Sabtu, 23 November 2013

Perang “Serdadu Siber” RI-Australia


Sejumlah situs sipil lumpuh total di dua negara. Siapa rugi?

Hacker Australia Meretas Sejumlah Situs Penting Indonesia

"Who want a cc number indonesian?" (Siapa yang mau nomor kartu kredit Indonesia?) tulis peretas Australia dalam website Pastebin.com. Voila! Ratusan nomor kartu kredit dijembreng panjang. Terpampang nama-nama khas Indonesia lengkap dengan alamat e-mail serta kode penerbangan. Data rahasia itu diumbar begitu saja di Internet.

Di situs itu, pelaku peretasan yang mengaku sebagai 'AnonAu', atau Anonymous Australia, mengklaim daftar panjang kartu kredit itu adalah pelanggan Garuda Indonesia Airways yang sengaja dicuri. Diduga peretas itu berhasil menyusup ke jaringan database Garuda Indonesia melalui celah di website garuda-indonesia.com. Impresif.

"And how about garuda frequent flyer?" (Bagaimana dengan Garuda Frequent Flyer (GFF)—program loyalty dari Garuda Indonesia yang diperuntukkan untuk pelanggan setia?) AnonAu menambahkan. Kemudian menyusul data-data 317 pelanggan GFF. Juga disertai alamat e-mailnya.

"Yeah.  That's your country, baby … “ tulis AnonAu itu setengah mengejek. Lalu mereka mengatakan data itu dicuri dari dua juta akun milik warga Indonesia di Facebook. “Next... maybe your account... fella," hardik AnonAu dalam pesan itu.

Itulah reaksi para hacker Australia yang berang. Sebab, lebih dari 170 situs tak bersalah asal Australia diobrak-abrik peretas Indonesia, beberapa hari sebelumnya. Aksi balas serang ini telah terjadi lebih dari sepekan. Korban pun  jatuh. Garuda Indonesia dan pelanggannya mungkin hanya secuil dari gambar besar korban "perang."

Garuda membenarkan, bahwa pada Jumat malam hingga Sabtu petang, situs resminya lumpuh. Tidak bisa diakses sama sekali. Itu sebabnya,  kata Vice President Corporate Communication Garuda Indonesia Pujo Broto,  Garuda sengaja mematikan situs mereka.

"Data center kami telah diretas. Untuk pengamanan, kami mematikan situs Garuda selama lima jam,"  ujar Pujo pada VIVAnews, 20 November 2013. Selama itu, para pelanggan maskapai penrbenagan nasional itu turut jadi korban. Mereka tak bisa memesan tiket secara online, dan hanya bisa memesan via call center. “Itu buka 24 jam, dan banyak penumpang beralih ke sana,” ujar Pujo.

Rugi? Pujo enggan memaparkan seberapa besar kerugian akibat lumpuhnya sistem pemesanan tiket online Garuda selama masa penyerangan itu. "Tim IT kami langsung bekerja, dan setelah lima jam situs kami kembali live."

Gara-gara disadap

Garuda Indonesia hanya satu dari "sasaran tembak" para “serdadu siber” Australia. Sejumlah situs lain dari Indonesia bernasib sama. Diutak-atik oleh peretas hingga luluh-lantak tak berdaya. Bahkan, sampai hari ini pun mereka masih mati suri.

Jika ditelusuri, tragedi ini berawal dari aksi spionase badan intelijen Australia, Direktorat Sinyal Pertahanan/DSD. Aksi lembaga spion itu terbongkar melalui dokumen rahasia Badan Keamanan Nasional Amerika Serikat (NSA) yang dibocorkan oleh mantan kontraktornya, Edward Snowden.

Menurut laporan Guardian edisi 2 November 2013, operasi penyadapan oleh DSD dilakukan pada 2009, dan dibantu mitra sekutu, yakni NSA. Target operasinya adalah nomor kontak para pejabat tinggi bidang keamanan Indonesia, tak terkecuali Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono beserta istri, Wapres Boediono, mantan Wapres Jusuf Kalla, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dan beberapa pejabat tinggi lain.

Fakta ini tentu menyulut api antara Indonesia dan Australia. Di dunia maya, kabar ini memantik amarah sejumlah pihak. Aksi mata-mata itu dianggap kelewatan, dan para peretas asal Indonesia pun menuntut balas. Mereka menggencarkan serangan deface —mengubah tampilan depan website— ke sejumlah situs milik Australia, dengan nama operasi #OpAustralia di Twitter.

Badai serangan sporadis digelar para peretas dari Indonesia. Kurang dari 24 jam, 178 wajah website Australia diacak-acak. Nama-nama grup peretas seperti Blackwhiteanglezwings Team, Indonesian Cyber Army, Jagad dot ID, Wonogiri Cyber Team, Indonesia Security Down pun mejeng di halaman depan situs-situs Australia itu. Tak cuma sebentar, tapi berhari-hari.

Tak luput dari serangan, situs milik pemerintah Australia: asis.gov.au (situs milik badan intelijen Australia ASIS atau Australian Secret Intelligence Service) dan asio.gov.au (situs milik badan pertahanan Australia ASIO atau Australian Security Intelligence Organisation). Selama beberapa jam, kedua situs sempat tak bisa diakses.

"Stop spying Indonesia, If Australia still spy on Indonesia, we do not hesitate Indonesian Hacker reluctant to undermine Australia website. … We will stop if Australia to say sorry to Indonesia," kata salah satu peretas melalui pesan yang ditinggalkan di situs korbannya.

Sejak itu, warga Australia berkeluh kesah tentang serangan yang bodoh dan tidak bertanggung jawab itu di media sosial. Merasa merasa tidak terlibat dengan aktivitas intelijen di masa lalu, namun ironis, kini mereka yang menerima getahnya. Saat dikonfirmasi, mengutip laman Cyber War News, seorang peretas beridentitas xCodeZ asal Indonesia berkilah, Australia-lah yang memulai.

Galau oleh serangan membabi-buta darai Indonesia itu, Anonymous Australia meninggalkan peringatan di situs YouTube. Mereka  meminta pelaku aksi peretasan dari Indonesia agar menghentikan serangan ke situs-situs tak bersalah milik masyarakat sipil Australia, dan fokus pada target situs pemerintahan yang memang dianggap lebih relevan.

"We bid you, as a fellow brother to focus on your main target – governments and spy agencies and leave the innocent bystanders out of this," tulis pesan itu di dalam video.

Namun, pesan itu tak digubris. Sekelompok peretas bergerak. Laman Cyber War News, menyatakan peretas Indonesia menyerang situs sipil, setelah membombardir situs Badan Intelijen Australia, ASIS.gov.au dengan serangan DDoS (distributed denial of service). Itu serangan massif.  Sasaran dihujani bom trafik seketika,  sehingga lumpuh secara infrastruktur.

Serangan itu pun menarik perhatian media massa asing. Dampak dari serangan itu meluas cepat. "Sebuah grup peretas bernama Indonesian Security Down (ISD) Team diyakini telah berada di belakang serangan ke situs ASIS. ISD dan kelompok peretas lain, termasuk Indonesian Cyber Army dan The Java Cyber Army bersumpah untuk melanjutkan serangan tersebut," tulis harian Sydney Morning Herald, edisi Senin 11 November 2013
Peretas Indonesia pun mendapat sorotan.

Serangan balik

Tak terima negaranya diserang membabi buta, grup peretas Anonymous Australia naik darah.  Mereka pun membuat aksi balasan.  Sebuah video di YouTube diunggah oleh Anonymous Australia. Di video itu, mereka mengancam akan menyerang sejumlah website ternama di Indonesia, milik negara dan swasta, seperti Portal VIVA.co.id, Polri.go.id, Kaskus.com, dan Kpk.go.id.

Peretas Negeri Kanguru itu mengatur serangan balik. Pada Rabu 13 November 2013, beberapa situs besar di Indonesia "kedatangan tamu". Dilaporkan situs milik Angkasa Pura, Solo Airport, Kementerian Pendidikan, hingga Garuda Indonesia tumbang. Sejumlah peretas berhasil menyusup, dan mencuri data-data dari tiap situs.
Penelusuran VIVAnews di situs Pastebin, Anonymous Australia berhasil mencuri laporan neraca AngkasaPura, mengutak atik sistem manajemen database Soloairport.com dan Kemdikbud.go.id, serta mencuri data penumpang Garuda Indonesia beserta nomor kartu kreditnya.

Belum puas, mereka menjembrengkan semua data itu di satu halaman, yang bisa diakses luas oleh siapapun.

"We gave you final warning recently,” tulis kelompok peretas itu. Mereka mengaku telah melumpuhkan sistem di Angkasapura, pendidikan dan banyak lagi situs Indonesia lainnya. “First of all, becAUSE this cyber war, you make our site down. Including charity website, church and micro industry”.

Saat dikonfirmasi, Kepala Biro IT PT Angkasa Pura II, Didi Kristianto membenarkan aksi peretasan di perusahaan itu. "Tapi, yang diretas itu bukan situs, melainkan executive information system (EIS) yang didalamnya terdapat data-data pekerja berupa grafik, statistik penerbangan dan laporan keuangan," ujarnya pada VIVAnews, 20 November 2013.

"Untung, data-data yang ada di EIS itu bukan data rahasia. Data-data itu secara rutin dipublikasi di portal BUMN. Sementara data-data rahasia masih aman, dan tidak tersentuh peretas," dia menjelaskan.

Tapi peretas asal Indonesia beridentitas Scrangger40z tak rela kehilangan muka. Dia membalas serangan Anonymous Australia dengan melumpuhkan beberapa situs milik pemerintah Australia dengan domain gov.au, seperti asio.gov.au, asia.gov.au, australia.gov.au, canberraairport.com.au, alburycity.nsw.gov.au, pm.gov.au, dan masih banyak lagi di tautan ini.

Tak hanya mematikan sistem di website itu, sang peretas juga mengunggah shell (trojan) di situs-situs itu sehingga sewaktu-waktu bisa dilumpuhkan melalui remote.

"We attack Australian because we hate indonesian spying from Australian. if you save airport database from indonesian, we can attack all website of australian." (Kami menyerang situs Australia karena kami tidak suka Indonesia dimata-matai Australia. Jika Anda mencuri database bandara dari Indonesia, kami bisa menyerang semua website Australia)

Dalam laman Pastebin, Scrangger40z mengklaim Anonymous Indonesia telah menyusupi 765.734 situs Australia, 456.225 akun Facebook, 51.445 akun Twitter, dan 55.256 akun BlackBerry.

Meredakan situasi kian semrawut, Anonymous Australia kembali mengunggah video ke YouTube. Di dalamnya, mereka memohon agar perang siber antara Indonesia dan Australia dihentikan. Berikut sepetik pesan yang ditulis Anonymous Australia dalam video.

Menurut pantauan, sebagian besar situs pemerintahan Australia tampak pulih. Begitu pun situs-situs milik Indonesia. Hanya beberapa situs seperti Bank Indonesia dan Badan Narkotika Nasional (BNN) tampak masih babak belur bahkan sampai hari ini.

Belum ada konfirmasi dari pihak yang bertanggung jawab atas kegagalan akses kedua situs pemerintah itu. Namun, dugaan kuat sementara kedua situs itu menjadi sasaran para peretas Australia.

Stop!

Isu perang siber ini pun sampai ke meja Kementerian Komunikasi dan Informatika. Juru bicara Kemenkominfo Gatot S Dewa Broto mengatakan, ramainya pemberitaan di media massa tentang aksi peretasan sangat berpotensi memicu keresahan dari masing-masing negara, khususnya pengguna Internet.

"Tindakan peretasan dilakukan secara demonstratif, tidak dapat dipertanggungjawabkan, hanya akan memperkeruh suasana," ujar Gatot. "Ini juga berpotensi melanggar UU No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yaitu pada Pasal 28 ayat 1 dan 2, Pasal 29, dan Pasal 30 ayat 1, 2, dan 3."

Senada dengan Gatot, pakar keamanan Informasi Jim Geovedi juga mengimbau agar perang siber antara Indonesia-Australia segera dihentikan. "Perang siber adalah istilah besar dan serius. Apa saja aktivitas dalam sebuah perang siber (cyberwar)? Jika mengikuti definisi perang secara umum yang disesuaikan dengan media siber, maka ada beberapa hal yang akan terjadi," kata Jim, dalam blognya.

Pertama, akan terjadi serangan memakan korban. Jika hanya kerugian material, kata Jim, sebuah aksi ekonomi pun bisa menimbulkan kerugian dalam jumlah besar. Karena itu, kerugian material belum bisa menjadi indikasi terjadinya sebuah perang siber.

Kedua, sebuah aksi perang siber harus bersifat instrumental, atau punya tujuan. Dalam konfrontasi militer, satu pihak akan memaksakan pihak berseberangan untuk melakukan yang tidak mereka inginkan.

"Ketiga, perang siber harus bersifat politik. Deklarasi perang adalah mutlak hak istimewa pemimpin negara, bukan hak anak-anak yang bahkan belum punya hak pilih dalam pemilihan umum di negaranya, walaupun mereka meyakini aksi mereka adalah untuk kepentingan negara dan bangsa," ujar Jim.

Menurutnya, sampai hari ini, belum satupun serangan siber memenuhi persyaratan itu.

Dalam blognya, Jim juga mengingatkan Indonesia punya pihak berwenang, dan lebih mampu menangani persoalan ini. Menurut Jim, jika seseorang menilai pemerintah tidak kompeten, silakan melakukan protes kepada para petinggi negara, dan tidak melakukan tindakan sporadis yang justru membahayakan hubungan antarnegara.

"Jika masih bersikeras, silakan pikirkan beberapa hal berikut. Penyadapan bukan hal baru, Indonesia juga melakukannya. Informasi penyadapan diperoleh dari dokumen yang dibocorkan Edward Snowden. Sebelum dokumen tersebut bocor, apakah kalian menyadari aktivitas memata-matai antar kedua negara telah terjadi?" kata Jim.
Vivanews.

Indonesia Bekukan Kerjasama, Pertahanan Australia Bisa Melemah

Seorang analis Australia sebut pembekuan membahayakan

Tentara angkatan laut dan penjaga pantai. [ilustrasi].
Tentara angkatan laut dan penjaga pantai. [ilustrasi]. (REUTERS/Pichi Chuang) (REUTERS/Pichi Chuang)
Penghentian kerjasama di bidang penangkalan aksi teror dan operasi perbatasan antara Australia dengan Indonesia, dikhawatirkan akan memiliki dampak yang serius, khususnya bagi bidang pertahanan Negeri Kanguru.
Para ahli memperingatkan penghentian sementara kerjasama antara Polisi Federal Australia dengan Indonesia dapat memukul mundur semua kemajuan yang pernah dicapai di bidang pertahanan.

Harian Sydney Morning Herald (SMH), Jumat 22 November 2013, melansir pernyataan seorang sumber di bidang keamanan yang menyebut penghentian kerjasama dapat membahayakan Australia.

"Hal itu dapat membahayakan seluruh inisiatif mengenai penyelundupan manusia yang pernah disepakati oleh kedua negara," ujar sumber itu.

Kepala Polisi Federal Australia (AFP), Tony Negus, menegaskan kendati kedua negara kini dibelit isu penyadapan, namun 30 petugas polisi AFP masih terus melanjutkan pekerjaan mereka di Indonesia. Namun, Negus menolak berkomentar apakah AFP turut merasakan dampak kekisruhan isu spionase.

Pernyataan itu muncul ketika anggota tentara elite militer Australia, resimen SAS bersiap pulang setelah latihan bersama penyelamatan sandera dan pembajakan dengan Kopassus Indonesia dibatalkan. Negus juga enggan berkomentar soal dampak yang dirasakan oleh AFP setelah adanya penghentian kerjasama dengan Indonesia mulai Rabu lalu.

"Kami tetap membina sebuah hubungan yang baik dengan Polri. Reputasi dan hubungan kami dengan Polri tetap baik saat ini, jadi kami berharap tetap bisa meneruskan kerjasama itu," ungkap Negus.

Untuk sementara ini, lanjut kedua pihak akan terus melanjutkan kerjasama yang sudah berjalan. Dia pun berjanji akan terus melanjutkan kerjasama itu selama mungkin.

Selain latihan bersama penanggulangan aksi pembajakan yang dibatalkan, aktivitas militer lain yang juga ditangguhkan yaitu latihan bersama udara Australia dengan Indonesia menggunakan nama Elang. Dalam latihan bersama itu, pesawat jet tempur F-16 Indonesia akan beradu kemampuan dengan pesawat tempur klasik milik Negeri Kanguru, Hornet.

Pembatalan itu dikabarkan pada Rabu, 20 November 2013 kemarin. Sebuah rencana untuk menyerahkan sembilan pesawat Hercules C-130H gelombang pertama dari Australia ke Indonesia juga ditunda. Acara tersebut sedianya diadakan tanggal 26 November 2013.

Belum diketahui apakah Pesawat Hercules itu berniat untuk dihibahkan Negeri Kanguru atau ditawarkan untuk dijual ke Indonesia.

Kendati terjadi pembatalan latihan militer, namun kunjungan para petinggi militer Australia seperti Kepala Angkatan Udara, Geoff Brown dan Kepala Angkatan Laut, Ray Griggs, dijadwalkan masih tetap seperti agenda semula.

Indonesia pun disebut mash berencana untuk memiliki tiga kendaraan lapis baja Bushmaster dari Australia.

Sementara Juru Bicara Menteri Keamanan David Johnston, menyayangkan adanya pembatalan beberapa latihan militer. Namun, dia menyebut Australia akan menggunakan pendekatan jangka panjang untuk menjalin kerjasama di bidang pertahanan dengan Indonesia.

Mantan polisi anti teror, Nick O'Brien yang pernah bekerja sama dengan polisi satuan khusus Inggris, kecewa apabila kerjasama di antara satuan pengamanan akan dihentikan sementara. Pasalnya, kolaborasi polisi Australia dan Indonesia dalam membekuk para pelaku aksi teror merupakan kisah sukses yang terkenal.

"Sangat disayangkan apabila kerjasama tersebut harus hilang. Namun, kehilangan justru dirasakan lebih besar oleh warga Australia dan Indonesia," kata O'Brien.

Jumat, 22 November 2013

BIN Telah Berkomunikasi dengan Pimpinan Intelijen Australia

Isu penyadapan bukan pertama kali terjadi, respon  dan gerak cepat telah ditunjukan Badan Intelijen Negara (BIN)  yang sudah berkomunikasi dengan pimpinan intelijen Australia sesuai instruksi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Demikian pernyataan Bambang Wiyono, Deputi Komunikasi dan Informasi BIN, di kantor BIN, Jakarta, Senin, 18 November 2013.                                      
"Terkait isu penyadapan, BIN telah melakukan komunikasi langsung dengan pimpinan intelijen Australia, dan sebagai bagian dari langkah membangun komunikasi yang baik antara lembaga intelijen Indonesia dan Australia" ungkap Bambang Wiyono.
Lebih lanjut Bambang menjelaskan komunikasi tersebut dilakukan untuk meminta kepastian tentang kegiatan penyadapan dan meminta jaminan bahwa tidak ada kegiatan penyadapan untuk saat ini dan selanjutnya. Pimpinan intelijen Australia, juga memberikan perhatian besar terkait isu penyadapan dengan melakukan evaluasi internal secara menyeluruh terhadap sistem dan kinerja intelijen mereka.
“BIN terus melakukan komunikasi dan mendukung langkah-langkah diplomatik dari Kementerian Luar Negeri dalam menyikapi isu penyadapan ini," tegas Deputi VI Ka BIN.
Sebenarnya tidak ada lagi hal baru, lanjut Bambang, kecuali penyebutan secara lebih spesifik target-target penyadapan yang berasal dari Edward Snowden yang masih memerlukan evaluasi secara mendalam dari aspek pembuktian dan kapasitasnya. Termasuk juga motivasinya, dengan mencermati situasi dan posisinya saat ini.
Bambang menambahkan BIN menangkap adanya tendensi provokatif dalam pemberitaan terkait penyadapan yang dilakukan Australia terhadap Indonesia.
“Pengulangan berita menyangkut isu penyadapan ini memberikan kesan adanya hal-hal bertendensi provokatif, terkait hubungan yang telah terjalin antara Indonesia dengan Australia, “ ujar Bambang Wiyono.
Menurut Bambang isu penyadapan perlu disikapi secara cermat dan tepat, jangan sampai Indonesia masuk dalam situasi di luar kepentingan nasional sendiri, serta tetap menjaga kewibawaan nasional kita.
Bambang memberikan saran dalam penerapan sistem komunikasi yang aman dengan menggunakan persandian atau enkripsi, meskipun komunikasi dimungkinkan tersadap, namun konten komunikasinya tidak dapat dibuka atau dibaca.
"Sehubungan dengan itu, penggunaan sarana dan sistem komunikasi yang aman, sesuai dengan tata aturan yang telah ditentukan, agar kiranya benar-benar menjadi atensi dan dilaksanakan oleh para pihak yang bertanggungjawab dalam penanganannya untuk mengamankan komunikasi para pejabat terkait," tutupnya.
BIN. 

BIN Telah Berkomunikasi dengan Pimpinan Intelijen Australia

Jakarta (19/11/2013)-  Isu penyadapan bukan pertama kali terjadi, respon  dan gerak cepat telah ditunjukan Badan Intelijen Negara (BIN)  yang sudah berkomunikasi dengan pimpinan intelijen Australia sesuai instruksi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Demikian pernyataan Bambang Wiyono, Deputi Komunikasi dan Informasi BIN, di kantor BIN, Jakarta, Senin, 18 November 2013.                                     
"Terkait isu penyadapan, BIN telah melakukan komunikasi langsung dengan pimpinan intelijen Australia, dan sebagai bagian dari langkah membangun komunikasi yang baik antara lembaga intelijen Indonesia dan Australia" ungkap Bambang Wiyono.
Lebih lanjut Bambang menjelaskan komunikasi tersebut dilakukan untuk meminta kepastian tentang kegiatan penyadapan dan meminta jaminan bahwa tidak ada kegiatan penyadapan untuk saat ini dan selanjutnya. Pimpinan intelijen Australia, juga memberikan perhatian besar terkait isu penyadapan dengan melakukan evaluasi internal secara menyeluruh terhadap sistem dan kinerja intelijen mereka.
“BIN terus melakukan komunikasi dan mendukung langkah-langkah diplomatik dari Kementerian Luar Negeri dalam menyikapi isu penyadapan ini," tegas Deputi VI Ka BIN.
Sebenarnya tidak ada lagi hal baru, lanjut Bambang, kecuali penyebutan secara lebih spesifik target-target penyadapan yang berasal dari Edward Snowden yang masih memerlukan evaluasi secara mendalam dari aspek pembuktian dan kapasitasnya. Termasuk juga motivasinya, dengan mencermati situasi dan posisinya saat ini.
Bambang menambahkan BIN menangkap adanya tendensi provokatif dalam pemberitaan terkait penyadapan yang dilakukan Australia terhadap Indonesia.
“Pengulangan berita menyangkut isu penyadapan ini memberikan kesan adanya hal-hal bertendensi provokatif, terkait hubungan yang telah terjalin antara Indonesia dengan Australia, “ ujar Bambang Wiyono.
Menurut Bambang isu penyadapan perlu disikapi secara cermat dan tepat, jangan sampai Indonesia masuk dalam situasi di luar kepentingan nasional sendiri, serta tetap menjaga kewibawaan nasional kita.
Bambang memberikan saran dalam penerapan sistem komunikasi yang aman dengan menggunakan persandian atau enkripsi, meskipun komunikasi dimungkinkan tersadap, namun konten komunikasinya tidak dapat dibuka atau dibaca.
"Sehubungan dengan itu, penggunaan sarana dan sistem komunikasi yang aman, sesuai dengan tata aturan yang telah ditentukan, agar kiranya benar-benar menjadi atensi dan dilaksanakan oleh para pihak yang bertanggungjawab dalam penanganannya untuk mengamankan komunikasi para pejabat terkait," tutupnya.
- See more at: http://www.bin.go.id/nasional/detil/247/1/19/11/2013/bin-telah-berkomunikasi-dengan-pimpinan-intelijen-australia#sthash.EfhnJWVu.dpuf

Paradigma Baru Ancaman Intelijen Masa Kini



Perkembangan dinamika dan lingkungan strategis mengakibatkan perubahan paradigma, sehingga spektrum ancaman bergeser dari ancaman bersifat non fisik berubah menjadi perang masa depan bersifat cyber war. Atas dasar itulah intelijen Indonesia harus menyesuaikan dengan bentuk dan sifat ancaman perang tersebut. Kemajuan teknologi harus menjadi peluang bagi intelijen Indonesia untuk mencapai tujuan dan kepentingan nasional disertai dengan mengintensifkan pengembangan SDM intelijen baik kecerdasannya maupun nasionalisme. Demikian intisari pendapat mantan Deputi Bidang Produksi dan Analisa Badan Koordinasi Intelijen Negara/BAKIN (Red: sekarang BIN) Supono Soegirman, yang juga penulis buku intelijen berjudul “Intelijen Profesi Unik Orang-Orang Aneh”, dalam wawancara di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Berikut petikan wawancara dengan mantan Deputi III BAKIN, Supono Soegirman.
Bagaimana perjalanan karir Anda di bidang intelijen?
Awal karir di BAKIN, saya bertugas sebagai liason dengan DPR, setelah mengalami reorganisasi ditempatkan di salah satu Direktorat Riset Deputi Bidang Luar Negeri BAKIN. Saya sempat menjabat sebagai Kepala Seksi Vietnam, Kasubdit Asia Tenggara, kemudian dipindah ke direktorat operasional dan ditugaskan ke luar negeri. Kembali dari luar negeri ditugasi sebagai Direktur Riset dan Analisa di lingkungan Deputi III (Deputi Produksi dan Analisa BAKIN). Kemudian seusai pendidikan Lemhanas saya ditugasi menjadi staf ahli bidang Sosial Budaya, dan puncaknya dipercaya menduduki jabatan eselon I sebagai Deputi III BAKIN.
Apa motivasi Anda menulis buku tentang intelijen?
Terdapat peribahasa latin "verba volant, scripta mament", artinya kata-kata lisan menguap, tulisan langgeng. Peribahasa tersebut merupakan salah satu pertimbangan mendorong saya menulis buku tentang intelijen, agar masyarakat umum punya persepsi yang benar terhadap dunia intelijen. Buku-buku yang saya tulis menggunakan bahasa populer agar mudah dimengerti masyarakat sebagai "stay behind of intelligence", bersikap kondusif bagi kinerja intelijen. Selama ini tulisan-tulisan berbahasa Indonesia tentang intelijen masih sulit ditemukan. Dilain pihak, banyak terdapat cukup banyak film tentang intelijen yang umumnya justru mudah memberi gambaran keliru. Apabila persepsi masyarakat tentang profesi intelijen dapat proporsional, maka akan dapat meringankan sebagian tugas-tugas intelijen.
Respon publik terhadap tulisan-tulisan saya tentang intelijen cukup konstruktif.  Komentar langsung dalam seminar, pertemuan maupun pertanyaan tertulis melalui media sosial, meskipun disampaikan dalam kalimat-kalimat pendek, menumbuhkan harapan bahwa pembaca bersedia memberikan pemahaman terhadap profesi intelijen sebagaimana semestinya. Sejauh ini buku-buku tentang intelijen yang memadai dalam arti mampu mengobati rasa dahaga masyarakat tanpa harus mengumbar rahasia negara, sekaligus bermanfaat untuk kepentingan literatur pendidikan maupun konsumsi masyarakat luas dirasa masih kurang. Munculnya buku-buku tentang intelijen yang mampu menjembatani berbagai kepentingan tersebut tentu akan membawa banyak manfaat.
Bagaimana pendapat Anda tentang intelijen masa kini dan konsep smart intelligence?
Smart Intelligence merupakan sebuah terminologi yang dapat digunakan untuk mendiskripsikan bagaimana seharusnya postur intelijen ideal dalam menyikapi paradigma baru era keterbukaan. Seperti diketahui, era keterbukaan diwarnai dengan kemajuan teknologi komunikasi, telah menjadikan informasi, termasuk klasifikasinya terbatas, bahkan tertutup, sebagai komoditi yang mudah diakses oleh siapa saja, bukan lagi monopoli intelijen. Berbagai media sosial seperti internet, termasuk google, yahoo, bahkan face book, twitter, menyediakan beragam informasi berharga yang bisa diolah menjadi sebuah produk analisis bernilai tinggi. Akan tetapi, perlu diingat, tidak selamanya data yang tersedia di media sosial tersebut akurat. Bisa saja data-data tersebut merupakan "desepsi", penyesatan, atau mungkin data yang belum teruji kesahihan dan validitasnya.
Intelijen masa kini dan konsep smart inteligence ideal bagi BIN, harus sesuai tantangan yang dihadapi kedepan, setidaknya perlu memenuhi beberapa kriteria, yakni responsif, simpatik, kreatif, dan nasionalis. Responsif dalam arti cepat memberikan reaksi terhadap setiap situasi yang berkembang cepat. Intelijen tidak boleh ketinggalan informasi yang tersedia di media-media sosial, terlebih kalah cepat dengan unsur-unsur masyarakat biasa. Intelijen perlu bereaksi cepat, tetapi harus akurat sebagaimana moto "velox et excatus". Intelijen harus simpatik, menghadapi paradigma keterbukaan menghendaki model "penggalangan" halus, tidak memberikan kesan menakutkan. Intelijen harus kreatif, banyak akal, banyak ide terutama ketika menganalisis sesuatu masalah. Sedangkan nasionalisme harus tetap merupakan dasar pijak intelijen, dalam rangka menghadapi ancaman kedepan terhadap eksistensi, integritas dan kedaulatan NKRI. Dalam nasionalisme tentu terkandung sifat keberanian, semangat berkorban dan semangat pengabdian.
Apa pendapat Anda tentang ancaman intelijen masa kini?
Intelijen masa kini dengan prestasi intelijen masa lalu, tentu tidak bisa dibandingkan, karena situasi dan tantangan yang dihahapi berbeda. Perubahan lingkungan strategis saat ini dibanding dengan masa lalu juga berbeda. Pada masa lalu, interaksi negara-negara di dunia ditandai rivalitas antara blok Barat dan blok Timur. Blok Barat yang anti komunis dipimpin Amerika Serikat. Sedangkan blok Timur yang berhaluan komunis - sosialis dipimpin oleh Uni Soviet. Berhubung Indonesia baru saja terhindar dari malapetaka pemberontakan-kudeta G30S-PKI, maka seakan Indonesia berada dalam orbit blok Barat. Kondisi ini tidak mudah bagi intelijen, sebab pada dasarnya kepentingan nasional RI tidak selamanya otomatis sejalan dengan blok Barat, dan tidak otomatis selamanya berseberangan dengan blok Timur.
Dalam pengabdian pada kepentingan nasional, intelijen senantiasa berpegang pada adagium "tidak ada kawan atau lawan yang abadi, kecuali kepentingan". Sekedar contoh, semula musuh AS adalah komunis. Setelah Uni Soviet dan negara-negara Eropa Timur runtuh, komunis bukan lagi dirasakan sebagai musuh utama, dan saat ini teroris menjadi musuh terbesarnya.  Bagi RI, kejahatan luar biasa yang harus dihadapi adalah korupsi dan teroris, selanjutnya paham liberal dan radikal lain yang dapat menggerus ideologi Pancasila, juga perlu diwaspadai. Sejarah membuktikan sesuai perkembangan dan dinamika situasi, telah terjadi perubahan paradigma, sehingga spektrum ancaman juga berubah. Apalagi dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, ternyata bentuk ancaman dimasa mendatang juga berubah. Ancaman dan perang yang semula bersifat fisik militer, bergeser pada bentuk-bentuk ancaman dan perang bersifat non fisik, multi-dimensi mencakup banyak bidang, termasuk perang masa depan di dunia maya/cyber war. Oleh karena itu, intelijen Indonesia juga perlu menyesuaikan dengan bentuk dan sifat ancaman - perang baru tersebut.
Intelijen Indonesia yang dikomandani oleh BIN, tampaknya sangat antisipatif. Beberapa diantaranya adalah penyempurnaan organisasi dengan dibentuknya sebuah Deputi yang menyediakan sarana dan infrastruktur untuk perang cyber. Selain itu juga telah dibentuk sebuah Deputi yang menghimpun pasukan perang cyber. Dengan perkuatan dua deputi tersebut, intelijen Indonesia diharapkan bukan hanya akan mampu menangkal ekses negatif dampak serangan cyber pihak asing yang mengarah pada pembentukan opini sesat, namun jika diperlukan juga diharapkan mampu melakukan "specified mission" lainnya.
Apa pendapat Anda tentang ancaman perang cyber bagi intelijen?
Ancaman perang cyber yang harus dihadapi Intelijen Indonesia, utamanya BIN cukup berat. Sebagaimana perang fisik yang memerlukan dukungan keunggulan teknologi, perang cyber sangat dipengaruhi kecanggihan teknologi. Di bidang kecanggihan teknologi inilah Indonesia harus mengakui ketinggalan terutama bila dihadapkan dengan negara-negara Barat. Celakanya, masyarakat Indonesia sedang gandrung menikmati kecanggihan teknologi komunikasi dan informasi ciptaan negara-negara lain, tanpa menyadari akan mudah menjadi sasaran pembentukan opini pihak lain yang belum tentu sejalan dengan kepentingan nasional RI. Sekedar contoh, Indonesia merupakan negara terbanyak kelima dalam hal penggunaan perangkat "dunia maya". Sebagai ilustrasi, pada akhir 2012 pengguna internet tercatat sekitar 62 juta, dan pengguna twitter mencapai sekitar 32 juta, demikian pula pemanfaatan media sosial lainnya cukup berkembang.
Tentu saja, semua media sosial memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing.  Bagi intelijen Indonesia, kemajuan teknologi yang dimiliki oleh negara-negara barat sekalipun, harus dilihat sebagai peluang untuk pencapaian tujuan dan kepentingan nasional. Itu sebabnya ketika menyadari kekurangan yang dimiliki yakni bidang teknologi komunikasi, maka tidak ada pilihan lain kecuali mengintensifkan pengembangan SDM intelijen, baik kecerdasannya maupun nasionalismenya. Kecanggihan SDM yang terdukung oleh nasionalisme tinggi akan mampu menyiasati kelebihan peralatan teknologi pihak lain, agar menjadi sesuatu yang kondusif bagi kepentingan nasional RI.
Bagaimana Anda melihat peran penting SDM intelijen?
Peran SDM dalam pelaksanaan tugas intelijen sangat penting. SDM intelijen populer dengan istilah "human intelligence" atau “humint”, sebagaimana perumpamaan yang berbunyi "the man behind the gun". Secanggih apapun teknologi yang digunakan, kalau humint-nya tidak punya semangat pengabdian, apalagi tidak cerdas, maka "senjata" yang ada ditangannya akan menjadi senjata makan tuan. Perlu dijaga keyakinannya bahwa apa yang dilakukan petugas intelijen akan bermanfaat bagi negara dan masyarakat banyak. Selanjutnya berbagai pendidikan dan refreshing course kepada humint amat perlu dilakukan, terutama untuk meningkatkan kemampuan, memelihara dan menyegarkan ilmu pengetahuan dan ketrampilannya agar tetap menjaga dan meningkatkan profesionalitasnya sebagai petugas intelijen. Sementara itu, yang berdimensi keluar, keunggulan humint terkait upaya membangun jaringan agen di dalam negeri maupun diluar negeri, perlu terus dikembangkan. Meskipun demikian, perlu diingat bahwa operasi tertutup menggunakan jaringan agen memerlukan dana dan resiko besar. Bagi intelijen Indonesia yang perlu dipupuk terus adalah patriotisme dan semangat pengabdian kepada tanah air.
BIN.