Rabu, 30 April 2014

R-73: Dibalik Kecanggihan Rudal Pemburu Panas Sukhoi TNI AU

Archer_01
Sebelum tahun 2012, boleh dibilang lini sista rudal udara ke udara (AAM/air to air missile) yang dimiliki TNI AU cukup inferior bila dibandingkan AU Singapura dan AU Malaysia. Pasalnya hampir tiga dekade, armada jet tempur TNI AU hanya bersandar pada rudal Sidewinder buatan Raytheon. Adapun versi Sidewinder yang dimiliki TNI AU adalah AIM-P2 dan AIM-P4. Yang paling baru pun, AIM P-4 dibeli bersamaan dengan paket pengadaan F-16 Fighting Falcon di tahun 1989. AIM-P4 dapat ditembakan meski pesawat musuh datang dari depan dalam posisi berhadapan, menjadikan perubahan gaya dalam duel jarak dekat (dog fight).
Di saat yang sama, Negeri Jiran sudah mengoperasikan AAM jarak menengah, AIM-7 Sparrow dan AIM-120 AMRAAM, yang disebut terakhir adalah jenis beyond visual range air to air missile, AMRAAM sontak menjadi momok yang menakutkan dalam perang udara modern, rudal ini dapat melesat hingga 70 km dengan kecepatan 4 Mach. Untuk yang satu ini, meski baru datang agak telat, patut disyukuri TNI AU kini punya tandingannya,yakni rudal R-77 untuk armada Sukhoi, rudal besutan Rusia ini sanggup melesat dengan kecepatan 4 Mach hingga jarak 80 km.
Nah, kembali ke lini rudal udara ke udara jarak pendek, saat jet andalan TNI AU F-16 Fighting Falcon dan Hawk 200 hanya punya satu andalan AIM-P4 Sidewinder, maka Singapura dan Malaysia selain sudah memboyong AIM-7 Sparrow dan AIM-120 AMRAAM, kedua negara tetangga Indonesia ini pun sudah punya versi Sidewinder yang lebih baru. Seperti Singapura, karena negara ini adalah sekutu dekat AS di Asia Tenggara, Singapura selain punya AIM-9J/P/S Sidewinder, juga sudah punya AIM-9X Sidewinder untuk memperkuat sista di jet F-15SGEagle. Begitu juga dengan Malaysia yang turut membeli AIM-9X untuk F/A-18 Hornet-nya.
Vympel_R-73
Sensor berpemandu infra red pada moncong rudal.
Sensor berpemandu infra red pada moncong rudal.
AIM-9X merupakan versi paling anyar dari keluarga Sidewinder, rudal ini mulai dikembangkan pada tahun 1986. Rudal ini punya kemampuan first shot and first kill yang lebih responsive. Bahkan rudal ini dilengkapi thrust vectoring yang terhubung ke guidance fins, artinya rudal dapat mengejar target yang berbelok sekalipun. Radius putar AIM-9X mencapai 120 meter, dengan kemampuan ini, pesaswat peluncur tak perlu melakukan manuver untuk menyesuaikan dengan target.

R-73
Kedatangan secara bertahap jet Sukhoi Su-27 dan Su-30 Flanker membawa banyak harapan pada adopsi alutsista, termasuk di lini rudal. Tapi nyatanya, karena keterbatasan anggaran, sejak kedatangan Sukhoi gelombang pertama pada tahun 2003, maka baru sekitar tahun 2012 armada Sukhoi Skadron Udara 11 ini dibekali sista berupa rudal. Selama hampir 10 tahun, Sukhoi hanya dibekali kanon internal dan bom buatan lokal. Sungguh komposisi senjata yang amat memprihatinkan, mengingat tantangan tugas yang berat.
Salah satu Sukhoi Su-30 TNI AU. Tampak tepat dibawah hidung pesawat, rudal R-73 yang sedang di display.
Salah satu Sukhoi Su-27 TNI AU. Tampak tepat dibawah hidung pesawat, satu unit rudal R-73 sedang di display.
klz3
Dan seperti sudah banyak diulas, TNI AU kini sudah secara nyata menampilkan kombinasi rudal yang dibeli dari Rusia. Terdiri dari rudal udara ke udara dan rudal udara ke permukaan. Lini rudal udara ke permukaan (ASM), yaitu Kh-31P dan Kh-29TE. Keduanya telah kami kupas di artikel sebelumnya. Sementara di lini rudal udara ke udara, TNI AU memboyong R-77 dan R-73.
Khusus mengupas R-73 (AA-11 Archer – dalam kode NATO), bisa disebut inilah rudal yang punya komparasi full dengan Sidewinder. Bila Sidewinder menjadi lambang supremasi AAM jarak dekat AS dan NATO, maka R-73 pun menjadi andalan sejak era Uni Soviet dan Pakta Warsawa. Dan, serupa dengan Sidewinder, R-73 pun terdiri dari beragam varian, karena rudal ini sejatinya bukan produk yang baru-baru amat.
AA-11_Archer_missile
Bagian belakang rudal R-73.
Bagian belakang rudal R-73.

Sebagai peninggalan Perang Dingin, R-73 pertama kali dikembangkan pada tahun 1973 oleh Vympel NPO. Dan setelah lewat serangkaian uji, R-73 mulai digunakan oleh AU Soviet pada tahun 1982. Serupa dengan Sidewinder, R-73 juga mengincar panas yang dihasilkan target, yakni dengan pemandu sensor infra merah (infra red guided) all aspect. Ini artinya R-73 dapat menghajar target dari beragam sudut dan posisi. Rudal ini dipersiapkan untuk meladeni dog fight paling berat sekalipun, yaitu hingga level 12G, tidak itu saja, R-73 secara teori dapat dioperasikan dari segala kondisi cuaca, dan hebatnya lagi rudal ini sudah anti jamming.
Serupa dengan AIM-9X Sidewinder, R-73 dapat diintegrasikan dengan helm pilot, memungkinkan pilot untuk membidik sasarannya dengan hanya melihatnya saja. R-73 ditenagai oleh sebuah mesin roket berbahan bakar padat (solid fuel rocket engine). Untuk bermanuver, R-73 memiliki empat sirip kontrol yang terletak di bagian depan serta stabilizer di bagian belakang sayap. Tak kalah dengan Sidewinder terbaru, R-73 juga memiliki thrust-vectoring yang memungkinkannya untuk melakukan manuver paling ekstrim sekalipun.
R-73 menjadi senjata standar pada Sukhoi Su-27/30. Rudal ini biasa ditempatkan pada kedua ujung sayap. Mirip pada pola Sidewinder.
R-73 menjadi senjata standar pada Sukhoi Su-27/30. Rudal ini biasa ditempatkan pada kedua ujung sayap. Mirip pada pola Sidewinder.
Nampak R-73 pada ujung sayap Sukhoi Su-30 MKM AU Malaysia
Nampak R-73 pada ujung sayap Sukhoi Su-30 MKM AU Malaysia
Nampak R-73 dapat dipasang pada heli serbu multiguna Mi-24 Hind. Secara teori heli Mi-35P Penerbad TNI AD pun bisa dipasangi rudal ini.
Nampak R-73 dapat dipasang pada heli serbu multiguna Mi-24 Hind. Secara teori heli Mi-35P Penerbad TNI AD pun bisa dipasangi rudal ini.
Su-35 nampak gagah dengan bekal rudal R-73.
Su-35 nampak gagah dengan bekal rudal R-73.

R-73 yang saat ini diproduksi oleh Tbilisi Aircraft Manufacturing dapat menguber sasaran hingga kecepatan 2.5 Mach. Dari berat totalnya yang 105 kg, 7,4 kg di dalamnya berupa hulu ledak. Bagaimana dengan soal jangkauan? Untuk yang satu ini R-73 punya perbedaan antar varian. Untuk tipe R-73E (20 km), R-73M1 (30 km), dan R-73M2 (40 km). Manakah diantara ketiganya yang dimiliki Indonesia? Jawabannya masih harus menunggu konfirmasi pihak TNI AU. Besar harapan kita, yang dimiliki TNI AU adalah versi R-73M1/M2, sebab rudal yang dikembangkan sejak 1994 ini telah ditingkatkan kemampuan IRCCM (Infra red counter-counter measure), selain sistemnya sudah full digital.
Berapakan R-73 yang dimiliki TNI AU? Menurut laporan SIPRI (Stockholm International Peace Research Institute), lembaga independen internasional yang didedikasikan untuk penelitian konflik, persenjataan, pengawasan senjata dan perlucutan senjata yang bermarkas di Swedia. Disebutkan, pada tahun 2011 tercatat transaksi pengadaan 75 unit R-73 oleh Indonesia. Tapi jangan anggap Indonesia jadi paling superior dengan R-73, sebab lagi-lagi AU Malaysia (TUDM) lebih dulu kedatangan R-73 untuk melengkapi sista Sukhoi Su-30 MKM-nya. Selain Malaysia, Vietnam pun mengadopsi rudal ini.


Reikernasi K-13
Kilas balik ke masa keemasan militer Indonesia di tahun 60-an, AURI (TNI AU-kini) sebenarnya juga sudah memiliki rudal udara ke udara jarak dekat yang cukup canggih pada masanya. Rudal ini tak lain adalah K-13 buatan Vympel dari Uni Soviet. Pada awal kehadiran MiG-21 di Tanah Air, K-13 menjadi ikon senjata utama yang tak terpisahkan dari MiG-21 Fishbed dalam gelar operasi Trikora.
Rudal K-13 pada MiG-21 Fishbed AURI di museum Dirgantara -  Yogyakarta.
Rudal K-13 pada MiG-21 Fishbed AURI di museum Dirgantara – Yogyakarta.
DSCN2086
K-13, dalam koden NATO disebut AA-2 Atoll, tak lain dalah rudal jarak dekat dengan jangkauan maksimum 8 Km. Yang paling menarik, desain dan konsep rudal ini memang menyadur Sidewinder, rudal legendaris milik AS. Menurut kisah yang beredar luas, pada 28 September 1958, sebuah AIM-9B yang ditembakkan dari sebuah F-86 Sabre Taiwan dengan target sebuah MiG-17 Republik Rakyat Cina tetapi tidak. Rudal tersebut hanya menancap di ekor pesawat MiG dan dibawa kembali ke pangkalan dan menjadi contoh pengembangan rudal Uni Soviet. Lebih detail tentang K-13 TNI AU, dapat Anda klik ini di artikel ini. (Gilang Perdana)
Spesifikasi R-73
Manufaktur : Vympel dan Tblisi Aircraft Manufacturing
Berat : 10 kg
Berat hulu ledak : 7,4 kg
Panjang : 2,9 meter
Diameter : 17 centimeter
Wingspan : 51 centimeter
Kecepatan : 2.5 Mach
Jangkauan Maks : 40 km
Tenaga : solid fuel rocket engine

Dibutuhkan 6.000 Teknisi Pesawat


Dalam lima tahun ke depan, bisnis perawatan pesawat (Maintenance, Repair and Overhaul/ MRO) di Indonesia memerlukan tambahan 6.000 teknisi.  Jumlah itu untuk mengantisipasi pertumbuhan bisnis penerbangan yang tumbuh 15-20% per tahun.  Tambahan teknisi tersebut untuk meningkatkan kapasitas MRO nasional dari 30-40% menjadi 50-60%. Sisa kapasitas masih akan diambil oleh MRO asing. Demikian ujar President IAMSA, Richard Budihadianto dalam konferensi The 2st Aviation MRO Indonesia (AMROI) 2014 Conference & Exhibition di Grand Mercure Hotel Jakarta, hari ini, Selasa (29/4/2014).

Menurut Richard yang juga direktur utama Garuda Maintenance Facility, saat ini jumlah teknisi dan tenaga ahli perawatan pesawat di Indonesia diperkirakan di bawah 3.000 orang. “Institusi pendidikan yang ada sekarang hanya mampu menghasilkan maksimal 600 orang teknisi per tahun. Karena itu diperlukan terobosan pemerintah dan pelaku industri MRO dalam upaya memenuhi kebutuhan teknisi dan tenaga ahli perawatan pesawat,” ujarnya.
Teknisi yang diperlukan sekarang  adalah teknisi dengan pendidikan setara Diploma 3 (D3).  Lulusan D3 diperlukan karena sudah mempunyai daya anilis yang tinggi. Dengan demikian lama pendidikan lanjutan (type rating) bisa dipangkas dari 18 bulan menjadi hanya 9 bulan.  dan kemudian untuk menjadi teknisi  profesional dibutuhkan waktu lagi selama 4 tahun.

Dalam kesempatan yang sama, Menteri Perhubungan EE Mangindaan menyatakan akan membantu pengadaan SDM untuk bisnis MRO.  “Kami akan coba meningkatkan kapasitas sekolah-sekolah yang dikelola Kementrian Perhubungan. Kami juga akan bekerjasama dengan IAMSA untuk peningkatan itu,” ujarnya.

Menurut Richard Budihadianto, pertumbuhan industri MRO di Indonesia tidak lepas dari bisnis penerbangan nasional yang tumbuh positif. Selain itu, terjadi migrasi pekerjaan perawatan untuk airframe dari Amerika Utara dan Eropa ke kawasan Asia Pasifik. Amerika Utara dan Eropa akan fokus menggarap industri teknologi tinggi dan padat modal sehingga pekerjaan airframe beralih ke kawasan Asia Pasifik dan Amerika Selatan. Apalagi jumlah pesawat yang beroperasi di Asia Pasifik terus bertambah. Berdasarkan laporan ICF SH&E, jumlah pesawat yang beroperasi akan mencapai 35.600 unit pada tahun 2022. Sebanyak 29% di antaranya dimiliki maskapai-maskapai dari Asia Pasifik. Tidak mengherankan jika pasar perawatan pesawat di Asia Pasifik menjadi yang terbesar di dunia dengan nilai USD 25 miliar pada tahun 2022.

Pertumbuhan bisnis aviasi dan perawatan pesawat di Asia Pasifik sejalan dengan pertumbuhan dalam negeri. Dalam catatan Indonesia National Air Carrieer Association (INACA) hingga tahun 2013, total pesawat yang dioperasikan oleh maskapai-maskapai domestik mencapai 754 pesawat, termasuk pesawat carter. Jumlah ini diperkirakan meningkat pesat di tahun 2017 menjadi 1.000 pesawat lebih yang menerbangi langit Indonesia. Karena itu, pasar perawatan pesawat nasional juga meningkat drastis dari USD 1,1 miliar pada tahun 2013 menjadi USD 2 miliar pada tahun 2017.

Richard Budihadianto mengatakan untuk meningkatkan serapan pasar pemerintah dan industri MRO nasional harus bersinergi membenahi kekurangan dan meningkatkan daya saing. Sinergi yang solid adalah kunci penting menghadapi tantangan yang ada selama ini. “Kelangkaan teknisi dan tenaga ahli perawatan pesawat itu salah satu tantangan yang harus kita cari jalan keluarnya bersama-sama,” katanya. Selain institusi pendidikan penerbangan, MRO nasional juga memiliki tanggung jawab mencetak dan mengembangkan teknisi dan tenaga handal perawatan pesawat ini.
 

HLC Paparkan Perkuatan Alutsista

Bertempat di Gedung Jenderal M Yusuf Jakarta, Selasa malam (29/04) Wamenhan Sjafrie Sjamsoeddin tiba-tiba memanggil para juru warta. Sjafrie yang juga selaku ketua High Level Comittee pengadaan alutsista rupanya ingin berbagi data perkembangan pengadaan alutsista yang telah dilakukan dalam 5 tahun terakhir. Kesempatan ini tentu tidak disia-siakan redaki ARC.

Data yang diberikan Sjafrie sebenarnya tidak banyak berubah dari data yang pernah ARC dapatkan. Diantaranya adalah 16 pesawat tempur Sukhoi dari Rusia, 180 MBT Leopard 2 dan Marder dari Jerman, 37 unit meriam 155mm Howitzer dari Prancis, 38 unit Roket Astros MLRS dari Brasil, 3 unit kapal selam dari Korsel, dan 8 unit helikopter serang Apache dari Amerika Serikat, serta lainnya. Untuk data lebih jelas, silahkan klik foto di paling bawah.
Meski telah melakukan upaya modernisasi, tetap saja kekuatan pertahanan Indonesia belum mencapai titik ideal. Sjafrie mengakui, kekuatan pertahanan bahkan belum mencapai 50% dari minimum essensial force yang dicanangkan. Ia pun berharap, tahapan pembangunan pertahanan selanjutnya dapat terus berlangsung meski pemerintahan berganti.








ARC. 

Radio TNI-AD Diminati Negara ASEAN

Alat komunikasi tersebut digunakan untuk operasi di sejumlah wilayah.

 KASAD Jenderal TNI Budiman.
KASAD Jenderal TNI Budiman. (VIVAnews/Ikhwan Yanuar)
Kepala Staf Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI-AD) Jenderal Budiman mengatakan, telah banyak negara yang memesan teknologi alat utama sistem persenjataan (alutsista) buatan dalam negeri yang tengah dikembangkan.
Salah satu teknologi yang dilirik negara lain adalah radio VHF produk PT CMI. Alat komunikasi ini merupakan hasil kerja sama pengembangan antara Direktorat Perhubungan TNI Angkatan Darat (Dithubad) dengan Universitas Surya.

"Radio VHF ini sudah banyak yang berminat. Yakni negara-negara di kawasan ASEAN, mereka ingin membeli produk kita," ujar Budiman ketika peluncuran Kapal Motor Cepat (KMC) Komando di perairan ABC Ancol, Jakarta, Selasa 29 April 2014.

Budiman menjelaskan, sekarang ini pihaknya telah memproduksi sebanyak 3.000 unit radio VHF. Radio ini digunakan untuk operasi satuan-satuan TNI-AD di sejumlah wilayah.

"Harganya setengah dari harga radio setipe kalau dibeli di luar. Radio yang kita kembangkan ini kualitasnya jauh lebih bagus dari radio buatan luar negeri," terangnya.

Namun, lanjut Budiman, teknologi yang tengah dikembangkan TNI AD ini belum bisa diperdagangkan, sebab masih dalam tahap pengembangan. Ke depan, produk itu akan dipasarkan.

"Sementara, ada kebijakan produk pertama ini belum boleh dijual. Kemampuan radio ini perlu ditingkatkan. Nanti saja kalau sudah selesai proses pengembangannya," kata Budiman.

Budiman menambahkan, sebetulnya produk kedirgantaraan yang diproduksi dalam negeri tidak kalah saing dengan produk pabrikan luar negeri. Selain radio, ada panser Anoa. Kendaraan tempur ini juga diminati oleh negara lain, khususnya kawasan ASEAN.

"Panser Anoa sudah dibeli oleh Malaysia dan ada peralatan lain juga," jelasnya.

TNI-AD telah menggandeng Universitas Surya untuk mengembangkan 15 teknologi untuk mendukung operasi personel di lapangan. Teknologi tersebut diciptakan untuk memperkuat sistem alutsista Indonesia, sekaligus meminimalisasi pengeluaran negara untuk membeli produk luar negeri. Di antaranya adalah:

1. Superdrone, yakni pesawat tanpa awak untuk pemantauan suatu daerah. Di beberapa negara digunakan sebagai pesawat pembom.

2. Alat konvensi BBM ke BBG, dengan ini sepeda motor TNI AD akan menggunakan bahan bakar hibrid; bensin dan gas. Subsidi gas lebih murah dibandingkan subsidi bensin. Motor menggunakan gas 3 kg bisa menempuh jarak 240-300 km. Jika alat ini dijual ke publik, akan sangat membantu tukang ojek dan pengendara motor lain.

3. Bioetanol dari sorgum, dilengkapi dengan genset yang sudah dimodifikasi sehingga cocok dengan bioetanol ini. Harganya lebih murah dan memungkinkan masyarakat bisa membuat sendiri bahan bakar untuk rumahan.

4. Laser gun, senjata untuk latihan menembak. Hanya saja pelurunya diganti dengan berkas sinar laser. Komputer membuat tembakannya seperti tembakan peluru. Hal ini untuk menghemat penggunaan peluru.

5. Open BTS. Dengan BTS ini, TNI AD bisa membuat jaringan seluler sendiri. Alat ini cocok untuk daerah-daerah pedalaman.

6. VOIP Based MESH network, sistem jaringan yang tidak tergantung pada salah satu point (self healing).

7. APRS and MESH Network, sistem untuk mengatur alutsista dan tentara ketika berada di lapangan. Dilengkapi dengan sistem tracking GPS.

8. Nanosatelit, satelit yang beratnya hanya 1 kg. Untuk tahap ini baru bisa dipakai untuk komunikasi saja.

9. Integrated Optronic Defense System, sistem pertahanan dengan memanfaatkan sistem optik dan elektronika.

10. Simulasi komputer 1, software yang dikembangkan untuk menganalisis tank atau alat perang lainnya dan mempelajari kekurangan serta kelemahan alat ini ketika dipakai di Indonesia.

11. Simulasi komputer 2, software untuk menganalisis berbagai senapan.

12. Gyrocopter, prototipe motor terbang, diharapkan dapat membantu transportasi antar pulau-pulau kecil di Indonesia.

13. IPv6, tiap komputer punya alamat yang disebut IP.

14. Multirotor, dipakai untuk pengintaian dan pemantauan daerah.

15. Frapping bird, Dipakai untuk pengintaian dan pemantauan daerah.

Alutsista Andalan Buatan Anak Negeri

Tidak hanya dipakai sendiri, para tetangga di ASEAN pun berminat beli

Prajurit TNI beraksi dengan Kapal Motor Cepat (KMC) Komando saat peluncurannya di Pantai ABC Ancol, Jakarta Utara, Selasa (29/4/2014).
Prajurit TNI beraksi dengan Kapal Motor Cepat (KMC) Komando saat peluncurannya di Pantai ABC Ancol, Jakarta Utara, Selasa (29/4/2014). (VIVAnews/Muhamad Solihin) (VIVAnews/Muhamad Solihin)
Ini kabar baik bagi industri pertahanan nasional. Tentara Nasional Indonesia (TNI)  Angkatan Darat (AD) baru saja meluncurkan Kapal Motor Cepat (KMC). Kapal yang diberi nama "Komando" itu asli buatan dalam negeri.

Peluncuran yang digelar di Pantai ABC Ancol, Jakarta, Selasa 29 April 2014, ditandai dengan demonstrasi, manuver dan uji tembak KMC 'Komando'. Disaksikan langsung Kepala Staf AD (KSAD) Jenderal Boediman.

Kapal ini merupakan hasil karya anak negeri. Dari tangan ahli yang terdiri dari para perwira Direktorat Pembekalan dan Angkutan (Ditbekang) TNI-AD dengan melibatkan tenaga ahli dari Institut Teknologi Surabaya (ITS) dan tenaga pelaksana pembangunan PT Tesco Indomaritim.

"Kami sudah beli 10 unit. Per unit seharga Rp 12 miliar sudah termasuk biaya riset dan pembangunannya," kata Jenderal Budiman.

Dari sepuluh unit KMC Komando itu, bulan ini baru dua unit yang telah selesai diproduksi. Selebihnya, akan selesai pada akhir bulan depan. Kata Budiman, harga produksi kapal motor ini jauh lebih murah ketimbang membeli kapal sejenis dari luar negeri.

Kapal ini akan didistribusikan ke sembilan Komando Daerah Militer, yakni Kodam Iskandar Muda, Kodam Bukit Barisan, Kodam Sriwijaya, Kodam Mulawarman, Kodam Wirabuana, Kodam Udayana, Kodam Tanjungpura, Kodam Patimura, dan Kodam Cendrawasih.

Daerah operasi kapal ini meliputi rawa, laut, sungai, dan pantai. Kapal ini juga bisa digunakan untuk pendaratan pasukan di pantai dan mampu berlayar terus menerus sejauh 250 NM (mil laut).

KMC berkapasitas 31 penumpang dan tiga ABK. Kecepatan maksimum kapal ini mencapai 35 knot. Tapi, untuk pengembangan berikutnya, kecepatan akan ditambah.

"Tahun 2015 nanti, kecepatannya akan ditambah menjadi 45 knot. Harus lebih cepat dari sekarang, karena pertempuran ke depan memerlukan kecepatan dan akurasi. KMC Komando terus akan kami kembangkan," kata Jenderal Budiman.

Untuk persenjataan, kapal ini dilengkapi dengan sistem senjata mesin berat (SMB) dengan jenis peluru 17,5 milimeter yang mampu menembak hingga 6 kilometer dengan jarak efektif tembakan 2 kilometer. "Dengan begitu, posisi penembak lebih aman," kata dia.

Bukan cuma itu, kapal ini juga memiliki dengan sistem tracking and locking target. Sistem tersebut mengatur penggunaan senjata secara otomatis yang dikendalikan oleh seorang penembak dari dalam ruang kemudi.
Minim Alat
Wilayah Indonesia begitu luas. Sarana penunjang sudah menjadi keharusan. Itulah yang diinginkan KSAD Jenderal Budiman.

"Jujur, kadang-kadang kami sedih melihat prajurit yang bertugas di wilayah pesisir dan terpencil. Mereka mengalami keterbatasan transportasi," kata Budiman.

Meski terkadang mendapatkan pinjaman kapal pengangkut pasukan dari satuan di atasnya, seperti Komando Militer wilayah setempat, namun kendala teknis sering tak teratasi.

Tak jarang, kapal yang dipinjamkan itu justru tidak dapat digunakan karena medan perairan yang dilalui terlalu dangkal. Sedangkan kapal yang ada rata-rata untuk perairan dalam.

Dia khawatir, ketidakmampuan TNI dalam menunjang sarana operasi anggotanya, dimanfaatkan pihak lain yang justru akan merugikan kedaulatan bangsa. "Kami memikirkan tentara yang berada di wilayah kecil (Kepulauan) ini, jangan sampai dibiayai oleh pihak lain (asing)," kata dia.

Oleh karena itulah, kata Budiman, pihaknya melakukan kerjasama dengan Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya dan PT Tesco Indomaritim, untuk mengembangkan teknologi KMC Komando. Kapal yang dapat digunakan di permukaan air dengan kedalaman hanya satu meter. [Baca TNI AD Kembangkan 15 Teknologi Alutsista Buatan Sendiri]

Geliat produksi anak negeri
Kita patut berbangga. Anak bangsa sudah bisa memproduksi alat utama sistem persenjataan (alutsista) sendiri. Sehingga, tidak terlalu bergantung pada negara lain.

Menurut Wakil Menteri Pertahanan, Letnan Jenderal (Purn) Sjafrie Sjamsoeddin, pertahanan Indonesia di level menengah memang menggunakan produk dalam negeri selama ini, yaitu hasil produksi PT Pindad.

"Kapal combatant dan kapal angkut buatan PT PAL juga sudah digunakan," kata Sjafrie di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Rabu 5 Februari 2014.

Kata dia, saat ini PT Pinpad sudah memproduksi 250 panser Anoa dan puluhan ribu senjata api dan pistol yang sesuai standar TNI. [Baca : TNI Terima 24 Panser Anoa dari Pindad]

Bahkan, kata dia, beberapa alutsista sudah diekspor ke sejumlah negara ASEAN. Beberapa negara ASEAN sudah mencapai proses nego terkait pembelian alutista buatan Indonesia. Misalnya, Brunei Darussalam dan Malaysia ingin membeli panser. Kedua negara itu, kata Sjafrie, juga tengah mengobservasi pesawat CN 25.

Sementara itu, Arab Saudi dan Korea Selatan sudah membeli pesawat jenis Boeing 235. "Ini cukup membanggakan untuk pesawat 235 dan 295. Sayap dan radar pesawat itu buatan Bandung," ujar Sjafrie.

Sjafrie mengatakan, industri pertahanan Indonesia memang sudah mampu memenuhi tingkat menengah. Namun, saat ini, Indonesia masih harus mengimpor alutsista tingkat tinggi, seperti pesawat tempur, kapal tempur, dan kapal selam.

Meski begitu, Sjafrie yakin, dalam 10 tahun mendatang, Indonesia sudah mampu membuat alutsista tingkat tinggi. "Dalam 10 tahun lagi bisa membuat kapal tempur sendiri," ujar dia.

Produk UnggulanKebangkitan industri pertahanan dalam negeri bukan pepesan kosong. Buktinya, sejumlah negara mulai tertarik menggunakan alutsista buatan Indonesia. Sebut saja Irak.

Persenjataan buatan Indonesia dinilai tepat untuk keperluan Irak. Selain harga bersaing, kualitas juga boleh diadu. Senapan Serbu 2 (SS2) produksi Pindad misalnya, telah sukses mengantar TNI beberapa kali juara lomba menembak tingkat Asia-Pasifik.

Pada lomba tembak internasional di Australian Army Skill at Arms Meeting (AASAM) 2012, Indonesia juara. Para jago tembak dari TNI Angkatan Darat mengalahkan tuan rumah Australia, dan juga negara besar seperti Inggris, Amerika Serikat, Kanada, Perancis, Selandia Baru.

Selain senapan serbu, Baghdad juga terpincut panser Anoa. Kendaraan lapis baja itu  dinilai cocok untuk perkotaan.

"Letak geografis Irak menjadi alasan pihak pemerintah Irak jatuh hati pada SS2 dan Anoa," ujar Direktur Utama PT Pindad Adik A. Soedarsono.

Dua negara tetangga, Brunei dan Malaysia, pun jatuh hati pada panser Anoa buatan Indonesia. [Baca Panser RI Perkuat Armada Tempur Malaysia]

Berikut produk unggulan dalam negeri:

CN 235 Maritime Patrol

Spesifikasi
Kru : 2 pilot
Kapasitas : 45 penumpang
Panjang : 21,40 m
Bentang sayap : 25,81 m
Tinggi : 8,18 m
Area sayap : 59,1 m2
Berat kosong : 9800 kg
Berat isi : 15.100 kg
Maksimum berat : 15,100 kg
Tenaga penggerak : 2xGE CT79  1,395 kW (1850 bhp)
Kecepatan max : 509 km/jam
Jarak : 796 km
Daya menanjak : 542 m/menit

Senapan Serbu SS1 dan SS2
Spesifikasi SS1
Berat : 4,01 kg
Panjang : 997 mm
Peluru : 5,56 x 45 mm
Mekanisme : operasi gas, bolt berputar
Rata tembakan : 700 butir / menit
Kecepatan peluru : 710 m/s
Jarak efektif : 450 m
Amunisi : magazin bos 30 butir
Alat bidik : besi dan teleskop

Spesifikasi SS2
Berat kosong : 3,2 kg
Panjang : 930 mm
Panjang laras : 460 mm
Peluru : 5.56 x 45 mm
Mekanisme : piston gas, bolt berputar
Rate tembakan : 700 butir / menit
Kecepatan peluru : 710 m/s
Jarak efektif : 450 m
Amunisi : magazin bos 30 butir
Alat bidik : besi
Panser Anoa
Spesifikasi
Berat : 11 ton, 14 ton (combat)
Panjang : 6 m
Lebar : 2,5 m
Tinggi : 2,5 m/2,9 m (varian FSV)
Awak : 3 plus 10 penumpang
Tempur : lapis baja Monpcoque
Senjata utama : Senapan mesin 12,7 mm, granat CIS 40 AGL
Senjata pelengkap : 2x3 66 mm peluncur granat
Jenis mesin : Renault MIDR 062045 diesel turbo 6 silinder
Daya kuda/ton : 22,85 HP/ton
Transmisi : otomatis, ZF S6HP602
Suspensi : Independen
Ground clereance : 40 cm
Kapasitas tangki : 200 liter
Daya jelajah : 600 km
Kecepatan : 90 km/jam

KSAD Luncurkan Kapal Komando Buatan Dalam Negeri

Peluncuran Kapal Motor Cepat "Komando" dilakukan di Pantai Ancol.

Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Budiman.

Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Budiman. (VIVAnews/Muhamad Solihin)
Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI-AD) meluncurkan Kapal Motor Cepat (KMC) yang diberi nama "Komando". Kapal ini adalah hasil riset dan pengembangan teknologi persenjataan yang merupakan kerjasama tenaga ahli perguruan tinggi di dalam negeri.

Peluncuran dilakukan Kepala Staf TNI AD (KASAD) Jenderal Budiman yang ditandai dengan demonstrasi manuver dan uji tembak KMC 'Komando' di Pantai ABC Ancol, Jakarta, Selasa 29 April 2014.
Budiman menjelaskan kapal motor cepat ini merupakan hasil karya tenaga ahli yang terdiri dari para perwira Direktorat Pembekalan dan Angkutan (Ditbekang) TNI-AD dengan melibatkan tenaga ahli dari Institut Teknologi Surabaya (ITS) dan tenaga pelaksana pembangunan PT Tesco Indomaritim.

"Kami membuat 10 unit KMC, per unitnya seharga Rp12 Miliar lengkap dengan seluruh peralatannya," kata Budiman.

Budiman menjelaskan, KMC ini dapat dioperasikan di daerah rawa, laut, sungai dan pantai. Kapal ini juga mampu untuk pendaratan pasukan di pantai dan mempu berlayar terus menerus sejauh 250 NM (Nautical Mile) dengan memuat 31 orang penumpang dengan tiga anak buah kapa (ABK).

Dalam kesempatan ini, TNI-AD juga melakukan demonstrasi sejumlah peralatan hasil riset penelitian dan pengembangan berbasis teknologi terkini yang dikerjakan TNI-AD bekerjasama dengan Universitas Surya dan beberapa universitas lainnya. Sejumlah peralatan itu di antaranya adalah UAV/Super Drone, alat menembak laser, integrated optronic defence system, gyrocopter, multi rotor dan flapping bird.
Sedangkan untuk materi alat utama perbekalan dan angkutan yang didemonstrasikan antara lain LCU, perahu penanggulangan banjir Hovercraft dan uji coba penembakan dengan RWS (Remote Weapon Station). Adapun kapal motor cepat lain yang ikut dalam demonstrasi manufer yaintu Hover Craft.

"KMC Hover Craft ini dapat mengangkut bekal material dua unit bus dan personel secara terbatas. Selain itu juga bisa untuk angkutan operasional penanggulangan bencana, mampu manuver di darat, perairan dangkal dan berlumpur, stabilitas baik pada muatan penuh dan kecepatan maksimum," katanya.

Sementara perahu penanggulangan banjir dapat dirangkai sebagai jembatan penyeberangan, dapat disusun 6 unit di dalam kendaraan truk 2,5 Ton. Perahu mampu menyangkut personel maksimal 14 orang dengan kecepatan 6 Knots dan daya tahan pemeliharaan hingga 25 tahun.

Prajurit TNI Meminjam Kapal untuk Patroli

Kapal TNI-AD terbatas jumlahnya.

Kasad Jenderal TNI Budiman.
Kasad Jenderal TNI Budiman. (ANTARA/R. Rekotomo)
Kepala Staf Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI-AD) Jenderal Budiman mengaku sedih melihat kondisi prajuritnya yang berada di wilayah pesisir pantai dan perbatasan. Menurutnya sarana transportasi kapal yang dimiliki TNI-AD masih sangat terbatas jumlahnya, sehingga untuk melakukan operasi mereka harus mencari pinjaman.

"Jujur, kadang-kadang kami sedih melihat prajurit  yang bertugas di wilayah pesisir dan terpencil. Mereka mengalami keterbatasan transportasi," kata Budiman sela-sela peluncuran kapal motor cepat (KMC) Komando di Pantai ABC Ancol, Jakarta, Selasa 29 April 2014.

Meski terkadang mendapatkan pinjaman kapal pengangkut pasukan dari satuan di atasnya seperti Komando Militer wilayah setempat, namun kendala teknis itu tak teratasi. Pasalnya, tak jarang kapal itu justru tidak dapat digunakan karena medan perairan yang dilalui terlalu dangkal, sedangkan kapal yang ada rata-rata untuk perairan dalam.

"Kami memikirkan tentara yang berada di wilayah kecil (Kepulauan) ini jangan sampai dibiayai oleh pihak lain (asing)," ujarnya.

Oleh karena itu, lanjut Budiman, pihaknya bekerjasama dengan Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya dan PT Tesco Indomaritim mengembangkan teknologi KMC Komando. Kapal itu dapat digunakan di permukaan air dengan kedalaman hanya satu meter.

"Kami sudah beli 10 unit. Per unit seharga Rp 12 miliar sudah termasuk biaya riset dan pembangunannya," katanya.

Budiman menjelaskan, dari sepuluh unit KMC Komando itu, bulan ini baru dua unit yang telah selesai diproduksi. Hari ini telah dilakukan uji coba demonstrasi kapal itu dengan bermanuver di perairan kawasan pantai Ancol. Kapal Komando yang dilengkapi persenjataan itu juga sempat di coba melalui perairan Pulau Damar, kawasan Kepulauan Seribu DKI Jakarta. Sedangkan sisanya, akan selesai diproduksi pada akhir bulan depan.

"Kapal ini juga sangat strategis untuk patroli laut antar pulau. Kapal itu dilengkapi sistem senjata mesin berat (SMB) otomatis dengan jenis peluru 17,5 milimeter," tuturnya.

Ia menjelaskan, KMC ini memiliki kecepatan dan akurasi tembakan. Saat ini kecepatan maksimal yang mampu dicapai baru 35 knot. Senjata tersebut dapat menembak dengan jarak sampai enam kilometer. Namun, jarak efektif tembakan hanya dua kilometer.

"KMC Komando terus akan kami kembangkan. Tahun 2015 nanti, kecepatannya akan ditambah menjadi 45 knot. Harus lebih cepat dari sekarang, karena pertempuran ke depan memerlukan kecepatan dan akurasi," ujarnya.

Selain itu, kapal ini juga dilengkapi dengan sistem tracking and locking target. Sistem tersebut mengatur penggunaan senjata secara otomatis yang dikendalikan oleh seorang penembak dari dalam ruang kemudi.

"Dengan begitu posisi penembak lebih aman," katanya.

Budiman menambahkan, kapal ini nantinya akan didistribusikan ke sembilan Komando Daerah Militer (Kodam) yakni Kodam Iskandar Muda Aceh, Kodam Bukit Barisan Medan, Kodam Sriwijaya Palembang, Kodam Mulawarman Kalimantan Barat, Kodam Wirabuana Sulawesi Tengah, Kodam Udayana Bali, Kodam Tanjungpura, Kodam Patimura Maluku dan Kodam Cendrawasih Papua.