Minggu, 13 September 2015

Program Pengadaan Alutsista Renstra II 2015-2019 TNI AU

  Radar Weibel
Radar Weibel

Pembelian satu skuadron Su-35 sebagai pengganti pesawat F-5 Tiger II merupakan salah satu program Renstra II 2015-2019. Selain itu, pembelian radar Weibel juga perlu dicermati. Berikut ini adalah rencana program pengadaan alutsista TNI AU dalam kurun 2015-2019 :

1. Melaksanakan program perpanjangan usia struktur ”Falcon Star” dan peningkatan kemampuan avionik ”Mid-Life Upgrade” untuk armada pesawat F16 A/B Block 15 Skadron Udara 3 lanud Iswahjudi.
2.Pengadaan peralatan kamera dan radar surveillance untuk pesawat B-737 MPA (Patroli Intai Maritim).
3.Mengajukan pengadaan pesawat Tanker kelas MRTT (Multi Role Tanker Transport)
4.Pengadaan pesawat Airborne Early Warning & Control (radar terbang),
5.Pengadaan pesawat Pengintai Maritim Strategis.
6.Pengadaan 1 unit radar rudal MLAAD (Medium and Low Altitude Air Defense),
7.Pengadaan 2 unit Radar Weibel
8.Melakukan proses refurbisment dan pengadaan rudal jarak pendek AIM-9 Sidewinder baru, serta berbagai pengadaan alutsista modern lainnya
9.Pengadaan pesawat pengganti F-5.
10.Usulan pengadaan pesawat intai Amfibi.

Serah Teirma radar Weibel ke Indonesia (photo; IndoMiliter.com)
Serah Teirma radar Weibel ke Indonesia (photo; IndoMiliter.com)

Radar Weibel adalah buatan perusahaan Weibel Scientific asal Denmark yang memproduksi radar dengan prinsip doppler. Radar buatan mereka termasuk yang terdepan di Dunia. Weibel menyediakan berbagai radar untuk memenuhi kebutuhan pengukuran dan pelacakan yang berbeda.

Radar portable yang diincar TNI AU ini bersifat mobile dan dapat diangkut dengan mudah oleh pesawat angkut sekelas C-130 Hercules. Radar ini dapat beroperasi di segala cuaca. Moda operasinya dapat melacak terus-menerus suatu kawasan dalam putaran 360 derajat. Jarak pelacakannya antara 550 sampai lebih dari 1000 Km dan pengintaian pada jarak 250 sampai 400 Km.

Radar ini juga dilengkapi sistem Tx Synthetic Aperture untuk membuat gambar dari obyek, seperti lanskap dalam tampilan 2D atau 3D, memberikan resolusi spasial yang lebih baik daripada radar konvensional. Radar Weibel juga dilengkapi Rx Digital Multi Beam Phased array.


Semua radar Weibel memiliki muzzle velocity radar system, active protection radar system, sistem doppler, tracking Radar Systems, multi frekuensi, ranging radar untuk platform pihak ketiga, pelacakan multi sensor, dan sistem pengintai dan pelacak.

Seperti halnya satuan radar militer lainnya, radar Weibel dioperasikan oleh personel TNI AU, namun jalur komandoi untuk penggunaanya berada di bawah Kohanudnas (Komando Pertahanan Udara Nasional).

Penempatan radar Weibel segera dilaksanakan mengingat kecenderungan permasalahan perbatasan dengan Negara Tetangga dan kondisi geografis Indonesia yang masih terdapat blank area yang belum optimal tercover oleh radar, sehingga kerap memicu pelanggaran wilayah udara Indonesia oleh black flight.

Kini Radar Weibel Doppler akan mengawasi 17.508 pulau di Indonesia. Selain ke Indonesia, perusahaan Denmark ini, juga memasok radar Weibel ke NASA.

Namun, selama radar Indonesia masih buatan luar negeri, tetap saja akan ada kelemahannya yang bisa dieksploitasi negara pembuat dan sekutunya. Kecuali radar negara ini buatan dalam negeri.

Indomiliter.com

TNI Berencana Beli Pesawat Pemadam Kebakaran

  Beriev Be-200 Altair
Beriev Be-200 Altair

Kebakaran hutan yang terjadi di Kalimantan dan Sumatera membuat prihatin TNI. Oleh karena itu, TNI berencana membeli pesawat yang memiliki kemampuan membawa ribuan liter air untuk memadamkan api di titik sumber terjadinya kebakaran.

“Kami telah merencanakan membeli pesawat yang bisa dijadikan water tractor. Bisa ambil air dan dituangkan ke daerah kebakaran,” kata Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis (10/9/2015).

Kepala Dinas Penerangan Angkatan Udara, Marsma Dwi Badarmanto mengamini keinginan TNI untuk membeli pesawat untuk menangani kebakaran hutan.


Kendati demikian, Badarmanto mengaku belum mengetahui jenis dan spesifikasi pesawat yang akan dibeli itu. “Belum tahu jenisnya tapi kami ingin yang terbaik,” katanya.

Sebelumnya, TNI AU sempat mengutarakan ingin membeli pesawat amphibi yang bisa mendarat di air. Dua pesawat amphibi yang juga bisa dijadikan pemadam kebakaran hutan, antara lain Beriev Be-200 buatan Rusia dan Bombardier 415 MP buatan Kanada.

Sindonews.com

Sabtu, 12 September 2015

Pesawat R80 Ilham, Butuh Suntikan Dana

Model Pesawat R80
Model Pesawat R80

Ilham Habibie, putra mantan Presiden BJ Habibie sedang mencari pendanaan untuk melancarkan pembangunan pesawat terbang R80. Saat ini, Ilham masih berusaha mencari alternatif pendanaan dari pemerintah maupun menggandeng pihak swasta.
Lewat PT Regio Aviasi Industri, Ilham sedang membangun prototipe pesawat terbang R80 dengan target bisa komersial pada tahun 2021. Untuk itu, Ilham membutuhkan investasi senilai 700 juta dollar AS.
“Kenapa produksi lama? Karena harus memenuhi berbagai regulasi penerbangan yang memiliki banyak syarat ketat,” ujar Ilham kepada Kontan, Kamis (10/9/2015).
Dalam rangka mencari alternatif pendanaan itu, mantan Presiden BJ Habibie pun telah menyampaikan persoalan ini kepada Presiden Joko Widodo. Namun, belum menemukan kesepakatan soal kelanjutan proyek ini.
Kini, PT Regio Aviasi Industri berencana menawarkan kerjasama dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pesawat terbang PT Dirgantara Indonesia. Adapun bentuk kerjasamanya adalah PT DI mendapatkan saham PT Regio Aviasi Industri tanpa perlu ada suntikan modal.
“Modalnya bisa dalam bentuk sarana produksi, dan memberdayakan tenaga ahli pesawat terbang PT DI,” imbuh Ilham.
Selain mengajak PTDI, Ilham melakukan penjajakan kerjasama dengan swasta. Sayang, Ilham enggan mengungkap nama perusahaan swasta tersebut.
Yang tercatat sebagai investor PT Regio Aviasi Industri adalah perusahaan induk, yakni PT Ilthabi Rekatama. Walaupun Ilham dan tim masih dalam proses pembuatan prototipe, namun Ilham menggadang-gadang telah mendapatkan komitmen pesanan pesawat R80. “Hingga kini sudah ada tiga maskapai yang memesan pesawat terbang R80, jumlahnya 155 unit,” klaim Ilham.
Maskapai yang disebut telah memesan R80 itu adalah; Nam Air yang memesan 100 unit, Kalstar memesan 25 unit, dan Trigana Air memesan 20 unit. Adapun harga jual R80 ditaksir antara 22 juta dollar AS-25 juta dollar AS.
Pesawat R80 nantinya berkapasitas penumpang 80 – 90 orang ini memiliki daya jelajah terbang hingga sejauh 1000 mil.

Kompas.com

Rudal AMRAAM untuk F-16 TNI AU

F-16 tiba di lanud roesmin nurjadin 2
Salah satu rencana TNI AU dalam Program Pengadaan Alutsista Renstra II 2015-2019, adalah melaksanakan program perpanjangan usia struktur ”Falcon Star” dan peningkatan kemampuan avionik ”Mid-Life Upgrade” untuk armada pesawat F16 A/B Block 15 Skadron Udara 3 lanud Iswahjudi.
Bersamaan dengan program itu, TNI segera memiliki full, 24 (-1) F-16 Block 25+ hibah dari AS.
Dengan adanya ”Mid-Life Upgrade” F16 A/B Block 15 dan datangnya F-16 Block 25+, Indonesia akan memiliki jet tempur F-16 dalam jumlah yang memadai, 3 skadron.
Jika jet jet tempur tersebut dioptimalkan, tentunya akan mendatangkan deteren tersendiri bagi negara lain.
Masalahnya, ”Mid-Life Upgrade” F16 A/B Block 15 dan datangnya 24 unit F-16 Block 25+, tidak disertai dengan peningkatan kualitas persenjataan pesawat itu.
Hal itu terbaca, karena dalam Program Pengadaan Alutsista Renstra II 2015-2019, TNI AU memiliki program refurbisment dan serta pengadaan rudal jarak pendek AIM-9 Sidewinder.
Dari keterangan rencana TNI AU tersebut, tergambar Amerika Serikat belum mau memberikan rudal jarak menengah AMRAAM kepada TNI AU.
Pesawat F-16 Block 15, Block 25+, Block 60 hingga F-35, jika hanya dilengkapi rudal jarak pendek Sidewinder, maka akan sama saja kemampuannya. Mereka harus mendekati pesawat lawan untuk melumpuhkan sasaran. Semakin pesawat mendekat, semakin mudah dia dideteksi. Sementara lawan mempunyai kesempatan untuk menembak dari jauh, kemudian menghilang entah kemana.
Mungkin terlalu keras jika disebut ”Mid-Life Upgrade” F16 A/B Block 15 dan datangnya 24 unit F-16 Block 25+, akan sia-sia jika pesawat tersebut tidak dilengkapi senjata yang advanced. Lebih lagi melihat lingkungan sekitar Indonesia, Angkatan Udara-nya telah memiliki rudal AMRAAM dan sejenis.
Lalu, akankah Mid-Life Upgrade” F16 A/B Block 15 dan datangnya 24 unit F-16 Block 25+ menjadi sia-sia ?.
TNI AU harus mencari terobosan pengganti rudal AMRAAM yang AS tidak mau menjualnya kepada Indonesia. Sudah saatnya TNI AU melirik ke Eropa, Israel atau negara lain, untuk memperoleh rudal sekelas AMRAAM, untuk pesawat tempur F-16 TNI AU. Dana refurbisment dan pengadaan rudal jarak pendek AIM-9 Sidewinder, seharusnya bisa dialihkan untuk membeli rudal jarak menengah-jauh, sekelas AMRAAM.
Di jaman sekarang ini, yang sebentar lagi F-35 akan berterbangan di sekitar kita, maka wajib hukumnya bagi pesawat F-16 TNI AU memiliki rudal jarak menengah sekelas AMRAAM.

Mengenal Radar Milliter Indonesia

Mengenal Canggihnya Perisai Udara TNI AU
AWS II RADAR
 
Radar AWS II merupakan salah satu radar analog yang masih digunakan oleh TNI AU. Namun radar ini telah dimodifikasi sehingga dapat diubah menjadi digital.
Radar ini dapat memandu pesawat tempur menuju pesawat lawan. TNI AU sangat membutuhkan radar dengan teknologi yang lebih tinggi, keberadaan radar sangat penting bagi pesawat tempur. Terlebih dalam pertempuran moderen beberapa pesawat tempur diciptakan untuk dapat mengurangi dari deteksi radar.
Mengenal Canggihnya Perisai Udara TNI AU
GIRAFFE RADAR
 
Giraffe radar andalan dan paling legendaris yang digunakan oleh TNI AD. Radar ini digolongkan sebagai Passive electronically scanned array radar, mampu mendeteksi sasaran dari jarak 350 Km dengan ketinggian 20 Km. Beberapa satuan artileri pertahanan udara Kostrad, menggunakan radar ini sebagai alat deteksi dini. Radar Giraffe dibuat oleh Saab Swedia.
Mengenal Canggihnya Perisai Udara TNI AU
MISTRAL POST RADAR
 
Tidak hanya Korps TNI AU yang mengoperasikan radar udara, TNI AD menggunakan radar udara untuk melindungi aset tempur miliknya dari serangan udara. TNI AD menggunakan Mistral Coordination Post, sebagai alat deteksi dini rudal Mistral miliknya. Mampu mendeteksi musuh di udara dari jarak 30 Km, dengan ketinggian terbang mencapai 4 Km.
Mengenal Canggihnya Perisai Udara TNI AU
RADAR AR 327
 
Radar AR 327 tergolong ke dalam radar tipe S-band long-range tactical radar, diciptakan oleh BAE Systems. TNI AU menggunakan radar ini untuk mendeteksi penerbangan asing, atau biasa dikenal dengan sebutan black flight. TNI AU melakukan sejumlah modifikasi untuk meningkatkan kemampuan dari Radar AR 327. Radar ini sudah teruji di wilayah Irak dan Afganistan, sangat mudah dipindahkan atau biasa disebut dengan Radar Mobile.
Mengenal Canggihnya Perisai Udara TNI AU
MASTER T RADAR
 
Master-T radar deteksi paling canggih yang digunakan oleh TNI AU, diciptakan oleh Thales Raytheon System Perancis. Kecanggihan radar ini mampu mendeteksi ketinggian, azimuth dan jarak pesawat di udara, sehingga radar ini sangat cocok untuk dijadikan early warning system. Mampu mendeteksi wilayah seluas 444 Km, dengan ketinggian mencapai 30 Km.
Radar ini terintegrasi dengan pesawat tempur TNI dan artileri pertahanan udara. TNI AU sudah memiliki 20 unit radar Master T, yang ditempatkan di beberapa tempat vital di Indonesia.
Mengenal Canggihnya Perisai Udara TNI AU
THOMPSON RADAR TRS 2215
 
Radar Thomson tipe TRS 2215R (Reflector), merupakan salah satu radar andalan milik TNI AU. Radar ini diciptakan oleh Thomson CSF Prancis, mampu mendeteksi objek di ketinggian dalam kondisi cuaca yang buruk. Radar ini berfungsi sebagai Radar Early Warning/EW, Radar Ground Control Interception/GCI.
Selain itu radar ini mampu membedakan lawan maupun kawan, mampu menjangkau wilayah hingga 350 Nm jelas  sistem radar di atas nanti berhubungan dengan rencana pembelian alusista baru bisa digunakan  untuk membantu drone UAV dan Pespur  TNI.
sumber : Tentara Nasional Indonesia / KOHANUDNAS

Oleh : Telik Sandi/JKGR.

Jumat, 11 September 2015

Kerjasama Radar Indonesia China

 
YLC-2V  Radar
YLC-2V Radar
Indonesia yang diwakili PT LEN dan CETC China berkerja sama dalam Defence Electronic Complex of Indonesia (DECI) Program, yang dibahas dalam Indonesia China Defence Industry Cooperation Meeting ke 4, yang diselenggarakan 27-28 Agustus 2015, di Beijing China.
Program ini adalah kerjasama transfer teknologi di bidang kestabilan Defence Electronic Field. CETC China menginginkan agar proyek ini dibagi ke dalam beberapa phase, untuk mempermudah penerapan teknologinya. Namun paket budget belum disepakati.
Kedua pihak berencana untuk memulainya dari satu atau dua proyek individual di lapangan, seperti pembuatan Radar OTH 400 km, atau bisa dimulai dari proyek pelatihan sumber daya manusia. Kedua pihak sepakat untuk mendiskusikan dan mendalami proyek tersebut.
YLC-2V Radar
YLC-2V Radar
Masih soal radar, dalam pembahasan yang lain CETC China melaporkan hasil biddingnya di April 2015 untuk Project CGI Radar, Indonesia. Namun pihak Indonesia belum selesai mempelajari bidding yang diajukan oleh CETC China.
CETC China mengajukan radar YLC-2V yang memiliki advanced Active Electronic Phased Steering and other cutting-edge technologies, dan dinyatakan telah sukses diuji coba oleh TNI AL yang ditandai oleh pengeluaran sertifikat dari CETC China.

Semar Mendem

Mengapa Indonesia Hendak Memotong Budget Militer 2016

 
image
Indonesia berencana memotong anggaran pertahanan pada tahun depan untuk pertama kalinya dalam lima tahun, terakhir. Hal ini meningkatkan keraguan lebih lanjut tentang kemampuan kekuatan Asia untuk mengubah militernya.
Meskipun menjadi negara kepulauan terbesar dan negara terpadat keempat, Indonesia secara signifikan memiliki investasi militer yang minim, bahkan dibandingkan tetangganya yang lebih kecil di Asia Tenggara. Bahkan dengan kenaikan tajam dalam beberapa tahun terakhir, anggaran pertahanan Indonesia dalam persentase PDB adalah yang terendah di ASEAN dengan angka 0,8 persen pada 2014, jauh di bawah rata-rata regional sebesar 2,2. persen. Presiden Joko “Jokowi” Widodo mencoba membuat gebrakan untuk meningkatkan angka 1,5 persen dari PDB, menjadi dua kali lipat anggaran pada tahun 2016, agar Indonesia bisa mengembangkan Kekuatan Minimum Essential pada tahun 2024.
Namun pukulan besar bagi ambisi mereka muncul, setalah laporan media lokal mengungkapkan bahwa pemerintah Indonesia berencana memangkas alokasi pertahanan tahun depan sebesar 6,3 persen, atau memangkas Rp 7 triliun ($ 490 juta) menjadi tersisa Rp 95,8 triliun.
Hal ini akan membalikkan tren jika melihat selama beberapa tahun terakhir di mana anggaran meningkat Rp 17 triliun pada 2010, menjadi Rp 102,3 triliun pada 2015. Hal ini juga akan memperlambat laju modernisasi militer Indonesia yang diperlukan mengingat sistem alutsista yang sudah tua dan kemampuannya yang terbatas, di tengah aspirasi yang berkembang ingin menjadikan Indonesia menjadi negara dengan kekuatan berpengaruh.
Panglima TNI yang baru Jenderal Gatot Nurmantyo menunjukkan bahwa pemotongan anggaran itu karena posisi keuangan yang lemah dari pemerintah, yang timbul dari ketidakstabilan mata uang global.
“Ketika kita menyusun rancangan APBN 2015, kita mengasumsikan bahwa satu dolar AS bernilai Rp 12.500. Faktanya sekarang adalah satu dolar sama dengan Rp 14.000, “kata Gatot kepada wartawan.
Pernyataan itu, jauh dari mengejutkan. Rencana ambisius Presiden Jokowi untuk melipatgandakan anggaran pertahanan Indonesia sulit untuk terwujud mengingat kondisi keuangan global yang berdampak pada Indonesia. Presiden Jokowi telah bersumpah untuk melipatgandakan anggaran pertahanan pada 2016 jika ekonomi tumbuh sebesar 7 persen. Tetapi dengan pertumbuhan tergelincir hanya 4,7 persen pada kuartal kedua – kecepatan yang paling lambat dalam hampir enam tahun – dan rupiah turun 13 persen tahun ini di tengah pertumbuhan di China, Jepang dan zona euro yang lamban, tampaknya rencana itu sangat tidak mungkin terjadi.
Pemotongan anggaran ini, memiliki implikasi yang signifikan karena akan memerlukan pengurangan di pos pos tertentu, apakah itu peralatan atau biaya personel. Jenderal Gatot memang sudah mengindikasikan bahwa ia akan mengurangi pemesanan pengadaan senjata baru dalam menanggapi pemotongan anggaran yang direncanakan. Namun, ia juga mengisyaratkan bahwa prioritas akan tetap ditempatkan pada peralatan baru untuk angkatan laut dan udara, sejalan dengan apa yang disebut poros maritim global oleh Presiden Jokowi.
Misalnya, ia mengatkaan Angkatan Udara bisa memprioritaskan pembelian radar dan jet tempur Sukhoi SU-35, sementara Angkatan Laut bisa membeli pengadaan kapal selam, frigat dan radar.
“Seperti rencana kami untuk mengubah Indonesia menjadi poros maritim, kita harus memperkuat kehadiran kami di wilayah udara dan laut,” katanya.
Komentar Jenderal Gatot tampak mendorong bahwa prioritas Presiden Jokowi akan tetap dijalankan dan program akuisisi besar akan terlindung meskipun ada pemotongan anggaran. Dan untuk memastikan itu, uang yang tersedia hanya difokuskan untuk satu hal, yakni modernisasi militer yang sedang berlangsung di Indonesia.
Tetapi di saat yang sama, muncul persoalan bagaimana caranya membagi bagikan kue yang sudah menyusut itu, tidak mengaburkan pandangan Indonesia dalam melihat bahwa kue itu memang telah menyusut, bahkan terlalu kecil untuk tumbuh lebih cepat dari yang pernah terjadi sebelumnya.

Prashanth Parameswaran
10 September 2015
TheDiplomat.com