Sabtu, 10 Oktober 2015

Pabrik Produksi Rudal Starstreak Mulai DiBangun

  1-high-velocity-missile

Menteri BUMN Rini M Soemarno meresmikan Len Technopark di Subang, Jawa Barat. Len Techopark merupakan fasilitas produksi terbaru dan akan dikembangkan juga sebagai tempat wisata teknologi bagi masyarakat luas.

Starstreak_Tracked_Launch_lg1.jpg

Rini mengatakan, Indonesia merupakan bangsa besar sehingga PT Len juga harus berfikir besar untuk dapat menjadi perusahaan elektronika kelas dunia.


“PT Len Industri (Persero) harus berpikir besar juga hingga ke depan dapat menjadi perusahaan elektronika kelas dunia,” ujar Rini dalam keterangannya, Jumat (9/10/2015).

Saat ini PT Len sedang mengerjakan proyek pembuatan peralatan komunikasi militer sebanyak 700 unit untuk TNI. Peralatan tersebut asli desain dan produksi PT Len Industri. Peresmian fasilitas perakitan Len Technopark Subang itu dilakukan secara jarak jauh dengan teknologi streaming.

Raungan sirine menandai penggunaan fasilitas pabrik baru yang rencananya akan memproduksi kabel fiber optic.

Tahap pertama Len Technopark akan fokus pada pengerjaan proyek dalam bisnis elektronika pertahanan yakni Rudal Starstreak.

Tribunnews

Kamis, 08 Oktober 2015

Panglima TNI Waspadai Indonesia Jadi Arena Konflik Antarnegara

Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo
Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo

Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo melihat adanya potensi pergeseran konflik dunia pada masa mendatang.

Gatot menilai konflik akan bergeser dari kawasan negara-negara yang memiliki banyak sumber daya minyak ke kawasan negara-negara yang kaya sumber pangan.

Indonesia sebagai salah satu negara dalam zona khatulistiwa dan kaya sumber pangan tengah dihadapkan pada potensi ancaman tersebut.

Tesis Gatot tersebut semakin diperkuat dengan fakta dunia tengah mangalami over populasi. World Population Balance menyatakan idealnya bumi sekarang ini dihuni 3-4 miliar manusia. Sementara, sejak 2011 lalu penduduk dunia telah mencapai 7 miliar.

Gatot mengatakan, pertumbuhan penduduk dunia yang meningkat pesat itu tidak diimbangi dengan ketersediaan pangan, air bersih dan energi.

“Kita tengah menghadapi suatu kondisi yang sangat mudah memicu munculnya konflik baru akibat perebutan sumber pangan, air dan energi,” kata Gatot di Auditorium Utama MNC Tower, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Rabu (7/10/2015).

Mengutip penelitian British Petroleum (BP) pada tahun 2011, Gatot mengatakan minyak dunia diprediksi akan habis pada 2056. Menurut dia, perubahan geopolitik akan terjadi menjelang krisis minyak.

Konflik dunia yang kini berputar-putar di Timur Tengah akan bergeser ke kawasan ekuator yang kaya sumber pangan.

Dalam kaitan itu, Gatot mengatakan Indonesia sebagai salah satu negara di wilayah eluator yang memiliki potensi vegetasi sepanjang tahun akan menjadi arena persaingan kepentingan nasional berbagai negara.

Untuk itu, kata dia, perlu langkah antisipasi dan persiapan matang agar Indonesia mampu menjamin tegaknya keutuhan dan kedaulatan negara.

“Seluruh komponen bangsa harus melakukan antisipasi strategis menghadapi ancaman dan tantangan yang saat ini berkembang,” ungkap Gatot.(Sindonews)

Indonesia Harus Waspadai Potensi Konflik Laut Cina Selatan

ilustrasi (ist)
ilustrasi (ist)

“Ancaman dan tantangan keamanan terbesar di Asia Tenggara saat ini adalah memanasnya konflik Laut Cina Selatan yang melibatkan beberapa negara di ASEAN,” kata pengamat militer dan intelijen Susaningtyas Kertopati, di Jakarta, Selasa.

Berbicara terkait HUT Ke-70 TNI, yang upacara puncaknya digelar di Cilegon, Banten, pada 5 Oktober lalu, dia mengatakan, Laut Cina Selatan salah satu jalur laut tersibuk di dunia yang diakses seluruh dunia.

Posisi Indonesia persis berbatasan dengan Laut Cina Selatan di barat laut-utara Kepulauan Natuna, Bangka Belitung. Adapun negara-negara ASEAN yang berkonflik tentang klaim kedaulatan di Laut Cina Selatan itu adalah Vietnam, Filipina, Brunei Darussalam, dan Malaysia.

Secara sendiri-sendiri, mereka berhadapan dengan klaim kepemilikan hampir semua Laut Cina Selatan yang secara agresif diajukan Cina, yang memakai kekuatan militernya secara terbuka.

Oleh karena itu, Indonesia sebagai negara terbesar di ASEAN punya peran penting di kawasan. Pada sisi lain, dengan politik luar negeri bebas-aktif, Indonesia tidak pernah menyatakan pihak luar yang berpotensi menjadi ancaman kepentingan nasional.

Australia menempuh cara sebaliknya, potensi ancaman dia ada “dari utara” atau Filipina menjalin kemitraan aktif dengan Amerika Serikat

TNI sebagai kekuatan militer Indonesia, juga mempunyai peranan penting dalam membangun kestabilan dan keamanan regional guna memelihara keseimbangan di antara negara-negara berkepentingan yang dikendalikan kekuatan luar ASEAN.

“Indonesia harus bisa meningkatkan hubungan, menyebarkan gagasan, dan melontarkan inisiatif terwujudnya U-shape line area sebagai zona ASEAN dan China SPR (strategic petroleum reserve) dan terciptanya ASEAN-Cina Maritime Security Initiative pada pengawasan dan patroli laut-udara di Laut Cina Selatan,” jelas Kertopati.

Selain problematika berlatar militer-diplomasi secara terbuka, Indonesia juga diharapkan berkontribusi lebih dalam mengatasi kejahatan lintas negara dan isu-isu keamanan perbatasan lain. Wilayah perbatasan yang jauh dan pengawasan sering dimanfaatkan pihak-pihak tertentu sebagai gerbang kegiatan ilegal.

“Misalnya perompakan, pembajakan, penyelundupan, penangkapan ikan secara ilegal, perambahan hutan ilegal, penggeseran patok-patok perbatasan dan pelintasan batas ilegal,” tuturnya.

Secara ideal, jika Indonesia menjadi pusat gravitas maritim regional maka Indonesia harus pula memiliki pelabuhan internasional terbesar. (Antara)

Tawarkan F-16 Viper ke Indonesia, Lockheed Martin Hadirkan Simulator Kokpit

P_20151007_202035

Meski nilai rupiah masih tergerus oleh dollar AS, namun tidak menyurutkan manufaktur alutsista asing untuk menawarkan produknya ke Indonesia. Contohnya seperti diperlihatkan Lockheed Martin, produsen jet tempur multirole F-16 Fighting Falcon dan pesawat angkut berat C-130 Hercules ini mulai terlihat memasarkan jet canggih F-16 V (Viper), seri terbaru dari keluarga F-16 Fighting Falcon untuk bisa dioperasikan kelak oleh TNI AU.


P_20151007_141631P_20151007_142236


Bertempat di Hotel Grand Hyatt, Jakarta (7/10/2015), langkah pemasaran Lockheed Martin diawali dengan promo menghadirkan simulator kokpit F-16 V pada awak media. Dalam acara yang dipandu Paul Randal, Chief Test Pilot F-16, dipaparkan beberapa keunggulan dari jet tempur generasi keempat ini, seperti hadirnya radar AESA (active electronically scanned array) dan digital flight control & auto GCAS (Ground Collision Avoidance System). Untuk menunjang misi tempur, F-16 V yang dilengkapi conformal fuel tanks ini juga punya payload senjata lebih besar dibanding seri sebelumnya, bahkan weapon carriage lebih banyak.


P_20151007_141712P_20151007_141722

Meski belum terlihat sinyal pembelian F-16 V oleh Kementerian Pertahanan RI, ghtinamun melihat portfolio TNI AU yang cukup lama menggunakan F-16 menjadi peluang tersendiri bagi Lockheed Martin untuk mempromosikan Sang Viper di Tanah Air. Apalagi disebut-sebut F-16 Viper punya kemampuan dedicated untuk misi intai maritim.

Merujuk pada timeline, TNI AU lewat proyek Bima Sena sudah beberapa kali melakukan upgrade dan pengadaan pada F-16. Seperti Bima Sena I pada F-16 A/B Block 15 yang dioperasikan Skadron Udara 3, lalu proyek Bima Sena II pada F-16 C/D 51ID yang dioperasikan Skadron Udara 16. Lockheed Martin berharap dapat berlanjut ke Bima Sena III untuk pengadaan F-16 Viper untuk TNI AU. Ingin tahu lebih detail tentang simulator F-16 Viper? Silahkan simak video dibawah ini.



Dalam acara show simulator ini juga dihadiri Duta Besar AS untuk Indonesia, Robert O Blake Jr dan Randy Howard, Director Business Development F-16 Lockheed Martin. Bagaimana dengan tawaran tentang ToT (transfer of technology) dan paket senjata? Nampaknya itu masih menyusul, mengingat agenda saat ini baru dalam tahap pengenalan simulator. Kita tunggu saja kabar selanjutnya. (Haryo Adjie)

Saat Bung Karno 'Ancam' Jenderal Soedirman

Saat Bung Karno 'Ancam' Jenderal Soedirman
Bung Karno dan Jenderal Soedirman (VIVA.co.id / Dody Handoko)

Masih banyak kisah yang menarik dari perjalanan karier Presiden Soekarno. Cindy Adams dalam biografinya Soekarno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, menyampaikan dialog antara Bung Karno dengan Panglima Besar TNI Jenderal Soedirman, saat detik-detik agresi militer Belanda tanggal 19 Desember 1948 di Yogyakarta.

Dua jam sebelum pendaratan pasukan Belanda, Panglima Besar TNI Jenderal Soedirman, yang masih berumur 30 tahun, membangunkan Bung Karno.

Setelah menyampaikan informasi yang diterimanya terlebih dahulu, Soedirman mendesak Bung Karno ikut dengan dia ke hutan.

Sambil mengenakan pakaianku cepat-cepat, Bung Karno berkata. “Dirman, engkau seorang prajurit. Tempatmu di medan pertempuran dengan anak buahmu. Dan tempatmu bukanlah pelarian bagi saya. Saya harus tinggal di sini, dan mungkin bisa berunding untuk kita dan memimpin rakyat kita semua," kata Bung Karno ketika itu.

“Kemungkinan Belanda mempertaruhkan kepala Bung Karno. Jika Bung Karno tetap tinggal di sini, Belanda mungkin menembak saya. Dalam kedua hal ini, saya menghadapi kematian, tapi jangan kuatir. Saya tidak takut. Anak-anak kita menguburkan tentara Belanda yang mati. Kita perang dengan cara yang beradab, akan tetapi …”

Soedirman mengepalkan tinjunya,” Kami akan peringatkan kepada Belanda, kalau Belanda menyakiti Soekarno, bagi mereka tak ada ampun lagi. Belanda akan mengalami pembunuhan besar-besaran.”

Soedirman melangkah ke luar dan dengan cemas melihat udara. Ia masih belum melihat tanda-tanda, “Apakah ada instruksi terakhir sebelum saya berangkat?” kata dia.

“Ya, jangan adakan pertempuran di jalanan dalam kota. Kita tidak mungkin menang. Akan tetapi pindahkanlah tentaramu ke luar kota, Dirman, dan berjuanglah sampai mati. Saya perintahkan kepadamu untuk menyebarkan tentara ke desa-desa. Isilah seluruh lurah dan bukit. Tempatkan anak buahmu di setiap semak belukar. Ini adalah perang gerilya semesta”.

“Sekali pun kita harus kembali pada cara amputasi tanpa obat bius dan mempergunakan daun pisang sebagai perban, namun jangan biarkan dunia berkata bahwa kemerdekaan kita dihadiahkan dari dalam tas seorang diplomat. Perlihatkan kepada dunia bahwa kita membeli kemerdekaan itu dengan mahal, dengan darah, keringat dan tekad yang tak kunjung padam," kata dia.

“Dan jangan ke luar dari lurah dan bukit hingga Presidenmu memerintahkannya. Ingatlah, sekali pun para pemimpin tertangkap, orang yang di bawahnya harus menggantikannya, baik ia militer maupun sipil. Dan Indonesia tidak akan menyerah!”.

Sebelumnya, Presiden Sukarno menyarankan agar Jenderal Soedirman menjalani perawatan saja karena penyakit Soedirman pada waktu itu tergolong parah.

“Yang sakit itu Soedirman…panglima besar tidak pernah sakit….” Itu jawaban sang Jenderal.

Viva.

Rabu, 07 Oktober 2015

Panglima TNI Ingatkan Ancaman Proxy War

Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo.
Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo.
 
Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo menyambangi Gedung MNC Tower. Kedatangannya di bilangan Kebon Sirih, Jakarta Pusat itu disambut CEO MNC Group Hary Tanoesoedibjo (HT).
Jenderal Gatot berbincang-bincang dengan keluarga besar MNC Group tentang potensi ancaman dan jati diri sebagai modal membangun Indonesia.
Dalam paparannya, Gatot mengingatkan potensi ancaman proxy war yang tengah menghantui Indonesia. Menurutnya, peperangan yang akan terjadi di masa mendatang adalah peperangan yang bersifat nonmiliter dan tidak tampak.
“Peperangan budaya, infiltrasi asing melalui ekonomi, itu adalah salah satunya,” kata Gatot di Auditorium Utama MNC Tower, Rabu (7/10/2015).
Diakui Gatot, Indonesia telah memiliki modal kuat untuk menghadapi perang yang disebutnya melibatkan seluruh aspek kehidupan ini. Di antaranya yakni kepribadian bangsa yang tercermin dalam Pancasila.
Gatot mengatakan, proxy war yang tengah dihadapi Indonesia dapat ditangkal dengan menumbuhkan budaya gotong royong dan rasa nasionalisme pada setiap warga negara.
“Media memiliki peran penting menyebarkan ide untuk menghadapi proxy war ini. Itulah kenapa hari ini saya datang ke MNC,” ungkap Gatot.
Diketahui, proxy war atau perang proksi adalah perang yang terjadi ketika lawan kekuatan menggunakan pihak ketiga sebagai pengganti berkelahi satu sama lain secara langsung.
Sementara kekuasaan kadang-kadang digunakan pemerintah sebagai proksi, aktor non-negara kekerasan, dan tentara bayaran, pihak ketiga lainnya yang lebih sering digunakan.(Sindonews)

Perang Asimetrik, TNI Harus Perkuat Pertahanan Cyber

Atraksi Pesawat TNI AU.
Atraksi Pesawat TNI AU.

Perang asimetrik bukan cuma ancaman, karena sebenarnya sudah terjadi. Pencurian informasi dan saling ancam antar negara mewarnai hubungan diplomatik dewasa ini. Dalam usianya yang ke-70 TNI (Tentara Nasional Indonesia) diharapkan mampu menjadi salah satu garda terdepan penjaga kedaulatan wilayah NKRI.

Namun TNI juga dihadapkan pada realita bahwa kini tak hanya wilayah darat, laut dan udara yang menjadi ajang peperangan. Adalah wilayah cyber yang di era seba digital ini membutuhkan perlakuan khusus, utamanya untuk membangun pertahanan cyber nasonal yang handal.

Dalam keterangan persnya Senin (5/10), ketua lembaga riset keamanan cyber CISSReC (Communication and Information System Security Research Center) Pratama Persadha menjelaskan bahwa TNI punya peran sangat krusial dalam membangun pertahanan cyber. Terutama terkait SDM dan alutsista yang dimiliki akan sangat membantu terwujudnya Badan Cyber Nasional yang kuat.

“TNI punya alutsista yang juga terkait dunia cyber. Namun yang lebih penting, urusan pertahanan secara makro, TNI sangat menguasai. Karena itu membangun pertahanan cyber, TNI wajib dilibatkan,” jelasnya.

Pakar keamanan cyber ini menambahkan bahwa penting bagi TNI ikut serta dalam pembentukan sistem pertahanan cyber yang kuat.

“TNI mempunyai banyak alutsista, yang harus diakui sebagian besar berasal dari luar negeri. Untuk menjamin keamanan cyber jangka panjang, TNI harus diperkuat dengan peralatan buatan dalam negeri dan juga diperkuat kemampuan pertahanan cybernya,” terang Pratama.

Bisa dibayangkan bagaimana berbahayanya bila peralatan komunikasi maupun senjata yang terintegrasi satu sama lain ini bisa disadap dan diinflitrasi negara lain. Tidak hanya informasi penting yang bisa dicuri, namun dengan remote dari jarak jauh, senjata yang ada bisa saja tidak berfungsi.

“Kita memasuki perang asimetrik. Dimana perebutan dan pencurian informasi strategis menjadi kunci utama menangnya sebuah negara. AS berhasil masuk ke Iraq misalnya, tentu dengan bantuan alat dan intelejen canggihnya dalam mengambil serta mengamankan informasi agar sampai ke tujuan,” pungkasnya.

Kini dengan anggaran kurang lebih Rp 120 triliun TNI diharapkan terus melakukan pembaruan alutsista dan juga penguatan kekuatan cyber mereka. Peningkatan kualitas SDM dan infrastruktur cyber di tubuh TNI niscaya akan banyak membantu dalam menghadapi perang asimetrik ini.

Menurut Pratama, infrastruktur bisa dibeli dari dalam maupun luar negeri, namun juga tak menutup kemungkinan menerima hibah negara lain.

“Soal perangkat militer hibah dari luar negeri sebenarnya tidak ada masalah. TNI hanya perlu melakukan screening ulang untuk mengecek apakah ada hardware maupun software yang ditanam untuk menyadap maupun melakukan control jarak jauh,” tegas pria yang pernah menjadi Plt Direktur Pengamanan Sinyal Lembaga Sandi Negara ini.(Sindonews)