampu menghantarkan maut sejauh 500 km.
JSOW ER milik AU Australia.
JSOW ER milik AU Australia di jet F/A-18 Super Hornet.
Meluncur dari F-16.
Meluncur dari F-16.
Momen JSOW sebelum menghantam target.
Momen JSOW sebelum menghantam target.
Taburan bomblet oleh JSOW.
Taburan bomblet oleh JSOW.
Nah, sejak JSOW dibekali engine, maka banyak yang mengkategorikan senjata ini sebagai rudal, meski sejatinya JSOW masuk klasifikasi sebagai smart bomb, pasalnya pada varian awal JSOW A/B dan C tidak dilengkapi sistem pendorong. JSOW di varian awal ini hanya meluncur lewat navigasi sayap dan sistem pemandu, jarak jangkauan smart bomb ini ditentukan dari ketinggian peluncurannya. Secara teori JSOW tanpa energi pendorong dapat melesat antara 22 – 130 km. Kabarnya Australia sudah menggunakan JSOW-ER pada F/A-18 Super Hornet, sementara Singapura telah ditawarkan paket upgrade JSOW-C ke ER.
Bagaimana dengan Indonesia? Meski sebatas pada tataran prototipe, untuk urusan inovasi kita tidak kalah kreatif. Smart bomb dengan wahana JSOW pun sudah menjadi bagian dari kajian, dan buktinya Litbang Kemhan RI sudah pernah menciptkan prototipe senjata ini. Konsep smart bomb JSOW Litbang Kemhan mencomot platform yang sudah ada, yakni bomb MK81 NATO BTN-125 kg.
IMG_3311
Prototipe smart bomb ini dirancang untuk diluncurkan pada ketinggian 10.000 kaki (3.048 meter). Dengan bobot sekitar 180 kg, bom dapat meluncur pada rentang kecepatan 257 meter per detik. Punya bobot hulu ledak 15 kg, bom dapat meluncur sejauh 20 km. Tidak diketahui persis, apakah prototipe smart bomb ini dirancang untuk menebar bomblet atau tidak.
Dari paparan informasi yang didapat, sayap akan terbentang setelah empat detik bom diluncurkan. Smart bomb JSOW Litbang Kemhan ini punya panjang 1.940 mm, lebar 1.512 mm, diameter 230 mm, dan lebar hidung 228 mm. Smart bomb ini dirancang untuk dilengkapi sensor infra red yang akan mulai mengendus sasaran secara lebih presisi pada jarak 2 – 3 km. Untuk tahap awal, kita semua berharap prototipe ini dapat diwujudkan dalam bentuk utuh, sehingga dapat dilakukan uji penembakkan secara langsung. (Bayu Pamungkas)