Jumat, 11 September 2015

Kerjasama Radar Indonesia China

 
YLC-2V  Radar
YLC-2V Radar
Indonesia yang diwakili PT LEN dan CETC China berkerja sama dalam Defence Electronic Complex of Indonesia (DECI) Program, yang dibahas dalam Indonesia China Defence Industry Cooperation Meeting ke 4, yang diselenggarakan 27-28 Agustus 2015, di Beijing China.
Program ini adalah kerjasama transfer teknologi di bidang kestabilan Defence Electronic Field. CETC China menginginkan agar proyek ini dibagi ke dalam beberapa phase, untuk mempermudah penerapan teknologinya. Namun paket budget belum disepakati.
Kedua pihak berencana untuk memulainya dari satu atau dua proyek individual di lapangan, seperti pembuatan Radar OTH 400 km, atau bisa dimulai dari proyek pelatihan sumber daya manusia. Kedua pihak sepakat untuk mendiskusikan dan mendalami proyek tersebut.
YLC-2V Radar
YLC-2V Radar
Masih soal radar, dalam pembahasan yang lain CETC China melaporkan hasil biddingnya di April 2015 untuk Project CGI Radar, Indonesia. Namun pihak Indonesia belum selesai mempelajari bidding yang diajukan oleh CETC China.
CETC China mengajukan radar YLC-2V yang memiliki advanced Active Electronic Phased Steering and other cutting-edge technologies, dan dinyatakan telah sukses diuji coba oleh TNI AL yang ditandai oleh pengeluaran sertifikat dari CETC China.

Semar Mendem

Mengapa Indonesia Hendak Memotong Budget Militer 2016

 
image
Indonesia berencana memotong anggaran pertahanan pada tahun depan untuk pertama kalinya dalam lima tahun, terakhir. Hal ini meningkatkan keraguan lebih lanjut tentang kemampuan kekuatan Asia untuk mengubah militernya.
Meskipun menjadi negara kepulauan terbesar dan negara terpadat keempat, Indonesia secara signifikan memiliki investasi militer yang minim, bahkan dibandingkan tetangganya yang lebih kecil di Asia Tenggara. Bahkan dengan kenaikan tajam dalam beberapa tahun terakhir, anggaran pertahanan Indonesia dalam persentase PDB adalah yang terendah di ASEAN dengan angka 0,8 persen pada 2014, jauh di bawah rata-rata regional sebesar 2,2. persen. Presiden Joko “Jokowi” Widodo mencoba membuat gebrakan untuk meningkatkan angka 1,5 persen dari PDB, menjadi dua kali lipat anggaran pada tahun 2016, agar Indonesia bisa mengembangkan Kekuatan Minimum Essential pada tahun 2024.
Namun pukulan besar bagi ambisi mereka muncul, setalah laporan media lokal mengungkapkan bahwa pemerintah Indonesia berencana memangkas alokasi pertahanan tahun depan sebesar 6,3 persen, atau memangkas Rp 7 triliun ($ 490 juta) menjadi tersisa Rp 95,8 triliun.
Hal ini akan membalikkan tren jika melihat selama beberapa tahun terakhir di mana anggaran meningkat Rp 17 triliun pada 2010, menjadi Rp 102,3 triliun pada 2015. Hal ini juga akan memperlambat laju modernisasi militer Indonesia yang diperlukan mengingat sistem alutsista yang sudah tua dan kemampuannya yang terbatas, di tengah aspirasi yang berkembang ingin menjadikan Indonesia menjadi negara dengan kekuatan berpengaruh.
Panglima TNI yang baru Jenderal Gatot Nurmantyo menunjukkan bahwa pemotongan anggaran itu karena posisi keuangan yang lemah dari pemerintah, yang timbul dari ketidakstabilan mata uang global.
“Ketika kita menyusun rancangan APBN 2015, kita mengasumsikan bahwa satu dolar AS bernilai Rp 12.500. Faktanya sekarang adalah satu dolar sama dengan Rp 14.000, “kata Gatot kepada wartawan.
Pernyataan itu, jauh dari mengejutkan. Rencana ambisius Presiden Jokowi untuk melipatgandakan anggaran pertahanan Indonesia sulit untuk terwujud mengingat kondisi keuangan global yang berdampak pada Indonesia. Presiden Jokowi telah bersumpah untuk melipatgandakan anggaran pertahanan pada 2016 jika ekonomi tumbuh sebesar 7 persen. Tetapi dengan pertumbuhan tergelincir hanya 4,7 persen pada kuartal kedua – kecepatan yang paling lambat dalam hampir enam tahun – dan rupiah turun 13 persen tahun ini di tengah pertumbuhan di China, Jepang dan zona euro yang lamban, tampaknya rencana itu sangat tidak mungkin terjadi.
Pemotongan anggaran ini, memiliki implikasi yang signifikan karena akan memerlukan pengurangan di pos pos tertentu, apakah itu peralatan atau biaya personel. Jenderal Gatot memang sudah mengindikasikan bahwa ia akan mengurangi pemesanan pengadaan senjata baru dalam menanggapi pemotongan anggaran yang direncanakan. Namun, ia juga mengisyaratkan bahwa prioritas akan tetap ditempatkan pada peralatan baru untuk angkatan laut dan udara, sejalan dengan apa yang disebut poros maritim global oleh Presiden Jokowi.
Misalnya, ia mengatkaan Angkatan Udara bisa memprioritaskan pembelian radar dan jet tempur Sukhoi SU-35, sementara Angkatan Laut bisa membeli pengadaan kapal selam, frigat dan radar.
“Seperti rencana kami untuk mengubah Indonesia menjadi poros maritim, kita harus memperkuat kehadiran kami di wilayah udara dan laut,” katanya.
Komentar Jenderal Gatot tampak mendorong bahwa prioritas Presiden Jokowi akan tetap dijalankan dan program akuisisi besar akan terlindung meskipun ada pemotongan anggaran. Dan untuk memastikan itu, uang yang tersedia hanya difokuskan untuk satu hal, yakni modernisasi militer yang sedang berlangsung di Indonesia.
Tetapi di saat yang sama, muncul persoalan bagaimana caranya membagi bagikan kue yang sudah menyusut itu, tidak mengaburkan pandangan Indonesia dalam melihat bahwa kue itu memang telah menyusut, bahkan terlalu kecil untuk tumbuh lebih cepat dari yang pernah terjadi sebelumnya.

Prashanth Parameswaran
10 September 2015
TheDiplomat.com

Kalau Pesawat Kita Diperingatkan Singapura, Lewati Saja !

 
image
Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menegaskan pesawat Indonesia tidak perlu meminta izin ke Singapura jika melintas di kawasan flight information region (FIR) untuk kawasan Indonesia, di Natuna dan perbatasan Kalimantan Utara dengan Serawak, Malaysia.
“Kalau pesawat kita (Indonesia) lewat, lalu diingatkan oleh Singapura, ya lewati saja. Itu benar-benar wilayah kedaulatan Indonesia,” ujar Gatot di Base Ops Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis (10/9/2015).
Duduk persoalannya, papar Panglima TNI bermula pada tahun 1995 ketika Pemerintah Indonesia memberikan wilayah FIR ke Singapura karena teknologi yang dimiliki Singapura lebih maju ketimbang Indonesia. Namun, ada klausul bahwa FIR bisa diambil alih kembali oleh Pemerintah Indonesia.
Tahun 2009, Pemerintah Indonesia lewat Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro menandatangani perjanjian kerja sama pertahanan Indonesia-Singapura, yakni Defense Cooperation Agreement (DCA) yang juga mengatur FIR secara permanen. Kerja sama itu kemudian tidak disetujui DPR RI sehingga perjanjian pun otomatis tidak berlaku.
“Akan tetapi, sebagian menara di Singapura itu merasa memiliki dan berwenang. Makanya, kalau kita lewat, diperingatkan, kita tidak boleh lewat. Nah, sekarang saya sudah tahu aturannya,” ujar Jenderal Gatot.
Saat ditanya apakah hal itu berarti Pemerintah Singapura melanggar aturan, Panglima TNI lalu menampiknya. “Tidak dong. Mereka hanya mengingatkan saja kalau kita melewati wilayah DCA. Gitu loh,” ujar dia.
Jenderal Gatot mengapresiasi positif rencana Pemerintah Indonesia yang ingin mengambil alih FIR dari Singapura. Menurut dia, kebijakan itu ibarat mengambil sesuatu yang pernah dipinjamkan ke pihak lain.
FIR adalah wilayah ruang udara yang menyediakan layanan informasi penerbangan dan layanan peringatan (ALRS). FIR juga merupakan pembagian ruang udara bagi beberapa negara. Pengambilalihan FIR itu kali pertama diungkapkan Menteri Perhubungan Ignasius Jonan di Istana Kepresidenan, Selasa (8/9/2015).
Persiapan teknologi hingga sumber daya manusia dipercepat agar FIR yang dikuasai Singapura sejak tahun 1946 itu bisa diambil alih paling lambat pada tahun 2019.

Kompas.com

KSAL: kapal selam jangan hanya didiskusikan

KSAL: kapal selam jangan hanya didiskusikan
HUT ke-56 Hiu Kencana. KSAL Laksamana TNI Ade Supandi (kiri) memberikan cenderamata berupa miniatur kapal selam pada Menristekdikti Mohamad Nasir (kedua kanan) disela-sela Sarasehan Nasional dalam rangka HUT ke-56 Hiu Kencana di Makoarmatim, Surabaya, Jawa Timur, Kamis (10/9). Kegiatan tersebut mengambil tema Teknologi Kelautan dan Injasmar Yang Mendukung Pembangunan Kapal Selam Guna Meningkatkan Kemampuan/Kekuatan TNI AL. (ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat)
 
Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Ade Supandi mengharapkan kapal selam hendaknya jangan hanya didiskusikan, karena realisasi kapal selam itu penting untuk negara kepulauan.

"Kapal selam itu sudah didiskusikan sejak tahun 2005, tapi sampai sekarang hanya ada dua kapal selam yang kita miliki," katanya saat menjadi pembicara dalam sarasehan nasional di Makoarmatim, Ujung, Surabaya, Kamis.

Dalam sarasehan dalam rangka HUT Ke-56 Satuan Kapal Selam (Hiu Kencana) yang dihadiri Menristekdikti Prof M Nasir itu, Laksamana Ade Supandi mengatakan TNI AL setidaknya memerlukan 12 kapal selam untuk negara seluas Indonesia.

"Kita memulai pengadaan kapal selam itu, bukan hanya diskusi. Kita sudah pesan tiga kapal selam ke Korea yang semuanya akan selesai pada April 2017, tapi sebagian dibikin di Korea dan sebagian dibikin di PT PAL," katanya.

Menurut dia, Malaysia dan Singapura yang tidak memiliki wilayah laut seluas Indonesia saja memiliki kapal selam, maka Indonesia harus memiliki dalam jumlah lebih banyak daripada mereka, bahkan kapal selam "the next class".

"Apalagi, Indonesia mempunyai visi menjadi Poros Maritim Dunia, maka kehadiran TNI AL itu penting, bukan hanya hadir di pangkalan, tapi hadir di laut, baik di permukaan maupun di bawah permukaan," katanya.

Menanggapi pernyataan KSAL Laksamana Ade Supandi, Menristekdikti Prof M Nasir dalam paparannya menyatakan pihaknya memiliki delapan fokus riset, namun Presiden Joko Widodo meminta untuk mengutamakan tiga fokus riset yakni pangan, energi, dan maritim.

"Seperti yang disampaikan KSAL bahwa kapal selam masih sebatas diskusi, maka hal itu ditentukan dua hal yakni anggaran dan kolaborasi antar-kementerian. Untuk anggaran itu, kita akan sampaikan ke DPR untuk membantu," katanya.

Ia mencontohkan anggaran riset Indonesia yanga hanya 0,09 persen dari GDP, sedangkan Thailand mencapai 0,25 persen dari GDP, Malaysia 1 persen dari GDP, Singapura 2,8 persen dari GDP, dan Korea 3,4 persen dari GDP.

"Meski anggaran riset itu penting, kolaborasi antar-kementerian itu juga penting, karena riset yang tidak sinergis antar-kementerian membuat terjadi pemborosan anggaran riset dan tujuan tidak bisa fokus, sehingga hanya menjadi bahan diskusi di atas kertas," katanya.

Oleh karena itu, Kemenristekdikti akan menyatukan sejumlah lembaga penelitian dan pengembangan (litbang) antar-kementerian melalui Dewan Riset Nasional dengan dua tujuan yakni menghemat anggaran dan melakukan riset yang terfokus untuk menghasilkan produk dari hasil riset itu.

"Untuk kapal selam, misalnya, litbang kemenristekdikti bersama litbang perguruan tinggi dan kemenhan bisa bersinergi untuk melakukan riset dan menentukan fokus untuk produk riset yang diinginkan. Kalau riset dilakukan sendiri-sendiri akan sulit fokus," katanya.

Sementara itu, Panglima Komando Armada RI Kawasan Timur Laksama Muda TNI Darwanto mendukung pandangan Menristekdikti untuk mendorong riset kapal selam itu, karena kontur laut Indonesia itu sangat cocok untuk persembunyian kapal selam.

"Kadar garam pada laut kita sangat tinggi, biota laut kita juga sangat banyak, dan kedalaman laut kita juga berbeda-beda, sehingga kapal selam bisa bersembunyi dan tidak menutup kemungkinan ada kapal selam asing yang sudah keluar-masuk laut kita," katanya.

Oleh karena itu, Indonesia sudah saatnya memiliki armada kapal selam yang memadai, karena semua negara maju itu memiliki kapal selam, seperti Amerika, Australia, Tiongkok, dan sebagainya.

"Bisa jadi, kapal selam kita hanya didiskusikan terus, karena kapal selam itu memiliki efek penggetar yang tinggi secara politis, sehingga ada yang berusaha agar kita tidak pernah memiliki armada kapal selam yang memadai. Jadi, kita harus bersinergi untuk memiliki kapal selam," katanya.

Senada dengan itu, Direktur Pusat Teknologi Industri Hankam BPPT Dr Ir Samudro M.Eng menyatakan penguasaan teknologi itu memerlukan dorongan dan dukungan yang kuat dari Pemerintah, Kemhan dan TNI AL sebagai pengguna, LPNK (Lembaga Pemerintah Nonkementerian), Perguruan Tinggi dan industri dalam negeri.
 

Army Lift Truck 8M6x4: Kendaraan Serbu Sat-81/Gultor Kopassus dengan Platform Lift

4
Dari tampak depan, kendaraan ini memang tak ubanhnya Isuzu D Max yang biasa digunakan beragam satuan TNI AD. Tapi jika menengok kesisi samping, maka terlihat perbedaan yang mencolok, Isuzu D Max milik Sat-81/Gultor (Penanggulangan Teror) Kopassus ini punya konfigurasi empat roda di bagian belakang. Dan inilah Arlit (Army Lift Truck) Type 8M 6×4, kendaraan khusus (ransus) untuk misi penyerbuan ke ketinggian tertentu, baik di gedung atau pesawat.
12
Ketimbang wahana assault ladder yang juga dimiliki Sat-81 Kopassus, Arlit punya beberapa keunggulan, karena berangkat dari platform lift, beban yang dibawa dalam satu waktu bisa lebih banyak. Arlit dalam penyerbuan dapat menopang delapan pasukan bersenjata lengkap berikut perlengkapannya hingga kapasitas 1 ton. Strukturnya terdiri dari empat scissor lift yang ditopang oleh 2 buah silinder yang dapat dioperasikan dari bawah dan dari platform. Safety factor menjadi hal yang prioritas dikarenakan lift ini mengangkat manusia bukan barang.
653
Arlit yang digunakan Sat-81/Gultor merupakan produksi PT Trimega Cipta Kreasindo. Untuk menunjang keselamatan pasukan, pada platform lift dibekali enam handled grip. Guna memonitor pergerakan pasukan, komandan regu dapat melihat kinerja Arlit lewat kamera CCTV yang layarnya tersaji di layar notebook pada dashboard. Mengingat perannya sebagai ransus anti teror, Arlit sebenarnya juga ideal dipunyai oleh unit elit di kepolisian. Wahana serbu ini lahir dari sulitnya penyerbuan dilakukan pada ketinggian tertentu pada saat kendaraan bergerak. (Tyas)

Kamis, 10 September 2015

BIN akui kekurangan personel amankan Pilkada serentak

BIN akui kekurangan personel amankan Pilkada serentak
Dokumentasi Kepala BIN, Sutiyoso, bersiap mengikuti rapat kerja dengan Komisi I DPR, di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (10/9). Rapat itu membahas anggaran BIN serta isu-isu teraktual yang berhubungan dengan intelejen Indonesia. (ANTARA FOTO/Akbar Gumay)
... satu anggota BIN melingkupi dua sampai tiga kabupaten kota, itu tidak masuk akal, pasti tidak maksimal...
Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Letnan Jenderal TNI (Purnawirawan) Sutiyoso, mengakui mereka kekurangan personel untuk memastikan keamanan dalam Pilkada serentak pada Desember nanti.

"Saat ini umumnya satu anggota BIN melingkupi dua sampai tiga kabupaten kota, itu tidak masuk akal, pasti tidak maksimal," kata Sutiyoso, di Gedung Parlemen, Jakarta, Kamis.

Dia sering menyatakan wacana BIN akan merekrut 1.000 personel tambahan. Secara umum, ada dua kategori personel dalam hal ini, yaitu agen lapangan dan agen pendukung yang dapat direkrut dari berbagai kalangan. 

Atas dasar keterbatasan sekaligus keperluan penambahan 1.000 personel itulah, kata dia, BIN memerlukan anggaran sesuai kebutuhan. Minimal untuk keperluan jangka pendek mengamankan Pilkada serentak pada Desember nanti.

Dia juga menjamin Pilkada serentak di lebih dari 440 kabupaten dan kota se-Indonesia itu aman. 

Sutiyoso pernah menyatakan BIN memerlukan tambahan dana, yang dia katakan hingga Rp10 triliun, dan kemudian dia bantah sendiri. 

"Kamu harus bisa membedakan omongan guyonan dengan yang serius. Tidak ada Rp10 triliun," ujar dia, kepada pers, saat itu. 

Sutiyoso: Rp10 triliun dana BIN itu guyonan

Sutiyoso: Rp10 triliun dana BIN itu guyonan
Dokumentasi Kepala BIN, Letnan Jenderal TNI (Purnawirawan) Sutiyoso, memberi hormat saat akan menghadiri Sidang Tahunan MPR 2015, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (14/8). (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)
... Kamu harus bisa membedakan omongan guyonan dengan yang serius. Tidak ada Rp10 triliun...
Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Letnan Jenderal TNI (Purnawirawan) Sutiyoso, mengatakan, lembaganya tidak mengajukan anggaran sebesar Rp10 triliun sebagaimana dalam pemberitaan media massa sebelumnya.

Saat menyatakan dana ideal untuk BIN sebanyak Rp10 triliun itu, dia cuma sedang bercanda alias guyonan.

"Mana ada anggaran Rp10 triliun. (Yang diajukan) dua koma sekian triliun," kata Sutiyoso, di Gedung Parlemen, Jakarta, Kamis.

Dia mengatakan apa yang pernah disampaikan mengenai anggaran ideal BIN senilai Rp10 triliun tidak serius.

"Kamu harus bisa membedakan omongan guyonan dengan yang serius. Tidak ada Rp10 triliun," ujar dia.

Sebelumnya diberitakan sejumlah media massa, Sutiyoso pernah menyatakan anggaran ideal BIN