Minggu, 23 Agustus 2015

Kaharuddin Djenod Siap Bangun Kapal Selam

Model Kapal Selam Mini Piranha, RusiaModel Kapal Selam Mini Piranha, Rusia

Pakar Arsitektur Perkapalan yang juga pendiri perusahaan desain perkapalan pertama di Indonesia, Kaharuddin Djenod menyatakan, pihaknya telah menyiapkan desain kapal selam sepanjang 30 meter.
Dengan dukungan pemerintah, Kaharuddin menyatakan kesiapannya membangun kapal selam tersebut untuk memperkuat sistem pertahanan Indonesia di bidang maritim.
“Saya siapkan desain kapal selam 30 meter, jika Indonesia mau buat dan jalankan itu dengan tenaga kita sendiri, saya siap untuk membangunnya,” kata Kaharuddin saat menerima Penghargaan Achmad Bakrie XIII di Djakarta Theater, Jumat (21/8).
Ilmuwan yang telah menimba ilmu perkapalan di Jepang selama 15 tahun ini berharap bangsa Indonesia mampu mandiri di bidang maritim. Kaharudin mengaku keuletan, dan dedikasinya pada dunia perkapalan terinspirasi pesan mantan Presiden Soekarno dalam pidatonya pada awal tahun 1950. Saat itu, Bung Karno berpesan agar bangsa Indonesia membangun industri maritim dan dirgantara jika ingin memperkuat pertahanan.
“Sebagai putra bangsa, saya ingin realisasikan pesan Bung Karno pada Januari 1950, hendaknya Indonesia membangun industri maritim dan dirgantara jika ingin memperkuat pertahanan,” katanya.
Kaharuddin Djenod
Kaharuddin Djenod
Pendiri perusahaan Terafulk Megantara Design ini berharap Penghargaan Achmad Bakrie XIII yang diterima dapat mendorongnya untuk terus mengamalkan pengetahuan yang dimilik dan berbuat yang lebih baik bagi bangsa Indonesia.
Kaharuddin menerima Penghargaan Achmad Bakrie di bidang teknologi karena dinilai telah menopang perkembangan maritim Indonesia melalui melalui inovasi teknologi. Kaharuddin mengembangkan sistem dan metode yang terbukti mampu bersaing di dunia internasional.
Diketahui, Yayasan Achmad Bakrie bekerja sama dengan Freedom Institute memberikan Penghargaan Achmad Bakrie XIII kepada enam tokoh yang dinilai memberikan kontribusi dalam bidangnya masing-masing.
Selain Kaharuddin, Penghargaan Achmad Bakrie tahun ini diberikan kepada Azyumardi Azra dalam bidang Pemikiran Sosial, Ahmad Tohari dalam bidang Kesusasteraan, Suryadi Ismadji dalam bidang Sains, Tigor Silaban dalam bidang Kedokteran atau Kesehatan, serta Suharyo Sumowidagdo dalam bidang Ilmuwan Muda Berprestasi.

sp.beritasatu.com

Amtrac LVTA 1: Rantis Amfibi Legendaris, Dari Pencipta Teror Para Pejuang Hingga Cikal Bakal Kavaleri Marinir TNI AL

3
Saat bertandang bulan lalu di kota Malang. Jawa Timur, kami mendengar petikan sejarah perjuangan yang begitu heroik, namun harus diakui cukup sadis. Ini terjadi saat Agresi Militer Belanda I di tahun 1947. Dalam sebuah babak pertempuran antara pasukan Pemuda Pelajar Brigade 17 Detasemen I/TRIP Jawa Timur melawan militer Belanda yang ingin menduduki kota Malang, seolah ingin membuat efek jera bagi para pejuang Republik, militer Belanda dengan kekuatan rantis lapis bajanya menjalankan aksi teror.
Akibat kontak senjata yang tak seimbang, pejuang TRIP Jawa Timur terpukul mundur dan beberapa akhirnya ditawan Belanda. Nah, puluhan pejuang harus meregang nyawa dengan cara sadis, yakni dilindas hidup-hidup oleh tank. Dalam peristiwa pertempuran 31 Juli 1947, disebutkan 35 pejuang pasukan TRIP gugur dalam kejadian itu. Tanpa bermaksud membuka lembaran kelam, menjadi menarik untuk ditelusuri, jenis tank apakah yang digunakan Belanda untuk melindas para pejuang TRIP?
Ternyata tak sulit menemukan sosok tank yang dimaksud, ‘pelaku’ sejarah ini telah dijadikan salah satu koleksi di museum Brawijaya, yang juga berada di kota Malang. Bahkan, tank ini adalah ikon museum Brawijaya, selain karena lakon sejarah yang kental, wujud dan dimensi tank ini memang lumayan besar. Yang dimaksud disini adalah Amtrac (Amphibious Tractor), resminya diberi label LVTA (Landing Vehicle Tracked Armoured) 1. Meski bergerak dengan roda rantai, sejatinya Amtrac tidak masuk dalam kualifikasi tank tempur.
Prajutit KKO AL dengan Amtrac pada latar
Prajutit KKO AL dengan Amtrac pada latar
Prajurit KKO AL dengan varian Amtrac LVTA kanon
Prajurit KKO AL dengan varian Amtrac LVTA kanon

Amtrac LVTA diciptakan dalam berbagai varian oleh Food Machinery Corp, AS dan populer dalam palagan Perang Dunia II, baik di medan Eropa saat sekutu menghadapi NAZI Jerman, maupun saat AS meladeni pertempuran melawan Jepang di Asia Pasifik. Bahkan, lepas Perang Dunia II, Amtrac masih lumayan banyak digunakan saat Perang Korea.
Sebagai kendaraan amfibi lapis baja, struktur Amtrac memang perkasa. Amtrak punya dimensi 7,95 x 3,25 x 3,07 meter, sosoknya sekilas nampak jauh lebih sangar ketimbang pansam BTR-50P Marinir TNI AL. Bobotnya pun bisa mencapai 15 ton. Membayangkan apa yang terjadi antara Amtrac berbobot 15 ton dengan pejuang TRIP, tentu amat mengerikan.
Dilengkapi kanon 37 mm,  kanon yang sama digunakan pada tank ringan M3A3 Stuart
Dilengkapi kanon 37 mm, kanon yang sama digunakan pada tank ringan M3A3 Stuart
Senapan Browning 12,7 mm di atas Amtrac
Senapan Browning 12,7 mm di atas Amtrac
Amtrac LVTA 1 diawaki enam orang, terdiri dari komandan, juru mudi, asisten juru mudi, juru tembak depan sebelah kiri, dan dua juru tembak (gunner) pada bagian belakang. Sebagai senjata andalan untuk LVTA yang digunakan Belanda adalah SMB (Senapan Mesin Berat) Browning M2HB 12,7 mm. Komposisi jumlah awak tentu bergantung pada varian yang diadopsi, Amtrac (LVTA 2) juga ada yang dipersentai dengan kanon M6 37 mm, serupa dengan yang terpasang pada tank ringan legendaris M3A3 Stuart.
Pintu rampa pada Amtrac
Pintu rampa pada Amtrac
Menurunkan jip Willys
Menurunkan jip Willys
Sebagai kendaraan angkut amfibi, Amtrac juga dilengkapi pintu rampa (ramp door) pada bagian belakang. Muatan yang bisa dibawa hingga 4,1 ton, sehingga Amtrac bisa membawa satu unit jip Wilys atau Howitzer dengan mudah. Sebagai elemen perlindungan, jenis material yang digunakan untuk bodi adalah rolled homogeneous steel. Komposisi kepadatan lapisan baja bervariasi sesuai sudut, berkisar antara 6 sampai 13 mm.
Bagaimana dengan urusan dapur pacu? Sebagai rantis era Perang Dunia II, Amtrac masih mengandalkan mesin berbahan bakar bensin. Mesin mengusung tipe Continental W-670-9A dengan tujuh silinder. Untuk transmisi menggunakan 5 kecepatan maju dan 1 langkah untuk mundur. Laju kecepatan rantis ini pun terbilang terbatas, untuk di jalan raya kecepatan maksimum hanya 40 km per jam. Sementara kecepatan saat melaju di air maksimum 11 km per jam. Daya jelajah Amtrac juga terbatas, jarak tempuh di darat hingga 201 km, sementara di air hingga 120 km. Seperti halnya tank IFV BVP-2 Arhanud Marinir TNI AL, Amtrac melaju di air tanpa dukungan propeller, melainkan bergerak dengan mengandalkan putaran roda rantai.

Jadi Kekuatan Awal Kavaleri Marinir TNI AL
Pasca berlangsungnya KMB (Konferensi Meja Bundar) di tahun 1949, yang dilanjutkan dengan terbentuknya APRIS (Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat), maka Belanda menghibahkan beragam alat perangnya yang telah digunakan di Indonesia. Di lingkungan ALRIS (kini TNI AL), proses hibah peralatan kavaleri dilakukan oleh Koninklijke Marine (Marinir Kerajaan) kepada Korps Komando ALRI (KKO AL). Hanya karena di lingkungan KM, tidak satupun ada personel pribumi, seluruh personel KM adalah orang kulit putih warga negara Belanda, maka proses peleburan TNI-KNIL tidak terjadi di lingkungan satuan kavaleri KKO AL. Para personel pengawak KKO AL dilatih di bawah payung program pelatihan Missie Militer Belanda (MMB).
Beginilah tampilan Amtrac saat sedang melaju di air
Beginilah tampilan Amtrac saat sedang melaju di air

Elemen kavaleri KKO AL yang diterima dari KM meliputi kendaraan pendarat amfibi meriam LVTA (Landing Vehicle Tracked Armoured) 1 dan 4, LVTH (Landing Vehicle Tracked Howitzer), panser amfibi DUKW dan tank berat M4A3 Sherman yang dimodifikasi menjadi tank amfibi. Awalnya kesatuan kavaleri KKO AL masih kekuatan setingkat kompi, yaitu Kompi Tank dan Kompi Amphibious Tractor/Amtrac). Baru diresmikan menjadi Batalyon Tank Amfibi pada tanggal 17 Oktober 1961 dengan nama Batalyon Tank Amfibi.
Amtrac sempat digunakan KKO AL dalam operasi militer menumpas PRRI/Permesta. Selain karena usia tua, rantis ini tak lama dioperasikan, mengingat biaya operasional yang besar, terutama pada konsumsi bahan bakarnya yang lumayan boros. Dalam gelar operasi tempur, saat menuju pantai Amtrac dilepaskan dari LST (Landing Ship Tank). (Haryo Adjie)

Kemampuan Kita untuk Buat Pesawat Sudah Lengkap

Tahun 1998 IMF pernah menyetop proyek N250. Permintaan ini aneh.
Kemampuan Kita untuk Buat Pesawat Sudah Lengkap
Ilham Habibie saat ditemui VIVA.co.id di Jakarta, Jumat (7/8/2015).  (VIVA.co.id/Muhamad Solihin)

Banyak orang yang menunggu kapan pesawat R-80 yang merupakan pengembangan dari pesawat N250 buatan Bacharudin Jusuf Habibie, atau yang lebih familiar disapa BJ Habibie, bisa beroperasi.

PT Regio Aviasi Industri (RAI), perusahaan industri pesawat terbang tempat BJ Habibie duduk sebagai ketua dewan komisarisnya, sedang membuat pesawat R-80 yang sudah dimulai dari 2013 lalu.

Komisaris PT RAI, Ilham Habibie, yang merupakan putra BJ Habibie mengatakan, pembuatan desain awal pesawat R-80 akan selesai pada tahun ini.

Saat selesainya fase awal akhir tahun nanti, PT RAI akan menentukan komponen-komponen yang akan dipakai oleh pesawat R-80. Pria yang lahir di Aachen, Jerman, itu mengatakan, komponen-komponen pesawat berkapasitas 80 penumpang tersebut hingga kini belum ditentukan.

Ilham menuturkan, pemilihan pesawat baling-baling untuk transportasi udara di Indonesia memiliki keuntungan tersendiri. Menurut dia, meskipun pesawat lebih lambat daripada pesawat bermesin jet, pesawat baling-baling lebih hemat dalam penggunaan bahan bakar.
Hal tersebut disesuaikan juga dengan kontur wilayah serta rute-rute di Indonesia yang cenderung pendek-pendek. Jadi, menurut dia, akan lebih efektif menggunakan pesawat berbaling-baling ketimbang pesawat bermesin jet.
Untuk lebih lengkapnya, berikut wawancara lengkap VIVA.co.id dengan Ilham Habibie di kantornya, kawasan Mega Kuningan, Jakarta, beberapa waktu lalu.

Ide pengembangan R80 awalnya?
Idenya mulai dengan bagaimana kita melanjutkan yang pernah dimulai dan dituntaskan pada 1990-an dengan N250, ini adalah pesawat terbang yang dikembangkan Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN), dan dihentikan secara paksa karena keputusan politis oleh International Monetary Fund (IMF) pada 1998. Jadi pemikiran bapak (BJ Habibie) terutama waktu itu, bagaimana caranya kita meneruskan yang pernah dimulai sampai tuntas. Karena negara dan bangsa ini selamanya akan memerlukan pesawat terbang.
Rakyatnya banyak, struktur negara kita kepulauan dan hutan dan gunung, infrastruktur kita masih tak lengkap seperti kereta api dan jalan darat. Bandar laut masih terbatas, bagaimana pun kita perlu pesawat.
Jadi N250 saat itu dikembangkan untuk disesuaikan dengan kebutuhan domestik, tapi tentunya ada pasar untuk di luar. Tapi untuk R80 sebetulnya boleh dikatakan dalam konteks yang serupa, kita memperhatikan kebutuhan dalam negeri, tapi sekaligus juga tidak abaikan kebutuhan luar negeri.
Tentunya kita ingin suatu saat ekspor pesawat kalau sudah dimulai R80.
Tapi secara generik, memang pemikirannya mirip dengan N250, tapi R80 seolah penerjemahkan dengan N250 di abad ke-21.

Bisa dikatakan R80 itu penyempurnaan N250?
Secara prinsip. Kalau lihat pesawatnya kita mulai desain dari nol. Jadi bukan kita ambil yang ada dan menyempurnaan dari yang ada, kita benar-benar mulai dari nol. Karena memang teknologinya yang sudah tak bisa dimanfaatkan lagi, pesawat terbangnya berbeda sekali dari segi besarnya, terutama awalnya dimulai dari 50 (seat) kemudian dikembangkan menjadi 64 (seat), ini mulai dari 80 (seat) jadi 100 (seat). Jadi pesawat ini beda.

Gen N250 tak satupun diambil di R80?
Tidak.

Pengembangan R80 bekerjasama dengan PT Dirgantara Indonesia?

 Iya tapi PT DI tak banyak. Dia lebih menyediakan sebagian dari engineering yang kita tak punya. Tapi kita punya engineering itu sudah cukup.
Nanti untuk fase berikutnya, yang butuh sampai 600 engineer, harapan kita sebagian besar bisa disuplai dari PT DI. Tapi karena kita tak mau hiring banyak orang, kenapa kita tidak gunakan yang sudah ada. Tapi untuk pertama ini ya kita buat sendiri.

Komposisi engeeering pada tahap desain ini berapa saja?
Semuanya (dari) saya (PT RAI), karena saya ini pemegang saham PT Iltihabi, kan tidak hanya saya saja. Ada enam pemegang saham lainnya.

Engineering dari perusahaan itu saja (perusahaan pemegang saham). Engineering dari PT DI memang ada (tahap desain), tapi dia tidak banyak digunakan untuk tahap ini. Tahap berikutnya dia akan contribute lebih banyak.

Selain PT DI, siapa saja yang digandeng?

Kalau selama ini belum ada. Tapi kita kerjasama dengan BPPT, LAPAN, tapi itu kan bukan perusahaan kan, kan Lebih kepada penyedia jasa, LAPAN lebih ke manpower, BPPT dan ITB selain manpower ada fasilitas laboratorium.
Kita sudah gunakan terowongan anginnya, laboratorium untuk uji konstruksi dan sebagainya.

Pengerjaan R80, sejauh mana peran dan kontribusi pak BJ Habibie?
Dari segi pemikiran, desain enggak. (Kontribusi) prinsip, saya enggak bisa detailkan itu.

Apa prinsip yang dimaksud itu untuk meneruskan pengembangan N250 itu?

Ya, itu menurut saya prinsip. Tapi ya N250 itu memang mirip ya. Tapi kita benar-benar mulai dari kertas putih, enggak ambil satu droy pun dari PT DI enggak, satu pun nggak. Karena itu bukan milik kita.

Proyek R80 kan mendapat dukungan dari pemerintah, ada arahan untuk menjadi pesawat terbang nasional?

Swasta dan nasional enggak beda. Swasta itu nasional, pemerintah juga nasional. Tapi kalau menjadi dinyatakan itu sudah dinyatakan informal, tapi perlu dipertegas oleh Presiden. Bahwa ini proyek nasional.
Sekali lagi proyek nasional bukan harus dari pemerintah. Swasta juga nasional. Di perusahaan kita enggak ada satu pun orang asing. Kalau di Indonesia yang penting kemampuan, nah kemampuan kita untuk mendesain satu itu lengkap. Semua yang diperlukan untuk pesawat terbang, (kita) ada.

Komitmen pemerintah yang diinginkan apa? Dana?
Dana bisa, tapi sebetulnya dananya dalam bentuk tertentu. Misalnya lebih diberikan ke PT DI, bukan kepada kami. Nanti PT DI kontribusi dengan dia punya desain, kita kasih dia kerjaan, tapi dibayar oleh pemerintah.

Atau (dukungan) fasilitas yang kita gunakan perlu diperbaiki. Kayak terowongan angin, laboratorium. Jadi kemampuan institusi mitra kita dalam hal pengembangan pesawat terang ini perlu diperbaiki disesuaikan dengan keperluan dan status quo di dunia ini, karena bertahun-tahun tak diperhatikan. Seolah-olah diabaikan.

Pak Habibie pernah minta BUMN perbankan kita yang kucurkan dana? Tanggapan Anda?

Perbankan memang saat ini tak bisa biayai pengembangan. Dia bisa itu kalau sudah produksi, dia beri modal kerja. Untuk pengembangan, saya pribadi melihat belum bisa. Dan itu disadari oleh kita. Dalam hal pengembangan, uang yang kita pakai tidak bisa ambil loan. Biasanya bank kasih kalau sudah jadi (produknya).

Sudah ada sinyal dari perbankan untuk kucurkan dana?

Saya bukan direksi. Kita ada direktur keuangan.Tanya ke mereka saja. Kalau bank, apakah ada sinyal tanya ke mereka. Kalau ini belum, atau pernah ada (mungkin), tapi (setahu saya) enggak sampai ada signal , saya enggak sadar (soal itu).

Berapa dana yang dibutuhkan agar R80 bisa sampai terbang?
US$700 juta sampai jadi. Kita sudah spend sebagian dari itu, tapi saya nggak boleh sebut. (tertawa).

Skema sokongan dana pembuatan R80 dari mana saja?
Selama ini ya dari pribadi. Patungan, kan ada penanam saham kan. Memang enggak dari luar (negeri). Kalau dari luar itu untuk tahap berikutnya. Tapi memang saya cari dana dari luar bukan dari dananya, bukan juga dengan perbankan, tapi lebih ke partner.

Seperti Air Bus, itu kan perusahaan patungan. Ada beberapa negara ada Perancis, Jerman, ada dikit (sahamnya) Inggris. Jadi kalau dicari financing-nya ya dari partner-partner mereka.  Yang sedang kita kerjakan, itu. Sedang diskusi intensif dengan beberapa partner internasional yang potensial. Tapi belum ada (yang jadi).

Tahap desain ada ceritanya? Berubah berapa kali misalnya?
Desain kalau kita lihat sih stabil, kalau kita desain kan penampilan. Pesawat kan terdiri dari ratusan ribu part. Kita belum ke situ, kita lebih ke makro, lebih ke penampilan, ukuran berapa meter.

Jadi nanti sepakat, dengan sebagai purwarupa secara umum. Bagaimana membuatnya, ada penjabaran awal, desain awal jadi desain rinci.
Butuh seribu insinyur, kita bisa libatkan PT DI, atau dari luar nanti yang nantinya mereka meminta saham sebagai nilai tambah.
Tapi kita belum kesitu. Desain awal kita akhiri semester pertama tahun depan. (tahap) Desain itu anak bangsa semua. karena kemampuan di Indonesia itu lebih lengkap. Dengan kata lain, potensi dari segi SDM untuk industri pesawat terbang di Indonesia, itu yang menetap dan hidup di luar dan di Indonesia cukup bagus dan lengkap.

Ada komitmen komponen lokal dari R80 ini?, apa saja?
Realistisnya saya nggak bisa hitung, tapi dilihat dari komponen dan sub komponen yang paling besar kan engine, avionik, kaki atau landing gear, sistem untuk belok pesawat, kan di dalam ada aquator, ada sistem hidrolik. Itu belum bisa kita penuhi. Itu nanti suatu saat.

Jadi ‘rasa’ lokalnya dalam pesawat R80 apa?

Desain dari kita, kita yang menentukan, di mana kode serinya, itu yang paling penting. Kalau tidak penuhi itu, seperti perusahaan otomotif ya, kan semuanya prinsipalnya dari luar, dia menentukan siapa saja suplier-nya.

Jadi keberpihakan industri lokalnya beda, bukan tidak ada. Karena mereka (prinsipal) datang dengan ekosistem yang ada dari negara mereka masing-masing.

Kalau Jepang dan Jerman sudah sangat familiar dengan perusahaan sub, Jerman juga demikian. Industri lokalnya kontribusinya itu avionik, landing gear, flight control system, dan masih ada yang lainnya, interior, seat toilet-nya, dapurnya, jasa engineering, perawatannya, sparepart line-nya dan leasing-nya.

R80 bisa dikatakan kategori baru?
Iya. Di nasional belum ada.

Keunggulannya dengan pesawat lain yang sudah ada?
Yang penting irit. 10-15 persen lebih irit. Itu yang paling penting dalam airline.
Karena cash operator airline, 30-50 persen itu fuel. Kalau mahal atau mahalnya itu tak seperti fuel, financing cost itu 10-15 persen. Maksud saya, airline beli pesawat jarang beli tunai, semua biasanya pakai leasing kayak rental bulanan.
Jadi bulanan itu dibanding sama fuel cost-nya, itu kecil. Ya katakanlah lebih senang pesawat itu lebih mahal tapi lebih irit, totalnya lebih baik dari (versi pesawat) terdahulu. Tapi pengertiannya ya pesawat yang lebih irit itu biasanya pakai teknologi modern, susah itu. Airline memang menekankan keiritan, ya (opsinya) lebih cepat ganti pesawat, lebih update. Keiritan sangat dominan dalam laba rugi mereka.

Selain keiritan, keunggulan lainnya?
Mungkin saya bilang (R80) berada di satu sektor yang tidak ada saingannya. Pesawat sejenis berhenti di 72 penumpang, itu (pesawat) ATR. Kita mulai dari 80 (seat). Kalau pesawat terbang turboprop itu lebih kecil semuanya, kita lebih besar semuanya, kita jawab kebutuhan tinggi di masa mendatang.

Banyak airport itu kan menampung kapasitas. Yang lebih efisien itu, ya tambah kapasitas, jadi dibesarkan (kapasitas penerbangannya). Kita dengan turborpop menjawab kebutuhan dan keperluan yang ada.

Lisensi R80 belum diurus?

Kalau sudah ini (proses pengerjaan), yakin dalam waktu 5 tahun selesai. Kalau nggak (yakin) buat apa kita seperti ini. Karena belum selesai, kita ya belum berani (urus lisensi). Kita ada kenal semuanya dengan mereka (yang urus izin).

Ibaratnya tinggal pencet tombol gitu saja ya izinnya?
(Tertawa)..orang sudah kenal semuanya, tapi jangan sepelekan sertifikasi, tapi penting sertifikasi itu diurus. Sebab ini menyangkut keselamatan pesawat (dan penumpangnya). Mudah-mudahan dalam jumlah banyak akan dapat sertifikasi secara profesional.

Yang penting pesawat ini harus safe, harus!. Ini nomor satu. Yang kedua, ini harus jangan kalahkan safe dengan efisiensi. Penting safe itu, siapa yang mau terbang kalau nggak aman.
Ilham Habibie di Ruang Kerjanya


Anda digadang-gadang menjadi penerus BJ Habibie, menciptakan pesawat dan muncul sebagai tokoh inovator. Tanggapan Anda?
Saya tidak pungkiri hal tersebut, ada kesan seperti itu. Kalau buat saya sih saya memang orang yang suka dengan pesawat, itu satu.

Saya memang latar belakangnya sama. Pak Habibie itu kan insinyur pesawat terbang, saya juga. Kedua, banyak dari pengalaman kerja yang mirip. Saya pernah bekerja di universitas, sebagai dosen, bapak juga pernah. Pernah bekerja di industri dalam dan luar negeri, bapak juga pernah.

Yang saya belum atau tidak, ya ada di pemerintahan. Saya memang dalam hal itu, kalau dari segi latar belakang lainnya mirip. Dan banyak yang bilang, ‘Ilham kamu itu kok kalau dilihat mirip bapak ya’, ya logatnya, cara jalannya, ekpresinya mirip, penampilan mirip.

Mungkin karena itu (jadi digadang seperti Habibie). Tapi buat saya, itu yakin, ini idealisme saya buat negara kita, penting itu. Bukan yang penting kita perlu dan punya pesawat. Tapi ini adalah contoh tunjukkan bahwa kita mampu membuat pesawat terbang. Kalau bisa buat itu, yang lainnya, kita jelas-jelas mampu.

Jadi ini meningkatkan pede bagi bangsa kita. Itu penting, jadi jangan dianggap kecil. 

Prospek industri kedirgantaraan kita bagaimana?

Menurut saya, yang paling penting dalam hal mengerti masa depan industri adalah bagaimana masa depan negara ini untuk penggunaan dalam negeri. karena biasanya perusahan besar lain, Boeing kan terkenal ya. Kenapa dia bisa kuat, karena dia punya dukungan pasar dalam negeri yang besar.

Jadi dengan adanya dukungan dalam negeri, produk mereka sudah terjual di AS sendiri, nggak usah ekspor. Begitu juga Air Bus. Sebelum dibentuk, perusahaan di Eropa kurang berkembang, karena pasarnya kecil. Tapi sekarang karena industrinya digabung oleh tiga negara, yaitu Jerman, Perancis dan Spanyol, pasarnya menjadi lebih luas. Pasar domestik Air Bus paling tidak dari tiga negara itu.

Logika itu menurut saya juga harus diterapkan di Indonesia. Kita lihat misalnya dengan mata kepala kita sendiri, tiap tahun berapa ratus pesawat terbang yang kita pesan. Buat industri itu memang tidak bisa otomatis itu akan beli semua dari Indonesia, tapi kedekatan pasar dengan produsen itu penting.

Contohnya, kita dari awal sudah bentuk kelompok yang dinamakan airline working group. Ada tujuh anggota, di antaranya tiga airline yang sudah tanda tangani Letter of Intent (LoI) untuk beli R80. Tapi mengapa mereka tandatangani itu, karena mereka kenal desain ini dari awal, mereka sangat familiar dengan produk ini dan apa yang mereka berikan (masukan) kita sangat perhatikan.

Jadi itu memang logikanya, asal produsen itu deket dengan pasar, ya dia bisa kemungkinan bisa sukses lebih tinggi. Pesawat terbang sangat diperlukan di Indonesia, pelanggan awal (launch customer) di Indonesia secara perusahaan itu banyak. Dan yang sudah tanda tangan itu  NAM Air (100), Kalstar (25) dan trigana (35), total 155 pesawat.

Ekosistem dirgantara di Indonesia yang perlu dikembangkan apa?
Menurut saya kita mulai dari pesawat, ini sebagai sistem-sistem, yang paling penting, peran sertanya itu dimulai dari Indonesia. Kayak landing gear, engine, avionik, saat ini kita masih kirim 60 persen dari pekerjaan Maintenance, Repair and Overhaul (MRO), karena kapasitas di Indonesia tidak cukup.

Jadi itu satu, dengan adanya support itu, merupakan inti dari bisnis. Jadi kalau jumlah pekerjaan itu makin banyak, dia lihat ada bisnis itu bisa mulai profit, single part atau lainnya. Suatu saat dia berkembang ke Indonesia dan lebih memperhatikan Indoensia sebagai operasi untuk beroperasi secara utuh. Itu disebut sebagai progresive manufacturing plan (PMP).

Progresive, secara bertahap implementasi rencana untuk kembangkan industri manufakturing. Skenario lainnya dukung perkembangan perusahaan penyedia jasa, misalnya ada perusahan lain yang sediakan engineer, programmer, teknisi lain itu, itu dominan factor selain sub kontrak atau sub-sub kontrak tadi.


Dukungan pemerintah untuk industri dirgantara kita? industri lain kan ada dukungan pemerintah untuk ekosistem agar lebih mature?
Kalau dilihat dalam hal ini, bukan hanya pimpinan negara atau satu dua level di bawah mereka, tapi juga kepala yang bekerja di institusi tersebut. Kita perlu dukungan mereka. Keputusan bekerja sama dengan institusi mereka itu tidak dipaksakan dari atas, tapi langsung ke institusi dan mereka mau bantu.

Bentuknya?
Misalnya lebih ke penyediaan man power.
Kendala pengembangan industri dirgantara kita apa?
Kita belum punya produk yang bisa dijual dalam skala komersial besar. Jadi PT DI, dia jual CN 235, CN 295 tapi karena tidak banyak yang jual, ya efek sampingan pada industri suplier ke PT DI tak banyak, tak sebanyak dan tak optimal.

PT DI kan sempat merosot 1998, saat ini Anda melihat sudah ada titik baliknya?
Keadaan sudah jauh lebih baik dari sepuluh tahun lalu. Tantangannya tetep cari pendapatan sesuai dengan keperluan. 

Karena mereka setelah direstrukturisasi pun, 4500 orang mereka masih ada di situ. Itu SDM yang mahal. Kalau tidak dikembangkan, skill mereka akan lupa, bagaimana mendesain, (jadi perlu) ada prakteknya. Kemampuannya sudah cukup baik.


PT RAI dan PT DI tidak saling mengkanibal peran?
Fokus PT DI hampir saat ini masih diproduksi pesawat militer angkutan, itu NC 211, CN 235 dan CN 295. Dia pun kodifikasi NC 211 itu 22 penumpang, CN 235 dia untuk 40-an penumpang. Jadi pesawat terbang dibawah lisensi, pertama disebut lisensor, yang kedua lisensi, yang memberi lisensi.

Kita fokusnya benar-benar pesawat untuk turborpop komersial, PT DI pesawat terbang angkutan tapi multiguna, bisa digunakan untuk militer. N250 lebih ke sipil. Kita untuk sipil, suatu saat kita akan lakukan variasi. R80 dibuat untuk sipil, untuk airline, tapi banyak potensi untuk menggunakan R80 untuk pertahanan, itu ada, tapi saat ini masih susah karena semuanya melalui proses yang sama.

Jadi gini PT DI saat ini lebih ke militer, waktu NC 211 penekanan di militer, CN 235 sama saja di situ kembangkan Cassa dan IPTN, yang di atas 235 belum ada rencana lain selain proyek 245, itu katanya lebih ke komerial.

Bagaimanapun 245 itu derivatif dari 235, harus mulai desain dari awal. Dia tinggal perpanjang sedikit upgrade kurang lebih N245 jadi lebih panjang. Untuk buat desain yang total baru, seperti R80 dengan 80 penumpang, itu belum.


Apa benar ada tekanan asing terhadap industri dirgantara kita?
Bisa jadi, kita tidak tahu apa yang ada dibelakang MoU IMF pada 1998 itu, karena sangat mengherankan kenapa 119 butir itu ditulis tapi umum, sampai satu butir, ada nama dan mereka minta pemerintah kita setop pendanaan proyek N250, karena N250 bagi mereka adalah terlalu banyak gunakan dana pemerintah yang seharusnya lebih diperlukan di tempat lain. Itu yang dipandang IMF.

Konteks sekarang bagaimana?
Ya ada business to business, ada sikap pemerintahan sendiri itu berubah sangat mendukung.
Program nasional itu sudah dinyatakan Presiden di depan umum, tapi ingin semaksimal mungkin. Momentumnya ya sekarang, kita desain awalnya, dan kalau ini nanti dikatakan bapak presiden sebagai progran nasional, bukan hanya dukungan dari rakyat saja, tapi perusahaan-perusahaan yang ada kepentingan dalam hal ini, akan lebih banyak (beri dukungan).

Apa harapan Anda dari R80 ini?

Bahwa kita ini sukses dengan membuat mendesain mensertifikasi dan suplai ke pasar terutama pasar dalam negeri. Kita minta izin ke tiga pembeli itu sebagian permintaan dari luar negeri ya kita penuhi.

Yang penting kita sukses, bahwa customer kita dan penumpang puas. Karena pesawat terbang ini sudah cepat dan mestinya aman. Ketiga, handal, nyaman bagi semuanya. Pesawat ini dibandingkan yang lainnya bukan hanya lebih panjang tapi juga lebarnya juga kita pertimbangkan.
Karena kalau kita kembangkan pesawat, itu harus bisa jadi platform bisa 30-40 tahun.  

Boeing 737 itu kembangkan 1965, sampai sekarang itu dan beberapa tahun mendatang sudah 50 tahun, tapi masih ada variasi. Ada persamaan pertama dan terakhir, misalnya dimensi kokpit. Kita buat platform yang bisa mendatangkan bermanfaat kita lebih lama.


Tips menjaga kebugaran dalam kesibukan yang padat?
Itu tantangan tiap hari bagaimana agar tetap fit. Yang penting tidurnya cukup, timing-nya penting jangan telat, tapi kadang susah juga kalau lagi ada banyak pekerjaan.

Kedua, nutrisi perhatikan apa yang kita makan. Ketiga, kebugaran, fitnes. Saya lebih suka renang, saya tidak suka ke gym. Renang tiap hari biasanya pagi sebelum ke kantor.

Itu secara fisik, secara spiritual dan pemikiran musti ada keseimbangan, misalnya hobi.

Saya hobinya main piano, untuk merefresh, ada yang lain baca tapi yang umum saja. Piano kalau lagi mood saja, kadang tiap hari, kadang seminggu sebulan sekali, itu lebih ke waktu. Itu bukan hanya seolah kadang bosen, bisa dikatakan stres juga, itu sebagai pergantian suasana, selain itu ya olahraga tenis dan renang.

Bacaan?

Saya lebih tergantung topiknya, saya juga buku soal sejarah, buku fiksi sejarah, fiksi historical, Novel Pramudya Ananta itu fiksi tapi kan bersadarkan kenyataan yang benar juga. Misalnya Pramudya, Ahmad Tohari dengan Ronggeng Dukuh Paruk, itu saya juga baca saya suka, konteksnya menarik, setiap hari baca website dan koran itu konsumsi seharian.

Di tangan bapak ada jam tangan Apple. Apple Watch sudah pakai sejak kapan?
Belum dua bulan lalu, saya tidak beli, tapi dikasih teman saya yang kebetulan bos Apple Watch. Orang Belgia. Paul Deneve. Saya dulu kuliah sama dia, tiba-tiba dia tanya ke saya, alamat kantor mana, kita mau kirim sesuatu. Tiba-tiba kirim Apple Watch dikirim dari AS.

Cukup membantu?
Ada yang membantu, ada yang nggak perlu. Yang bantu kalau kita ada kejadian ada seseorang sangat perlu ada jawaban, saya mau jawab kan lagi jauh dari telepon, bisa jawab kita dari sini langsung.

Desainnya?
Desainnya nyaman, itu yang penting dia ukur denyutan jantung. Aplikasi yang sangat menarik ukur kualitas tidur kita dalam satu malam, kita lihat dari denyut jantung.

Parameter kesehatan kita juga. Pola tidur, kalau kita ukur misalnya listrik ke kepala kita menandai level kesibukan kita. Semakin rendah listrik dalam benak semakin baik untuk tidur, kita bicara empat fase. Itu bisa diukur dalam Apple Watch ini.

Aplikasi apa saja?
Health, email WhatsApp saya lebih suka di handphone lebih besar, ini kecil sih, Appointment dia diingetin, ini bagus, satu baris cuaca saja.

Bapak termasuk fanboy Apple ya?

Ya saya ada banyak gadget Apple, BlackBerry masih ada gantikan ke samsung, kurang puas baterai cepat abis.


Viva. 
 

Kisah Pak Harto Kecewa Lihat Patwal Polisi Tak Pedulikan Rakyat

Soeharto. ©repro Museum Purna Bhakti Pertiwi
Soeharto. ©repro Museum Purna Bhakti Pertiwi

Banyak orang merasa paling penting di jalan. Mulai dari konvoi moge hingga arak-arakan pejabat. Apalagi jika sudah dikawal aparat.
Ada cerita menarik soal pengawalan polisi. Presiden Kedua RI Soeharto mengaku sempat kecewa dengan sikap polisi yang mengawalnya. Dia menganggapnya terlalu berlebihan dan membuat pengguna jalan lain terganggu.
Kisah tersebut diceritakan Jenderal (Purn) Wiranto yang saat itu masih berpangkat kolonel dan menjadi ajudan Pak Harto. Rombongan presiden melaju dari Istana Negara menuju Bandara Halim untuk terbang ke daerah. Di pintu Tol Semanggi, Wiranto mengaku pundaknya ditepuk Soeharto.
“Wiranto, beri tahu polisi, itu kendaraan di jalan tol tak perlu diberhentikan. Mereka itu membayar untuk bebas hambatan, bukan malah distop gara-gara presiden lewat. Kalau mereka dibiarkan jalan pelan-pelan kan tidak mengganggu rombongan,” kata Wiranto menirukan ucapan Soeharto kala itu.
Wiranto mengaku terkejut dengan permintaan Soeharto. Sebagai presiden yang memiliki prioritas di jalan, ternyata Soeharto masih memikirkan pengguna jalan lain.
Peristiwa kedua terjadi saat Soeharto akan main golf di Rawamangun. Selain mobil presiden, hanya ada satu jip pengawal di belakang yang mengikuti. Namun rupanya polisi sudah terlalu lama menutup jalan. Klakson terdengar riuh di jalan.
“Lain kali polisi tidak perlu menyetop mereka terlalu lama. Mereka kan punya keperluan yang mendesak, sedangkan saya hanya mau berolahraga. Jadi biar saja saya menunggu sebentar, kan tidak apa-apa,” kata Soeharto.
Menurut Wiranto, Pak Harto berkali-kali meminta adanya perbedaan antara pengawalan dinas dan pengawalan untuk sehari-hari. Jangan sampai rombongan presiden mengganggu aktivitas rakyat terlalu lama. Apalagi untuk urusan yang bukan kedinasan.
“Pergi ke Tapos yang jaraknya cukup jauh sekalipun, Pak Harto hanya dikawal secukupnya. Tidak mencolok dan tidak harus mengganggu aktivitas masyarakat,” beber Wiranto.
Nah, kalau Presiden Soeharto saja dulu begitu memikirkan pengguna jalan lain, apa tidak malu mereka yang masih arogan di jalan?
“Jangan sampai rombongan presiden mengganggu aktivitas rakyat terlalu lama. Apalagi untuk urusan yang bukan kedinasan.”
- Soeharto

Sumber : Merdeka

SSV Garapan PT PAL Bakal Dilengkapi Kanon 76 mm

Umumnya untuk kapal perang jenis BAP (Bantu Angkut Personel) seperti LST (Landing Ship Tank) dan LPD (Landing Plarform Dock), persenjataan yang diusung maksimal adalah kanon kaliber 40 mm, sebagai langganan paling laris biasanya dicomot kanon asal Swedia Bofors 40 mm. Tapi kini ada yang mencoba menerobos pakem, LPD pesanan AL Filipina, atau populer disebut SSV (Strategic Sealift Vessel) yang sedang digarap galangan PT PAL, Surabaya, akan dipasang kanon/meriam kaliber 76 mm.
1175061_578721908843001_1391116937_n
Adopsi kanon 76 mm pada dua unit SSV pesanan Filipina ini menjadikan kapal perang sekelas LPD punya daya gempur sekelas frigat dan korvet TNI AL. Sebagai catatan, frigat Van Speijk Class, korvet SIGMA, dan korvet Bung Tomo Class, semua mengandalkan kanon rekasi cepat OTO Melara 76 mm. Dikutip dari Janes.com (13/8/2015), pihak PT PAL telah mengkonfirmasi rencana pemasangan sejata utama kanon kaliber 76 mm pada sisi haluan dan dua kanon PSU (penangkis serangan udara) kaliber 25 mm pada sisi kanan dan kiri buritan. Namun, belum ada informasi lebih detail, tipe kanon yang akan dipasang di kedua SSV tersebut. Meski beberapa kalangan menyebut adopsi OTO Melara 76 mm, mengingat AL Filipina juga sudah cukup familier dengan jenis kanon tersebut.
Kanon OTO Melara di salah satu kapal perang Filipina.
Kanon OTO Melara di salah satu kapal perang Filipina.
Adopsi kanon 76 mm pada SSV pesanan Filipina ini menepis dugaan sebelumnya, bahwa senjata utama yang bakal digunakan adalah kanon reaksi cepat Bofors 57 mm MK2/3, pasalnya nampak dalam desain maket kapal, yang diperlihatkan adakah kanon Bofors. Dengan demikian, untuk urusan persenjataan, SSV AL Filipina sudah lebih unggul ketimbang varian LPD milik TNI AL.
Seperti berusaha mengejar ketertinggalan dari negara tetangga, AL Filipina berusaha keras mereformasi kekuatan lautnya, tak heran kualitas SSV pun diusahakan powerfull. Selain dari sisi persenjataan, SSV dilengkapi sistem komunikasi dari EID SA, Portugal. Nilai kontrak penyediaan sistem komunikasi mencapai 1,5 juta euro yang telah diteken pada 8 Mei lalu di Lisbon, Portugal. Menurut rencana, integrasi sistem komunikasi dari EID akan tuntas seiring jadwal pengiriman kapal dari PT PAL. Paket sistem komunikasi yang ditawarkan EID mencakup ICCS5 communications control system dan Harris RF Communications VLF-HF and V/UHF radios.
Secara keseluruhan, nilai kontrak pembuatan kedua SSV oleh PT PAL menelan biaya US$90 juta. SSV sejatinya adalah hasil pengembangan dari LPD-125 buatan Busan, Korea Selatan. Dari segi dukungan kemampuan dan karakter operasinya, SSV mirip dengan LPD. Hanya saja, SSV punya ukuran sedikit lebih kecil dari LPD, bobot nya pun juga lebih ringan.
Untuk SSV pertama, di jadwalkan meluncur pada Oktober 2015, sementara kapal kedua akan rampung pada bulan Mei tahun 2016. Dalam perencanaan kedepan, AL Filipina akan melengkapi armada SSV hingga empat unit. (Haryo Adjie)

Helikopter NBO-105 TNI AL Lakukan Pendaratan di USS Fort Worth LCS-3

1635015_-_main
Untuk pertama kalinya, helikopter Puspenerbal TNI AL NBO-105 dengan nomer NV-409, sukses melakukan pendaratan di helipad USS Fort Worth LCS-3. Hal ini menjadi agenda dalam latihan militer CARAT (Cooperation Afloat Readiness and Training) Indonesia 2015 yang berlangsung di perairan Bali. Operasi pendaratan helikopter secara langsung menyiratkan peningkatan interoperabilitas antara kekuatan TNI AL dan AL AS.
USS Fort Worth
USS Fort Worth
USS Fort Worth saat berada di Singapura
USS Fort Worth saat berada di Singapura
Seperti diketahui, CARAT adalah serangkaian latihan di level AL yang melibatkan hubungan kerjasama bilateral antara AS dengan militer dari sembilan negara mitra di Asia Selatan dan Asia Tenggara. CARAT Indonesia 2015 berlangsung dalam periode 3-10 Agustus 2015, dalam latihan ini termasuk dilakukan operasi pendaratan amfibi, peperangan permukaan, latihan perang anti-kapal selam, pelatihan penyelamatan, patroli dan intai maritim.
Yang menarik dari momen ini adalah kehadiran USS Fort Worth, selain sarat teknologi canggih, kapal berdesain futuristik ini di awal kehadirannya di Asia Tenggara sempat mengundang polemik, pasalnya kapal LCS ini pernah digadang AS untuk ditempatkan dalam meronda di Selat Malaka yang rawan perompakan. Terlebih AS akan menjadikan Singapura sebagai basis pangkalan armada kapal-kapal perangnya. Secara langsung, beberapa LCS menjadi bukti kesiapan armada AL AS untuk melakukan operasi laut di kawasan Asia Selatan dan Asia Tenggara, termasuk menyikapi eskalasi di Laut Cina Selatan.

Sekilas USS Fort Worth LCS-3
Program Litoral Combat Ship (LCS) merupakan pengembangan dan pengadaan kapal perang AL AS yang tujuan utamanya menggantikan kapal perang yang kelasnya di bawah perusak (destroyer). Label LCS kalau diterjemahkan secara bebas berarti “kapal perang untuk wilayah pesisir.” Di lingkungan AL AS, LCS diartikan sebagai “kapal perang permukaan berukuran relatif kecil, berkecepatan tinggi, lincah dalam manuver, harga relatif murah (dibandingkan perusak), mampu berinteraksi dengan alutsista lain dalam lingkungan network centric serta bersifat modular, dimana setiap modul tersedia modul misi yang dikonfigurasi sesuai tuntutan misi yang spesifik, seperti misi peperangan atas air, anti kapal selam, pengawasan dan pengintaian, patroli alur laut, pertahanan pantai, netralisasi ranjau, hingga dukungan operasi pasukan khusus.
USS Fort Worth saat berada di Bali
USS Fort Worth saat berada di Bali
Rombongan taruna AAL saat berkunjung di USS Fort Worth
Rombongan taruna AAL saat berkunjung di USS Fort Worth
Dirunut dari segi bobot, LCS berada di antara korvet (600 – 2.000 ton) dan frigat (2.000 – 4.000 ton). Namun kapabilitas misi yang diemban LCS terkesan ‘tanggung.’ Dengan bekal modul misi yang bisa dikonfigurasi, kapabilitas misi LCS bahkan melampaui frigat.
USS Fort Worth LCS-3 masuk dalam keluarga Freedom Class, karena unit perdana yang diluncurkan adalah USS Freedom LCS-1. Kapal perang canggih ini dibuat oleh Lockheed Martin, AS, dengan tahun order pembuatan pada 2009. USS Foth Worth ditenagai dua mesin Rolls-Royce MT30 36 MW gas turbines, 2 Colt-Pielstick diesel engines, dan 4 Rolls-Royce waterjets. Dengan racikan kekuatan elemen-elemen mesin tersebut, kapal ini dapat melaju hingga kecepatan 45 knots (setara 83 km per jam) pada sea state 3. Jauh lebih cepat dari laju maksimum KCR (Kapal Cepat Rudal)-40/60 TNI AL yang hanya mampu digeber sampai 30 knots.
Sebagai kapal pesisir dengan daya gempur setara frigat, USS Fort Worth mampu berlayar terus menerus selama 21 hari. Jarak jelajah kapal ini bisa mencapai 6.500 km pada kecepatan jelajah 18 knots. Untuk bekal persenjataan, ada racikan kanon BAE Systems Mk 110 57 gun (kanon ini merupakan varian terbaru dari kanon Bofors 57 mm MK.2 yang terpasang pada FPB-57 TNI AL), kemudian ada bekal RIM-116 Rolling Airframe Missiles, torpedo MK50, 2x kanon Bushmaster kaliber 30 mm, dan empat pucuk SMB M2HB 12,7 mm.
Rasanya tak sulit bagi pilot helikopter ringan NBO-105 Puspenerbal TNI AL untuk mendarat di helipad USS Fort Worth, pasalnya deck helipad dirancang cukup lapang, helipad mampu menampung 2 unit helikopter sedang MH-60R/S Seahawks atau 2 unit drone helikopter MQ-8 Fire Scout. (Gilang Perdana)

Spesifikasi USS Fort Worth LCS-3
Kontraktor utama: Lockheed Martin
Dimensi: panjang 118,6 meter; beam 17,7 meter; draft 4,1 meter
Bobot tempur maks: 3.200 ton
Kecepatan maks: 45 knots
Kecepatan jelajah : 18 knots
Jarak jelajah: 6.500 km pada kecepatan jelajah 18 knots
Awak: 35-50 core crew, 75 mission crew (Rotating crews)

Pangkalan TNI AL Sorong Menjadi Pangkalan Utama

pangkalan tni al
Pangkalan TNI AL (Lanal) Sorong naik status dari Pangkalan Kelas B menjadi Pangkalan Utama TNI Angkatan Laut (Lantamal) XIV.
Upacara penaikkan status tersebut dipimpin langsung Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal) Laksamana TNI Ade Supandi di Mako Lantamal XIV Jalan Bubara no 1 Sorong Kota, Papua Barat, Jumat (21/8).
Peningkatan status itu sebagai rangkaian pelaksanaan Validasi Organisasi yang tertuang pada Peraturan Panglima TNI No.12 tahun 2015 tanggal 9 Juni 2015 tentang Pengesahan Validasi Organisasi dan Tugas Lantamal XII Pontianak, Lantamal XIII Tarakan, dan Lantamal XIV Sorong.
Peningkatan kelas itu juga didasari Peraturan Kasal Nomor 5 tahun 2015 tanggal 30 Juni 2015 tentang Peningkatan Pangkalan TNI Angkatan Laut Kelas B Sorong Menjadi Pangkalan Utama TNI Angkatan Laut XIV.
Peresmian ditandai dengan pembukaan tirai papan nama Lantamal XIV Sorong oleh Kasal. Kemudian dilanjutkan serah terima jabatan antara Danlanal Sorong Kolonel Laut (P) Kunto Tjahjono dengan Danlantamal XIV Kolonel Laut (P) Samsudin Safari Panjaitan.
Upacara dimeriahkan dengan demonstrasi kolone senapan, tarian adat daerah, serta pengukuhan secara adat Danlantamal XIV Kolonel Laut (P) Samsudin Safari Panjaitan sebagai warga kehormatan Papua Barat. Hadir pada acara tersebut Gubernur Papua Barat Abraham Octavianus Atururi, Wali Kota Sorong Lambert Jitmau, Para tokoh adat dan tokoh masyarakat Papua Barat.
Selanjutnya, para pejabat utama Mabesal dan para pemimpin Kotama TNI Angkatan Laut, Pangarmatim Laksda TNI Darwanto, Danrem 171/PVT Brigjen TNI Purnawan Widi Andaru, Kapolda Papua Barat Brigjen Royke Lumowa, Ketua Umum Jalasensatri Ny. Endah Ade Supandi, serta segenap pejabat instansi sipil dan militer di Provinsi Papua Barat.
Dalam sambutanya, Ade menyampaikan bahwa peningkatan status Lanal Sorong menjadi Lantamal XIV diharapkan dapat mewujudkan gelar pangkalan TNI Angkatan Laut (AL) yang ideal guna meningkatkan dukungan logistik dan administrasi bagi unsur-unsur TNI Angkatan Laut yang beroperasi di Perairan Wilayah Timur Indonesia khususnya di Wilayah Provinsi Papua Barat.
Salah satu faktor yang mendasari perubahan status Lanal Sorong menjadi pangkalan utama adalah konsep gelar pangkalan TNI Angkatan Laut, di mana gelar kekuatan diarahkan di daerah-daerah perbatasan dan rawan konflik.
Dalam konteks ini, Wilayah Papua yang berbatasan langsung dengan Negara Palau, Australia dan Papua Nugini, memerlukan peningkatan kemampuan Pangkalan TNI Angkatan Laut untuk menciptakan keamanan perairan perbatasan.
Perairan Sorong pun berdekatan dengan keberadaan Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) III, merupakan salah satu alur pelayaran internasional yang memiliki potensi kerawanan tinggi terhadap kemungkinan terjadinya berbagai gangguan keamanan di laut, sehingga perlu pengawasan maksimal, terus menerus dan intensif.
“Ditinjau dari aspek geopolitik dan geostrategi, pengembangan lantamal XIV Sorong merupakan bentuk komitmen TNI Angkatan Laut dalam mendukung Visi Poros Maritim Dunia,” kata Ade.
Hal ini menjadi lebih penting karena ke depan Pelabuhan Sorong akan dikembangkan menjadi salah satu pelabuhan terbesar di Indonesia, sebagai bagian dari jalur utama tol laut yang akan menjadi salah satu pusat distribusi logistik dan perdagangan di wilayah timur.
Menurut Ade, berbagai kerawanan yang terjadi di wilayah perairan, bukan semata-mata diakibatkan oleh tindak pidana di laut, namun juga dapat disebabkan oleh berbagai akses yang merupakan kelanjutan dari aktivitas di darat.
Upaya pencegahan ini, memerlukan antisipasi dan kewaspadaan yang tinggi, serta koordinasi dan kerja sama yang baik antar aparat keamanan, pemerintah dan masyarakat.

Suara Pembaruan