Kamis, 17 Maret 2016

Oto Melara 30mm: Rahasia Kecanggihan Kanon Andalan KRI Cakalang 852

squared_medium_MARLIN_IMG_6964_s
Satuan Kapal Patroli (Satrol) Koarmabar TNI AL mendapat tambahan kekuatan baru, yakni dengan diresmikannya KRI Cakalang 852 buatan PT Caputra Mitra Sejati (CMS). Berita peluncuran kapal perang besutan lokal sudah jamak didengar, tapi terselip kabar lain dari sosok KRI Cakalang 852, pasalnya kapal patroli ini disebut bakal dilengkapi kanon single barrel Oto Melara 30 mm Finmeccanica dari Italia.

Kabar bakal diadopsinya OTO Melara 30 mm untuk kapal perang TNI AL tentu sedikit mengejutkan, pasalnya untuk kanon di kaliber 30 mm untuk pengadaan ‘baru,’ TNI AL lebih dikenal dekat dengan produk besutan Cina. Ambil contoh kanon CIWS (Close In Weapon System) AK-630M yang memperkuat KRI Clurit 641 dan KRI Kujang 642. CIWS TNI AL yang juga buatan Cina adalah Type 730 yang didapuk melengkapi sistem senjata di korvet Parchim TNI AL. Oto Melara sendiri namanya sudah sangat kuat dan melekat di TNI AL, yaitu sebagai kanon reaksi cepat 76 mm rapid/super rapid gun yang terpasang di frigat Van Speijk, korvet SIGMA Diponegoro Class, korvet Bung Tomo Class, dan PKR (Perusak Kawal Rudal) SIGMA 10514 Martadinata Class.

Oto_Melara_light_naval_weapon_systems_1

“Spekteknya nantinya dilengkapi dengan senjata 30 mm Oto Melara, Italia, yang lain (senjata) masih wacana,” ujar Kepala Dinas Penerangan Angkatan Laut (Kadispenal) Laksamana Pertama M Zainudin, Jumat, dikutip dari detik.com (11/3/2016). Bila pada saatnya nanti Oto Melara 30 mm terpasang di KRI Cakalang 852, maka dari sisi kesenjataan, KRI Cakalang 852 akan setara dengan kapal milik Satrol eks AL Brunei, KRI Badau 841 dan KRI Salawaku 842. Kedua kapal hibah dari Brunei ini dilengkapi kanon Oerlikon 30 mm Twin Gun.

30mmMarlin_01maxresdefault
Kembali ke Oto Melara 30 mm, kami mencoba menelusuri catatan seputar kanon ini, varian terbaru yang ditawarkan Finmeccanica menganut teknologi MARLIN WS (Modular Advanced Remotely controlled Lightweight Naval Weapon Station). Dari segi instalasi, Oto Melara 30 mm dirancang mudah untuk dipasang di semua jenis tipe kapal perang, tidak diperlukan rekayasa pada desain internal lambung kapal, alias tinggal plug in pada dudukan. Untuk kapal patroli cepat, Oto Melara 30 mm dirancang sebagai senjata utama, namun bila dipasang di frigat/korvet, maka akan menjadi senjata lapis kedua.

19340786788_53973a955e_b
Dengan desain modular, kubah Oto Melara ini dapat diganti pasang jenis larasnya, bila menggunakan kaliber 30 mm, larasnya Mauser MK30-A2 atau ATK-MK44. Sementara bila menggunakan kaliber 25 mm, larasnya menggunakan ATK-M242 atau Oerlikon KBA. Dengan dukungan CMS (Combat Management System), Oto Melara 30 mm sanggup meladeni multi target. Dukungan perangkat pada kubahnya mencakup optical sensor suite untuk mendukung pencitraan siang dan malam. Bisa lagi ditambahkan laser range finder yang dipasang coaxial pada kubah.

Oto Melara 30 mm dapat dioperasikan stand alone dengan remote control consol yang terdapat di PIT (Pusat Informasi Tempur). Namun Oto Melara 30 mm dapat pula diintegrasikan dengan CMS, menjadikan sistem senjata ini terkonfigurasi utuh dalam FCS (Fire Control System) yang melibatkan peran radar penjejak dan video tracking. Jalur yang digunakan dari terminal senjata ke CMS/FCS memakai teknologi LAN (local area netwotk).
Meski berupa senjata dengan laras tunggal, pasokan amunisi ke laras berasal dari dua kantong magasin, di kiri dan kanan. Model dual feed amunisi ini mengingatkan pada rancangan SMB (Senapan Mesin Berat) CIS 50MG yang dipakai Kopassus dan kostrad. Dari sisi performa, Oto Melara 30 mm dapat menjangkau sasaran sejauh 3.000 meter. Kecepatan tembak per menitnya adalah 160 peluru per menit (kaliber 30 mm) dan 220 peluru per menit (kaliber 25 mm).

Dengan beragamnya jenis kanon yang melengkapi fire power kapal perang TNI AL, diharapkan juga disiapkan secara memadai untuk urusan logistik, suku cadang dana amunisi. Di kelas kanon, TNI AL masih punya 2M3 25 mm buatan Uni Soviet, Vektor G12 20 mm, Oerlikon 20mm/70 MK4, DS 30B REMSIG 30 mm dan Rheinmetall Rh202 20 mm. Bila Oto Melara 30 mm yang berbobot 1,4 ton berikut sistem sensornya dipasang lengkap di KRI Cakalang 852, bisa jadi harga sistem senjatanya akan lebih mahal dari harga produksi kapalnya sendiri. Tapi itulah realita, harga menentukan kualitas, kita berharap adopsi senjata anyar ini juga tak melupakan elemen ToT (transfer of technology).

KRI Cakalang 852 yang diluncurkan perairan Banten ini memiliki panjang (Loa) 44,40 meter, lebar 7,40 meter dan tinggi tengah kapal 3,40 meter. Meski telah diresmikan pada bulan Maret 2016, rencananya kapal ini baru akan diserahkan ke TNI AL pada bulan Juli 2016 setelah melewati commodore inspection.
14576096354205125331e77529e-4b51-40d3-9490-7754be0028d3_169
KRI Cakalang 852 memiliki mesin utama 3 x 1800 Hp dengan putaran mesin 2300 rpm, dan kecepatan maksimum mencapai 24 knot. Kapal ini juga memiliki kecepatan jelajah sampai 17 knot dengan daya jangkau 1632 nautical mile (setara 3.022 km). Kapal berbobot 230 ton ini mampu memuat tanki bahan bakar hingga 56.000 liter. (Bayu Pamungkas)

KnAAPO Kebanjiran Order, RI Baru Bisa Terima Sukhoi Su-35 Mulai 2018, Sabarkah Indonesia?

su35
Meski pengadaan 10 unit Sukhoi Su-35 Super Flanker telah diputuskan Kementerian Pertahanan RI, namun bukan berarti armada Su-35 bisa datang sesuai waktu yang diinginkan pihak Indonesia. Saking larisnya pesanan, manufaktur Su-35, Komsomolsk-na-Amure Aircraft Production Association (KnAAPO) harus berkonsentrasi memenuhi pesanan yang berstatus kontrak resmi, yakni dari dalam negeri Rusia, Cina dan Aljazair. Indonesia meski telah memutuskan membeli Su-35, statusnya belum melakukan penandatanganan kontrak pembelian.

“Saat ini, kami tengah mempertimbangkan untuk fokus pada produksi jet tempur modern Su-35. Namun demikian, ini semua tidak akan memengaruhi antrean. Dalam lima tahun ke depan, pabrik kami memiliki kontrak untuk memproduksi 50 unit pesawat untuk Angkatan Udara Rusia, dan 24 unit untuk Tiongkok. Sementara, menurut perkiraan kami, Indonesia baru bisa menerima dua jet pertamanya pada 2018,” kata nara sumber dari Kementerian Pertahanan Rusia, dikutip dari Izvetia lewat situs Indonesia.rbth.com (10/3/2016).
Su-35-Flanker-E-1

Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan, sampai saat ini KnAAPO telah memproduksi 14 unit Su-35, beberapa unit Su-30MK2 untuk Vietnam, dan armada Su-27 yang dimordenisasi pada tahun 2015 lalu. Lamanya pesanan Su-35 Indonesia juga disebut-sebut karena karakteristik teknis Su-35 yang dibuat untuk Indonesia perlu kustomisasi dan persetujuan khusus. “Sepertinya, Indonesia ingin memasang sistem buatan non-Rusia pada pesawatnya. Karena itu, perlu lebih banyak waktu untuk mensurvei dan menguji coba apakah sistem tersebut bisa bekerja dengan optimal,” tutur sumber di Kemenhan Rusia. Seperti diketahui, interoperabilitas antar alutsista TNI menjadi isu yang selalu mengemuka, pasalnya TNI terbiasa membeli alutsista dari beragam pemasok, baik yang bestandar NATO dan Rusia. Salah satu kasus yang harus dipecahkan seperti data link antar sistem senjata tersebut.

Manuver Su-35 yang memukau dalam Paris Air Show 2013.
Manuver Su-35 yang memukau dalam Paris Air Show 2013.

Sebagaimana yang ditulis banyak media, dengan membeli pesawat Su-35, Indonesia akan mendapatkan teknologi pembuatan pesawat yang sangat mirip dengan teknologi pembuatan pesawat generasi kelima.
Benarkah Indonesia siap menunggu untuk dua unit kiriman pertama Su-35 pada tahun 2018? Jawaban pastinya kita tunggu saja dari acara penandatanganan kontrak pembelian. Menteri Pertahahan Ryamizard Ryacudu pernah menyebut akan berangkat ke Rusia untuk penandatanganan pembelian 10 unit Su-35 senilai US$1 miliar pada pertengahan Maret 2016, namun kabar terbaru proses penadatanganan diundur ke bulan April 2016.
Nozzle Su-35 yang dilengkapi thrust vectoring.
Nozzle Su-35 yang dilengkapi thrust vectoring.

Benarkah Indonesia akan sabar menanti hingga 2018? Di 2018 pun hanya dua pesawat yang baru bisa diserahkan. Ataukah di detik-detik terakhir pilihan jet tempur akan berganti? Sebelum ‘janur kuning’ melengkung, segala sesuatu memang bisa terjadi, yang jelas Skadron Udara 14 sangat membutuhkan jet tempur pencegat baru sebagai pengganti F-5 E/F Tiger II. Selain Indonesia, negara lain yang berpotensi membeli Su-35 dalam waktu dekat adalah Venezuela dan Vietnam. (Haryo Adjie)

September 2016, Pabrik Kapal Selam PT PAL Mulai Beroperasi

Area pabrik kapal selam PT PAL dalam proses pembangunan.
Area pabrik kapal selam PT PAL dalam proses pembangunan.
Ada kabar baik untuk perkembangan ToT (transfer of technology) industri alutsista di Indonesia. Pasalnya pihak PT PAL menyebut bahwa di bulan September 2016, seluruh pekerjaan fisik pembangunan komplek pembuatan kapal selam di Surabaya akan rampung, artinya proses pengerjaan pesanan ketiga Changbogo Class sudah dapat dimulai.
Seperti dikutip dari Janes.com (8/3/2016), pembangunan pesanan ketiga kapal selam Changbogo Class akan dimulai satu bulan sesudah pabrik dibuka, yakni pada bulam Oktober 2016. “Sebagai wujud dari alih teknologi, fasilitas produksi kapal selam di PT PAL akan mengadopsi fasilitas sejenis yang ada di galangan Daewoo Shipbuilding & Marine Engineering (DSME) di Korea Selatan,” ujar Tjahjono Yudo, General Manager PT PAL.
Sebagai informasi, kontrak pengadaan tiga unit Changbogo Class ditandatangani pada tahun 2011, di dalam kontrak juga tercantuk implementasi ToT, dimana salah satunya proses produksi kapal selam ketiga dilakukan di Indonesia. Tjahjono Yudo menambahkan, bahwa saat ini tim dari PT PAL sudah ada yang dikirim ke Okpo di Korea Selatan untuk mengamati dan mempelajari proses pembuatan dua pesanan Changbogo Class TNI AL. Changbogo Class sendiri merupakan kapal selam diesel listrik yang berangkat dari rancangan Type 209/1400 Jerman.
Fasilitas pabrik kapal selam DSME di Korea Selatan.
Fasilitas pabrik kapal selam DSME di Korea Selatan.

Menurut rencana, pesanan Changbogo pertama dan kedua akan diserahkan ke Kementerian Pertahanan RI pada tahun 2017. Sementara pesanan ketiga yang dibuat di PT PAL, diharapkan meluncur pada tahun 2019. Di tahun depan, selain kedatangan Changbogo Class, TNI AL juga akan mendapat kado alutsista lain, seperti helikopter AKS (anti kapal selam) AS565 MBe Panther, bahkan kapal latih tiang tinggi (tall ship) pengganti KRI Dewa Ruci akan meluncur dari galangan Freire Shipyard, Spanyol pada bulan Juli 2017.
Kembali seputar kedatangan kapal selam dari Korea Selatan, Korps Hiu Kencana TNI AL juga akan mendapatkan home base baru di Watusampu, Palu. Pangkalan kapal selam dari Koarmatim ini dijadwalkan siap beroperasi pada akhir tahun ini. (Gilang Perdana)

Rabu, 16 Maret 2016

Arhanud di Indonesia, Masih Berkutat di Zona SHORAD (Short Range Air Defence)

Poprad-Missiles-Made-in-Poland
Lepas dari hubungan erat dengan Israel dan AS, harus diakui Singapura adalah negeri dengan sistem pertahanan udara (hanud) terkuat di Asia Tenggara. Terkhusus bicara seputar hanud titik (point defence) yang terdiri dari racikan kanon dan rudal SAM (surface to air missile), Singapura nyaris tiada tanding, kekuatannya sekokoh Israel di Timur Tengah. Ironisnya, bila Indonesia hingga empat dekade masih berkutat di hanud berbasis SHORAD, maka hanud Singapura jadi yang terlengkap, baik SHORAD hingga koleksi SAM jarak sedang – jauh semua ada, plus logistik amunisi yang mencukupi untuk meladeni perang berhari-hari.
Memang masih jadi tanda tanya besar, mengapa sampai saat ini TNI masih berkutat di SHORAD, padahal koleksi sista SHORAD, khususnya rudal MANPADS (Man Portable Air Defence System) variannya cukup banyak. Setelah era Rapier dan RBS-70, lini rudal MANPADS makin bertambah, sebut saja rudal Grom sebagai pengganti Rapier.Tak puas dengan Grom, maka hadir rudal Mistral dari MBDA. Mistral jadi yang paling besar dalam kuantitas, mengingat diadopsi oleh Arhanud TNI AD dan pada peluncur Tetral di korvet SIGMA (Diponegoro Class).
012655414
anon ZUR/23 komposit rudal Grom
Rapier Arhanud TNI AD
Rapier Arhanud TNI AD
Mungkin karena pertimbangan ingin memiliki rudal pencegat super cepat, kemudian ada lagi order rudal Starstreak untuk TNI AD yang mampu melesat Mach 4. Meski belum resmi diakuisisi, rudal QW-3 juga sempat ditawarkan ke TNI AD, setelah sebelumnya QW-3 digunakan Paskhas TNI AU. Di lingkup Korps Marinir TNI AL, sejak lama ada rudal panggul Strela, eks pembelian dari Jerman Timur. Dan kabar terbaru, Kementerian Pertahanan sedang melirik pengadaan paket integrasi sistem pertahanan AF902 FCS dari Cina, yang didalamnya terdapat komponen rudal SAM SHORAD PL-9C.
Mistral Atlas dengan kendaraan pengusung Komodo
Mistral Atlas dengan kendaraan pengusung Komodo

Itu semua diatas baru bicara lini rudal, bicara SHORAD maka juga harus menyinggung keberadaan kanon. Untuk kanon hanud, koleksi TNI memang tak seberapa banyak, sebut saja mulai era Tripe Gun Paskhas TNI AU, Rheinmetall Twin Gun 20 mm, Type 80 23 mm Giant Bow, kanon ZUR/23 komposit rudal Grom TNI AD, dan yang terbaru serta paling canggih Oerlikon Sykshield milik Paskhas TNI AU. Rencananya varian Oerlikon Millenium juga akan dipasang di korvet SIGMA 10514 (Martadinata Class). Dan masih terkait dengan paket integrasi sistem pertahanan AF902 FCS, didalamnya juga terdapat kanon Type 90/35 mm Twin Gun besutan Norinco, Cina.
Meski terasa sudah ditinggalkan, tapi keberadaan sista SHORAD berbasis meriam lawas macam S-60 dan Bofors 40 mm masih tetap dipertahankan oleh Arhanud TNI AD. Salah satu upaya modernisasi alutsista ‘buyut’ era Operasi Trikora ini adalah dengan meramunya dengan teknologi fire control system.
S-60 Arhanudse TNI AD dalam sebuah uji penembakan
S-60 Arhanudse TNI AD dalam sebuah uji penembakan
Dari kesemuanya dapat disimpulkan, hanud titik di Indonesia sangat lemah untuk merespon sasaran yang terbang di ketinggian diatas 6.000 meter. Tanpa andil dan kehadiran jet tempur TNI AU di lokasi, bisa dipastikan pesawat udara lawan bsia melenggang bebas di angkasa tanpa perlawanan berarti.
Netizen dan para pemerhati militer di Tanah Air sudah lama merespon kondisi ini, seperti rajin ‘berteriak’ agar Kemhan dan TNI mulai melanjutkan proses penjajakan untuk pengadaan rudal SAM S-300. Bahkan dalam ‘kegemasan,’ tak sedikit yang kemudian mengusulkan agar Indonesia bisa mempunyai sista SHORAD semacam Pantsir S-1 dan rudal Buk dari Rusia. Insiden yang pernah terjadi diatas langit Lanud El Tari, Kupang, NTT, mestinya bisa menjadi pembelajaran bagi pemangku kebjikan pertahanan di Tanah Air.
Parade rudal SA-2 dalam sebuah defile tahun 60-an di Istora Senayan
Parade rudal SA-2 dalam sebuah defile tahun 60-an di Istora Senayan
Kesmpulannya, SHORAD masih sangat diperlukan, karena pada hakekatnya setiap jenis ancaman dari aspek udara punya karakteristik dan respon yang berbeda. Tentu sasaran yang terbang rendah dan sifatnya low priority tidak pas dihadapi dengan rudal sejenis S-300, selain harga per unitnya mahal, gelaran operasionalnya pun tidak setaktis SHORAD MANPADS. Namun, jangan mengesampingkan juha SAM jarak sedang untuk target yang terbang tinggi.
Spyder milik AU Singapura. Platform rudal buatan Israel ini mampu mengusung dua jenis SAM, baik jarak pendek dan jaran menengah.
Spyder milik AU Singapura. Platform rudal buatan Israel ini mampu mengusung dua jenis SAM, baik jarak pendek dan jaran menengah.
Kita masih ingat saat AURI dahulu mengoperasikan rudal SA-2, faktanya tak satu pun rudal dilepaskan untuk menghamtam sasaran, namun efek deteren yang didapat sangat maksimal, setidaknya dalam rentang waktu tertentu, black flight otomatis berkurang. Sebuah pilihan yang layak dicermati, mengingat keterbatasan biaya operasional dan kuantitas jet tempur TNI AU. (Haryo Adjie)

Type 90/35mm: Kanon Hanud Twin Gun dari Cina, Incaran Proyek MEF II TNI

Type_90_PG99_35mm_anti-aircraft_twin-gun_China_Chinese_army_defense_industry_military_technology_010
Jagad militer negara-negara berkembang mungkin layak bersyukur dengan kreativitas industri pertahanan Cina. Negeri Tirai Bambu ini tergolong sukses menerapkan ToT (transfer of technology), lewat upaya lisensi resmi, bahkan tak sedikit juga menjiplak tanpa ijin, Cina berhasil memproduksi alutsista sejenis buatan Negara Barat dan Rusia dengan harga miring. Cina seolah menjadi jawaban atas keterbatasan kocek negara berkembang yang butuh solusi persenjataan yang sifatnya taktis.
TNI sendiri sudah cukup mahfum dengan beragam alutsista buatan Cina, mulai dari rudal anti kapal, roket anti tank, ranpur lapis baja, sampai kanon PSU (penangkis serangan udara). Dan kabar terbaru yang tengah santer adalah diliriknya sistem pertahanan udara terintegrasi AF902 FCS (fire control system) serta Penangkis Serangan Udara (PSU) twin 35 mm, plus rudal hanud PL-9C SHORAD (Short Air Defece System) oleh Kementerian Pertahanan RI. Kesemuanya tak asli-asli amat buatan Cina, namun lewat rekayasa industri, sistem pertahanan tadi bisa dikemas kompak dalam paket penjualan menarik.

Type_90_PG99_35mm_anti-aircraft_twin-gun_China_Chinese_army_defense_industry_military_technology_003Type_90_PG99_35mm_anti-aircraft_twin-gun_China_Chinese_army_defense_industry_military_technology_006Type_90_PG99_35mm_anti-aircraft_twin-gun_China_Chinese_army_defense_industry_military_technology_008
Mengenai rudal hanud PL-9C telah kami kupas tuntas di artikel sebelum ini, dan kini giliran dikupas tentang PSU kanon twin 35 mm. Dalam sistem sistem pertahanan udara terintegtrasi AF902 FCS, pilihannya jatuh pada jenis kanon Type 90 (PG99). Kanon twin gun 35 mm ini diproduksi dan dikembangkan oleh Norinco (China North Industries Corporation), manufaktur persenjataan kondang dari Cina.
Merujuk sejarahnya, Type 90 adalah lisensi dari kanon Oerlikon GDF buatan Rheinmetall Air Defence AG (d/h Oerlikon Contraves). Awalnya sistem senjata ini disebut sebagai 2 ZLA/353 ML, lalu kemudian diubah menjadi GDF-001. Pengemban senjata ini sudah dimulai Oerlikon sejak tahun 1950, dan sampai saat ini platform senjata, berikut produk lisensinya telah digunakan oleh 30 negara.
Type_90_PG99_35mm_anti-aircraft_twin-gun_China_Chinese_army_defense_industry_military_technology_line_drawing_blueprint_001Type_90_PG99_35mm_anti-aircraft_twin-gun_China_Chinese_army_defense_industry_military_technology_005
Merujuk ke asasinya, Type 90 didapuk untuk menghajar pesawat tempur yang terbang rendah, helikopter, rudal jelajah, dan drone (UAV). Di Cina, Type 90 sudah dioperasikan secara penuh oleh satuan Arhanud AD. Kecepatan reaksi menjadi andalan senjata penangkis ini, dalam waktu hanya 6 detik, kanon mampu bereaksi pada sasaran di udara. Dengan pola kerja gas operated, kanon 35 mm/90 ini dapat melontarkan 550 proyektil per menit. Kecepatan luncur proyektilnya mencapai 1.175 meter per detik. Berapa jarak tembak efektifnya? Disebutkan bisa mencapai 3.200 – 4.000 meter.
Type_90_PG99_35mm_anti-aircraft_twin-gun_China_Chinese_army_defense_industry_military_technology_004AF902_FCS-35mm_anti-aircraft_gun_air-defense_system_Norinco_China_Chinese_army_indsutry_military_technology_640_001
Sebagai sista hanud modern, Type 90 dapat dioperasikan manual dan tentu saja dapat dikendalikan secara otomatis bersamaan dengan unit kanon lainnya lewat AF902 FCS. Bicara tentang amunisi, Type 90 dirancang mampu melepaskan empat jenis peluru maut, yakni HEI ((High Explosive Incendiary), HEI-T (High Explosive Incendiary Tracer), SAPHEI-T (Semi-armor-piercing high-explosive incendiary Tracer) dan TP-T (Target Practice Tracer). Seperti halnya kanon hanud lainnya, Type 90 juga sah-sah saja digunakan untuk melibas sasaran di permukaan, seperti ranpur lapis baja ringan.
AF902_FCS-35mm_anti-aircraft_gun_air-defense_system_Norinco_China_Chinese_army_indsutry_military_technology_003ad_aag_gdf_v4Type_90_PG99_35mm_anti-aircraft_twin-gun_China_Chinese_army_defense_industry_military_technology_011
Soal pasokan amunisi, sistem Type 90 dilengkapi magasin berisi 112 peluru siap tembak, dan magasin lainnya yang berisi 126 peluru untuk proses rapid reloading. Waktu yang dibutuhkan untuk reload amunisi dalam teori hanya perlu 7,5 detik saja. Platform kanon ini dibuat dalam pilihan carry guns (towed) dan mobile platform. Pada setiap platform pengusung, disiapkan hydro-mechanical recoil untik menyerap kekuatan hentakan saat proses penembakan.
Alasan harga memang menjadi pertimbangan penting atas diliriknya sistem senjata hanud ini oleh Kemhan RI. Sebelumnya TNI (Paskhas TNI AU) malah sudah mengoperasikan varian hanud 35 mm single barrel Oerlikon Skyshield MK2 buatan Rheimetall Air Defence.

Variian asli, Oerlikon GDF 35 mm.
Variian asli, Oerlikon GDF 35 mm.
Bila Indonesia baru dalam tahap menjajaki, maka Singapura sudah cukup lama menggunakan Oerlikon GDF.
Bila Indonesia baru dalam tahap menjajaki, maka Singapura sudah cukup lama menggunakan Oerlikon GDF.

“Penjajakan ini merupakan bagian upaya untuk memenuhi kebutuhan alat utama sistem persenjataan TNI sesuai Rencana Strategis MEF (Minimum Essential Force) II periode 2015-2019,” kata Direktur Jenderal Perencanaan Kementerian Pertahanan RI Marsekal Muda TNI M Syaugi, dikutip dari Antaranews.com (1/3/2016).
“Berdasarkan paparan dan display yang ditampilkan, sistem pertahanan udara yang ditawarkan cukup bagus, begitu pun dengan PSU-nya yang memiliki daya ledak, daya jangkau, akurasi serta presisi bagus, tidak kalah dengan produk Oerlikon,” kata Syaugi.”Kita berhak mengadakan alat utama sistem persenjataan dari negara mana pun, asalkan sesuai dengan spesifikasi teknis dan kebutuhan operasi pengguna yakni TNI,” katanya. (Gilang Perdana)

Spesifikasi Kanon Type 90/35 mm
– Kaliber: 35 mm
– Barrel: Twin
-Panjang laras: 3,15 meter
– Sudut elevasi laras: -5 sampai 92 derajat
– Sudut putar laras: 360 derajat
– Kecepatan tembak: 550 proyektil per menit
– Kecepatan luncur proyektil: 1.175 meter per detik
– Jarak tembak efektif: 4.000 meter
– Bobot berikut amunisi: 6.800 kg
– Sistem penembakkan: computerized fire control dan laser range finder
– Amunisi: HEI-T, HEI, SAPHEI-T, dan TP-T
– Awak: 5 personel

PL-9C SHORAD: Rudal Hanud dari Cina, Incaran Baru Kementerian Pertahanan RI

PL-9C-1
Angan-angan netizen yang mendambakan TNI agar punya rudal hanud (SAM/surface to air missile) jarak sedang – jauh, nampaknya masih ‘jauh’ dari kenyataan. Alih-alih melanjutkan penjajakan pengadaan rudal hanud S-300 dari Rusia, justru Kementerian Pertahanan (Kemhan) RI masih berkutat pada PSU (Penangkis Serangan Udara) bergenre SHORAD (Short Range Air Defence), salah satu yang dilirik adalah rudal PL-9C buatan Luoyang Electro-Optics Technology, Cina.
Peluncur PL-9C yang terinetgrasi dengan radar AF902 FCS dengan kanon Penangkis Serangan Udara (PSU) Twin 35 mm.
Peluncur PL-9C yang terinetgrasi dengan radar AF902 FCS dengan kanon Penangkis Serangan Udara (PSU) Twin 35 mm.
Sinyalemen ketertarikan Indonesia pada rudal ini terungkap dalam petikan berita di situs Antaranews.com (1/3/2016) dan Janes.com (1/3/2016), disebutkan Kemhan RI tengah melirik dan mempertimbangkan pengadaan sistem pertahanan udara terintegrasi antara radar AF902 FCS dengan kanon Penangkis Serangan Udara (PSU) Twin 35 mm. Nah, dalam paket integrasi tersebut juga menawarkan jenis rudal SHORAD PL-9C dalam sebuah kesatuan sistem pertahanan terpadu.
PL9C_shorad_Short_Range_Air_Defense_ground-to-air_missile_China_Chinese_defense_industry_military_technology_front_side_view_001

PL9C_shorad_Short_Range_Air_Defense_ground-to-air_missile_China_Chinese_defense_industry_military_technology_right_side_view_001
Meski lagi-lagi yang dilirik Indonesia adalah rudal SAM SHORAD, namun identitas PL-9C menarik untuk dicermati, khususnya desain rudal ini yang terasa ‘keras’ menjiplak rancangan rudal udara ke udara AIM-9 Sidewinder buatan Raytheon, AS. Dugaan tersebut memang tak meleset, pasalnya PL-9C memang awalnya ditawarkan oleh Luoyang Electro-Optics Technology sebagai rudal udara ke udara, baru kemudian diwujudkan dalam varian SHORAD.
PL-9C versi AAM (air to air missile).
PL-9C versi AAM (air to air missile).
Dipasang pada jet F-7PG (tiruan MiG-21).
Dipasang pada jet F-7PG (tiruan MiG-21).
Meski diproduksi oleh Luoyang Electro-Optics Technology, PL-9C desainnya dibuat oleh Dong Bingyin. Rudal taktis dengan kemampuan menghamtam target low altitude ini pertama kali diperkenalkan dalam ajang Paris Airshow 1989. PL-9C ditawarkan dalam versi towed (tarik) dan self propelled mengunakan rantis/ranpur.

PL-9C mengandalkan pemandu multi element infra red. Sementara mekanisme detonasi peledakan mengandalkan laser proximity fuse. Untuk sumber tenaga, rudal berbobot 115 kg ini menggunakan solif fuel rocket, dari situ dapat dihasilkan kecepatan luncur hingga lebih dari Mach 2. Jarak jangkau rudal ini lumayan menarik, karena memang lebih unggul dari rudal Mistral dan RBS-70. Disebutkan PL-9C jarak tembak minimumnya 500 meter dan jarak tembak maksimum efektif di 22.000 – 36.000 meter, artinya punya time of flight lebih lama untuk menguber sasaran yang mencoba kabur. Sedangkan batas ketinggian luncurnya 6.500 meter. Agar kinerja rudal dapat maksimal, dilengkapi sistem pendingin dengan liquid nitrogen gas cooler. Pihak manufaktur menyebut dengan single shot tingkat keberhasilan penghancuran sasaran mencapai 90%.
LS-II-ADS-TEL-1-Zhenguan-Studio-2S

L6KmErp
Sebagai unit kendali dan radar, PL-9C mengusung radar dan electro-optical director yang dipasang pada panser APC 6×6 WMZ 551, atau bisa juga radar dipasang pada AF902 FCU (fire control unit) yang dilengkapi dengan radar pencari X-band, C-band search/tracking radar, dan Ka-band tracking radar, dan electro-optical system dengan TV tracking range, IR tracking range serta laser range finder.
WZ551D-Model-1S200631214462901024
Dari bobotnya yang 115 kg, 11,8 kg adalah hulu ledak HE (High Explosive). Dengan pola blast frag, maka rudal dapat memberi daya rusak maksimal tanpa harus benar-benar mengenai sasaran. Selain digadang untuk diluncurkan dari darat (ground launched), rudal ini dapat dipasang sebagao AAM (air to air missile) di jet tempur dan helikopter.
Dikutip dari Antaranews.com, “Penjajakan sistem senjata ini merupakan bagian dari upaya untuk memenuhi kebutuhan alat utama sistem persenjataan TNI sesuai Rencana Strategis 2015-2019,” kata Direktur Jenderal Perencanaan Kementerian Pertahanan RI Marsekal Muda TNI M Syaugi dalam kunjungan kerjanya di Cina pada 25 Februari hingga 1 Maret 2016. “Kita berhak mengadakan alat utama sistem persenjataan dari negara mana pun, asalkan sesuai dengan spesifikasi teknis dan kebutuhan operasi pengguna yakni TNI,” katanya. Yang tidak kalah penting, menurut dia, setiap pengadaan alat utama sistem persenjataan termasuk dari mancanegera harus menyertakan ToT (Transfer of Technology) dan kualitas yang terjamin. (Gilang Perdana)

Spesifiksi PL-9C SHORAD
– Berat: 115 kg
– Berat hulu ledak: 11,8 kg
– Panjang: 2,9 meter
– Diameter: 0,157 meter
– Wingspan: 0,65 meter
– Engine: Solid fuel rocket
– Ketinggian maksimum: 6.500 meter
– Jarak tembak maksimum: 36.000 meter
– Kecepatan: Mach 2.1
– Sistem pemandu: multi element infra red

10 Produksi Panser Badak Selesai November 2016


PT Pindad berencana memproduksi 10 kendaraan tempur jenis Badak mulai bulan Mei tahun ini. Jika tak ada kendala, PT Pindad akan merampungkan 10 panser tersebut pada November 2016. Produksi panser Badak digenjot atas perintah Wakil Presiden Jusuf Kalla yang memesan 50 kendaraan.
Demikian disampaikan Kepala Departemen Perakitan Kendaraan 6×6 Divisi Kendaraan Khusus PT Pindad, Joko Mulyono, kepada “PR” di PT Pindad, Bandung, 11 Maret 2016.
“Badak merupakan pengembangan dari panser 6×6 buatan Pindad. Perbedaannya, Badak dilengkapi turret kaliber 90 mm yang memiliki daya rusak luar biasa. Kendaraan ini dikhususkan untuk merusak, baik itu untuk tujuan menyerang atau bertahan. Kemampuan manuvernya juga sangat baik. Ketika wapres meninjau prototipe Badak, status kendaraan ini telah tersertifikasi dan siap diproduksi,” ujarnya.
Panser Badak Pindad
Panser Badak Pindad
Joko Mulyono menerangkan, panser Badak merupakan hasil karya anak bangsa yang dapat dibanggakan. Seluruh bahan baku untuk membuat panser Badak berasal dari dalam negeri, kecuali bagian laras meriam. Hingga saat ini, bagian itu masih didatangkan dari Cockerill Maintenance Ingenierie (CMI) Defence Belgia. Akan tetapi, PT Pindad terus berupaya memaksimalkan seluruh bahan baku dari dalam negeri.
“Tidak ada alasan untuk tidak membuatnya di Indonesia. Amunisi dan senjata saja bisa, maka tidak mustahil dalam waktu dekat PT Pindad dapat memproduksi sendiri laras meriam 90 mm,” tutupnya.

Pikiran-Rakyat.com