Di tengah gurun pasir Abu Dhabi, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto memegang burung elang di tangan kiri. Gaya pakaiannya begitu trendi meski di bawah terik matahari. Memakai kemeja jins biru dan topi koboi, dia sedang dijamu sebagai tamu kehormatan bagi pemerintah Uni Emirat Arab (UEA).
Kedatangan Prabowo pada 24 Februari 2020, dirasa begitu spesial bagi Menteri Pertahanan Uni Emirat Arab Mohammed bin Ahmed Albawardi. Berada di gurun pasir, Prabowo sengaja diajak rapat. Salah satunya membahas rencana Indonesia membeli Alat utama sistem persenjataan (alutsista).
Antara Prabowo dan menteri pertahanan (UEA) membahas rencana kerjasama mengenai drone dan persenjataan. Karo Humas Kementerian Pertahanan, Brigjen TNI Totok Sugiharto menyebut kedatangan atasannya ke Abu Dhabi itu demi mencapai target pemenuhan alutsista sesuai dengan Minimum Essential Force alutsista Indonesia.
"Diplomasi pertahanan secara khusus juga diperlukan untuk mencegah terjadinya ketegangan antar negara" ujar Totok.
Sejak dilantik sebagai menteri pertahanan, Prabowo sudah berkunjung ke sejumlah negara. Misi ini dilakukan demi membeli sejumlah alutsista. Setidaknya dia sudah menyambangi delapan negara.
Sejak tanggal 14 November 2019, Prabowo terbang ke Malaysia. Kemudian dilanjutkan pada 17 November 2019 menuju Thailand. Bahkan pada 27-29 November 2019, Prabowo dan rombongan Kementerian Pertahanan berangkat menuju Turki. Di sana dia bertemu Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan.
Bulan berikutnya, pada 15 Desember 2019, Prabowo berangkat ke China. Kemudian berlanjut ke Jepang pada 20 Desember 2019. Bulan itu perjalanan berakhir di Filipina pada 27 Desember 2019.
Di bulan Januari 2020, Prabowo hanya mengunjungi satu negara saja yaitu ke Prancis pada 11-13 Januari 2020. Terakhir Prabowo sedang berada di Abu Dhabi sejak 24 Februari 2020.
Juru Bicara Menhan Prabowo Subianto, Dahnil Anzar mengatakan bahwa dalam enam bulan ini Prabowo akan fokus kepada alutsista. Dahnil mengatakan bahwa proses pembelian alutsista memakan waktu yang cukup lama. Bisa bertahun-tahun karena prosesnya G to G atau government to government. Maksudnya adalah tidak melalui perantara (makelar) yang membuat harga alutsista menjadi lebih mahal.
Dahnil juga mengatakan bahwa Prabowo akan fokus pada pembelian pesawat tempur dan kapal perang. "Beliau fokus pada pesawat tempur. Kemudian soal kapal perang, juga radar karena yang paling urgent di kita hari ini. Menurut Pak Prabowo yang penting itu radar. Termasuk fokusnya adalah industri peluru," kata Dahnil Anzar sebelum keberangkatan Prabowo ke Abu Dhabi pada 20 Februari lalu.
Sekian banyak negara dikunjungi, Prabowo begitu tertarik membeli sejumlah alutsista. Media Prancis La Tribun mengabarkan bahwa Pemerintah Indonesia tertarik membeli 48 jet unit tempur Dassault Rafale dan 4 kapal selam Scorpene, dan 2 kapal perang Korvet Gowind produksi Prancis.
Untuk pesawat tempur Dassault Rafale, harga 1 unitnya dibanderol Rp1,5 triliun. Adapun ketertarikan Prabowo dikarenakan merasa Prancis memiliki industri pertahanan yang maju.
Dassault Rafale didesain bersayap delta dipadukan dengan kanard aktif terintegrasi untuk memaksimalkan kemampuan manuver (+9 g atau -3 g) untuk kestabilan terbang. Maksimal, 11 g dapat diraih jika dalam keadaan darurat. Kanard juga mengurangi laju pendaratan hingga 115 knot.
Dari sisi elektronik, pesawat ini dilengkapi sistem Thales RBE2 berjenis passive electronically scanned array (PESA). Alat ini bisa meningkatkan kewaspadaan terhadap jet tempur lainnya dan dapat mendeteksi secara cepat serta mampu melacak berbagai target dalam pertempuran jarak dekat.
Kemudian, Rafale dilengkapi dengan sistem radar juga dilengkapi RBE2 AA, berupa active electronically scanned array (AESA). Radar ini digunakan untuk mendeteksi lawan hingga 200 km. Rafale juga dilengkapi dengan sejumlah sistem sensor pasif, yakni sistem optik-elektro berupa Optronique Secteur Frontal (OSF), yang terintegrasi dengan pesawat. OSF ini bisa mendeteksi dan mengidentifikasi target-target udara.
Rafale juga dilengkapi sistem bantuan-pertahanan terintegrasi bernama SPECTRA, yang bisa melindungi pesawat dari serangan udara maupun darat. Selain menyerang musuh di udara, Rafale juga mampu menarget musuh-musuh di darat dengan peralatan mereka bernama alat intai Thales Optronics's Reco New Generation dan Damocles electro-optical.
Rafale dilengkapi dua unit mesin Snecma M88, mesin ini membuat pesawat ini mampu melesat hingga 1,8 mach atau 1.912 km per jam dengan ketinggian puncak, dan ketinggian rendah 1,1 mach atau 1.390 km per jam.
Kerja Sama Mandek dengan Rusia
Rencana pembelian jet dari Prancis bertolak belakang dengan kesepakatan Indonesia untuk memboyong 11 unit Sukhoi Su-35 dari Rusia. Kontrak rencana pembelian itu sudah ditandatangani pada Februari 2018.
Memang selama prosesnya ada beberapa hal membuat distribusinya terhambat. Mulai dari perkara imbal dagang, sampai ancaman dilayangkan Amerika Serikat. Padahal sejak 2016, 2016, Presiden Joko Widodo sudah melakukan pertemuan terbatas dengan Presiden Rusia Vladimir Putin di Kota Sochi. Kedua kepala negara sepakat meningkatkan meningkatkan kerja sama di bidang pertahanan. Salah satunya membahas pembelian Sukhoi Su-35.
Pesawat tempur Sukhoi Su-35 memiliki kemampuan untuk menyerang objek di daratan. Supaya lebih ringan dan mampu bermanuver di atas udara, pesawat ini mengalami beberapa pengurangan, seperti campuran logam berkekuatan tinggi dan meningkatkan volume bahan bakarnya hingga mampu menampung 11.500 kg avtur.
Dengan pengurangan itu membuat pesawat mampu bermanuver hingga 120 derajat ketika melakukan penyerangan dan meningkatkan kecepatan saat lepas landas maupun mengurangi kecepatan saat mendarat.
Adapun keunggulan pesawat Sukhoi SU-35, dilengkapi dengan dua penampil kristal cair (liquid crystal display atau LCD) guna memberikan semua informasi kepada pilot butuhkan dalam format picture in picture.
Pesawat ini diklaim memiliki kecepatan hingga 1.400 km per jam di atas laut dan 2.400 km per jam di ketinggian 60 ribu kaki. Kekuatan utama dari Su-35 berada pada sensor. Radar jenis NIIP Tikhomirov Irbis-E dirasa mampu mendeteksi 30 target di udara, empat objek di darat dengan jarak hingga 400 km.
Selain itu, Pesawat ini juga dilengkapi 30 mm GSh-30 internal cannon dan mampu menembakkan 150 butir peluru. Terdapat 12 slot, terdiri dari 2 wingtip rails dan 10 wing dan mampu membawa misil, roket dan bom dengan bobot maksimal 8.000 kg. Harganya pun lebih murah di banding Dassault Rafale. Sukhoi Su-35 per unit dijual Rp855 miliar.
Analisis pertahanan dan militer, Connie R Bakrie, mengatakan mahal atau tidaknya harga sebuah alutsista itu relatif. Namun dalam prinsip bisnis, membeli melalui proses tender akan mendapatkan harga yang lebih murah dengan kualitas yang terbaik.
"Jangan lupa ini bukan tentang Prabowo suka A, B atau C tapi tentang bagaimana Mabes TNI, Panglima, Kasau dan jajaran TNI AU ingin mengarahkan pembangunan kekuatannya," ujar Connie.
Memang keputusan pembelian senjata tidak terlepas dari konstelasi politik Russia dan AS. Menurutnya, Indonesia akan mencari masalah jika membeli Sukhoi dari Rusia. Bahkan tidak menutup kemungkinan Amerika akan melakukan embargo kepada Indonesia bila itu dilakukan.
"Jadi untuk apa sebenarnya cari gara-gara (masalah) dgn membeli Sukhoi? Kita kan bisa mengukur untung rugi serta kesiapan jika kita di embargo AS karena membeli Sukhoi," ujar Connie.
Di tengah kecaman dari AS, Prabowo justru mengincar pesawat tempur F-16 Block 72 Viper buatan negara tersebut. Pesawat tempur ini merupakan tipe terbaru dari F-16 Fighting Falcon. Tipe baru ini dijuluki "Viper". F-16 Block 70/72 merupakan produksi F-16 yang terbaru dan tercanggih, karena menggabungkan berbagai kapabilitas dari tipe F-16 sebelumnya.
F-16 Block 70/72 memiliki radar APG-83. Radar di pesawat termasuk dalam Active Electronically Scaned Array (AESA) atau radar Array. Selain itu, beberapa teknologi di F-16 Block 70/72 juga terbaru dan tidak tersedia di tipe-tipe Block F-16 lainnya.
Radar mampu melacak 20 target secara bersamaan, mampu menghasilkan peta radar aperture sintetis dengan resolusi tinggi, memiliki jangkauan hingga 160 mil laut dari target darat hingga operasi mode udara-ke-udara dan udara-ke-permukaan yang menjadi satu. Radar Array juga mampu melacak target jarak jauh dari udara.
Selanjutnya, F-16 Block 70/72 dilengkapi dengan sistem teknologi canggih yang mendukung Integrated Radar Warning Receiver (RWR). Artinya, F-16 Block 70 memiliki teknologi yang sadar akan ancaman RF dan sistem penanggulangan elektronik (ECM).
Pesawat tempur ini punya senjata yang bisa diandalkan, seperti sistem target dengan AAQ-33 Sniper Advanced Targeting Pod, AAQ-28 Litening II Advanced Targeting Pod, hingga AAQ-32 Integrated FLIR Targeting System. Kemudian Roket atau Senjata Pods, yang terdiri dari roket MK-4, MK-66 2.77-in, APKWS Laser 2.75-in, MK-4, MK-66 2.77-in, roket pod LAU-68/131 dan LAU-3A/5003.
Khusus membahas Perkembangan Pengadaan Alutsista TNI Tahun 2020-2024 dan Pengadaan Pesawat Sukhoi SU-35, Menko Polhukam Mahfud MD pada 20 Februari lalu, menggelar Rapat Koordinasi Khusus.
Dalam rapat yang digelar di kantor Kemenko Polhukam, turut hadir Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Kasad Jenderal TNI Andika Perkasa, Wakasal Laksamana Madya TNI Mintoro Yulianto, Kasau Marsekal TNI Yuyu Sutisna, Pelaksana Tugas Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah, dan jajaran kementerian/lembaga lainnya.
"Tadi koordinasi saja. Kan lagi banyak, misal terkait keputusan strategis pengadaan alutsista dan sebagainya kan harus ada keputusan politik yang akan diambil presiden. Nah membahas salah satunya terkait dengan itu," jelas Dahnil.
Dahnil mengatakan bahwa keputusan akhir terkait alutsista apa saja yang akan dibeli ada ditangan presiden. Menurutnya, belanja alutsista tak hanya sekedar spesifikasi. Tetapi, juga terkait geopolitik dan geostrategis. Hal itu sudah disampaikan Prabowo kepada Presiden Jokowi.
"Seluruh pertimbangan geopolitik, geostrategis, spek dan kebutuhan terhadap pertahanan kita, sudah disampaikan Pak Menhan ke Pak Presiden. Misalnya, Sukhoi baiknya apa dan sebagainya. Misalnya, Sukhoi baiknya apa dan sebagainya. Yang pada akhirnya putusan politik ada di Pak Presiden," ucapnya.
Jika dirinci semua harga alutsista yang ingin dibeli Prabowo rasanya anggaran dana Kemenhan tidak cukup. Anggota Komisi I DPR RI Abdul Kadir Karding mengatakan bahwa alutsista incaran Prabowo harus dipelajari dulu Komisi I DPR.
Kemudian mereka akan melihat prinsip pembeliannya. Paling penting rencana pembelian itu harus transparan, efisien, dan tepat guna. "Jadi jangan nanti pas sudah dibeli, tapi tidak ada gunanya. Sayang-sayang bukan?" ujar Abdul Kadir kepada merdeka.com.
Abdul Kadir juga menambahkan bahwa Komisi I akan mempertimbangkan mulai dari dari spesifikasi, kualitasnya hingga tenaga ahlinya juga harus ada. Menurutnya tidak mungkin jika suatu alat teknologi yang canggih tidak mempunyai ahli teknologi.
Menurut Abdul Kadir, sumber daya manusia di Indonesia masih kurang khususnya di bidang pesawat sekaligus di bidang militer. Hal ini yang menjadi kendala bagi Indonesia untuk meningkatkan sistem pertahanan negara sendiri. Padahal poin itu yang diinginkan Presiden Jokowi, sehingga tidak terlalu banyak impor alutsista.
Anggota Komisi I dari partai PKB itu juga mengatakan bahwa seharusnya pemerintah fokus dalam membangun industri pertahanan Indonesia. Selain itu juga harus memodernisasi alutsista yang sudah ada. "Kita tidak bisa bergantung impor terus. Itu bahaya."
Sedangkan Connie R Bakrie, melihat bahwa apa yang dilakukan Prabowo selama ini sudah baik. Sudah menyadari bahwa pertahanan Indonesia membutuhkan revitalisasi dan retrofit. Namun, seharusnya sistem pertahanan Indonesia harus diperbaiki terlebih dahulu.
"Jangan diterjemahkan sebagai beli senjata secara brutal tanpa memperbaiki sistem manajemen pertahanan kita terlebih dulu," kata Connie.
Aggaran dana Kemhan merupakan yang paling tinggi dari kementerian lainnya yaitu sebesar Rp127 triliun. Pada 2019, tercatat alokasi untuk Kemenhan mencapai Rp106,1 triliun, sedangkan pada 2018 sebesar Rp107,7 triliun.
Kendati mendapat anggaran paling tinggi dibanding kementerian lain, dana sebesar Rp 127 triliun itu dibagi kewenangannya pada lima kuasa pengguna anggaran (KPA). KPA itu mencakup Kemenhan 21 persen, Mabes TNI 9 persen, TNI AD 60 persen, TNI AL 20 persen, dan TNI AU 17 persen.