Jumat, 02 Oktober 2015

Detasemen Arhanud 001 Pamerkan TD 2000 B

U1335P27T1D529099F3DT20081107072516

Detasemen Arhanud 001 Kodam Iskandar Muda memamerkan peralatan persenjataan TD 2000 B pada pameran alutsista yang digelar di Lhokseumawe, 30 September hingga 3 Oktober 2015.
Komandan Den Arhanud 001 Mayor ARH Arif Budi Cahyono di Lhokseumawe, Selasa menyatakan, pameran alutsista dalam rangkaian HUT ke-70 TNI itu diikuti oleh berbagai satuan TNI yang ada di wilayah Lhokseumawe dan sekitarnya.

Dari pihak Den Arhanud 001, selain memamerkan persenjataan TD 2000 B, juga memamerkan berbagai peralatan tempur lainnya.
Arif menyebutkan, tujuan pagelaran persenjataan tersebut untuk membangkitkan kebanggaan generasi muda terhadap TNI dalam menjaga kedaulatan negara. Selain itu, dapat lebih mengetahui tentang persenjataan yang dimiliki oleh TNI, ujarnya.


Sementara itu, terkait dengan pelaratan tempur milik Den Arhanud 001 yang akan dipamerkan secara resmi pada Rabu (30/9), antara lain berupa Satu Peleton TD 2000 B, dua pucuk Misil 57 mm, satu kendaraan FCV, satu kendaraan FCDV dan satu unit generator khusus pendukung persenjataan tersebut.
Disebutkan, persenjataan TD 2000 B, merupakan jenis senjata baru yang dimiliki TNI AD kecabangan Arhanud yang berfungsi sebagai penembak sasaran udara dari pihak musuh terhadap objek vital. Sedangkan jarak tembak efektifnya sejauh 15 Km.

“Senjata buatan Cina ini pernah diuji coba di Kecamatan Lapang, Kabupaten Aceh Utara pada Desember 2014, dengan hasil yang sangat baik dan akurat. Bahkan, di seluruh Indonesia, yang ada cuma di Aceh,” ucap Mayor Arif.
Selain rudal tempur, Den Arhanud 001 juga menampilkan dua pucuk SMB, Air Modelling, Amunisi 57 mm jenis HE dan Proximity serta simulator sasaran udara.
“Bagi pengunjung yang ingin mengetahui lebih lanjut tentang fungsi berbagai jenis persenjataan yang dipamerkan, dapat menanyakan langsung pada petugas kami yang ada di stand,” ujar Komandan Den Arhanud 001.

antara

    Pelatihan Kompi Taipur Kostrad

      kostrad-2

    Komando Pasukan Katak Komando Armada RI Kawasan Barat (Satkopaska Koarmabar) mengadakan pelatihan bagi 88 personel Kompi Intai Tempur (Taipur) Batalyon Intelijen Kostrad Tahun 2015. Kegiatan ini dibuka Komandan Satkopaska Koarmabar Letkol Laut (E) Monang H. Sitompul dalam upacara militer di lapangan apel Markas Komando Satkopaska Koarmabar, Pondok Dayung, Jakarta, (28/9).

    taipur1

    Dansatkopaskaarmabar dalam amanatnya antara lain mengatakan, tujuan latihan ini untuk melatih dan membentuk personel Satuan Jajaran Kostrad menjadi personel Kompi Taipur yang memiliki kemampuan khusus dalam melaksanakan operasi di berbagai bentuk medan khususnya di air, dalam mengembangkan kemampuan baik perorangan, tim dan kerjasama dalam organisasi satuan.

    taipur2


    Lebih lanjut Dansatkopaskaarmabar menyampaikan, sasaran yang ingin dicapai dari latihan ini adalah kemampuan merencanakan sebuah operasi sampai dengan pelaksanaan dengan tujuan mengaplikasikan dan menerapkan standar prosedur operasi yang ada, sehingga tercipta kesiapsiagaan prajurit yang profesional.

    Dansatkopaskaarmabar menekankan kepada perwira pelaksana beserta seluruh staf dan pelaku latihan untuk selalu menjaga keamanan baik personel maupun material dengan selalu mengacu kepada standar prosedur operasi. Di samping itu agar melaksanakan latihan secara serius dan bersungguh-sungguh serta bertanggung jawab.

    kostrad

    Direncanaka latihan ini berlangsung selama 29 hari dari tanggal 28 September sampai dengan 23 Oktober 2015 dengan lokasi latihan di Ksatrian TNI AL Pondok Dayung, perairan Teluk Jakarta, Pondok Cabe serta Pulau Laki, Kepulauan Seribu. Adapun materi yang dilatihkan meliputi renang rintis, renang kompas bawah air (RKBA), selam malam, dayung perahu karet senyap, long range navigation, perimeter pantai dan taktik satuan kecil (TSK) serta terjun laut.

    Jurnal Maritim.com

    Presiden Perintahkan Ambil Alih FIR dari Singapura

      F-15 Singapura
    F-15 Singapura

    Flight Information Region (FIR) atau kontrol wilayah udara di Kepulauan Riau dan sekitarnya masih dikuasai oleh Singapura. Presiden Joko Widodo meminta jajarannya segera mempersiapkan peralatan dan personel agar dapat mengambil alih kelola ruang udara yang dimaksud.

    Presiden beberapa waktu lalu memanggil kementerian terkait membahas permasalahan ini. Pasalnya International Civil Aviation Organitation (ICAO) hingga kini masih belum mengizinkan Indonesia mengelola ruang udara di wilayah Kepri, Tanjungpinang, dan Natuna karena dianggap belum memiliki kesiapan infrastruktur dan SDM yang mumpuni.

    Presiden Jokowi menargetkan 3-4 tahun untuk mengambil alih FIR dari Singapura. Lantas apakah Indonesia mampu mewujudkannya? Mengingat sudah sejak 1946 pengelolaan FIR didelegasikan ICAO kepada Singapura dan Indonesia belum juga mampu mengambil alihnya.

    “Jangan begitu. Kalau tanya sama saya, ya harus! Itu kalau saya,” ungkap KSAU Marsekal Agus Supriatna di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta, Rabu (30/9/2015).

    Menurut KSAU, pemerintah harus segera bergerak cepat agar Indonesia dapat berdaulat di wilayahnya udara. Sebab terkait hal ini, pesawat Indonesia harus tetap meminta izin dari Singapura walau terbang di ruang udara sendiri.

    “Ya betul, harus begitu,” kata Marsekal Agus singkat sambil mengancungkan jempolnya tanda mengamini.

    F-15 Singapura
    F-15 Singapura

    Sementara, Panglima Komando Pertahanan Udara Nasional Marsda Hadiyan Sumintaatmadja mengatakan untuk permasalahan FIR harus dilihat dari konteks keselamatan penerbangan. Pasalnya dalam pendelegasian FIR oleh Singapura, itu sudah ada UU yang mengaturnya.

    “Memang FIR Singapura berada di wilayah NKRI dan itu amanah ICAO bahwa sementara ini pengontrolan di Kepri dan Natuna didedikasikan ke Singapura. Itu tidak selamanya,” ujar Hadiyan.


    “UU No.1 tahun 2009 paling lambat sudah dikontrol atau diambil alih Indonesia. Pengambilan alih tergantung kesiapan Indonesia dan FIR urusan dengan kemenhub juga,” sambungnya.

    Tak hanya Kemenhub, dalam permasalahan FIR Kemenlu juga sangat berperan. Pasalnya wilayah udara yang dikelola oleh Singapura merupakan jalur gemuk yang banyak dilintasi pesawat-pesawat komersil lintas negara.

    “Secara diplomatik itu Kemenlu perlu juga turun tangan. Bisa saja negara lain yang biasa lewat wilayah Kepri dan Natuna tidak nyaman kalau FIR diambil alih Indonesia, makanya perlu ada diplomasi dari kemlu,”.

    Untuk dapat mengambil alir FIR, Indonesia disebut Hadiyan harus memiliki instrumen yang sama dengan Singapura. Dari infrastruktur hingga SDM. Termasuk radar-radar udara dan instrumen militer.

    “Tapi memang lebih baik FIR yang ada di wilayah kita dikontrol negara sendiri. Seperti di Cengkareng atau Unjung Pandang,” ucapnya.

    Pengelolaan ruang udara tak bisa dianggap enteng. Indonesia harus tetap meminta izin kepada Singapura jika ingin terbang di wilayah yang diatur dalam FIR tersebut.

    “Memang harus izin ke Singapura tapi ini dalam konteks keselamatan penerbangan ya karena memang amanah. Tapi kalau ada pelanggaran kedaulatan ya tetap kita tindak,” tukasnya. “Dan kalau sudah peran, FIR ya kita lupakan. Kita yang kendalikan karena urusannya sudah pertahanan negara,” pungkas Marsda Hadiyan Sumintaatmadja.

    Detik.com

    Indonesia Membutuhkan 100 Kapal Selam

      Kapal Selam Kilo
    Kapal Selam Kilo

    Ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan Universitas Padjajaran Muradi mengatakan rencana pengadaan kapal selam kilo class dapat menjadi salah satu jawaban dari rencana penguatan jajaran kapal selam di TNI AL. Idealnya dengan wilayah perairan yang sangat luas, Indonesia membutuhkan setidaknya 60 hingga 100 kapal selam.

    “Kapal selam kilo class masih bisa beroperasi di sekitar perairan Indonesia. Itu kan kapal selam kelas middle. Kalau di atas itu, mungkin sudah cukup sulit,” ujar Muradi kepada Republika, (28/9/2015).

    Muradi menilai, berbicara jumlah ideal, jika disesuaikan dengan luas wilayah perairan, dibutuhkan setidaknya 60 hingga 100 kapal selam. “Kalau perlu, Indonesia membutuhkan 60 hingga 100 kapal selam. Atau, idealnya ya sekitar 60 kapal,” kata Muradi.

    Jumlah armada yang besar ini seharusnya bisa didukung dengan peningkatan jumlah pangkalan kapal selam, yaitu sekitar lima pangkalan. Lokasinya pun tersebar di seluruh wilayah, seperti di Kupang, Sorong, Sunda Kecil, Surabaya, dan Kalimantan. Pada masing-masing pangkalan bisa diisi 15 hingga 20 kapal selam.

    Saat ini, TNI AL memang tengah membangun pangkalan kapal selam di Palu, Sulawesi. Tidak hanya itu, kapal-kapal selam itu juga bisa dioperasikan di wilayah Indonesia Timur yang memang dikenal memiliki perairan laut dalam.


    Terkait adanya potensi embargo dari produsen kapal selam kelas kilo, Muradi menilai, hal itu tidak perlu dikhawatirkan. Kapal selam kelas kilo diproduksi oleh Rusia dan Indonesia belum pernah diembargo oleh Rusia.

    Selain itu, kebijakan Rusia untuk selalu berseberangan dengan Amerika Serikat dan sekutunya bisa dianggap keuntungan tersendiri. “Berbeda jika Indonesia membeli kapal selam dari Inggris atau sekutu Amerika Serikat, malah bisa kena kemungkinan embargo,” ujarnya.

    Tidak hanya itu, sebagai penjual, Rusia bisa menjajaki pembukaan pasar yang lebih luas di Asia Tenggara. Selama ini, Rusia baru bekerja sama dengan Vietnam dalam pengadaan armada tempurnya, termasuk pengadaan kapal selam kelas kilo. “Kalau nantinya Rusia menawarkan kerja sama, ya diambil saja, mengapa tidak?” tuturnyai.

    Jika melihat kecanggihan teknologi, daya jelajah dan manuver, maka kapal selam buatan Rusia dinilai lebih canggih dibanding buatan Korea Selatan. Namun, salah satu kendala dari kapal selam adalah biaya pemeliharaan yang cukup tinggi. Selain itu, skema perawatan dengan mengandalkan kanibalisme spare part antara alutsista yang dimiliki sebaiknya dihindarkan, terutama dalam pemeliharaan dan perawatan kapal selam.

    “Mengingat operasi kapal selam yang berada di dalam laut dan membawa awak serta personel, maka pemeliharaannya tidak bisa main-main,” ujar Muradi.

    Republika.co.id

    Pergerakan Masif Alutsista TNI ke Garis Pantai

      image

    image

    image

    image

    image

    image

    image

    image


    image

    image

    image

    image

    image

    image

    image

    Berbagai kendaraan lapis baja TNI, mulai dari MBT Leopard 2A4, BMP-3f, IFV Marder, MLRS Astros II dan lainnya terus bergerak ke daerah pantai Cilegon, Banten. Kendaraan lapis baja ini akan menjadi saksi “pertempuran” laut yang dilakukan pasukan TNI AL dan TNI AU, dalam demonstrasi menyambut HUT TNI ke 70, 5 Oktober mendatang. Lapis baja TNI yang kini mulai berkumpul di sekitar pantai Indah Kiat, Cilegon, Banten, akan ambil bagian dalam parade militer, bersama pasukan TNI di hari jadi mereka, 5 Oktober 2015.

    Photos : pr1v4t33r, madokafc – Defence.pk

    Rabu, 30 September 2015

    SLMM Changbogo Class: Sang Ranjau Pembunuh dari Kedalaman Laut

    web_submarine_torpedo_02

    Kehadiran kapal selam Changbogo Class yang akan mulai memperkuat Korps Hiu Kencana TNI AL pada awal tahun 2017, juga membawa lompatan teknologi dalam sistem kesenjataan bawah laut. Bila di kapal selam (kasel) terdahulu, yakni Type 209 (Cakra Class) kasel hanya bisa melontarkan torpedo SUT (surface and underwater torpedo) 533 mm, maka di Changbogo Class kasel dapat melontarkan rudal anti kapal dan hebatnya bisa menghantarkan ranjau.

    Modus operasi SLMM
    Modus operasi SLMM

    Sebagai kasel diesel listrik dengan bobot 1.442 ton (di permukaan), Changbogo Class memang tak dilengkapi sistem VLS (vertical launch system) guna meluncurkan rudal balistik. Di kasel diesel listrik umumnya dan tentunya juga di Changbogo Class, ketiga fungsi mulai dari tempat peluncuran torpedo, peluncuran rudal anti kapal dan peluncuran ranjau, dilakukan lewat tabung peluncur yang sama, alias salome (satu lobang rame-rame). Dalam sekali berlayar, Changbogo Class dapat memuat 28 unit ranjau.

    Dari kacamata penulis, kapal selam meluncurkan torpedo dan rudal anti kapal sudah sering terdengar. Tapi lain hal kemampuan kapal selam sebagai penghantar ranjau laut (minelayer). Dalam terminologi peperangan konvensional, ranjau laut dirancang dengan bentuk bulat yang diluncurkan dari kapal perusak (destroyer) dan punya cara kerja pasif. Namun ranjau laut yang diluncurkan dari kapal selam punya wujud dan cara kerja berbeda. Secara teknologi ranjau laut yang diluncurkan dari kasel disebut SLMM (Submarine Launched mobile Mine).

    Slmm

    Ranjau laut konvesional
    Ranjau laut konvesional

    Struktur SLMM MK67
    Struktur SLMM MK67

    Karena diluncurkan dari tabung torpedo, SLMM punya bentuk layaknya torpedo. Dari segi kaliber dan rancangan pun mirip dengan torpedo. Cara kerjanya, SLMM dilepaskan dari kasel lewat tabung peluncur, SLMM dapat diarahkan menuju area atau target penjebakan, semisal di teluk, selat atau dermaga. Bila SLMM telah sampai di area target, selanjutnya SLMM akan tidur atau berbaring di dasar laut.

    Nah, SLMM yang dilengkapi sensor magnetic, sensor seismik, tenaga penggerak (propeller) dan hulu ledak, akan mendeteksi secara otomatis pergerakan target yang melintas di atasnya. Target bisa di setting untuk menghajar kapal selam atau kapal permukaan. Bila saatnya tiba, target telah dikunci oleh sistem TDD (target detection device), maka SLMM akan ‘bangun’ dari tidurnya dan siap melibas target langsung dari dasar laut tanpa disadari kehadirannya oleh lawan. Dalam konsep gelarannya, jelas SLMM jadi alutsista bawah air yang amat menakutkan, ibarat menyimpan ‘bom waktu’ di behind enemy lines.

    SLMM MK67
    SLMM MK67

    SLMM juga dapat diluncurkan dengan sistem substrike, menggunakan basis torpedo MK46
    SLMM juga dapat diluncurkan dengan sistem substrike, menggunakan basis torpedo MK46

    Ada beberapa SLMM di kaliber 533 mm, seperti BAE Stonefish, Sea Urchin, MR-80 dan TSM 3500. Rata-rata ranjau laut bergaya torpedo ini mampu berdiam diri di kedalaman maksimum 183 – 200 meter. SLMM juga dapat ditamam di perairan dangkal, seperti Stonefish dapat bersiaga di kedalaman 5 meter. BAE Stonefish diproduksi oleh Inggris dan saat ini telah digunakan AL Inggris dan AL Australia. Di Australia, Stonefish dipasang pada kapal selam Collins Class. Sementara armada kasel AL AS populer menggunakan SLMM MK67 yang punya kaliber 485 mm. (Haryo Adjie)
     

    Nasib DN Aidit dan Ahmad Yani, sama-sama berakhir di sumur tua

    Nasib DN Aidit dan Ahmad Yani, sama-sama berakhir di sumur tua
    dn aidit. ©istimewa

    Dalam dunia politik periode 1965, Ketua Central Comite Partai Komunis Indonesia (CC PKI) Dipa Nusantara Aidit punya musuh abadi. Panglima Angkatan Darat Letjen Ahmad Yani menjadi musuh bebuyutan yang selalu menjegal langkah politik PKI. Sebaliknya, PKI pun selalu menyerang Angkatan Darat.

    Kedua orang itu memang tak pernah cocok. Ditambah lagi perseteruan Angkatan Darat dan PKI yang maik meruncing, Yani dan Aidit ibarat anjing dan kucing.

    Ketika Yani dilantik menjadi Kepala Staf Angkatan Darat 22 Juni 1962, Aidit khusus menulis puisi untuk menyindir Yani. Puisi itu diberi judul Raja Naik Mahkota.

    Udara hari ini cerah benar,
    Pemuda nyanyi nasakom bersatu,
    Gelak ketawa gadis Remaja,
    Mendengar si lalim naik tahta,
    Tapi konon mahkotanya kecil,

    Ayo maju terus kawan,
    Halau dia ke jaring dan jerat,
    Hadapkan dia kemahkamah rakyat.

    Aidit tak menyukai gaya hidup Yani yang borjuis. Mulai dari mini bar, koleksi jam tangan mewah, hingga hobi golf Yani. Yani yang lulusan pendidikan militer Amerika juga dinilai sebagai agen neokolonial dan imperialisme (Nekolim).

    Serangan Aidit berlanjut, tahun 1963 saat Operasi Trikora di Irian Barat selesai, PKI menuding Angkatan Darat memboroskan anggaran dan menyebabkan negara bangkrut. Saat itu kondisi perekonomian Indonesia memang morat-marit.

    Yani marah, dia membalas serangan Aidit. "Biar ada 10 Aidit pun tak akan bisa memperbaiki ekonomi kita," kata Yani seperti ditulis dalam buku Sejarah TNI Jilid III terbitan Pusjarah.

    Keduanya pun kembali terlibat seteru saat Aidit mengusulkan pembentukan angkatan kelima dimana buruh dan tani dipersenjatai. Aidit beralasan buruh dan tani akan dikerahkan untuk Dwikora menghadapi Malaysia dan serangan Nekolim. Yani menolaknya. tentu saja Angkatan Darat tak mau PKI punya kekuatan bersenjata yang sewaktu-waktu bisa digerakkan.

    "Kalau Nekolim menyerang, semua rakyat Indonesia akan dipersenjatai. Bukan hanya buruh dan tani," balas Yani.

    Saat itulah beredar Dokumen Gilchrist, Duta Besar Inggris untuk Indonesia. Isinya menyebut ada kerjasama antara militer AS dengan sejumlah jenderal Angkatan Darat yang tak loyal dengan Soekarno. Ada isu Dewan jenderal yang siap mengkudeta Soekarno dan mendirikan pemerintahan baru. Nama Yani masuk di dalamnya. Jelas saja Yani menolak isi dokumen tersebut.

    Yani tahu PKI akan segera menyerang, tapi dia meremehkan informasi yang beredar. Intelijen Angkatan Darat ternyata gagal mendeteksi gerakan 30S. Ketidakwaspadaan yang harus dibayar dengan harga sangat mahal. Yani tewas diberondong pasukan penculik 1 Oktober 1965 dini hari di rumahnya. Sejumlah jenderal pimpinan Angkatan Darat juga dihabisi. Mayat mereka dimasukkan ke dalam sumur tua di lubang buaya.

    Tapi kemenangan juga bukan milik Aidit. Setelah G30S gagal, Aidit lari ke Jawa Tengah. Beberapa hari kemudian Aidit tertangkap. Beberapa versi menyebutkan Pasukan Kostrad mengeksekusi Aidit dengan berondongan peluru AK-47 di sekitar Boyolali. Sama, jenazah Aidit pun dimasukkan dalam sumur tua.

    Demikian akhir permusuhan Yani dan Aidit, hampir serupa walau tak sama. Keduanya bukan pemenang, hanya korban revolusi yang masih abu-abu.