Minggu, 08 November 2015

Kisah Pasukan Tank TNI dan Ukulele

  tank

Anda tentu masih ingat dengan film fury yang belum lama ini, diputar di bioskop-bioskop Indonesia. Akting Brad Pitt yang menjadi komandan tank saat perang dunia II mendapat pujian para penggemar film perang.

Salah satu adegan film menggambarkan empat buah Tank milik AS menggempur barisan pertahanan tentara Jerman yang diperkuat meriam antitank. Tank-tank Sherman itu menjadi ujung tombak penyerangan sementara pasukan infanteri berlindung di belakang tank.

Kisah bak Film Fury itu juga terjadi di Indonesia. Saat itu pasukan TNI tengah menghadapi pemberontakan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) tahun 1958.

Dalam sebuah pertempuran, dua batalion (sekitar 1.600 orang) pasukan PRRI bertahan di dataran tinggi Lubuk Bagalung, sebelah selatan Kota Padang. Pasukan TNI diperintahkan merebut pertahanan PRRI.

Letnan Kolonel Pranoto Reksosamodra memimpin serangan tersebut. Dia mengerahkan semua kekuatan milik TNI. Dari arah laut, kapal-kapal perang TNI AL membombardir pertahanan musuh. Sementara pesawat Mustang Angkatan Udara memberikan bantuan tembakan udara menghancurkan perkubuan senapan mesin. Serangan juga dilakukan meriam-meriam artileri.

Namun serangan darat bertumpu pada serangan empat buah tank stuart. Skadron Tank itu dipimpin Letnan Satu Broery, seorang perwira asal Maluku.


Di samping tank-tank itu, pasukan baret merah dan Raider bergerak ikut menghancurkan musuh.

Letkol Pranoto sangat terkesan dengan keberanian Letnan Broery. Tanpa rasa takut sedikit pun Broery duduk di atas kubah tank sambil main ukulele atau gitar kecil. Dia terus melagukan lagu perang Hela Arumbai selama pertempuran.

“Selama ukuleleku masih bisa kalian dengar, maka skadron kita tidak boleh berhenti menyerang,” kata Pranoto menirukan perintah Broery yang jantan pada anak buahnya.

Benar saja, Tank Stuart itu terus menderum maju. Menghujani perkubuan musuh dengan senapan mesin. Hanya butuh dua jam untuk merebut Lubuk Begalung dan menghancurkan dua batalion pasukan PRRI.

Pranoto tersenyum bangga pada Letnan Broery. Dia mencatat sama sekali tak ada korban jiwa di pihak TNI dalam serangan itu.

Pengalaman pribadi Pranoto ini kemudian disunting Imelda Bachtiar dalam Buku Catatan Jenderal Pranoto dari RTM Boedi Oetomo sampai Nirbaya yang diterbitkan Kompas tahun 2014.

“Peristiwa ini sangat berkesan dan satu-satunya pertempuran yang tak pernah kulupakan dalam hidupku,” kata Pranoto sambil mengenang Letnan Broery dan lagu Hela Arumbai.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar