HUT
ke-56 Hiu Kencana. KSAL Laksamana TNI Ade Supandi (kiri) memberikan
cenderamata berupa miniatur kapal selam pada Menristekdikti Mohamad
Nasir (kedua kanan) disela-sela Sarasehan Nasional dalam rangka HUT
ke-56 Hiu Kencana di Makoarmatim, Surabaya, Jawa Timur, Kamis (10/9).
Kegiatan tersebut mengambil tema Teknologi Kelautan dan Injasmar Yang
Mendukung Pembangunan Kapal Selam Guna Meningkatkan Kemampuan/Kekuatan
TNI AL. (ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat)
Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL)
Laksamana TNI Ade Supandi mengharapkan kapal selam hendaknya jangan
hanya didiskusikan, karena realisasi kapal selam itu penting untuk
negara kepulauan.
"Kapal selam itu sudah didiskusikan sejak tahun 2005, tapi sampai
sekarang hanya ada dua kapal selam yang kita miliki," katanya saat
menjadi pembicara dalam sarasehan nasional di Makoarmatim, Ujung,
Surabaya, Kamis.
Dalam sarasehan dalam rangka HUT Ke-56 Satuan Kapal Selam (Hiu
Kencana) yang dihadiri Menristekdikti Prof M Nasir itu, Laksamana Ade
Supandi mengatakan TNI AL setidaknya memerlukan 12 kapal selam untuk
negara seluas Indonesia.
"Kita memulai pengadaan kapal selam itu, bukan hanya diskusi. Kita
sudah pesan tiga kapal selam ke Korea yang semuanya akan selesai pada
April 2017, tapi sebagian dibikin di Korea dan sebagian dibikin di PT
PAL," katanya.
Menurut dia, Malaysia dan Singapura yang tidak memiliki wilayah
laut seluas Indonesia saja memiliki kapal selam, maka Indonesia harus
memiliki dalam jumlah lebih banyak daripada mereka, bahkan kapal selam
"the next class".
"Apalagi, Indonesia mempunyai visi menjadi Poros Maritim Dunia,
maka kehadiran TNI AL itu penting, bukan hanya hadir di pangkalan, tapi
hadir di laut, baik di permukaan maupun di bawah permukaan," katanya.
Menanggapi pernyataan KSAL Laksamana Ade Supandi, Menristekdikti
Prof M Nasir dalam paparannya menyatakan pihaknya memiliki delapan fokus
riset, namun Presiden Joko Widodo meminta untuk mengutamakan tiga fokus
riset yakni pangan, energi, dan maritim.
"Seperti yang disampaikan KSAL bahwa kapal selam masih sebatas
diskusi, maka hal itu ditentukan dua hal yakni anggaran dan kolaborasi
antar-kementerian. Untuk anggaran itu, kita akan sampaikan ke DPR untuk
membantu," katanya.
Ia mencontohkan anggaran riset Indonesia yanga hanya 0,09 persen
dari GDP, sedangkan Thailand mencapai 0,25 persen dari GDP, Malaysia 1
persen dari GDP, Singapura 2,8 persen dari GDP, dan Korea 3,4 persen
dari GDP.
"Meski anggaran riset itu penting, kolaborasi antar-kementerian itu
juga penting, karena riset yang tidak sinergis antar-kementerian
membuat terjadi pemborosan anggaran riset dan tujuan tidak bisa fokus,
sehingga hanya menjadi bahan diskusi di atas kertas," katanya.
Oleh karena itu, Kemenristekdikti akan menyatukan sejumlah lembaga
penelitian dan pengembangan (litbang) antar-kementerian melalui Dewan
Riset Nasional dengan dua tujuan yakni menghemat anggaran dan melakukan
riset yang terfokus untuk menghasilkan produk dari hasil riset itu.
"Untuk kapal selam, misalnya, litbang kemenristekdikti bersama
litbang perguruan tinggi dan kemenhan bisa bersinergi untuk melakukan
riset dan menentukan fokus untuk produk riset yang diinginkan. Kalau
riset dilakukan sendiri-sendiri akan sulit fokus," katanya.
Sementara itu, Panglima Komando Armada RI Kawasan Timur Laksama
Muda TNI Darwanto mendukung pandangan Menristekdikti untuk mendorong
riset kapal selam itu, karena kontur laut Indonesia itu sangat cocok
untuk persembunyian kapal selam.
"Kadar garam pada laut kita sangat tinggi, biota laut kita juga
sangat banyak, dan kedalaman laut kita juga berbeda-beda, sehingga kapal
selam bisa bersembunyi dan tidak menutup kemungkinan ada kapal selam
asing yang sudah keluar-masuk laut kita," katanya.
Oleh karena itu, Indonesia sudah saatnya memiliki armada kapal
selam yang memadai, karena semua negara maju itu memiliki kapal selam,
seperti Amerika, Australia, Tiongkok, dan sebagainya.
"Bisa jadi, kapal selam kita hanya didiskusikan terus, karena kapal
selam itu memiliki efek penggetar yang tinggi secara politis, sehingga
ada yang berusaha agar kita tidak pernah memiliki armada kapal selam
yang memadai. Jadi, kita harus bersinergi untuk memiliki kapal selam,"
katanya.
Senada dengan itu, Direktur Pusat Teknologi Industri Hankam BPPT Dr
Ir Samudro M.Eng menyatakan penguasaan teknologi itu memerlukan
dorongan dan dukungan yang kuat dari Pemerintah, Kemhan dan TNI AL
sebagai pengguna, LPNK (Lembaga Pemerintah Nonkementerian), Perguruan
Tinggi dan industri dalam negeri.