Minggu, 23 Agustus 2015

Salute Gun: Meriam Spesialis Penghormatan Andalan Yon Armed 7 TNI AD

9532096770_2278fa48d5_b
Untuk kategori meriam, awalnya saya mengira bila meriam milik Armed (Artileri Medan) TNI AD yang paling kecil kalibernya adalah 76 mm, tepatnya diwakili tipe M-48, atau kondang disebut meriam gunung. Tapi anggapan itu keliru, faktanya masih ada meriam kaliber 75 mm. Lebih tepatnya meriam ini terlihat digunakan pada saat tembakan penghormatan pada momen upacara HUT RI Ke-70 di Istana Negara, Jakarta.
Satu baterai meriam kaliber 75 mm steling pada posisi silang Monumen Nasional (Monas). Total sebanyak 17x tembakan dilepaskan saat mengawali prosesi upacara pengibaran Sang Saka Merah Putih. Meski berada dalam jarak ratusan meter dari lokasi upacara, di tangan prajurit Baret Coklat, satuan Armed dari Yon Armed 7/105 GS Kodam Jaya, berhasil melaksanakan tembakan salvo dengan peluru hampa sebagai rangkaian penghormatan. Tak hanya beraksi di momen upacara 17 Agustusan, debut meriam 75 mm ini juga acap kali digunakan sebagai elemen penyambutan tamu-tamu Negara yang bertandang ke Istana.
9528174123_03bf2d0815_z105527_12403515082010_foto-
210163_meriam-di-lapangan-m
Yang menarik, tentu saja sosok meriam 75 mm atau kondang disebut salute gun. Berbeda dengan meriam pada elemen satuan Armed, salute gun asasinya tidak dirancang untuk berperang. Sesuai namanya, meriam ini lebih dikedepankan untuk melepaskan tembakan penghormatan dan atraksi. Dalam beberapa hal, peran meriam ini tak ubahnya meriam karbit yang kondang di Pontianak, Kalimantan Barat. Tapi bedanya, saluting gun punya desain mirip meriam armed pada umumnya, ditempatkan dalam platform towed carrier, lengkap dengan dua roda yang memudahkan mobilitas.
5600-armed-7-persiapan-latiSalute-Gun_Kaskus

20131001meriam-penembakan-k
Tidak diketahui persis tipe saluting gun yang dipakai Yon Armed 7. Bila dilihat sekilas, harus diakui sosok meriam ini lebih mirip replika meriam asli. Bentuknya begitu mungil untuk ukuran meriam Armed, tak jarang orang yang pertama melihatnya merasa sanksi bila meriam ini bisa menyalak.
Ada cerita yang menarik dari saluting (salute) gun TNI AD ini, bila biasanya Indonesia kerap menerima senjata hibah dari negara sahabat, lewat salute gun, justru Indonesia yang giliran memberikan hibah. Berdasarkan catatan, pada Mei 2012, Komisi I DPR RI Bidang Pertahanan menyetujui rencana pemerintah untuk menghibahkan enam pucuk meriam Salute Gun TNI AD kepada Republik Demokratis Timor Leste (RDTL).
hqdefault
Menhan Purnomo Yusgiantoro pada saat itu menyampaikan bahwa hibah enam salute gun dalam rangka mendukung hari kemerdekaan RDTL yang ke-10, dimana akan dihadiri banyak tamu negara asing. Selain itu kegiatan hibah ini juga memiliki arti penting dalam menjaga hubungan bilateral antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah Timor Leste.
Sebelumnya, Indonesia juga pernah melakukan hibah meriam salut gun kepada pemerintah Papua Nugini (PNG) sejumlah 6 pucuk. Awalnya TNI AD mempunya 18 pucuk salute gun, setelah hibah ke Timor Leste dan PNG, kini unit yang tersedia di Yon Armed 7 tinggal tersisa enam pucuk. Sehubungan dengan hal tersebut, pemerintah memiliki rencana untuk mengadakan kembali 12 pucuk meriam untuk jenis sama, yang mana rencananya ini telah dimasukan dalam anggaran penghematan APBN-P dan optimalisasi tahun 2012 lalu.
Meski peran salutin gun dipegang oleh meriam mungil ini, namun dalam beberapa kali kesempatan, salutin gun juga kerap menggunakan meriam gunung M-48 dan Howitzer M2A2 kaliber 105 mm. (Ryan)

Selasa, 18 Agustus 2015

Kontingen Garuda XXXVII dapat penghargaan

Kontingen Garuda XXXVII dapat penghargaan
Ilustrasi--Personel Kontingen Garuda saat upacara untuk menerima kedatangan Kontingen Garuda Lebanon di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta, Rabu (18/12).(ANTARA FOTO/M Agung Rajasa)
 
Sebanyak 200 prajurit yang tergabung dalam Satuan Tugas Kompi Zeni TNI Kontingen Garuda XXXVII-A yang bertugas dalam misi perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa di Afrika Tengah mendapat penghargaan Penghargaan Satya Lencana Santi Dharma dari Presiden.

Kepala Staf Umum TNI Marsekal Madya TNI Dede Rusamsi mewakili Panglima TNI memimpin upacara penyerahan penghargaan kepada anggota Kontingen Garuda XXXVII-A yang bertugas di Multi-Dimensional Integrated Stabilization Mission in Central African Republic (Minusca) di Markas Besar TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Selasa.

Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo dalam amanatnya mengatakan bertugas dalam misi PBB Minusca merupakan pengalaman berharga bagi para anggota Kontingen Garuda.

"Ini juga membanggakan bagi seluruh bangsa yang kita cintai. Kebanggaan itu akan semakin sempurna ketika para prajurit kembali kesatuan masing-masing dan mengaplikasikan pengalaman tersebut bagi kemajuan satuan dalam pelaksanaan tugas ke depan," kata Panglima TNI dalam amanat yang dibacakan oleh Dede Rusamsi.

Panglima TNI juga berpesan kepada mereka agar tidak menyia-nyiakan setiap pengalaman yang diperoleh selama bertugas karena setiap pengalaman bisa menjadi pelajaran untuk meningkatkan kualitas diri supaya bisa menjalankan tugas berikutnya dengan baik.

Dia juga meminta para prajurit selalu selanjutnya lebih berdisiplin, kreatif, dan dedikatif dalam menjalankan tugas di kesatuan masing-masing serta menghindari tindakan primitif, perilaku hedonis, narkoba dan perilaku negatif lain yang dapat merusak reputasi diri dan satuan.

"Terus berlatih dan berlatih untuk mencapai profesionalisme keprajuritan karena perjuangan TNI kekinian adalah menjalankan tugas dengan baik, berani, tulus dan ikhlas," katanya.

Kompi Zeni TNI yang dikomandani oleh Letkol Czi Alfius Navirinda dari satuan Yon Zipur 6/Satya Digdaya Kodam XII/Tanjungpura bertugas dalam misi PBB di Republik Afrika Tengah selama empat bulan sebelum Misi Minusca dijalankan 15 September 2015. Sebelumnya mereka bertugas di Haiti selama delapan bulan.

Kompi itu telah melakukan banyak kerja konstruksi guna mendukung Misi Minusca, seperti menyiapkan lahan, memperbaiki jalan pelabuhan Gonaives, serta membangun markas Minusca.

Mereka juga terlibat dalam pembangunan rumah sakit PBB, kamp transit, pergudangan dan pelataran kontainer serta membantu kontingen negara lain menyiapkan kamp.
 

Kebangkitan Indonesia di Usia 70 Tahun Merdeka

Kebangkitan Indonesia di Usia 70 Tahun Merdeka
Upacara Bendera 70 Tahun Indonesia Merdeka (ANTARA / Yudhi Mahatma)

Pada 17 Agustus 2015, Ibu Pertiwi genap berusia 70 tahun. Di usia yang baru ini, seharusnya republik kita tercinta sudah mencapai kemapanan di usia matang. Tak boleh disebut usia senja, karena tentu kita masih ingin merayakan hari jadi Indonesia di usia ratusan, bahkan ribuan.

Makna kemerdekaan Indonesia di usia 70 tahun mungkin berbeda-beda bagi setiap elemen anak bangsa, namun satu kata yang bisa kita satukan, bahwa kita ingin Indonesia bangkit, naik lebih tinggi dari posisinya yang sekarang, agar Merah Putih dapat berkibar kian lebar, tidak hanya harum di negara jiran, namun juga hingga ke seluruh dunia.

Bagi Mendagri, Tjahjo Kumolo, momen ulang tahun Indonesia sebaiknya dijadikan langkah pelecut, bagi pembangunan ekonomi dan sosial budaya yang dilakukan terintegrasi. Termasuk upaya membangun karakter bangsa melalui revolusi mental, dalam kehidupan berbangsa.

"Pada peringatan 70 tahun Indonesia merdeka, dengan semangat Ayo Kerja, mari kita wujudkan Indonesia berdaulat, berdikari, berkepribadian nasional yang berlandaskan azaz gotong-royong. Panji-panji Indonesia harus diperjuangkan, meski itu di kawasan perbatasan,” ujar Tjahjo, ditemui di Desa Long Nawang, Malinau, Kalimantan Utara, pada Senin, 17 Agustus 2015.

Sementara itu, dalam momen berbeda, di hari yang sama, Menteri Perindustrian, Saleh Husin menilai, 70 tahun Indonesia merdeka harusnya dijadikan tonggak awal untuk makin memperkuat komitmen, mendorong pertumbuhan industri Tanah Air. Hal itu penting, mengingat era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) sudah di depan mata.

"Untuk menghadapi era itu, tidak hanya pelaku industri yang dituntut siap berkompetisi, namun juga aparatur negara harus menunjukkan kinerja baik," demikian ujar Saleh, saat berpidato di depan jajarannya,  sekaligus mengingatkan mereka, bahwa tugas ke depan yang diemban kementerian itu sangat berat.

Antara lain harus melaksanakan Undang-undang No 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian yang diimplementasikan dalam bentuk Peraturan Pemerintah. "Semuanya harus terukur dalam bentuk program konkrit dan bermakna bagi dunia usaha. Kita harus terus berkoordinasi dengan berbagai pihak, mengingat masih ada kewenangan di institusi lain," tambahnya.

Momentum bersejarah

Sementara itu, dalam sebuah acara bincang-bincang dengan TV One, bagi anggota DPR, Nasir Djamil, datangnya momen hari jadi Indonesia, harus dibaca sebagai waktu yang tepat, untuk melihat pemerintahan dari kacamata orang daerah, jangan melulu sudut pandang orang pusat (Senayan).

“Karena selama ini, orang pusat selalu membaca orang daerah dari sudut pandang mereka sendiri, namun jika pola pikir ini dibalik, maka daerah dan pusat bisa berjalan seiringan,” ujar politikus PKS itu. 

Ia sendiri melihat, makna kemerdekaan berarti negara memiliki kemandirian. Bawa kita tidak tergantung dan bisa dipermainkan negara lain. Kita mampu berdaulat, menentukan keinginan sendiri, bisa mengatur urusan dalam negeri, tanpa didikte saat membuat keputusan.

Ia berharap, di usia 70 tahun Indonesia, negara ini menjadi bangsa yang lebih berkarakter, sehingga cita-cita pendiri bangsa untuk mewujudkan keadilan bagi masyarakat dapat terwujud.

Sedangkan bagi pengamat politik, Arqam Aziqin, momen 70 tahun Indonesia merdeka, harus disikapi secara serius oleh para politisi, terutama yang datang dari partai politik. Karena ia melihat, kejadian kemarin, dalam rapat Paripurna Pidato Presiden, ada banyak anggota DPRD tidak datang, ini adalah contoh cara berpolitik yang buruk.

“Pilkada serentak seharusnya menjadi momen untuk mencari calon bupati, walikota, dan gubernur yang mau serius memimpin, karena ini bukan jabatan main-main,” ujar Arqam, dengan intonasi berapi-api.

Ia melihat, idealnya eksekutif daerah sampai legislatif, baik level lokal sampai Senayan, semua harus serius mengemban jabatan yang dipercayakan masyarakat.

Momen 17 Agustus 2015, harus dikembalikan ke roh perjuangan yang sesungguhnya, bahwa ini adalah momentum bersejarah dalam dunia perpolitikan kita. Ke depan, para pejabat harus jadi sosok yang lebih baik, lebih cerdas, dan lebih beradab dalam etika berpolitik.

Pemerataan ekonomi


Masih menurut Arqam, jika ke depan negara kita tidak mengalami perubahan, harusnya kita malu pada proklamator bangsa, Soekarno-Hatta. “Juga pada para pahlawan yang sudah berkorban air mata, jiwa, dan raga, demi kemerdekaan bangsa. Ingat lho, kemerdekaan bangsa ini direbut, bukan diberikan gratis oleh penjajah. Jadi para politisi saat ini harus evaluasi diri. Jadilah pemimpin yang serius,” kritiknya tegas.

Demikian pula dengan pelaksana UU di bidang penegakan hukum, harus tegas dalam menegakkan wibawa. Mereka harus bisa menjadi contoh bagi generasi muda. Jika tidak sanggup lebih baik keluar dari proses kebangsaan.

Pengamat politik asal Makassar itu melihat, detik-detik proklamasi bukan permainan sejarah, ini momentum luar biasa yang diberikan pahlawan untuk kita dan generasi anak cucu kelak.

Dalam acara yang sama, politikus Hanura, Dadang Rusdiana coba menjabarkan, makna kemerdekaan versi dirinya. “Kalau buat saya, benar seperti yang dikatakan Soekarno, kemerdekaan sesungguhnya adalah Trisakti. Kita harus mampu berdaulat dalam politik, mandiri di isi ekonomi, dan berkepribadian dalam hal budaya. Nah, saat ini kita belum ada di tahap itu, namun semoga dengan momentum ultah RI ke 70, kita berproses menuju ke arah sana,” ujarnya.

Saat ditanya, mengapa hingga saat ini pemerataan ekonomi di Indonesia belum tercapai, padahal Indonesia adalah negara kaya, Dadang menjelaskan, pemerintah saat ini sudah mulai mengarah pada efektivitas anggaran. “Kalau dulu ada banyak dana anggaran tersedot untuk sektor konsumsif, untuk subsidi, kini dialihkan ke sektor produktif,” katanya.

Tak hanya itu, menurutnya kita perlu membangun konektivitas antar pulau untuk membagi pemerataan ekonomi. Kita juga harus membangun kawasan Indonesia Timur, seperti Papua, agar mereka makin terpencil, dan menyebabkan semua harga serba mahal di sana.

“Untuk anggaran 2016, kita sudah arahkan sekitar Rp313 triliun untuk membuat infrastruktur dalam rangka percepatan dan pemerataan,” kata anggota DPR Komisi X itu.

Viva. 

Savinna: Prototipe Drone Laut Karya Mahasiswa UGM

P_20150804_094428
Dunia drone alias wahana nirawak di Indonesia kian ramai dan kini mendapat pengakuan cukup tinggi, sebut saja TNI AU yang belum lama meresmikan Skadron Udara 51 yang berisikan drone Wulung (UAV/ Unmmaned Aerial Vehicle) di lanud Supadio, Pontianak. Meski debut UAV di Indonesia masih jauh dari harapan, nyatanya turunan teknologi yang serupa juga mulai di implementasi ke platform lain, yakni drone dalam wujud kapal yang melaju di perairan. Dalam istilah kondangnya disebut USV (Unmanned Surface Vessel).
Meski tak ada kaitan langsung dengan terapan alutsista, Malik Khidir, 23 tahun, mahasiswa dari Fakultas MIPA Universitas Gadjah Mada jurusan Elektronika dan Instumentasi, berhasil membuat terobosan dengan menciptakan prototipe USV yang diberi label Savinna. Sekilas desain Savinna terlihat biasa-biasa saja, namum untuk sistem kendali dan fungsi, Savinna dapat berbuat lebih jauh.
Seperti halnya drone UAV, Savinna dapat digunakan tanpa adanya kendali langsung dari manusia. USV ini bekerja dalam dua mode, yaitu secara autonomous, dengan memanfaatkan koordinat GPS (Global Positioning System) sebagai titik acuan dari koordinat yang dituju, atau mode kedua dengan remote control, di mana kapal bisa beroperasi sesuai masukan yang diberikan operator dari ground control.
IMG_6119
IMG_6078

Malik Khidir menyebut fungsi yang dapat dikerjakan olehSavinna mencakup pengamatan, baik untuk pengamatan kondisi permukaan air, ataupun untuk mengetahui kondisi permukaan di bawah air. Hal ini dimungkinkan dengan memanfaatkan sensor echosounder, yang merupakan salah satu jenis sonar dengan cara memantulkan gelombang suara berfrekuensi tinggi ke dasar permukaan laut. Dari situ dapat dihasilkan data bentuk permukaan dasar laut, yang kemudian dapat berguna untuk menentukan jalur kapal besar agar tidak mengalami benturan dengan permukaan bawah laut, terutama pada perairan dangkal. Selain itu, bisa juga untuk melakukan survei untuk mengetahui keberadaan kumpulan ikan.Sehingga dapat dilakukan pemetaan wilayah, di mana terdapat banyak ikan.

Bisa Digunakan Untuk Misi Militer
Dalam proyeksi kedepan, Savinna bisa juga bergerak di ranah pertahanan wilayah. Savinna dapat berfungsi sebagai pengintai pada titik-titik tertentu di laut. Dalam melakukan fungsinya sebagai pengintai, Savinna akan ditempatkan dalam kondisi statis di tengah laut. Karena memiliki kemampuan untuk mengoreksi posisi, maka walaupun terkena sapuan gelombang, Savinna tetap bisa mempertahankan posisinya di titik tersebut.
Dalam fungsi ini, Savinna ibarat pos pemantau untuk mengawasi hal-hal yang terjadi di wilayah tersebut. Data dari Savinna dikirim ke Ground Control Station menggunakan sinyal radio atau memanfaatkan satelit komunikasi. Data yang dikirim sudah di enkripsi terlebih dahulu, sehingga walaupun data tersebut disadap oleh pihak tertentu, maka data dari Savinna tetap tidak bisa terbaca oleh si penyadap. Bila dikembangkan lebih lanjut, dimensi diperbesar dan kapasitas serta spesikasi disempurkan, bukan tak mungkin bila nantinya Savinna dapat menggantikan peran penggunaan kapal-kapal patroli.
Siapakah sosok Savinna? USV berbahan fiberglass dengan cat warna putih ini digerakkan oleh dua propeller. Kapal mengusung desain katamaran, punya kecepatan rata-rata 6 knots dan jarak jelajah hingga 20 kilometer. Dari sisi endurance, Savinna mampu bertahan hingga 6 jam dengan sumber tenaga hanya berupa baterai 12V 80Ah. Untuk sumber tenaga masih bisa diupgrade lebih besar lagi, sehingga waktu jelajahnya dapat bertahan lebih lama lagi. Savinna punya dimensi panjang 2 meter, lebar 1 meter, dan tinggi 0,5 meter. Pada tahap ini, Savinna masih dalam tahap prototipe. Kedepannya dimensi akan diperbesar dan dayajelajah kappal dapat ditambah.
11223755_10206106407132093_7908822112776858372_n
Malik Khidir dan Presiden Jokowi di ajang pembukaan ICE.
Belum lama berselang, pada ajang pembukaan ICE (Indonesia Convention Exhibition) di kawasang Bumi Serpong Damai, Tangerang, 4 Agustus 2015, Presiden Jokowi berkesempatan meninjau booth UGM, salah satunya secara khusus Presiden sempat meninjau langsung prototipe Savinna. Dalam kancah USV di Tanah Air, sebelumnya PT. Lundin Industry Invest (North Sea Boats) yang kondang sebagai galangan spesialis kapal trimaran, memperkenalkan prototipe Bonefish, yang tak lain USV berkonsep trimaran (kapal berlunas tiga) dengan kapabilitas stealth. Bonefish yang material lambungnya dibalut material serat karbon (carbon fiber) bisa disetarakan kemampuannya dengan KCR (Kapal Cepat Rudal). Bonefish ini nantinya disiapkan untuk bisa menggotong rudal anti kapal RBS15 Mk3 yang berkecepatan subsonik. (Haryo Adjie)

Minggu, 16 Agustus 2015

Kepala BIN : Perlu Pemahanan Baru dalam Pengamanan Negara


Mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Marciano Norman bersalaman dengan Kepala BIN Sutiyoso (kiri) usai pelantikan di Istana Negara, Jakarta, Rabu (8/7/2015). Presiden Joko Widodo melantik Sutiyoso menggantikan Marciano Norman sedangkan Gatot Nurmantyo dilantik sebagai Panglima TNI menggantikan Jenderal Moeldoko.

Intelijen harus merespon dinamika politik, hukum, ekonomi dan sosial budaya masyarakat dan sistem pertahanan keamanan. Sebagai petugas intelijen tidak boleh terdadak dan harus siap dengan berbagai dinamika. Oleh karena itu, perlu disusun pemahaman baru untuk menjadikan pemikiran bagi diri insan intelijen mensiasati perubahan dan dinamika masyarakat agar tidak terhambat dalam mengamankan negara. Demikian sambutan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Letjen TNI (Purn) Sutiyoso ketika membuka acara bedah buku Intelijen Negara: Mengawal Transformasi Indonesia Menuju Demokrasi yang Terkonsolidasi karya Mantan Kepala BIN Letjen TNI (Purn) Marciano Norman, di Balai Kartini, Jakarta, Kamis, 30 Juli 2015.

Kepala BIN mengatakan perkembangan teknologi dan informasi dalam era reformasi, membawa perubahan signifikan di dalam masyarakat. Sebagian besar merupakan perubahan kearah positif, tetapi tidak bisa dipungkiri penyalahgunaan teknologi dan informasi membawa dampak negatif di tengah masyarakat.

“Efek nyata yang menjadi fenomena di dunia intelijen sendiri adalah besarnya potensi ancaman akibat perkembangan teknologi dan informasi. Tingginya arus informasi berbanding lurus dengna semakin sulitnya kontrol informasi yang diterima masyarakat. Besarnya ancaman harus dapat ditanggulangi dengan peningkatan sumber daya manusia insan intelijen sebagai fungsi cegah dini dan deteksi dini, “ jelas Sutiyoso.

Terbentuknya UU Intelijen sebagai payung hukum, lanjut Sutiyoso, berimplikasi terhadap tuntutan profesionalisme seorang aparat intelijen. Tantangan yang akan dihadapi yaitu bagaimana insan intelijen dapat mengoptimalisasikan kemampuannya dalam ruang gerak yang semakin sempit. Peningkatan kualitas sumber daya insan intelijen adalah langkah awal yang harus dilakukan untuk mengawal transformasi Indonesia agar dapat mengimbangi perkembangan teknologi informasi.

Menurut Kepala BIN, intelijen negara core bisnisnya adalah keamanan negara, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Meskipun rezim dapat berganti, tetapi kepentingan nasional Indonesia harus tetap berjalan dengan baik.

Diakhir sambutannya, Sutiyoso mengharapkan melalui buku intelijen negara: Mengawal Transformasi Indonesia Menuju Demokrasi yang Terkonsolidasi karya Letjen TNI (Purn) Marciano Norman dapat mendewasakan dan meningkatkan pemahaman serta sentimenal masyarakat yang selama ini bias terkait dengan dunia intelijen. (*)

Komparasi dan Persaingan Pesawat Tempur Utama Indonesia-Malaysia di Udara Ambalat

su_30mk2_tni_au_v1_by_siregar3d-d4a7mkx
 Sukhoi TNI AU lengkap dengan persenjataan (foto : tni-au.mil.id)

Pada umumnya konflik terjadi diantara dua negara atau lebih karena masalah perbatasan dan klaim wilayah. Perkembangan situasi di Laut China Selatan (LCS) menunjukkan kawasan ini berpotensi sebagai ajang konflik militer dimasa depan. Tiongkok telah mengeluarkan kebijakan di LCS yaitu Jalan Sutra Maritim abad ke-21 (21st Century Maritime Silk Route Economic Belt) atau Maritime Silk Road (MSR) pada tahun 2013. Kebijakan ini telah menimbulkan kekhawatiran beberapa negara di kawasan sekitar LCS khususnya Tiongkok mulai melakukan pengerahan kekuatan militernya. 
Visi Tiongkok pada Jalan sutera maritim adalah pembangunan prasarana transportasi laut dari Tiongkok melintasi Asia Tenggara ke Asia Selatan, Timur Tengah, Eropa dan Afrika yang disponsorinya, dimana Tiongkok berkomitmen akan menyediakan dana hingga US $ 40 Milyar untuk pembangunan pelabuhan laut dalam (deep sea port) dilokasi-lokasi strategis di rute Jalan Sutra Maritim (JSM) Tiongkok.
Amerika Serikat sebagai negara dengan keunggulan intelijen (NSA) semakin unggul dan berkemampuan melakukan penyadapan di banyak negara-negara di dunia, nampaknya telah memonitor rencana kebijakan Tiongkok jauh hari sebelumnya. Dalam rangka mengantisipasi perkembangan situasi di LCS, pada tahun 2011 Presiden Barack Obama mengeluarkan kebijakan yang diberi nama Pivot to the Pacific dan kemudian dirivisi menjadi Rebalancing toward Asia. AS menarik kekuatan tempur dari kawasan Timur Tengan dan menggeser ke kawasan Indo Asia. Sementara Presiden Jokowi pada November 2014 mencanangkan kebijakan yang diberi nama Poros Maritim Dunia.
us-monitoring-stations_embassy_2910
Stasiun NSA di Asia Tenggara (Sumber: themalaymailonline.com)


India dan Jepang juga mengeluarkan kebijakan kawasan Indo Asia. Oleh karena itu kawasan LCS kini menjadi perhatian penuh lima negara terkait kebijakan maritim. Hal jelas harus dihitung sebagai wilayah berpotensi konflik bagi masa depan bagi Indonesia, khususnya apabila Tiongkok terus meluaskan wilayahnya dan menyentuh Natuna. Ini konflik berat apabila memang terjadi. 
Wilayah Ambalat merupakan wilayah potensi konflik kedua yang terus memanas dan harus dihitung dengan cermat oleh intelijen Indonesia (BIN dan Bais TNI). Sejak 1979 Malaysia sudah mengincar Ambalat. Malaysia memasukkan Pulau Sipadan dan Ligitan yang berada di perairan Ambalat sebagai titik pengukuran zona ekonomi eksklusif mereka, dalam peta itu, Ambalat pun diklaim milik Malaysia. 
Indonesia tegas menyatakan Ambalat sebagai bagian dari wilayahnya sebab dari segi historis, Ambalat merupakan wilayah Kesultanan Bulungan di Kalimantan Timur yang jelas masuk Indonesia. Terlebih berdasarkan Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa yang telah diratifikasi RI dan tercantum pada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1984, Ambalat diakui sebagai milik Indonesia.
presiden jokowi ambalat
Presiden Joko Widodo Bersama Panglima TNI dan Kapolri

Mantan Sekretaris Kabinet Andi Wijayanto di Istana Kepresidenan, Jakarta (18/6) menyampaikan, bahwa Presiden Jokowi juga menanggapi laporan soal Ambalat. Dikatakan oleh Andi, “Sudah ada yang disampaikan Presiden ke Menteri Luar Negeri. Kedaulatan dijaga, jangan dikompromikan,” katanya. “Jadi (instruksi Jokowi agar) bertindak tegas kepada pemerintah Malaysia terkait Ambalat,” ujar Andi menanggapi pelanggaran udara oleh pesawat militer Malaysia. 
Sejak tahun 2005 Malaysia telah melakukan langkah keras, menangkap 17 nelayan Indonesia di Karang Unarang yang mereka anggap masih bagian negaranya. Angkatan Laut Malaysia kemudian mengejar nelayan Indonesia hingga keluar Ambalat. Aksi AL Malaysia dan AU Malaysia terus berlanjut tahun demi tahun yang dinilai TNI sebagai pelanggaran wilayah laut dan udara. Pelanggaran wilayah udara terutama paling menyolok dilakukan Malaysia, yang menurut Komandan Lanud Tarakan, Letkol PNB Tiopan Hutapea, dalam pantauan radar Kohanudnas, selama 2015 sudah puluhan kali pesawat Malaysia melanggar perbatasan RI. 

Pengerahan Kekuatan Udara TNI AU Ke Perbatasan 
Dalam beberapa tahun terakhir pesawat tempur utama TNI AU (Sukhoi Su-27/30) telah dikerahkan ke wilayah sengketa di kawasan Ambalat dibawah kodal (komando dan kendali) Kohanudnas (Komando Pertahanan Udara Nasional). Pada tahun 2015 ini Kohanudnas telah menggelar dua latihan Perkasa A dan B. Lat Perkasa A dilaksanakan pada bulan Juni 2015, dengan tujuan menguji personel Kosekhanudnas I dan jajaran dibawahnya guna meningkatkan kesiapsiagaan operasional unsur Hanud TNI, sehingga terwujud sistem pengamatan dan penangkalan yang handal terhadap setiap bentuk ancaman kekuatan udara lawan di wilayah udara yurisdiksi Nasional. 
Unsur yang terlibat dalam Latihan Hanud Perkasa A/2015 ini meliputi Posek Hanudnas I, Lanud Halim Perdana Kusuma, serta beberapa satuan radar dibawahnya. Kohanudnas melibatkan kekuatan satu flight pesawat Sukhoi-27/30, pesawat EMB -314 Super Tucano, smart hunter Denhanud-471, Yon Arhanudse 6 Tj.Priok, Heli Colibri EC-120 B , pesawat B-737 200/400 serta satu kapal perang TNI AL, KRI SHN-366.
Master_T_4_TNI_AU
Radar TNI AU 3D Tercanggih (foto: militerhankam.com)

Pada bulan Agustus 2015, Kohanudnas melakukan Latihan Hanud Perkasa B/2015 dilaksanakan diwilayah Kosekhanudnas II. Menurut Pangkohanudnas Marsda TNI Hadian, latihan dilaksanakan dengan tujuan meningkatkan sistem pengamatan dan penangkalan yang handal terhadap setiap bentuk ancaman kekuatan udara asing di wilayah yurisdiksi Nasional dan meningkatkan kesiapsiagaan Kosekhanudnas II beserta unsur operasional jajarannya dalam menghadapi kontijensi di wilayah masing masing selain itu pula untuk meningkatkan sistem penangkalan serta penindakan di wilayah udara tanggung jawab Kosekhanudnas II. 
Latihan ini melibatkan satu flight pesawat Tempur Sergap Sukhoi 27/30, Satuan Radar di jajaran Kosekhanudnas II, satu flight pesawat Hawk 109/209, Heli SAR NAS -332/SA-330E, Boeing 737 dan C-130 Skadron Udara 31, KRI Sultan Hasanudin 366 (TNI AL), Denrudal 002, Kodim dan Koramil 0908 Bontang serta Denhanud Paskhas.

Komparasi Pesawat Tempur Utama Indonesia-Malaysia 
Pengerahan satu flight Sukhoi-27/30, pesawat tempur utama TNI AU di bawah Kodal Kohanudnas jelas merupakan langkah antisipatif serius Indonesia atas adanya pelanggaran wilayah di perbatasan, yang termonitor terutama dilakukan oleh Malaysia. Latihan Perkasa pertahanan udara tingkat Kohanudnas tegas ditujukan dalam rangka menghadapi ancaman nyata di wilayah tanggung jawab tiap Kosekhanudnas dan jajarannya daalam menghadapi kontijensi guna mewujudkan Sishanudnas yang handal.
Indonesia mengerahkan empat pesawat Sukhoi Su-27/30 ke Lanud Tarakan (Bandara Internasional Juwata). Sejak Minggu 9 Agustus 2015 pesawat unggulan TNI AU itu terus melakukan patroli udara, disamping siap siaga apabila mendapat perintah penyergapan.
Iswahyudi_AFB
Jajaran Pesawat Tempur TNI AU(foto: tni-au.mil.id)

Apakah kemudian persaingan antara pesawat tempur utama Indonesia dengan Malaysia menjadikan salah satu pihak unggul. Jawabannya berada pada seberapa tinggi kemampuan dukungan radar masing-masing negara. Pertempuran udara pada awalnya akan bersandar kepada seberapa luas cakupan radar masing-masing. TNI AU dalam dua tahun terakhir telah berhasil meng-cover wilayah yurisdiksi dengan radar di bawah kontrol Kosek (Komando Sektor) yang di monitor oleh Popunas.
Kohanudnas kini mampu memonitor setiap pesawat yang terbang di wilayah Indonesia, setelah penggelaran satuan radar mampu menutup wilayah tanah air. Terbukti pesawat-pesawat tempur Utama TNI AU beberapa kali mampu melakukan force down (memaksa mendarat) beberapa pesawat non reguler yang tanpa dilengkapi ijin (flight dan security clearance). Inilah salah satu keunggulan radar Kohanudnas. 
Bagaimana dengan Malaysia? Malaysia juga memiliki sistem pertahanan udara yang cukup baik. Akan tetapi pada peristiwa hilangnya Malaysia Airlines MH-370, air defence radar Malaysia telah gagal mengidentifikasi dan meyakini bahwa MH370 yang saat itu sudah menjadi black flight, merubah arah penerbangan memotong Kotabahru (Malaysia). Inilah salah satu bukti radar Malaysia memiliki kelemahan/kerawanan dalam kodal. Pada prinsipnya setiap black flight harus ditanya, diifdentifikasi dan kemudian disergap, kalau perlu di-force down. 
Nah, di wilayah Ambalat, kemampuan radar TNI AU jauh lebih mumpuni dibandingkan radar Malaysia (dari sisi penggelaran dan cakupan). Dari sisi komparasi alutsista tempur udara, komparasi pesawat tempur utama kedua negara dapat dikatakan saat ini berimbang. Indonesia mempunyai pesawat tempur Sukhoi Su-27 SK dan Su-30 MK2 (Rusia), sementara Malaysia juga memiliki pesawat sejenis Sukhoi Su-27SK2 serta Su-30 MKM (Rusia). Daya jelajah kedua jenis sama yaitu 3.530 km dengan kecepatan Mach 2,35. Deteksi BVR juga sama 140 km, jumlah hardpoint sama 10, AAM (Air ti Air Missile) sama Vympel R-73, R-27 dan R-77. Air to Service Missile juga sama Kh-29, Kh-31, Kh-35, KAB500 KR/L. Tipe radar juga sama menggunakan Phozotron N001 Zhuk. Harganya juga sama sekitar US$30 juta/pesawat.
f-18 super
Kemungkinan F/A-18 Super Hornet Pilihan Malaysia Pengganti MIG-29 (Foto: simflight.com)

Yang mungkin akan berbeda pada masa mendatang apabila masing-masing negara melakukan modernisasi. Malaysia rencana akan meremajakan pesawat tempur generasi empatnya (MIG-29) dengan beberapa alternatif pilihan ysitu Eurofighter Typhoon (US$129 juta), F-18E/F Super Hornet (US$67 juta) atau Dassault Rafale (US$90,5-124 juta). Jelas berbeda dengan Australia dan Singapura yang sudah memesan pesawat tempur generasi kelima (stealth/siluman/anti radar) F-35. Harga pesawat ini sangat mahal (antara US$154-238 juta/pesawat). 
Apabila Malaysia sudah memodernisasi dengan salah satu jenis pesawat diatas, Indonesia hanya bisa mengimbangi dengan Sukhoi, sementara F-16 baik block 15 maupun 25 yang ada dan walaupun sudah di-upgrade sulit menandingi. Pesawat baru Malaysia tersebut memiliki jangkauan sensor radar yang lebih jauh, disamping dilengkapi rudal (peluru kendali) dengan daya jangkau yang lebih jauh. Sukhoi nampaknya perlu di-upgrade untuk mengimbangi radar AESA dari calon pesawat tempur utama Malaysia. Yang juga perlu dicermati, apabila pesawat modern itu dilengkapi dengan rudal MICA dan AMRAAM, ini perlu diimbangi. 
TNI AU juga akan melakukan penggantian/modernisasi pesawat tempur F-5E Tiger II yang sudah habis masa pakainya. Salah satu alternatif dan yang menjadi kekhawatiran negara-negara tetangga apabila pengganti yang dipilih Indonesia adalah Sukhoi Su-35 (Rusia). Pesawat ini mempunyai daya jelajah 3.600 km dengan kecepatan Mach 2,25. Deteksi BVR 400 km, bandingkan BVR Su-27/30 hanya 140 km. Jumlah hardpoint 12, persenjataan sama dengan Su-27/30. Su-35 adalah pesawat tempur modern generasi 4.5 yang secara kasar diperkirakan memenuhi kriteria sebagai pesawat tempur strategis TNI AU. 
TNI AU mendasarkan pemilihan kepada karakteristik umum pesawat, performance, persenjataan, dan avionics pesawat. Semuanya melalui analisa mendalam terkait dengan aspek operasi, tehnis dan non tehnis. Kemudian dilakukan perbandingan kemampuan pesawat yang menjadi kandidat pesawat tempur strategis. Semuanya calon diukur, apakah memenuhi kriteria penilaian yaitu, pesawat jenis multi role minimal generasi 4.5, mampu menjangkau sasaran strategis dengan radius of action jauh, baik sasaran permukaan dan bawah permukaan. Pengganti F-5E harus mampu melaksanakan misi pertempuran siang dan malam hari segala cuaca, memiliki radar modern dengan jangkauan jauh, mampu melaksanakan network centric warfare, perawatan mudah, peralatan avionic, navigasi dan komunikasi modern yang tersandi, peralatan perang elektronika pasif dan aktif serta memiliki kemampuan meluncurkan senjata konvensional, senjata pintar dan senjata pertempuran udara jarak sedang atau beyond visual range (BVR).
su35_10
Su-35 dengan peluru kendali (foto:indomiliter.com)

Dari pengalaman latihan antara TNI AU dengan RAAF (Australia), Sukhoi TNI AU membuat kejutan dan mampu mendikte/mengatasi F-18E/F super hornet, sehingga pemerintah Australia kini lebih memilih F-35. Nah apabila Indonesia memilih Su-35, walau Malaysia memilih salah satu pesawat diantara tiga pilihannya, maka kemampuan pesawat tempur utama TNI AU akan tetap unggul. Terlebih di masa depan apabila keuangan memungkinkan TNI AU bisa memiliki pesawat termodern T-50 PAK FA. Dipastikan Malaysia serta negara-negara tetangga lainnya akan sangat khawatir dan tidak berdaya. 
Sementara dapat disimpulkan bahwa pada saat ini kawasan Ambalat tetap menjadi wilayah berpotensi konflik dengan skala terbatas. Dengan coverage radar yang mampu menutup wilayah Indonesia, kita tidak perlu khawatir ada langkah-langkah nekat Malaysia. Tegas, langkah ini yang diperlukan oleh para pengemban amanah di Indonesia seperti ditegaskan oleh Presiden Jokowi. Malaysia iseng dan berani, karena masih yakin mendapat perlindungan dari negara-negara Inggris dan Australia serta New Zealand dalam FPDA. Ada yang mereka kurang sadari bahwa saat ini Malaysia sedang diserang oleh kekuatan semu dari negara tertentu, tetapi nyata yaitu proxy war. Coba diperiksa, kini perekonomian Malaysia lebih buruk dan berada dibawah Indonesia. Itulah tetangga kita yang disebut serumpun tetapi ulahnya minta ampun.


Penulis : Marsda TNI (Pur) Prayitno Ramelan, Analis Intelijen www.ramalanintelijen.net

Chappy Hakim: Rebut Kendali Udara RI dari Singapura

Chappy Hakim: Rebut Kendali Udara RI dari Singapura
Marsekal (Pur) Chappy Hakim dengan bukunya (Antara/ Dhoni Setiawan) 
 
Mantan Kepala Staf TNI Angkatan Udara Marsekal TNI (purn) Chappy Hakim mendesak pemangku kebijakan untuk mengambil alih Flight Information Region (FIR) dari Singapura. Sebab, selama ini, manajemen udara Indonesia sepenuhnya dikelola otoritas Singapura.
"Rebut FIR yang dipegang Singapura. Ini bukan soal personel, SDM kita mampu dalam mengatur lalin udara. Ini bukan soal biaya, kita punya," ujar Chappy dihadapan Megawati dan beberapa politikus yang menghadiri peluncuran buku 'Tanah Air dan Udaraku Indonesia' di Jalan Matraman Raya, Rabu 29 Juli 2015.

Dengan kondisi itu, KSAU di era Presiden Megawati itu tak heran dengan maraknya pesawat lepas landas dan mendarat di Indonesia. Menurutnya, hal tersebut terjadi, karena diarahkannya oleh Singapura sebagai negara yang memegang kendali FIR.

"Pesawat take off landing diarahkan ke Indonesia, itu ada fee-nya. Kenapa bukan ke Malaysia," ujarnya Chappy mengimbau agar pemerintah berani, seperti Perdana Menteri (PM) Rusia, Vladimir Putin, yang dengan tegas mengancam menutup poin perlintasan udara Siberia. Pemimpin negeri Beruang Madu itu memilih langkah tersebut, lantaran dituduh telah menembak jatuh pesawat Malaysia, MH17.

"Indonesia punya hak untuk menutup poin perlintasan udara. Itu bargaining position, seperti Rusia. Mereka dituduh tembak jatuh MH17, malah ngancam nutup poin di atas siberia. Dampaknya? Pesawat dari barat ke timur harus nambah 45 persen bahan bakar," tegasnya. 

Izin ke Singapura 

Pria yang kini menjadi pengamat penerbangan ini sangat prihatin dengan kendali FIR yang masih dipegang Singapura. Kisah ironi dituturkan Chappy, saat masih menjabat Letnan Dua (Letda) 1974 silam, di mana ia harus izin ke Singapura untuk menuju Tanjung Pinang, meski menerbangkan pesawat latih tempur TNI AU.

"Saya pernah terbang ke Tanjung Pinang, 1974, tetapi harus lapor ke Singapura. Itu dianggap biasa, saya di rumah sendiri kenapa harus izin ke tetangga," ujar Chappy.

Chappy menambahkan, saat itu, bahkan Menhub beralasan perizinan udara Indonesia ke Singapura untuk menjamin keselamatan. Namun, ia justru merasa tak nyaman, lantaran terkait dengan persoalan kedaulatan.

"Saya sedih, karena itu terkait kedaulatan," ujarnya. Prinsip menjaga perbatasan, lanjut Chappy, bukan menindak maling, melainkan mencegah, agar maling tidak masuk. Karena itu, sebagian wilayah yang menjadi penyebab perang, para prajurit militer harus memahami dan selalu menggelar latihan di kawasan perbatasan. 

"Selat Malaka perbatasan, tetapi pengelolaan (udara) bukan di kita. Tentara itu perang, kalau tidak, latihan perang di wilayah yang rawan perang, di mana? Perbatasan! Tentara Korsel latihannya di perbatasan Korut," papar Chappy.   

Viva.