Rabu, 25 Maret 2015

F-5E Tiger, Pertahanan Udara Orde Baru

Pesawat tempur F-16, F-5 Tiger, dan Hawk 100/200 disiagakan saat Panglima Kostrad yang juga Panglima Komando Gabungan TNI dalam Latihan Gabungan (Latgab) TNI 2013 Letnan Jenderal TNI M Munir melakukan peninjauan komando tugas udara gabungan di Lanud Iswahjudi, Magetan, Jawa Timur, Sabtu (27/4/2013). Pembukaan Latgab TNI akan dillaksanakan pada tanggal 2-3 Mei yang rencananya akan dihadiri Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Asembagus, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur.

Pada 1960-an, TNI Angkatan Udara memiliki arsenal udara yang ditakuti di kawasan Asia Tenggara dan Asia Pasifik berbasiskan jet tempur MiG-15 hingga MiG-21, pengebom Tu-16, peluru kendali, pesawat intai Gannet, dan pesawat transpor C-130 Hercules. Namun, kekuatan itu kemudian lenyap seiring dengan pembersihan militer oleh penguasa Orde Baru.
Sejarawan Yayasan Nation Building, Didi Kwartanada, mengatakan, semasa awal 1970-an hingga akhir 1970-an, bisa dikatakan kekuatan udara Indonesia nyaris lumpuh karena ketiadaan suku cadang akibat terganggunya hubungan dengan Uni Soviet dan Republik Rakyat Tiongkok. Di dalam negeri, konsolidasi kekuatan rezim Soeharto yang berbasiskan TNI Angkatan Darat berusaha meredam kekuatan Angkatan Udara dan Angkatan Laut yang dikenal memiliki banyak elemen pendukung rezim Soekarno.
“Pesawat MiG-21 akhirnya di-grounded setelah terjadi beberapa kali kecelakaan. Sesudah itu, pada 1970-an sempat didatangkan hibah pesawat F-86 Sabre eks RAAF Australia dan pesawat latih T-33 dari Amerika Serikat untuk menjaga kemampuan terbang para penerbang TNI AU. Kondisi memang sangat memprihatinkan ketika itu. Pada Operasi Seroja di Timor-Timur 1976 masih dioperasikan pesawat tua, termasuk B-25 Mitchell dan pesawat-pesawat tua Dakota untuk mendukung operasi tempur,” kata Didi.
Akhirnya, menjelang dekade 1970-an, meski ada tekanan internasional terkait dengan operasi militer di Timor-Timur, Soeharto berhasil meyakinkan Amerika Serikat untuk mendapat dukungan persenjataan, termasuk jet-jet tempur.
Hadirlah jet tempur yang ditampilkan dalam parade Hari ABRI pertama kali-dan belum pernah terulang-di Jalan Tol Jagorawi, 5 Oktober 1980, jet tempur F-5E yang dibeli baru dari Amerika Serikat dan jet tempur A4-E Skyhawk (Skuadron Udara 11) bekas pakai yang dibeli dari Israel hasil Operasi Alpha yang diungkap dalam buku terbitan TNI AU, Elang Tanah Air di Kaki Lawu: Sejarah Pangkalan Udara Iswahjudi, 1939-2003.
F-5E dirancang sejak medio 1950-an oleh pabrikan Northrop. Pesawat dengan persenjataan dua kanon 20 milimeter M39 serta bom dan rudal AIM-9 Sidewinder yang legendaris.
Pesawat-pesawat F-5E Tiger datang dengan diangkut pesawat angkut raksasa C-5A Galaxy yang mendarat di Lanud Iswahjudi, Madiun, Jawa Timur, 21 April 1980. Teknisi Amerika Serikat melatih teknisi TNI AU. Pelatihan kepada penerbang TNI AU di Amerika Serikat dimulai dengan kehadiran mereka sejak 5 Desember 1979 dan 19 Januari 1980 di Lanud Williams di Negara Bagian Arizona. Sebanyak 16 unit atau satu skuadron penuh F-5E dimiliki TNI AU.
Operator F-5E adalah Skuadron Udara 14 yang sebelumnya mengoperasikan MiG-21 (1962-1970) dan F-86 Sabre (1974-1980). F-86 Sabre dikenal kiprahnya dalam Perang Korea (1950-1953) dan F-5E Tiger termasyhur dalam Perang Vietnam yang dioperasikan Amerika Serikat dan sekutunya, Vietnam Selatan.
Wakil Asisten Operasi KSAU Marsekal Pertama Yuyu Sutisna, yang lama mengawaki F-5E Tiger, mengaku, pesawat tersebut membutuhkan keahlian khusus untuk mengendalikannya karena kecepatannya tinggi. “Bentuknya sangat ramping sehingga kecepatannya tinggi dan harus pas mengatur pendaratan. Sangat mudah terjadi over shoot-melewati pendaratan-sehingga pesawat celaka,” kata Yuyu yang sempat berlatih dengan sesama penerbang F-5E Tiger dari Singapura, Malaysia, dan Thailand.
Memang, bentuk fuselage- badan pesawat Tiger-mirip dengan F-104 Starfighter yang dijuluki “widow maker” karena sering mengalami kecelakaan yang menewaskan penerbang yang mengawaki Starfighter, lama digunakan negara anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO). Secara fisik, pesawat berbentuk mirip pensil terbang yang memiliki panjang 14,45 meter dan lebar bentang sayap 8,13 meter itu memiliki kecepatan terbang 940 knot atau 1,5 kali kecepatan suara!

Tulang punggung
Yuyu mengisahkan, dirinya mengalami era transisi F-5E yang mengalami modernisasi ibarat dari sistem analog ke digital yang serba terkomputerisasi. Ketika itu, KSAU Marsekal Rilo Pambudi, seusai mengunjungi Pameran Dirgantara Le Bourget di Paris, Perancis, berniat mengadakan upgrading pesawat F-5E yang sudah 13 tahun dioperasikan TNI AU. Program modernisasi Tiger tersebut diberi nama “MACAN” yang merupakan singkatan dari Modernisation of Avionics Capabilities for Armament and Navigation. Pemenang kontrak adalah SABCA, sebuah perusahaan Belgia. Pada 1995, dialokasikan waktu 18 bulan untuk memodernisasi F-5E Tiger.
Namun, dalam buku Sejarah Pangkalan Udara Iswahjudi diungkapkan, ada kendala pembuatan konfigurasi sistem avionik yang ditargetkan selesai dalam tujuh bulan ternyata terlambat hingga hampir dua tahun baru selesai. “Saya adalah salah satu penerbang yang menguji dan menerbangkan pesawat program MACAN tersebut. Pesawat ini unik, bisa start scramble dengan satu mesin, lalu menjelang take off menyalakan mesin kedua,” kata Yuyu Sutisna.
Modifikasi yang dilakukan mencakup radar warning receiver, inertial navigation unit, pilot display unit, dan sistem airborne video camera recorder (AVCR). Sistem baru tersebut bisa mendeteksi ancaman rudal ataupun arah radar lawan secara 360 derajat. Salah satu yang berkesan dalam mengoperasikan F-5E Tiger, menurut Yuyu Sutisna, adalah ketika dirinya dalam satu flight (empat pesawat) terjebak awan badai (Cumulonimbus) di atas perairan Laut Jawa di utara Cirebon saat terbang ferry dari Pekanbaru ke Lanud Iswahjudi, Madiun.
“Selama tiga-empat menit kami terjebak Cumulonimbus. Bahkan, pesawat yang diterbangkan Errys Heryanto dihantam petir di bagian ekor. Pesawat anjlok dari ketinggian 37.000 kaki (10,6 kilometer) ke 13.000 kaki (4.000 meter). Kami tidak bisa saling berkomunikasi dan saling menjaga heading arah pesawat agar tidak bertabrakan,” kata Yuyu. Akhirnya, flight F-5E itu bisa lolos dari perangkap Cumulonimbus.
Modernisasi MACAN sempat terhenti karena embargo Barat terhadap rezim Orde Baru pasca Mei 1998. Meski demikian, para teknisi TNI AU akhirnya berhasil melakukan modernisasi MACAN mengacu pada pesawat yang sudah diselesaikan oleh Belgia.
Semasa Perang Dingin dan puncak kekuasaan Orde Baru pada 1980-an hingga 1990-an, F-5E Tiger menjadi tulang punggung kekuatan dirgantara yang terlibat dalam pelbagai operasi, termasuk menjaga Konferensi Tingkat Tinggi Nonblok di Jakarta pada 1992 hingga misi gila, yakni merekam penembakan rudal Harpoon yang dilakukan Mayor Dradjad Rahardjo dan Letda Agung Sasongkojati sebagai juru kamera. F-5E mereka terbang dengan kecepatan 0,93 Indicated Mach Number atau 1.000 kilometer per jam membuntuti rudal Harpoon. Peristiwa itu terjadi pada 3 November 1989.

Purna tugas
Saat ini, F-5E Tiger TNI AU memasuki masa purna tugas dan ada beragam pilihan jet tempur, seperti Rafale buatan Perancis, Sukhoi 27 atau Sukhoi 30 buatan Rusia, serta Saab JAS 39 Grippen buatan Swedia.
Sementara itu, para penerbang senior yang dilahirkan dari F-5E Tiger, di antaranya adalah Marsekal Madya (Purn) Errys Heryanto dan Marsekal (Purn) Djoko Suyanto. Djoko Suyanto kemudian menjadi Panglima TNI dan selanjutnya menjadi Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono periode kedua (2009-2014). (Kompas)

Ini Dia Pesawat Tempur Incaran TNI AU yang sudah teruji di Medan Tempur

Jet tempur Rafale.
Rencana Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI AU) untuk memperbarui armada udaranya menarik perhatian sejumlah negara. Banyak pabrikan di dunia yang memberikan penawaran menarik, bahkan tak segan datang ke Indonesia untuk menunjukkan kehebatannya di hadapan para petinggi AU.
Adalah produsen Dassault Aviation, pabrikan pesawat udara asal Prancis ini mendatangi Indonesia untuk memamerkan kemampuan pesawat buatannya, yakni Dassault Rafale. Pesawat multifungsi ini diharapkan membuat Indonesia tertarik dan meneken kontrak pembeliannya.
Meski begitu, TNI AU sendiri sudah memasukkan beberapa jet tempur lainnya ke dalam daftar belanja mereka selama 2015 sampai 2019. Mulai dari AS, Inggris hingga ke Rusia. Bahkan, lirikan TNI AU untuk membawa pulang Sukhoi Su-35 mendapat perhatian media internasional.
Pesawat-pesawat tempur yang diincar Indonesia antara lain, F-16 Block 52+ Fighting Falcon, Eurofighter Typhoon, dan Sukhoi Su-35. Namun, hanya Su-35 yang belum teruji kehebatannya di medan pertempuran.
Ini pesawat tempur incaran TNI AU yang sudah teruji kehandalannya:

1. F-16 Fighting Falcon
Jet tempur F-16 sudah lama jadi andalan AS dan negara-negara penggunanya. Keterlibatan AS di beberapa konflik membuat jet ini sering digunakan untuk menggempur posisi lawan.
Oleh militer AS, F-16 sudah diterjunkan ke berbagai medan pertempuran, antara lain Operasi Badai Gurun pada 1991 melawan Irak yang menginvasi Kuwait dan Perang Balkan pada 1990-an. F-16 juga pernah ditugaskan dalam misi patroli di zona larangan terbang selama Operasi Pengamatan Utara dan Pengamatan Selatan serta terlibat penuh dalam invasi di Afghanistan pada Operasi Kebebasan Abadi.
Sepuluh tahun berikutnya, jet ini diikutkan dalam Operasi Kebebasan Rakyat Irak pada 2001 dan 2003. Pada 2011, F-16 ambil bagian dalam upaya intervensi melawan pasukan Muammar Gaddafi di Libya.
Selain AS, pesawat ini juga pernah digunakan Israel dalam pertempuran di dataran Bekaa pada 29 April 1981 melawan heli Mi-8 milik Suriah. Negara ini juga pernah mengoperasikannya dalam Operasi Opera untuk menembak target di darat, termasuk menyerang reaktor nuklir milik Irak.
Beberapa negara pernah menggunakan F-16 dalam berbagai pertempuran lainnya, yakni Pakistan, Turki, Mesir, Belanda, Belgia, Denmark, Norwegia dan Venezuela. Kini oleh negara-negara anggota NATO, pesawat ini dipakai untuk menyerang basis-basis militan ISIS.

2. Dassault Rafale
Dassault Rafale memang bukan barang baru di dunia kemiliteran. Pesawat ini sudah didesain sejak 1988 lalu, dan terus dikembangkan produsennya sampai sekarang. Bicara soal kehandalannya, jet tempur ini sudah terjun ke berbagai medan pertempuran.
Keikutsertaan pesawat ini pertama kali terjadi pada 2002. Tujuh unit Rafale ini ikut serta dalam Operasi Kebebasan Abadi yang digelar AS terhadap Afghanistan. Perang bersandi ‘Misi Hercules; ini terbang dari kapal induk Prancis Charles de Gaulle, misi tersebut gagal menemukan satu pun target. Di tahun yang sama, jet ini sempat dilibatkan dalam patroli di perbatasan India dan Pakistan.
Setelah sempat terhenti, jet ini kembali dilibatkan dalam pertempuran di Afghanistan Selatan. Para pilot ditugaskan untuk membantu pergerakan pasukan Belanda. Baru pada Januari 2009 sampai Desember 2011, pesawat ini ditempatkan di Kandahar International Airport setelah lama menginduk pada kapal Charles de Gaulle.
Kekacauan dan pemberontakan yang terjadi di Libya membuat Prancis ikut serta di dalamnya bersama pasukan NATO. Pesawat ini ditugaskan untuk melacak dan menghancurkan artileri berat yang diarahkan ke Benghazi, kota yang dikuasai para pemberontak. Di bulan dan tahun yang sama, Rafale dilaporkan berhasil menghancurkan jet tempur Libya G-2/Galeb di landas pacu.
Kini, Rafale turut dilibatkan dalam misi pengintaian dalam pertempuran melawan militan ISIS. Enam dari sembilan pesawat dilaporkan telah mengindentifikasi lokasi ISIS dan mendukung serangan udara AS. Pada 18 September, Prancis terlibat penuh dalam pengeboman dan penghancuran di Zumar hingga menewaskan selusin anggota ISIS.

3. Eurofighter Typhoon
Meski tak banyak operasi yang dilakukan pesawat ini, namun Eurofighter Typhoon berkali-kali terlibat dalam beberapa pertempuran. Mulai dari perang saudara di Libya sampai Suriah dalam kampanye melawan ISIS.
Berbeda dengan Rafale dan beberapa jet tempur AS serta negara-negara anggota NATO, pesawat ini melakukan pengamanan di wilayah larangan terbang di Libya. Pada 12 April 2011, Eurofighter Typhoon pertama kali ditugaskan untuk menghancurkan sebuah target di darat yang dioperasikan pasukan Gaddafi. Kendaraan itu terparkir di lapangan tank yang ditinggalkan.
Eurofighter menjatuhkan satu GBU-16 Paveway II seberat 454 kg di mana serangan tersebut diklaim sangat sukses dan sangat akurat oleh Royal Air Force. Keberhasilan itu membukukan sejarah baru bagi pesawat ini, mengingat para penerbang mereka minim pelatihan serangan udara ke darat.
Selain Inggris, pesawat ini juga dipakai Arab Saudi dalam serangan ke Suriah. Serangan ini diarahkan kepada militan ISIS dengan menggunakan bom Paveway IV untuk pertama kali. (Merdeka)

Ansyaad Mbai: Masih Ada Kelompok Kecil Bersenjata di Aceh

KSAL Pastikan Gaji Prajurit Naik Tahun 2015. (ist)
Pengamat terorisme Ansyaad Mbai menyatakan di Aceh saat ini sesungguhnya tak ada lagi kelompok bersenjata berskala besar seperti Gerakan Aceh Merdeka. Namun tak bisa dipungkiri, kata dia, masih ada senjata ilegal yang beredar di Aceh.
Kini kelompok bersenjata besar seperti GAM bubar dan anggotanya berjalan sendiri-sendiri atau membentuk kelompok kecil. “Mereka bergerak secara individu atau berkelompok kecil,” kata mantan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme seperti dilansir CNN Indonesia, Selasa (24/3).
Ansyaad tak berspekulasi soal siapa pelaku penembakan terhadap dua personel TNI di Aceh, sebab butuh penyelidikan lebih lanjut untuk mengetahui pembunuh mereka. Yang jealas, ujar Ansyaad, GAM sudah tidak pernah terdengar lagi melakukan kontak senjata.
Dua anggota unit intelijen Komando Distrik Militer 0103 Aceh Utara tewas diberondong peluru. Jenazah keduanya ditemukan pagi tadi di Desa Bate Pilah, Kecamatan Nisam Antara, Kabupaten Aceh Utara.
seperti dilansir CNN Indonesia, Sertu Indra dan Serda Hendrianto diculik saat melakukan pengintaian terhadap kelompok bersenjata. Keduanya diculik tak jauh dari rumah Kepala Mukim Desa Alumbang di Nisam Antara yang baru mereka kunjungi. Dua intel itu bertugas mengintai kelompok bersenjata pecahan GAM.
Hendri dan Indra diperkirakan ditembak dari jarak dekat. Di sekitar lokasi ditemukan 12 selongsong peluru senapan AK-47 dan 3 selongsong senapan M-16. Keduanya ditemukan hanya mengenakan celana dalam dengan kondisi tangan terikat.
Sertu Indra dan Serda Hendri diculik Senin sore (22/3). Mereka didatangi sekelompok orang bersenjata dan dinaikkan ke mobil berwarna hitam yang kemudian melaju ke arah Desa Sido Mulyo, Kecamatan Kuta Makmur, Aceh Utara. Pencarian kemudian dilakukan anggota Polres Aceh Utara.
Pagi tadi sekitar pukul 08.30 WIB, petugas Polres Lhokseumawe dan Polres Aceh Utara menemukan keduanya sudah tewas. Keduanya dalam kondisi hanya mengenakan celana dalam, dan salah satu dari mereka ditemukan dalam kondisi terikat. (CNN Indonesia)

Rafale Ikut Jajal Keberuntungan di Indonesia

1310M6249C510-59460
Dari beberapa pemberitaan disebut-sebut TNI AU dan Kementerian Pertahanan (Kemenhan) RI telah memilih Sukhoi Su-35 Super Flanker sebagai penempur pengganti jet F-5 E/F Tiger II Skadron Udara 14. Namun, setelah kabar itu muncul bukan berarti peluang bagi Eurofighter Typhoon dan JAS 39 Gripen lantas kandas. Sebelum penandatanganan kontrak pembelian terjadi, masih ada peluang bagi kompetitor Su-35 untuk memenangkan persaingan.
Jika dibandingkan dengan upaya promosi Eurofighter Typhoon dan Gripen, jet tempur lainnya terasa adem ayem saja dalam melakukan promo, dan tidak berupaya menciptakan product awareness ke publik di Tanah Air. Namun justru ada yang mengejutkan pada hari Senin, 23 Maret lalu. Sepasang jet tempur Dassault Aviation Rafale mendarat di Lanud Halim Perdanakusuma sekitar pukul 11.00 WIB. Seperti dikutip dari Angkasa.co.id ( 23/3), kedua Rafale datang untuk melaksanakan misi promosi. Komandan Lanud Halim Perdanakusuma Marsma TNI Sri Pulung Dwatmatsu mengakatakan, Rafale akan melaksanakan pertunjukan statik maupun dinamik di Halim mulai tanggal 24 Maret hingga tanggal 27 Maret.
Meluncurnya dua Rafale ke Indonesia terkait dengan rampungnya pameran dirgantara LIMA (Langkawi International Maritime & Aerospace) 2015 Exhibition di Malaysia 17-21 Maret lalu. Menyertai kedatangan dua Rafale, AU Perancis juga menghadirkan pesawat angkut berat Airbus A-400 yang membawa logistik dan kru teknisi. Karena punya kemampuan isi bahan bakar di udara (air refuelling), rombongan kedatangan Rafale juga menyertakan satu unit pesawat tanker. Metode isi bahan bakar di udara menganut probe dengan drogue, serupa dengan modus yang digunakan pada Sukhoi Su-30 dan Hawk 209 TNI AU.
Rafale B di Lanud Halim Perdanakusuma.
Rafale B di Lanud Halim Perdanakusuma.
Rafale C
Rafale C
yes2016292
Kedua Rafale yang unjuk gigi di Lanud Halim terdiri dari varian B (kursi ganda) dan C (kursi tunggal). Rafale, yang dalam bahasa Perancis berarti tiupan angin badai, adalah wujud ambisi Perancis menunjukkan kemandirian militer mereka. Saat negara-negara Eropa lain bergabung untuk mengembangkan bersama pesawat Eurofighter Typhoon pada pertengahan 1980-an, Perancis memilih mundur. Mereka mengembangkan sendiri proyek pesawat ACX, yang kemudian menghasilkan Rafale.
Rafale dibuat memenuhi tuntutan AU dan AL Perancis, yang menginginkan sebuah pesawat yang bisa menjalankan fungsi tujuh pesawat berbeda. Pesawat itu dituntut harus bisa menjalankan berbagai misi, mulai dari keunggulan udara, pengintaian, dukungan udara bagi serangan darat, serangan presisi udara ke permukaan (sasaran di tanah maupun di laut), hingga mampu menjalankan serangan nuklir.
photos-rafale-en-exercice_aRafale_3-vuesdassault-rafale-b-2gbu-scalp-rafale-1
Dari segi generasi, Rafale merupakan pesawat tempur generasi 4,5. Debut Raffale dimulai pada 4 juli 1986 dan mulai terdengar keampuhan teknologinya baru-baru ini saat perang antara tentara koalisi dengan Rezim Khadafi. Rafale disinyalir telah melumpuhkan beberapa obyek pertahanan udara vital dan pesawat tempur. Namun sebuah pertanyaan muncul apakah kesaktian Rafale yang disebut oleh produsen Dassault Aviation sebagai Omnirole (Maha bisa) bukan Multirole seperti yang banyak disebut. Ditilik dari momen keterlibatannya dalam pertempuran, baik Rafale dan Eurofigter Typhoon sama-sama menggunakan medan perang di Libya sebagai ajang ‘promo’ untuk mendapat gelar battle proven.
Dengan kemampuan Rafale yang half stealth dan bekal radar AESA yaitu Radar Susunan Terpindai Elektronis Aktif yang dapat mengenali dan menembak musuh lebih dari satu target, membuat Rafale pantas menyandang sebutan Omnirole, namun perlu dilihat pula bahwa harga 1 unit Rafale masih sangat mahal bagi negara dengan budget militer pas-pasan, per unitnya untuk varian C dibanderol US$94 juta, sedangkan varian B lebih mahal lagi, yakni US$101 juta, itu semua belum termasuk persenjataan dan maintenance. Hingga kini, di luar Perancis, baru AU Mesir yang menggunakan Rafale.
Meski berpeluang tipis masuk ke jajaran arsenal tempur TNI AU, hadirnya Rafale harus dihargai sebagai laga persahabatan antara Indonesia – Perancis. 
 

Bendera Putih Jenderal Goliath

Bendera Putih Jenderal Goliath
Pasukan OPM Paniai (Banjir Ambarita| Papua)

Pelarian dan persembunyian bertahun-tahun dari hutan ke hutan sang pemberontak kini usai sudah. Lewat perwakilannya pada Senin 23 Maret 2015, secara mengejutkan, Jenderal Goliath Tabuni, panglima tertinggi Organisasi Papua Merdeka (OPM), mengaku menyerah.
Mereka mengaku ingin turun gunung dan berbaur layaknya kehidupan tenteram masyarakat Papua di tengah kota. Sepertinya keletihan diburu dan dikucilkan serta dicap jelek sebagai kelompok pemberontak membuat mereka berubah sikap.

Dalam permintaannya, Goliath mengaku hanya ingin dibuatkan Honai, rumah kayu beratap kerucut yang terbuat dari jerami dan ilalang serta satu pos Komando Daerah Militer di daerah mereka di Tingginambut. 
"Kami akan berusaha memenuhi permintaan untuk membangun rumah adat, tapi untuk markas Koramil akan dipertimbangkan lebih dulu," kata Kepala Staf TNI Angkatan Darat, Jenderal Gatot Nurmantyo, Selasa, 24 Maret 2015.

Sinyal damai Goliath ini memang patut diapresiasi. Apalagi, sejarah telah mencatat sudah berapa nyawa dan konflik yang lahir dari kelompok separatis ini dengan pihak keamanan di negeri Cendrawasih.

Keputusan sang jenderal jelas akan membuat pengaruh besar bagi situasi keamanan di Papua. Apalagi, Goliath mundur dengan membawa serta 23 pasukan dan keluarganya.

Tentu, manuver ini sedikit membuat pergerakan gerombolan separatis cukup terhenyak. Sebab, sang jenderal harus diakui sudah menjadi figur panutan para pengikut yang selama sekian tahun ini sudah ikut bersembunyi di hutan-hutan.

Secara historis, sebagai organisasi yang lahir sejak tahun 1965, OPM selalu mendoktrin kepada pengikutnya bahwa mereka tidak memiliki hubungan sejarah dengan Indonesia ataupun negara lainnya di Asia.

Apalagi, negeri Papua pada tahun 1969 resmi dimasukkan ke Indonesia karena ada perjanjian antara Belanda dengan Indonesia. Sebab itu, mereka beranggapan bahwa memasukkan Papua ke dalam NKRI tak lebih hanya sebagai penyerahan dari satu penjajah ke penjajah lainnya.

Tak Lagi Perang?
Sejauh ini, pemerintah Indonesia mengaku sinyal damai yang digulirkan Goliath akan ditindaklanjuti. Permintaan Honai dari kelompok separatis ini dan mendudukkan mereka layaknya warga biasa akan dipenuhi.

Namun apakah ini akan meredam aksi pemberontakan dan kekerasan di Papua? Hal ini patut diwaspadai.

Sebab, pasca munculnya pernyataan Jenderal tertinggi OPM atas penyerahan dirinya, justru mengkristalisasi semangat para separatis lain untuk berusaha lebih keras memperjuangkan kemerdekaan mereka di Papua.

Isyarat ini dilontarkan oleh Panglima Revolusioner Papua Merdeka Puron Wenda. Dalam pernyataannya melalui sambungan telepon seluler, Puron menyebut bahwa keputusan Goliath adalah keputusan pribadi bukan secara kelembagaan.

Dengan kata lain, semangat dan perjuangan pengikutnya tak akan pernah pudar hanya karena mundurnya Goliath dari garis perjuangan OPM di Papua. "Kalau Goliat menyerah itu oknum masing-masing. Kami tidak akan menyerah dan akan terus berjuang untuk kemerdekaan Papua," ujar Puron.

Puron tak menampik, bila sinyal kemunduran Goliath dari perjuangan untuk Papua merdeka sudah mulai muncul selama beberapa tahun ke belakang. Dalam beberapa kali pertikaian yang muncul antara OPM dan pihak keamanan, Goliath terlihat tak begitu reaktif.

"Kami yang selama ini beraksi di lapangan, saya juga dulu yang baku tembak di Puncak Jaya. Baru kemudian saya pindah ke Lany Jaya, sedangkan Goliat tidak pernah," kata Puron.

Menurut Puron, gerakan separatis mereka murni untuk memperjuangkan nasib rakyat di Papua. Ketertindasan yang dialami rakyat Papua hingga berpuluh-puluh tahun telah membakar dendam mereka.

Sebab itu, sekalipun mereka ditawar dengan iming-iming sesuatu, baik itu uang ataupun jabatan, kelompok ini memastikan akan menolaknya. "Kamu orang Indonesia saja berjuang untuk merdeka. (Apakah) kami tidak bisa merdeka sendiri kah? Papua harus tentukan nasib sendiri, harus merdeka. Sekalipun ditawari dengan kedudukan, uang atau apapun kami tidak mau. Merdeka boleh," ujar Puron.

OPM Terbelah?
Terlepas dari itu, konsistensi gerakan ini pasca mundurnya Goliath dari perjuangan pemberontakan, memang cukup membuat terpukul OPM. Keretakan tersirat muncul dari pernyataan Puron.

Jika sebelumnya ia menyebut Goliath memang sudah banyak mengurangi pergerakannya, Puron kemudian juga memunculkan pernyataan yang mengisyaratkan perihal tak jelasnya struktur organisasi di OPM.

Menurut panglima revolusioner di wilayah Liny Jaya itu, status ke-Jenderal-an yang disematkan kepada Goliath, belum diakui oleh seluruh anggota separatis yang tersebar di Papua.

Apalagi, selama beberapa tahun ini Goliath tak terlihat begitu maksimal dalam memperjuangkan mimpi mereka untuk mendapatkan status Papua Merdeka.  "Goliat itu merasa sudah merdeka, sehingga gunakan pangkat jenderal. Kalau kami masih berjuang sehingga gunakan panglima revolusioner, nanti kalau sudah merdeka baru atur mengenai pangkat, itu yang benar," ujar Puron.

Lantas, sejauh mana pemerintah Indonesia memanfaatkan momentum mundrunya sang Jenderal Goliath, sebagai titik masuk pembersihan seluruh aktivitas kekerasan dan pemberontakan di ngeri Cendrawasih? Sejauh ini, belum ada sikap resmi dari TNI akan hal ini.

TNI hanya akan berjanji untuk memenuhi keinginan para pemberontak untuk menikmati hidup nyaman di tanah mereka sendiri. "Nanti akan dibicarakan lebih lanjut.  Yang jelas, kami sementara akan upayakn untuk memenuhi keinginan mereka untuk mendapatkan Honai. Kalau soal Koramil, harus dipertimbangkan lebih lanjut," ujar Jenderal Gatot. 
 

Selasa, 24 Maret 2015

Kronologi Tewasnya Dua Intel Kodim Aceh Utara

Kronologi Tewasnya Dua Intel Kodim Aceh Utara
Jenazah dua anggota Intel Kodim Aceh Utara yang hilang diculik ditemukan tewas (VIVA / Zulkarnaini)

Dua personel intel Komando Distrik Militer (Kodim) 0103 Aceh Utara, Provinsi Aceh ditemukan tewas di Desa Batee Pila, Kecamatan Nisam Antara, Aceh Utara, Senin kemarin. Dua jenazah tersebut kini sudah dibawa ke rumah sakit kesrem Lhokseumawe.
Kedua jenazah bernama Sertu Indra dan Serda Hendri ditemukan oleh Kepolisian dan pasukan Korem Aceh Utara tidak bernyawa lagi dengan posisi telungkup, tangan terikat dan hanya menggunakan celana dalam.
Menurut Komandan Resort Militer (Korem) 011/Lilawangsa, Kolonel Inf Achmad Daniel Chardin, kedua korban ditembak jarak dekat dua belas kali tembakan menggunakan senjata AK 47 dan M 16.
"Korban ditembak di dada, dari bawah gerahang tebus kepala dan di bahu," kata Kolonel Inf Achmad Daniel Chardin, kepada VIVA.co.id saat dijumpai di rumah sakit Kesrem, Selasa 24 Maret di Lhokseumawe.
Peristiwa naas tersebut terjadi setelah kedua korban bertemu Kepala Mukim Daud di Desa Alue Mbang, Kecamatan Nisam Antara, Senin, 23 Maret 2015. Saat jalan pulang, mereka dihadang dihadang 15 orang kelompok bersenjata laras panjang.
Saat itu Serda Hendri dan Serda Indra sedang melakukan pengumpulan informasi tentang keberadaan kelompok bersenjata pimpinan Din Minimi. Kelompok bersenjata itu membawa paksa dua sersan itu entah kemana. Sejak saat itu mereka dinyatakan hilang.
Sehari berselang, kedua anggota TNI itu ditemukan tewas mengenaskan. Kata Kolonel Inf Achmad Daniel Chardin, jenazah korban ditemukan tak jauh dari rumah Daud.
Rencanya Sertu Indra dikebumikan di Desa Paloh Gadeng, desa asal istrinya, sedangkan Serda Hendri dikebumikan di Ujung Blang, Lhokseumawe.
 

Dua Intel Kodim Tewas Setelah Diculik, Pangdam IM Pun Bicara

K12-11 Panglima Kodam Iskandar Muda, Mayjen TNI Agus Kriswanto, memberikan keterangan kepada wartawan, Selasa (24/3/2015) terkait insiden penembakan terhadap dua personil TNI Kodim 0103 Aceh utara. Keduanya ditemukan tewas setelah diculik oleh kelompok bersenjata pada Senin petang. ***** K12-11
Panglima Komando Daerah Militer Iskandar Muda Mayjen TNI Agus Kriswanto menegaskan, TNI menyerahkan sepenuhnya penyelidikan atas tewasnya dua personel intelijen TNI Kodim 0103 Aceh Utara kepada aparat kepolisian.

Diberitakan sebelumnya, dua prajurit masing-masing bernama Sertu Hendrianto (36) asal Jambi dan Serda Indra Irawan (41) asal Palembang, Sumatera Selatan, ditemukan tewas dengan luka tembak di bagian dada, Selasa pagi sekitar pukul 08.30 WIB. Mayat ditemukan di Desa Batee Pila, Kecamatan Nisam Antara, Kabupaten Aceh Utara.

Terkait kasus ini, Agus menyerukan personel TNI di wilayah kesatuan Aceh utara dan Lhokseumawe untuk tetap bertahan di markas masing-masing dan menunggu hasil penyelidikan polisi.

“Kita tidak akan mencampuri tugas-tugas yang dilakukan polisi, namun kita akan siap sedia jika polisi meminta bantuan TNI untuk mengungkap motif penembakan terhadap dua personel Kodim tersebut. Saya masih menghargai aturan hukum dan menghargai rakyat,” ujar Agus Kriswanto dalam temu persnya di Media Centre Kodam IM, siang ini.

Sejauh ini, kata Pangdam, pihaknya mengetahui bahwa kedua korban yang meninggal adalah personel satuan intel Kodim 0103 yang sedang berkunjung ke rumah warga bernama Daud. Daud adalah Kepala Mukim di Kecamatan Nisam Antara, Kabupaten Aceh Utara.

“Saya tidak ingin mereka-reka, kini kita biarkan polisi bekerja. Saya juga tidak mau menduga-duga pelaku dari kelompok mana. Yang jelas, mereka memang bagian dari masyarakat. Oleh karenanya, biar hukum yang bertindak, dan jika saatnya memang TNI butuh bertindak, maka akan bertindak,” ujar Pangdam.

TNI, kata Pangdam, juga menyesalkan masih adanya tindakan-tindakan yang menodai kehidupan masyarakat yang kini mulai membaik. “Saya menyesalkan adanya insiden ini, ini menodai masyarakat Aceh,” ujar dia.

Telah diberitakan, kedua prajurit itu diculik oleh sekelompok pria bersenjata seusai bertamu dari rumah Kepala Mukim Daud di Kecamatan Nisam Antara pada Senin petang dan kemudian menghilang.

Di lokasi penemuan jenazah juga ditemukan sejumlah selongsong peluru yang terdiri dari selongsong peluru 12 butir AK-47 dan 3 butir M-16. Direncanakan, kedua jenazah akan dimakamkan di kampung halaman masing-masing, yakni di Jambi dan Palembang, Sumatera Selatan.