Kamis, 07 Januari 2016

Operasi dengan Sandi Tinombala 2016 Akan Buru Santoso

Operasi dengan Sandi Tinombala 2016 Akan Buru Santoso
Operasi Camar Maleo IV selesai, personel TNI mulai ditarik dari Poso. (Mitha Meinansi)

Dua hari jelang berakhirnya masa pelaksanaan Operasi Camar Maleo IV di Poso Sulawesi Tengah, seluruh pasukan TNI yang dilibatkan dalam pelaksanaan operasi mulai ditarik dan dipulangkan.

Sebanyak 700 personel TNI yang merupakan pasukan BKO, sejak Rabu 6 Januari 2016 mulai ditarik turun dari kawasan pegunungan. Mereka meninggalkan lokasi yang sejak Oktober 2015 lalu menjadi lokasi perburuan kelompok teroris Santoso.

Gabungan personel TNI dari berbagai batalyon di Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara itu diangkut dengan truk TNI menuju Korem 132 Tadulako di Palu, sebelum dikembalikan ke kesatuan masing masing, pada Kamis, 7 Januari 2016.
Operasi Camar Maleo IV selesai, personel TNI mulai ditarik dari Poso.

Operasi Camar Maleo IV merupakan kelanjutan dari tiga operasi serupa, yaitu Camar Maleo I hingga III,  yang digelar Polri dalam upaya menindak kelompok teroris Santoso.

Kapolres Poso AKBP Ronny Suseno menerangkan, penarikan 700 personel TNI itu dilakukan menjelang berakhirnya operasi pada Sabtu 9 Januari 2016. 

Selain 700 personel TNI, juga terdapat 300 personel Brimob yang merupakan BKO dari Mabes Polri, yang juga telah ditarik dengan alasan serupa.

Jumlah itu merupakan bagian dari 1.000 personel Brimob yang dilibatkan dalam Camar Maleo IV, dimana 700 personel Brimob lainnya tetap dipertahankan untuk melakukan fungsi penyekatan, antara kelompok teroris dengan pemukiman masyarakat yang berbatasan dengan hutan di Kecamatan Poso Pesisir Bersaudara, sambil menunggu pelaksanaan operasi lanjutan.

Menurut Ronny Suseno, operasi lanjutan akan kembali dilakukan namun belum dipastikan tanggal pelaksanaannya.

"Operasi ini ada kelanjutannya dengan sandi sementara yang kita ketahui adalah Tinombala 2016. Kepastiannya pelaksanaannya belum ada keputusan dari Mabes. Yang jelas pasti akan ada operasi lanjutan itu," ujarnya.
Operasi Camar Maleo IV selesai, personel TNI mulai ditarik dari Poso.

Dalam Operasi Camar Maleo IV, aparat gabungan sudah menangkap 20 orang terduga teroris yang diidentifikasi sebagai bagian jaringan kelompok MIT, atau bagian kelompok teroris pimpinan Santoso Abu Warda. Operasi akan terus berlangsung dengan target utama, Santoso Abu Warda bisa tertangkap.

Dengan digelarnya Operasi Camar Maleo IV, juga ditemukan barang bukti antara lain tujuh pucuk senjata api, 100 butir kaliber dan sejumlah dokumen, serta markas kelompok teroris. Sebelumnya Polri juga mengadakan Operasi Camar Maleo I hingga III yang bertujuan memburu jaringan terorisme yang pelaksanaannya berpusat di Poso dengan melibatkan dua wilayah Polres, yakni Polres Parigi Moutong dan Polres Sigi.

Viva.

Mengenal Pesawat Tempur Siluman KF-X Karya Anak Bangsa

Foto:Ist
Foto:Ist
 
Impian Indonesia membuat pesawat tempur sendiri sepertinya segera terwujud. Kementerian Pertahanan (Kemhan) dan Korea Aerospace Industries (KAI) melaksanakan penandatanganan kontrak cost share agreement (CSA) untuk pengembangan pesawat tempur KF-X/IF-X (Korea Fighter Experiment/Indonesia Fighter Experiment).

Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengatakan, proses pembuatan pesawat dilakukan secara bertahap hingga Indonesia punya kemandirian sendiri. “Kan satu-satu dulu, (tahap) I di sana, II di sana, I di sini,” kata Ryamizard di Kantor Kemhan, Jakarta Pusat, Kamis (7/1/2016).

Ryamizard menegaskan, sudah saatnya Indonesia membuat sendiri alat utama sistem pertahanan (alutsista), sebagai pembuktian salah satu negara besar.

“Kalau enggak buat kapan lagi. Dari kita nanti untuk pengalaman, kemampuan akhirnya akan buat sendiri nantinya. Kalau enggak dimulai sekarang kapan lagi, negara besar kok beli-beli mulu, kan enggak lucu,” ucapnya.

Pesawat tempur generasi 4,5 ini disebut-sebut setara dengan pesawat F-22 Raptor dan Eurofighter Typhoon. Bahkan, pesawat tempur ini memiliki kemampuan di atas pesawat F-16.

Langkah Indonesia membuat pesawat tempur juga sempat terhambat. Pasalnya, pemerintah pernah menunda kerjasama pembuatan pesawat yang telah mengucurkan dana Rp600 miliar untuk kepentingan riset dan pengembangan awal.

Secara kasat mata, bentuk pesawat tempur KF-X ini sangat mirip dengan F-22 Raptor, yakni bermesin dua dengan sayap tegak ganda dan rancangan kokpit serta bagian depan fuselage hampir sama. Dibandingkan pesawat sejenis, KF-X diproyeksi untuk memiliki radius serang lebih tinggi 50 persen, sistem avionic yang lebih baik serta kemampuan anti radar (stealth). Pesawat tempur KF-X memiliki daya dorong 100 kmh.

Pembuatan pesawat tempur KF-X ini juga sesuai harapan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang meminta Indonesia jangan kebergantungan terhadap impor kebutuhan alutsista untuk mewujudkan kemandirian pertahanan nasional. (Okezone)

Indonesia investasikan Rp18 triliun untuk pesawat KF-X/IF-X

Indonesia investasikan Rp18 triliun untuk pesawat KF-X/IF-X
Model pasti KF-X Korea Selatan, sebagaimana dinyatakan Korea Aerospace Industri. Pesawat tempur ini digadang-gadang berteknologi siluman (stealth), radar aktif (AESA), dan bermesin dua. Turki sempat bergabung dengan Korea Selatan tentang ini namun akhirnya mundur dan diambil alih Indonesia. (defense-aerospace.com)
 
Pemerintah Indonesia menginvestasikan Rp18 triliun dalam kontrak Kesepakatan Pembagian Biaya (CSA) pengembangan program pesawat tempur KF-X/IF-X yang dkerjakan bersama antara Indonesia dan Korea Selatan.
"Sebanyak Rp18 triliun. Itu yang kita keluarkan," kata Menteri Pertahanan, Ryamizard Ryacudu, di Jakarta, Kamis. 

Dana sebesar itu belum sampai ke lini produksi massal melainkan baru di tingkat produksi purwarupa, yang dicadangkan sebanyak tiga unit.

Informasi tambahan menyatakan, diperlukan enam purwarupa dengan biaya keseluruhan Rp111 triliun. Dalam tahapan ini, Indonesia menanggung 20 persen keperluan biaya. 

Jika program ini tetap berlanjut sampai lini produksi, belum diungkap harga perunit KF-X/IF-X, begitupun belum diungkap spesifikasi yang akan diterapkan bagi kedua negara pengguna, Indonesia dan Korea Selatan.

Jumlah itu, kata dia, merupakan 20 persen dari nilai keseluruhan biaya proyek pengembangan pesawat tempur KF-X/IF-X, di mana pihak Korea Selatan akan membiayai 80 persen dari total proyek.
KF-X/IF-X untuk Indonesia diproyeksikan selesai pada 2025 dan Indonesia memerlukan dua skuadron KF-X/IF-X, yang akan dibiayai melalui mekanisme berbeda. 

Pembuatan dua unit pesawat purwarupa akan dilakukan di Korea Selatan dan satu unit pesawat sisanya dirakit di Indonesia.

Pengerjaan pembuatan pesawat tersebut juga melibatkan ilmuwan dari kedua negara. Hitung-hitungannya,
"Satu dua di sana, tapi satu itu 20 persen orangnya (Indonesia), yang kedua 50 persen, yang ketiga di sini 80 persen," kata dia.

Pesawat tempur KF-X/IF-X yang akan dibuat oleh Korea Selatan dan Indonesia tersebut merupakan generasi paling baru. "Itu generasi 4.5, lebih tinggi dari F-16," ujar Ryamizard. 

Generasi terakhir F-16 adalah F-16 Block 60, yang diberi nicknameViper. yang jauh lebih canggih ketimbang varian terkini, yaitu F-16 Block 52. Bahkan Amerika Serikat belum menerbangkan F-16 Viper pada jajaran arsenalnya.

Ryacudu mengatakan seluruh komponen menggunakan pengembangan dari Korea Selatan, tanpa melibatkan perusahaan di negara lain seperti Amerika Serikat atau Prancis. "Nanti dikembangkan di Korea, dituntaskan semua di sana," ucapnya, menjelaskan.

Dia menekankan, Indonesia harus mampu membuat pesawat tempur produksi sendiri, dan berhenti membeli dari negara lain guna meningkatkan kemampuan pertahanan udara.

Bahkan ia mengatakan Indonesia akan memproduksi pesawat tempur untuk dijual kembali ke negara lain.

Kementerian Pertahanan menandatangani kontrak Cost Share Agreement (CSA) dengan Korea Aerospace Industries (KAI) sebagai tanda mulai pelaksanaan tahap kedua pengembangan program pesawat tempur KF-X/IF-X antara Indonesia-Korea Selatan.

Penandatanganan kontrak CSA dilakukan antara Direktur Jenderal Potensi Pertahanan Kementerian Pertahanan, Timbul Siahaan, dan Presiden sekaligus CEO KAI Ltd, Ha Sung Yong.

Selain itu, juga ditandatangani kontrak Work Assignment Agreement (WAA) antara Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia Budi Santoso dan CEO KAI Ltd yang disaksikan Ryacudu dan Menteri Urusan Program Administrasi  Minister Pembelian Produk Pertahanan Korea Selatan (DAPA), Chang Myoungjin.
 

Indonesia-Korsel tandatangani kontrak pengembangan pesawat tempur KF-X/iF-X

Indonesia-Korsel tandatangani kontrak pengembangan pesawat tempur KF-X/iF-X
Menteri Pertahanan, Ryamizard Ryacudu (ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso)
 
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pertahanan menandatangani kontrak Cost Share Agreement (CSA) dengan Korea Aerospace Industries (KAI) sebagai tanda dimulainya pelaksanaan tahap kedua pengembangan program pesawat tempur KF-X/IF-X antara Indonesia-Korea Selatan.

"Dengan ditandatanganinya CSA ini, saya minta kedua belah pihak menunjukan keseriusannya dan komitmen sesuai kesepakatan yang telah ditandatangani," kata Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu di Kementerian Pertahanan Jakarta, Kamis.

Penandatanganan kontrak CSA dilakukan antara Dirjen Potensi Pertahanan Timbul Siahaan dan Presiden sekaligus CEO KAI Ltd Ha Sung Yong.

Selain itu, juga ditandatangani kontrak Work Assignment Agreement (WAA) antara Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia Budi Santoso dan CEO KAI Ltd yang disaksikan oleh Menhan Republik Indonesia dan Minister of Defence Acquisition Program Administration (DAPA) Republik Korea Selatan Chang Myoungjin.

Kontrak CSA tersebut mengatur kesepakatan dan ketentuan mengenai pembagian dana pendanaan pengembangan pesawat tempur KF-X/IF-X yang diberikan Indonesia kepada KAI berdasarkan kesepakatan bersama pengembangan pesawat tempur yang dilakukan pada Oktober 2014.

Sedangkan kontrak WAA mencakup partisipasi industri pertahanan Indonesia dalam kegiatan rancang bangun, pembuatan komponen, prototipe, pengujian dan sertifikasi serta mengatur hal-hal yang terkait aspek bisnis maupun aspek legal.

WAA juga mengatur peran yang akan diambil oleh PT DI meliputi semua hak dan kewajibannya sebagaimana kontrak tersebut dikategorikan sebagai dokumen "Businness to Businness".

"Pengembangan pesawat tempur KF-X/IF-X ini akan membangun hubungan kerja sama Korea Selatan dan Indonesia. Maka saya yakin sekali dengan kerja sama ini kedua negara akan terus menjaga hubungan politik dan pertahanan yang saling membantu bersama," kata Chang Myiungjin.
 

TNI AU Larang Pesawat T-50i Golden Eagle Akrobatik

T-50i Golden Eagle
T-50i Golden Eagle

TNI Angkatan Udara menghentikan sementara atraksi atau manuver pesawat T-50i Golden Eagle, menyusul jatuhnya pesawat tersebut pada acara Gebyar Dirgantara, di Lanud Adisutjipto, Yogyakarta, Minggu 20 Desember lalu. Dalam insiden tersebut dua pilot terbaik TNI AU, Letkol Penerbang Marda Sarjono dan Kapten Penerbangan Dwi Cahyadi tewas.

“Pesawat tetap dioperasikan tapi untuk melaksanakan exercise acrobatic on the deck atau aerial acrobatic lower altitude itu saya stop dulu,” ujar Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Agus Supriatna saat sertijab Pangkoopsau I dari Marsekal Muda TNI A Dwi Putranto kepada Marsekal Pertama TNI Yuyu Yutisna di Makoopsau I, Halim Perdanakusuma, Jakarta, Selasa 5 Januari 2016.

Terkait dengan proses investigasi, KSAU mengatakan, tim dari Korea dan tim dari TNI AU yang dipimpin oleh Wakil Kepala Staf Angkatan Udara (Wakasau) Marsekal Madya Hadiyan Sumintaatmadja sudah melakukan pertemuan di Mabesau. “Ini kerja sama tim, orang Korea juga akan bantu dan ingin tahu apa yang terjadi, kalau sudah tahu ke depannya jangan sampai terjadi lagi,” ucapnya.

Mengenai hasil investigasi, Agus mengatakan, hal itu akan disampaikan oleh Ketua Dewan Keselamatan Terbang Kerja (Lambangja) sekaligus Wakasau Marsekal Madya Hadiyan Sumintaatmadja. “Keputusannya nanti oleh Ketua Dewan Lambangja oleh Wakasau, setelah jelas masalahnya di sini baru akan dijelaskan oleh ketua dewan,” katanya.

Kepala Dinas Penerangan Angkatan Udara (Kadispenau) Marsekal Pertama Dwi Badarmanto juga memastikan pernyataan KSAU Marsekal Agus Supriatna. “Pesawat tetap dioperasikan, tapi untuk manuver low level acrobatic dihentikan dulu. Sedangkan untuk investigasi masih dalam proses, kita tunggu hasilnya,” ucapnya.(Sindonews)

Ini Dia! 6 Negara Eksotis Tanpa Kekuatan Militer

maxresdefault

Tak bisa dibayangkan bagaimana sebuah negara di dunia ini mampu bertahan tanpa kekuatan militer permanen. Kekuatan militer permanen yang dimaksud adalah kekuatan militer yang melindungi kedaulatan daratan, laut dan ruang udaranya. Meski sebagian besar zona-zona di dunia mayoritas berada pada keadaan damai, namun kemungkinan terjadinya invasi dan agresi menjadi probabilitas yang patut diperhitungkan.

Meski sadar ancaman dan bahaya tersebut, negara-negara di bawah ini tidak bergeming dan tetap mempertahankan negaranya hidup tanpa kekuatan militer permanen, bahkan diantaranya menjadi salah satu negara paling bahagia di dunia.

BhutanBhutan
Sebagian besar wiayahnya berada di atas ketinggian 1500 mdpl (meter diatas permukaan laut) dengan beberapa wilayah di utara yang berada bahkan di atas ketinggian 6000 mdpl. Beberapa puncak di wilayah utara Bhutan bahkan diselimuti salju sepanjang tahun.Negara kecil di wilayah Asia Selatan yang terhimpit antara India dan Cina tersebut terpilih sebagai salah satu negara dengan penduduk paling bahagia di dunia menurut Eric Weiner dari BBC Travel.

Hingga saat ini, militer Bhutan hanya terdiri dari Angkatan Darat dan Polisi Kerajaan Bhutan. Negara kecil tersebut masih mempertahankan pengaruh kerajaan ke pemerintahannya, karenanya militer di negara ini memiliki Pasukan Pengawal Kerajaan. Bhutan tidak memiliki angkatan laut dan angkatan udara karena wilayahnya yang berada di dataran tinggi dan terhimpit dua “raksasa” asia, India dan Cina. Meski begitu, pada tahun 1958, Perdana Menteri India Jawaharlal Nehru mendukung kemerdekaan Bhutan dan “melindungi” Bhutan secara militer dan menganggap agresi yang ditujukan terhadap Bhutan sebagai agresi terhadap kedaulatan India. Dengan perjanjian ini, India mendapatkan banyak keuntungan dalam hubungannya dengan Bhutan antara lain ekspor peralatan militer buatan India serta hak intervensi urusan luar negeri negara Bhutan.

AndorraAndorra
Jika berbicara negara yang menganut dua sistem layanan publik yang berasal dari dua negara berbeda, Andorra mungkin jawaban tepat mengenai hal tersebut. Sejak tahun 1200-an hingga saat ini wilayah cantik yang hanya memiliki anggota parlemen 28 orang ini diperintah oleh “pangeran Andorra” yang terdiri dari Presiden Perancis dan Uskup dari Urgel, Spanyol.

Karena pengaruh dari Perancis dan Spanyol begitu kuat maka tidak jarang kita menemukan dua sistem layanan publik seperti pos dan juga penggunaan mata uang (Franc Perancis dan Peseta Spanyol), namun saat ini sudah menggunakan mata uang Euro.Untuk urusan pertahanan militer, negara yang luasnya tidak sebesar Jakarta ini bergantung pada perlindungan Spanyol dan Perancis dan juga negara-negara NATO.Untuk mengatur ketertiban pemerintahannya, Departemen Polisi dibentuk sejak 1931 dengan kekuatan tidak lebih dari 500 personel. Karena begitu minimnya personel Polisi, maka setiap laki-laki yang memiliki senjata api wajib bergabung sebagai personil kepolisian

Kepulauan Solomon
Solomon
Sejak menjadi protektorat Inggris tahun 1890-an dan sempat menjadi ajang pertempuran Perang Pasifik yang sengit, Kepulauan Solomon praktis menyerahkan stabilisasi keamanan dengan sesame negara Persemakmuran Inggris lainnya, yakni Australia dan Selandia Baru. Meski tidak memiliki kekuatan militer, luas kedaulatan negara kepulauan ini sungguh tidak kecil. Dengan 990 pulau dan luas 28.400 kilometer persegi, negara tersebut hanya diperkuat oleh kepolisian lokal yang beranggotakan tidak lebih dari 1000 personil. Kepolisian Solomon tidak murni menangani kasus kriminal dan stabilisasi dalam negeri tapi juga menangani pemadam kebakaran, penanggulangan bencana alam dan patrol maritim. Begitu minimnya kekuatan militer yang tidak sebanding dengan luas wilayah, maka untuk menangani kerusuhan politik tahun 2006, Australia dan Selandia Baru memobilisasi kendaraan tempur dan personil militernya untuk memulihkan stabilisasi keamanan dalam negeri.

Republik Nauru
Nauru
Anda pernah ke Bukittinggi ?Jika Anda berfikir betapa kecilnya wilayah Bukittinggi, Anda jangan mengeluh terlebih dahulu, sebab ada sebuah negara republik yang luasnya tidak lebih luas dari Bukittinggi.Meski begitu, negara yang hanya memiliki luas sebesar 21 kilometer persegi ini memiliki bandara sendiri yang terletak tepat di salah satu ujung pulau tersebut yang langsung berbatasan dengan Samudera Pasifik.Negara kecil tersebut tidak memiliki kekuatan militer sendiri namun mendapatkan jaminan keamanan militer dari Australia jika mendapat invasi/serangan dari luar.Salah satu kompensasi dari bantuan militer Australia tersebut adalah kesediaan Republik Nauru mengizinkan Australia membangun Kamp Tahanan Pengungsi Pencari Suaka Imigran yang hendak ke Australia.

SamoaSamoa
Memiliki dua pulau besar dan tujuh pulau kecil, negara ini memisahkan diri sebagai negara merdeka dari Selandia Baru pada tahun 1962.Memiliki institusi kepolisian, Samoa banyak mengandalkan kepolisian nasional untuk mengatasi berbagai kebutuhan dan mengatur ketertiban warganya, termasuk menjaga dua penjara yang berdiri di negara itu. Kepolisian nasional memiliki kapal patrol maritim untuk menjaga teritori wilayahnya. Kepolisian nasional juga sering bekerjasama dengan Australian Federal Police (AFP) dalam program Pacific Police Development Program.

posisi-pulau-samoa

Pada tahun 2000 Kepolisian Samoa dilibatkan dalam patroli maritim di perairan Timor Leste (dulu Timor Timur) sebagai bagian dari pengerahan kekuatan UNTEA yang dipimpin Australia.

PalauPalau
Jika negara kepulauan di pasifik mayoritas berada di bawah perlindungan militer Australia dan Selandia Baru, maka Palau memiliki sedikit perbedaan. Negara “muda” yang baru mendapat kemerdekaannya dari Amerika Serikat ini secara geografis sangat dekat dengan teritori NKRI, dimana sebelah utara, timur berbatasan dengan Papua Barat, Maluku Utara dan Sulawesi Utara. Amerika Serikat menjadikan negara ini sebagai negara kepulauan untuk menjaga keamanan wilayahnya di area timur jauh, sehingga Palau terikat perjanjian Compact Of Free Association dimana Amerika Serikat akan memberi perlindungan militer jika terjadi agresi terhadap wilayah ini.

Sebagai negara yang pernah “diduduki” Amerika Serikat, maka sistem pemerintahan dan kepolisiannya memiliki kemiripan dengan sistem kepolisian Amerika Serikat dalam skala kecil. Hal tersebut terlihat dari pemisahan pemerintahannya ke dalam 16 negara bagian yang juga diikuti pemisahan kepolisian menjadi 16 kepolisian negara bagian yang dilengkapi dengan kapal patrol maritime untuk mengontrol wilayahnya dari penangkapan ikan dan penyusup.

LeichtensteinFlag_map_of_liechtenstein-555px 
Kecil kecil cabe rawit.Ungkapan itu nampak cocok untuk menggambarkan negara kecil yang terletak antara Swiss dan Austria. Negara “mungil” ini hanya menempati 160 kilometer persegi dan hanya memiliki kepolisian nasional yang terdiri dari 91 personil polisi aktif dan 34 staf sipil. Pada masa lalu, Leichtenstein tidak memiliki perjanjian militer yang memungkinkan perlindungan jika diinvasi negara lain. Namun sejak merebaknya kasus penembakan yang terjadi tahun 2004, Leichtenstein melakukan perjanjian dengan Swiss sehingga negara tersebut bersedia memberikan perlindungan militer serta menempatkan 300 personilnya yang mendampingi Kepolisian Leichtenstein melindungi objek vital, bahkan beberapa kasus tentara Swiss menjaga perbatasan Leichtenstein dan negara tetangga.

Dilihat dari hal itu, kita bisa menyimpulkan bahwa secara umum negara-negara tanpa kekuatan militer permanen sangat bergantung pada kekuatan militer yang ada di sekitarnya atau yang memiliki perjanjian (treaty) tertentu. Khusus di kawasan Pasifik,negara tanpa kekuatan militer permanen bergantung pada perlindungan tiga negara sekutu, Australia, Selandia Baru dan Amerika Serikat.

Apa artinya hal tersebut bagi Indonesia? Indonesia terkepung.

Secara umum, negara-negara tetangga Indonesia yang ada di kawasan Selat Malaka seperti Malaysia,Thailand dan Singapura memiliki keterikatan dengan Filipina, Australia dan Selandia Baru sebagai mantan anggota SEATO dimana mereka bahu-membahu membendung pengaruh komunisme di Asia Tenggara. Meski isu itu sudah tidak relevan serta diikuti pembubaran SEATO tahun 1977, namun “pertemanan” diantara negara itu khususnya negara-negara commonwealth tetap terpelihara.

gun-with-knot

Sejak penyerahan kedaulatan dari Kerajaan Belanda ke Republik Indonesia tahun 1948, pelan namun pasti, TNI menyadari hal itu dan mulai membangun kekuatan militernya secara aktif. Aksi “unjuk gigi” pertama adalah menjelang Operasi Mandala. Dengan kekuatan lebih dari 10.000 personil tentara, pesawat bomber B-25 Mitcell, P-51 Mustang Tank Buster, bomber strategis Tupolev Tu-16 KS yang dapat menembakkan bom berhulu ledak nuklir,transporter Antonov An-12B, Mig-15 Fagot, Mig-17 Fresco dan fighter intercept Mig-21 Fishbed, kapal penjelajah Sverdov Class RI Irian, kapal selam Whiskey Class dan alat tempur lainnya telah membuat Belanda terkepung dan “terputus” dari dunia luar dan jalur logistik dalam waktu singkat.

Pengerahan kekuatan ini telah membuat TNI tidak lagi di pandang sebelah mata dan sejak itu, CIA aktif menerbangkan pesawat mata-mata U-2 dragonfly untuk mengawasi Indonesia. Hal yang sama juga terjadi ketika Indonesia berada dalam masa konfrontasi dengan Malaysia. Bomber strategis TNI AU Tupolev Tu-16 KS mampu terbang non-stop dan keluar dari sergapan radar dan fighter Barat hingga mencapai Darwin-Australia yang membuat negara itu “keringat dingin” dan tidak berbuat macam-macam dalam penyelesaian konfrontasi Malaysia dan Indonesia.

Menurut hemat penulis, meski sekutu Barat telah lama mempertahankan negara kepulauan di Pasifik sebagai ujung terluar pertahanan mereka dan membuat Indonesia “seolah-olah” terkepung oleh benteng maya (the vanish defence tactic) mereka, tidak membuat petinggi negara dan TNI terkucil dan rendah hati. Salah satu metode untuk keluar dari “kepungan “ mereka adalah membuat efek deterrent (penggentar) yang membuat mereka harus memandang kedaulatan NKRI.

posisi-pulau-pulau-terluar-milik-sekutuperbandingan-kekuatan-laut-di-asia-tenggara-per-2015-small

Salah satu cara dererrent adalah pengerahan kekuatan militer secara aktif baik secara real ataupun manipulatif. Meski cara tersebut bukan cara satu-satunya, namun memiliki efek yang paling besar dibandingkan metode diplomasi politik. Toh dengan salah satu metode tersebut, Barat tidak jadi mengklaim Pulau Miangas yang berbatasan dengan Filipina, dan dengan cara itu pula lebih dari 30 tahun NKRI tidak pernah kehilangan kedaulatannya dan tetap bersahabat baik dengan penduduk negara-negara kepulauan yang terbentang di Samudera Pasifik. (oleh Muhammad Sadan – Pemerhati Militer dan Dirgantara)
 

Rabu, 06 Januari 2016

Ganja dan Patroli Prajurit TNI di Perbatasan PNG

  Patroli TNI
Patroli TNI

Tentara Nasional Indonesia (TNI) dari Satuan Tugas (Satgas) Yonif 406/CK yang sedang melaksanakan patroli di perbatasan RI-PNG, berhasil menemukan lahan ganja. Penemuan ini diperoleh berdasarkan informasi Komandan Pos Bompay Lettu Inf Karno dari masyarakat kampung Bompay, bahwa terdapat lahan ganja di pinggir sungai, di hutan kampung Bompay. Keesokan harinya anggota Satgas melakukan pengecekan dan menemukan lokasi lahan ganja di Keerom, Papua, Selasa (5/1/2016).

Lokasi lahan ganja berhasil ditemukan setelah personel Satgas Yonif 406/CK menyusuri hutan selama satu setengah jam perjalanan. Lokasi lahan ini ternyata disamarkan di antara pohon tebu dipinggir anak sungai Keerom dengan koordinat 8785 3225. Hasil yang ditemukan 17 batang pohon ganja berukuran 2 sampai 3 meter dan 2 ons ganja kering.

tni-4

Dansatgas 406/CK Letkol Inf Aswin Kartawijaya menyampaikan, seluruh jajaran pos Satgas Yonif 406/CK memiliki tugas untuk mencegah peredaran Minuman Keras (Miras), Narkoba dan Senjata Api serta Munisi di wilayah perbatasan RI-PNG. Tugas tersebut dilaksanakan dengan melaksanakan sweeping, patroli maupun mencari informasi dari masyarakat yang berkaitan dengan keberadaan Miras, Narkoba dan Senjata Api serta Munisi.

“Kegiatan ini dinilai sangat efektif dilaksanakan, hal ini terbukti pada bulan September 2015 Satgas Yonif 406/CK berhasil mengamankan senjata laras panjang dan munisi tajam sebanyak 30 butir hasil dari kegiatan sweeping yang digelar dan sekarang Satgas berhasil menemukan lahan ganja”, ujar Letkol Inf Aswin Kartawijaya.

tni

Letkol Inf Aswin Kartawijaya mengatakan peredaran miras dan narkoba di Indonesia semakin banyak dan memprihatinkan. Tidak hanya orang dewasa saja yang mengunakan narkoba, tetapi juga remaja dan anak-anak sudah menjadi pengguna dan mengkonsumsi miras serta narkoba. Tidak terkecuali di Papua, khususnya di wilayah perbatasan RI-PNG, peredaran miras dan narkoba di wilayah tersebut sangat tinggi.

tni-5

“Di suasana pergantian tahun, pada saat moment tersebut semakin banyaknya kita temukan masyarakat perbatasan yang mabuk di pinggir jalan, karena mengkonsumsi miras dan narkoba. Bila hal ini dibiarkan maka akan memicu banyaknya pelanggaran dan masa depan bangsa Indonesia akan terancam dan akan rusak karena miras serta narkoba”, ujar Dansatgas.

Puspen TNI