Keberadaan tiga unit Boeing 737-200 SLAMMR (Side-Looking Airborne Modular Multi-Mission Radar) Skadron 5 Patmar TNI AU telah menjadi kebutuhan strategis dalam misi intai maritim. Di masanya, pesawat tersebut cukup mumpuni dalam meronda laut. Tapi seiring perkembangan jaman dan kondisi pesawat yang telah menua, (didatangkan pada tahun 1982), maka menjadi agenda pemerintah guna memodernisasi jenis pesawat strategis ini, khususnya yang bermesin jet dengan kecepatan dan endurance memadai.
Skadron 5 yang bermarkas di Lanud Hasanuddin, Makassar, tentu punya incaran untuk pengganti Boeing 737-200 SLAMMR. Tak lain masih dari keturunan Boeing 737, yakni P-8 Poseidon yang dibangun dari platform Boeig 737-800ER (Extended Range). Tentang seluk beluk dan kecanggihan P-8 Poseidon telah kami kupas di atikel terdahulu. Namun ada yang lumayan memberatkan dari pengadaan P-8 Poseidon, lantaran harga jualnya yang kelewat mahal, yakni di rentang US$171 – US$200 juta per unit.
Nah, melihat kocek pemerintah Indonesia yang ngepas, Boeing pun tak surut menawarkan produk yang lain, yang tentunya masih berupa pesawat jet intai maritim. Dan baru-baru ini, mendaratlah Boeing MSA (Maritime Surveillance Aircraft) di Lanuma Halim Perdanakusuma, Jakarta. Tak hanya melakukan demo ke calon operator, yakni TNI AU, Boeing pada hari Rabu (4/11/2015) mengajak tamu VIP Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti bersama Menko Kemaritiman Rizal Ramli untuk joy flight. Selama 1,5 jam, kedua menteri yang populer dengan aneka gebrakan ini diajak mengitari selatan Pulau Jawa.
Dikutip dari Detik.com (4/11/2015), Rizal memuji kecanggihan Boeing MSA yang berukuran kecil namun memiliki teknologi canggih ini. Pesawat ini bisa mengidentifikasi kapal-kapal yang menggunakan transmitter maupun tidak, sehingga bisa mendeteksi kapal pencuri ikan yang mematikan alat transmitter yang wajib aktif saat kapal beroperasi di laut. “Kita bisa pantau kapal-kapal baik yang ada identifikasi maupun yang tidak men-transmit. Yang tidak men-transmit jangan-jangan illegal fishing,” ucapnya.
Rizal menambahkan, saat ini di lautan Indonesia banyak terjadi transhipment atau bongkar angkutan ikan di tengah laut dari kapal-kapal kecil ke kapal pencuri ikan berukuran besar. Kapal besar tersebut biasanya mematikan transmitter dan langsung kabur dari perairan Indonesia begitu selesai menampung ikan ilegal. “Cukup banyak yang terjadi sekarang ada kapal di laut bebas, tapi ada kapal-kapal kecil yang suplai ke kapal besar itu, jadi transhipment. Nah kalau ada kapal besar tidak ada transmit-nya itu bisa dicurigai illegal fishing, bisa ditindak,” tukasnya.
Kedua menteri tak menampik bila tertarik dengan Boeing MSA, lebih lanjut Rizal meminta Boeing memberikan diskon khusus pada pemerintah Indonesia untuk pembelian pesawat ini. Jika tidak ada diskon yang memuaskan, Rizal menyatakan Indonesia tidak akan membeli dari Boeing. Harga per unit Boeing MSA ditaksir mencapai US$60 juta per unit.
Dari Platform Pesawat Jet Pribadi
Beda dengan P-8 Poseidon yang dibangun dari pesawat penumpang kelas medium, maka Boeing MSA punya ukuran kecil, karena platform pesawatnya dicomot dari jenis Challenger 605 buatan Bombardier. Pesawat ini terbilang populer digunakan sebagai pesawat bisnis pribadi para pejabat dan konglomerat. Resminya Boeing memilih Challenger 605 pada ajang Dubai Airshow tahun 2013. Saat itu Boeing tengah mencari kandidat pesawat untuk program Intelligence, Surveillance and Reconnaissance Aircraft.
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dan Menko Kemaritiman Rizal Ramli di depan Boeing MSA. (Foto: Detik.com)
Interior challenger 605 yang mewah.
Eksistensinya sebagai pesawat jet bisnis pribadi tak diragukan lagi.
Ilustrasi jangkauan terbang Boeing MSA, bila diterbangkan dari Singapura.
Mengemban peran sebagai pesawat intai maritim, Challenger 605 yang ditenagai dua mesin General Electric CF34-B MTO ini dilengkapi seabreg sensor dan radar canggih. Salah satu wujudnya berupa penempatan radar intai dibawah perut pesawat (bawah body). Pola penempatan radar ini mengingatkan pada jenis radar Ocean Master 400 di pesawat CN-235 220 NG TNI AL. Kelengkapan yang mencakup Active Electronically Scanned Array multi-mode radar, high-definition Electro-Optical/Infrared camera, dan advanced Electronic Support. Soal data link pun tak jadi masalah, berkat adopsi interoperable data links. Sambungan akses komunikasi dengan ground ditunjang dengan teknologi high-bandwidth line-of-sight and over-the-horizon communications.
Oleh Boeing, pesawat ini digadang mampu beroperasi secara mandiri (standalone surveillance), bahkan jika diperkukan pesawat ini dengan mudah interiornya bisa disuap menjadi pesawat angkut VIP atau pesawat medical evacuation (medevac). Kapabilitas yang diusung mulai dari tugas anti pembajakan laut, intai ZEE, pengawasan perbatasan, dan SAR.
Punya Endurance Tinggi
Meski pesawat kecil, untuk urusan endurance Boeing MSA bisa mengudara terus-menerus selama 8 jam, cukup ideal untuk misi intai di lautan. Jangkauan terbangnya mencapai 7.408 km, atau dalam simulasi dengan enam penumpang bisa terbang non stop dari London ke New York dan Dubai ke London. Dalam menjalankan misi intai maritime, Boeing MSA di set dengan dua awak (pilot dan copilot), serta lima orang kru.
Apakah tawaran Boeing kali ini berhasil di Indonesia? Kita tunggu saja kabar selanjutnya. Mengingat Boeing telah sukses menggolkan penjualan heli tempur AH-64 Apache dan heling angkut berat CH-47 Chinook untuk TNI AD, maka bukan tak mungkin Boeing MSA nantinya mulai dilirik serius. (Gilang Perdana)
Spesifikasi Boeing MSA
– Platfom pesawat: Bombardier Challenger 605
– Panjang: 19,8 meter
– Lebar sayap: 21 meter
– Tinggi: 6,4 meter
– Max Kecepatan jelajah: Mach 0.8
– Mesin: 2x General Electric CF34-B MTO
– Endurance: 8 jam
– Ketinggian terbang max: 12.497 meter
– Max berat take off: 21.863 kg