Jumat, 11 September 2015

Kalau Pesawat Kita Diperingatkan Singapura, Lewati Saja !

 
image
Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menegaskan pesawat Indonesia tidak perlu meminta izin ke Singapura jika melintas di kawasan flight information region (FIR) untuk kawasan Indonesia, di Natuna dan perbatasan Kalimantan Utara dengan Serawak, Malaysia.
“Kalau pesawat kita (Indonesia) lewat, lalu diingatkan oleh Singapura, ya lewati saja. Itu benar-benar wilayah kedaulatan Indonesia,” ujar Gatot di Base Ops Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis (10/9/2015).
Duduk persoalannya, papar Panglima TNI bermula pada tahun 1995 ketika Pemerintah Indonesia memberikan wilayah FIR ke Singapura karena teknologi yang dimiliki Singapura lebih maju ketimbang Indonesia. Namun, ada klausul bahwa FIR bisa diambil alih kembali oleh Pemerintah Indonesia.
Tahun 2009, Pemerintah Indonesia lewat Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro menandatangani perjanjian kerja sama pertahanan Indonesia-Singapura, yakni Defense Cooperation Agreement (DCA) yang juga mengatur FIR secara permanen. Kerja sama itu kemudian tidak disetujui DPR RI sehingga perjanjian pun otomatis tidak berlaku.
“Akan tetapi, sebagian menara di Singapura itu merasa memiliki dan berwenang. Makanya, kalau kita lewat, diperingatkan, kita tidak boleh lewat. Nah, sekarang saya sudah tahu aturannya,” ujar Jenderal Gatot.
Saat ditanya apakah hal itu berarti Pemerintah Singapura melanggar aturan, Panglima TNI lalu menampiknya. “Tidak dong. Mereka hanya mengingatkan saja kalau kita melewati wilayah DCA. Gitu loh,” ujar dia.
Jenderal Gatot mengapresiasi positif rencana Pemerintah Indonesia yang ingin mengambil alih FIR dari Singapura. Menurut dia, kebijakan itu ibarat mengambil sesuatu yang pernah dipinjamkan ke pihak lain.
FIR adalah wilayah ruang udara yang menyediakan layanan informasi penerbangan dan layanan peringatan (ALRS). FIR juga merupakan pembagian ruang udara bagi beberapa negara. Pengambilalihan FIR itu kali pertama diungkapkan Menteri Perhubungan Ignasius Jonan di Istana Kepresidenan, Selasa (8/9/2015).
Persiapan teknologi hingga sumber daya manusia dipercepat agar FIR yang dikuasai Singapura sejak tahun 1946 itu bisa diambil alih paling lambat pada tahun 2019.

Kompas.com

KSAL: kapal selam jangan hanya didiskusikan

KSAL: kapal selam jangan hanya didiskusikan
HUT ke-56 Hiu Kencana. KSAL Laksamana TNI Ade Supandi (kiri) memberikan cenderamata berupa miniatur kapal selam pada Menristekdikti Mohamad Nasir (kedua kanan) disela-sela Sarasehan Nasional dalam rangka HUT ke-56 Hiu Kencana di Makoarmatim, Surabaya, Jawa Timur, Kamis (10/9). Kegiatan tersebut mengambil tema Teknologi Kelautan dan Injasmar Yang Mendukung Pembangunan Kapal Selam Guna Meningkatkan Kemampuan/Kekuatan TNI AL. (ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat)
 
Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Ade Supandi mengharapkan kapal selam hendaknya jangan hanya didiskusikan, karena realisasi kapal selam itu penting untuk negara kepulauan.

"Kapal selam itu sudah didiskusikan sejak tahun 2005, tapi sampai sekarang hanya ada dua kapal selam yang kita miliki," katanya saat menjadi pembicara dalam sarasehan nasional di Makoarmatim, Ujung, Surabaya, Kamis.

Dalam sarasehan dalam rangka HUT Ke-56 Satuan Kapal Selam (Hiu Kencana) yang dihadiri Menristekdikti Prof M Nasir itu, Laksamana Ade Supandi mengatakan TNI AL setidaknya memerlukan 12 kapal selam untuk negara seluas Indonesia.

"Kita memulai pengadaan kapal selam itu, bukan hanya diskusi. Kita sudah pesan tiga kapal selam ke Korea yang semuanya akan selesai pada April 2017, tapi sebagian dibikin di Korea dan sebagian dibikin di PT PAL," katanya.

Menurut dia, Malaysia dan Singapura yang tidak memiliki wilayah laut seluas Indonesia saja memiliki kapal selam, maka Indonesia harus memiliki dalam jumlah lebih banyak daripada mereka, bahkan kapal selam "the next class".

"Apalagi, Indonesia mempunyai visi menjadi Poros Maritim Dunia, maka kehadiran TNI AL itu penting, bukan hanya hadir di pangkalan, tapi hadir di laut, baik di permukaan maupun di bawah permukaan," katanya.

Menanggapi pernyataan KSAL Laksamana Ade Supandi, Menristekdikti Prof M Nasir dalam paparannya menyatakan pihaknya memiliki delapan fokus riset, namun Presiden Joko Widodo meminta untuk mengutamakan tiga fokus riset yakni pangan, energi, dan maritim.

"Seperti yang disampaikan KSAL bahwa kapal selam masih sebatas diskusi, maka hal itu ditentukan dua hal yakni anggaran dan kolaborasi antar-kementerian. Untuk anggaran itu, kita akan sampaikan ke DPR untuk membantu," katanya.

Ia mencontohkan anggaran riset Indonesia yanga hanya 0,09 persen dari GDP, sedangkan Thailand mencapai 0,25 persen dari GDP, Malaysia 1 persen dari GDP, Singapura 2,8 persen dari GDP, dan Korea 3,4 persen dari GDP.

"Meski anggaran riset itu penting, kolaborasi antar-kementerian itu juga penting, karena riset yang tidak sinergis antar-kementerian membuat terjadi pemborosan anggaran riset dan tujuan tidak bisa fokus, sehingga hanya menjadi bahan diskusi di atas kertas," katanya.

Oleh karena itu, Kemenristekdikti akan menyatukan sejumlah lembaga penelitian dan pengembangan (litbang) antar-kementerian melalui Dewan Riset Nasional dengan dua tujuan yakni menghemat anggaran dan melakukan riset yang terfokus untuk menghasilkan produk dari hasil riset itu.

"Untuk kapal selam, misalnya, litbang kemenristekdikti bersama litbang perguruan tinggi dan kemenhan bisa bersinergi untuk melakukan riset dan menentukan fokus untuk produk riset yang diinginkan. Kalau riset dilakukan sendiri-sendiri akan sulit fokus," katanya.

Sementara itu, Panglima Komando Armada RI Kawasan Timur Laksama Muda TNI Darwanto mendukung pandangan Menristekdikti untuk mendorong riset kapal selam itu, karena kontur laut Indonesia itu sangat cocok untuk persembunyian kapal selam.

"Kadar garam pada laut kita sangat tinggi, biota laut kita juga sangat banyak, dan kedalaman laut kita juga berbeda-beda, sehingga kapal selam bisa bersembunyi dan tidak menutup kemungkinan ada kapal selam asing yang sudah keluar-masuk laut kita," katanya.

Oleh karena itu, Indonesia sudah saatnya memiliki armada kapal selam yang memadai, karena semua negara maju itu memiliki kapal selam, seperti Amerika, Australia, Tiongkok, dan sebagainya.

"Bisa jadi, kapal selam kita hanya didiskusikan terus, karena kapal selam itu memiliki efek penggetar yang tinggi secara politis, sehingga ada yang berusaha agar kita tidak pernah memiliki armada kapal selam yang memadai. Jadi, kita harus bersinergi untuk memiliki kapal selam," katanya.

Senada dengan itu, Direktur Pusat Teknologi Industri Hankam BPPT Dr Ir Samudro M.Eng menyatakan penguasaan teknologi itu memerlukan dorongan dan dukungan yang kuat dari Pemerintah, Kemhan dan TNI AL sebagai pengguna, LPNK (Lembaga Pemerintah Nonkementerian), Perguruan Tinggi dan industri dalam negeri.
 

Army Lift Truck 8M6x4: Kendaraan Serbu Sat-81/Gultor Kopassus dengan Platform Lift

4
Dari tampak depan, kendaraan ini memang tak ubanhnya Isuzu D Max yang biasa digunakan beragam satuan TNI AD. Tapi jika menengok kesisi samping, maka terlihat perbedaan yang mencolok, Isuzu D Max milik Sat-81/Gultor (Penanggulangan Teror) Kopassus ini punya konfigurasi empat roda di bagian belakang. Dan inilah Arlit (Army Lift Truck) Type 8M 6×4, kendaraan khusus (ransus) untuk misi penyerbuan ke ketinggian tertentu, baik di gedung atau pesawat.
12
Ketimbang wahana assault ladder yang juga dimiliki Sat-81 Kopassus, Arlit punya beberapa keunggulan, karena berangkat dari platform lift, beban yang dibawa dalam satu waktu bisa lebih banyak. Arlit dalam penyerbuan dapat menopang delapan pasukan bersenjata lengkap berikut perlengkapannya hingga kapasitas 1 ton. Strukturnya terdiri dari empat scissor lift yang ditopang oleh 2 buah silinder yang dapat dioperasikan dari bawah dan dari platform. Safety factor menjadi hal yang prioritas dikarenakan lift ini mengangkat manusia bukan barang.
653
Arlit yang digunakan Sat-81/Gultor merupakan produksi PT Trimega Cipta Kreasindo. Untuk menunjang keselamatan pasukan, pada platform lift dibekali enam handled grip. Guna memonitor pergerakan pasukan, komandan regu dapat melihat kinerja Arlit lewat kamera CCTV yang layarnya tersaji di layar notebook pada dashboard. Mengingat perannya sebagai ransus anti teror, Arlit sebenarnya juga ideal dipunyai oleh unit elit di kepolisian. Wahana serbu ini lahir dari sulitnya penyerbuan dilakukan pada ketinggian tertentu pada saat kendaraan bergerak. (Tyas)

Kamis, 10 September 2015

BIN akui kekurangan personel amankan Pilkada serentak

BIN akui kekurangan personel amankan Pilkada serentak
Dokumentasi Kepala BIN, Sutiyoso, bersiap mengikuti rapat kerja dengan Komisi I DPR, di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (10/9). Rapat itu membahas anggaran BIN serta isu-isu teraktual yang berhubungan dengan intelejen Indonesia. (ANTARA FOTO/Akbar Gumay)
... satu anggota BIN melingkupi dua sampai tiga kabupaten kota, itu tidak masuk akal, pasti tidak maksimal...
Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Letnan Jenderal TNI (Purnawirawan) Sutiyoso, mengakui mereka kekurangan personel untuk memastikan keamanan dalam Pilkada serentak pada Desember nanti.

"Saat ini umumnya satu anggota BIN melingkupi dua sampai tiga kabupaten kota, itu tidak masuk akal, pasti tidak maksimal," kata Sutiyoso, di Gedung Parlemen, Jakarta, Kamis.

Dia sering menyatakan wacana BIN akan merekrut 1.000 personel tambahan. Secara umum, ada dua kategori personel dalam hal ini, yaitu agen lapangan dan agen pendukung yang dapat direkrut dari berbagai kalangan. 

Atas dasar keterbatasan sekaligus keperluan penambahan 1.000 personel itulah, kata dia, BIN memerlukan anggaran sesuai kebutuhan. Minimal untuk keperluan jangka pendek mengamankan Pilkada serentak pada Desember nanti.

Dia juga menjamin Pilkada serentak di lebih dari 440 kabupaten dan kota se-Indonesia itu aman. 

Sutiyoso pernah menyatakan BIN memerlukan tambahan dana, yang dia katakan hingga Rp10 triliun, dan kemudian dia bantah sendiri. 

"Kamu harus bisa membedakan omongan guyonan dengan yang serius. Tidak ada Rp10 triliun," ujar dia, kepada pers, saat itu. 

Sutiyoso: Rp10 triliun dana BIN itu guyonan

Sutiyoso: Rp10 triliun dana BIN itu guyonan
Dokumentasi Kepala BIN, Letnan Jenderal TNI (Purnawirawan) Sutiyoso, memberi hormat saat akan menghadiri Sidang Tahunan MPR 2015, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (14/8). (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)
... Kamu harus bisa membedakan omongan guyonan dengan yang serius. Tidak ada Rp10 triliun...
Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Letnan Jenderal TNI (Purnawirawan) Sutiyoso, mengatakan, lembaganya tidak mengajukan anggaran sebesar Rp10 triliun sebagaimana dalam pemberitaan media massa sebelumnya.

Saat menyatakan dana ideal untuk BIN sebanyak Rp10 triliun itu, dia cuma sedang bercanda alias guyonan.

"Mana ada anggaran Rp10 triliun. (Yang diajukan) dua koma sekian triliun," kata Sutiyoso, di Gedung Parlemen, Jakarta, Kamis.

Dia mengatakan apa yang pernah disampaikan mengenai anggaran ideal BIN senilai Rp10 triliun tidak serius.

"Kamu harus bisa membedakan omongan guyonan dengan yang serius. Tidak ada Rp10 triliun," ujar dia.

Sebelumnya diberitakan sejumlah media massa, Sutiyoso pernah menyatakan anggaran ideal BIN 

Singapura Harus Diberi Pelajaran

  F-16 RSAF
F-16 RSAF

TNI menolak keras latihan tempur yang dilakukan Singapura di wilayah Indonesia lantaran belum adanya kesepakatan kerja sama militer (Defense Cooperation Agreement) antara dua negara. Indonesia masih tetap bersikeras hanya akan memberikan izin latihan militer Singapura jika Negeri Singa itu menyepakati klausul ektradisi.
“Kesepakatannya kan jadi satu dengan ekstradisi, Singapura belum setujui ya kita juga nggak setuju. Segitu kerasnya. Kami ingin jadi satu dengan ekstradisi sehingga belum ada ratifikasi (Defense Cooperation Agreement),” ujar Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal Agus Supriatna di Istana Kepresidenan, Selasa (8/9/2015).
Singapura diketahui kerap melakukan latihan militer di wilayah Indonesia lantaran negeri itu tidak memiliki wilayah udara yang cukup luas. Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo pun memastikan akan mengusir pasukan Singapura itu lantaran belum menyampaikan izin ke pemerintah Indonesia.
Namun, upaya pengawasan teritori di Indonesia menghadapi kesulitan. Ini disebabkan Singapura menguasai sistem Flight Information Region (FIR) atau sistem pelayanan udara untuk wilayah udara Indonesia di sekitar Natuna dan perbatasan Kalimantan Utara dengan Serawak, Malaysia.
KSAU Marsekal Agus Supriatna
KSAU Marsekal Agus Supriatna
Menurut Marsekal Agus, penguasaan Singapura terhadap FIR di kawasan Indonesia itu terjadi karena semenjak merdeka Indonesia belum memiliki teknologi yang cukup untuk memberikan pelayanan udara yang bisa memberikan keselamatan arus lalu lintas penerbangan.
Akan tetapi, Marsekal Agus memastikan bahwa Indonesia akan tetap menjaga teritorinya meski pun FIR dikuasai Singapura.
“Sehingga untuk awasi kedaulatan kita, kita standby-kan pesawat tempur kita di sana. Dan ini akan segera akan dibangun lagi, terutama pangkalan di Natuna, sehingga itu seperti dulu lagi lah, pesawat tempur kita bisa stand by di sana sehingga kita bisa awasi wilayah kita,” ucap dia.

Kompas.com

Panglima: Mimpi Beli Sukhoi Su-35 Jangan Pakai Sawit

Pesawat Tempur Sukhoi Su-35.
Pesawat Tempur Sukhoi Su-35.

Usai melakukan pengecekan di beberapa markas batalion dan satuan TNI AU, TNI AD, dam TNI AL, Menteri Pertahanan Jenderal (Purn) Ryamirzad Ryacudu, memastikan akan menggelar perjanjian dengan Rusia, terkait pembelian pesawat tempur Sukhoi Su-35 pada bulan September ini.
Meski demikian, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengaku pihaknya belum mengetahui hasil pertemuan tersebut.
“Tidak benar itu (Sukhoi mau datang), terkait perjanjiannya belum, sebab semua ada prosedur. TNI hanya siapkan kebutuhan,” ujar Gatot di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Kamis (10/9/2015).
Mantan KSAD itu menambahkan, sebagai pesawat tempur tercanggih didunia saat ini, pasti semua prajurit AU menginginkan pembelian burung besi yang acap disebut ‘Super Flanker’ tersebut.
Namun Gatot menegaskan, belanja alutsista harus dilakukan dengan cermat. Ia tidak ingin adanya barter pesawat Sukhoi dengan kelapa sawit, seperti di periode lampau.
“Ya semua mimpi AU, inginnya punya Sukhoi 35, karena tercanggih itu. Kita butuh sebanyak-banyaknya. Kalau tukar Sukhoi pakai sawit, nanti masalahnya dapat pesawat doang, tak ada pelurunya. Main-mainan dong,” imbuhnya.
Gatot pun mengapresiasi langkah Menhan yang melakukan pemeriksaan ke tiap matra. Ia menyebut, sikap sang menteri juga sekaligus sebagai nostalgia sebagai mantan prajurit. Ia pun berharap adanya penambahan alokasi anggaran ke korps militer.
“Menhan melihat keperluan apa saja yang dibutuhkan TNI. Sambil nostalgia mungkin. Harapannya kalau Menhan lihat kan, ada tambahan dana ke TNI. Dan itu tidak salah, kan? wartawan main ke angkatan, salah tidak? Kan sama saja sama Menhan,” pungkasnya. (Okezone)