Jika dilihat saat ini, debut kapal perang buatan Korea Selatan ini
serasa ‘pudar,’ maklum untuk peran angkut tank sebagasi asasinya, di
kelas LST (Landing Ship Tank) kini yang paling besar dipegang KRI Teluk
Bintuni 520. Sementara untuk mobilitas angkut logistik dan peran ekstra
sebagai kapal markas, TNI AL cenderung mempercayakan armada LPD (Landing
Plarform Dock) yang punya fasilitas modern, daya angkut besar dan
fasilitas helipad plus hangar yang bisa menampung helikopter kelas
medium.
Yang dimaksud penulis dalam paragraf diatas adalah KRI Teluk Banten
516, sebuah kapal LST yang masuk dalam Teluk Semangka Class. Seperti
diketahui, TNI AL pada awakl tahun 1980 memesan paket enam LST yang
dibeli gress dari galangan kapal Tacoma SY (sekarang Hanjin
Heavy Industries), Korea Selatan. Pengadaan LST ini juga dibarengi
dengan pembelian empat KCR (Kapal Cepat Rudal) Mandau Class dari
galangan yang sama.
Keenam LST asal Tacoma SY terdiri dari KRI Teluk Semangka 512, KRI
Teluk Penyu 513, KRI Teluk Mandar 514, KRI Teluk Sampit 515, KRI Teluk
Banten 516, dan KRI Teluk Ende 517. Karena faktor usia, sang leader KRI
Teluk Semangka 512 telah berakhir masa tugasnya dan dijadikan sasaran
uji tembak rudal Exocet MM-40 block II buatan Prancis dan Torpedo SUT
pada Mei 2013. Sementara sisa kelima LST hingga saat ini masih
dioperasikan penuh oleh Satfib (Satuan Kapal Amfibi) TNI AL.
Dari pengamatan penulis, diantara keenam LST Teluk Semangka Class,
KRI Teluk Banten 516 terasa yang lebih sering dikedepankan dalam operasi
militer utama. Selain kodratnya sebagai wahana penghantar tank amfibi
dan pasukan Marinir, KRI Teluk Banten 516 beberapa kali dipercaya
sebagai kapal markas. Salah satunya pada operasi Aru Jaya di tahun 1992
untuk menghalau masuknya kapal feri asal Portugal Lusitania Expresso
yang berniat masuk ke perairan Timor Timur. Saat itu, KRI Teluk Banten
516 menjadi pusat kendali dari pergerakan beberapa kapal kombatan,
seperti KRI Ki Hajar Dewantara 364, KRI Yos Sudarso 353 (Van Speijk
Class), KRI Ngurah Rai 344 (Claude Jones/Samadikun Class), KRI Sorong
911 sebagai kapal tanker, KRI Kerapu 812, KRI Ajak 653, dan KRI Rakata
922.
Kanon PSU Rheinmetall 20 mm.
Apa yang membuat KRI Teluk Banten 516 terasa spesial? Jawabannya bisa
beragam, penulis yang di tahun 1993 pernah ikut berlayar seharian
dengan kapal ini beranggapan, untuk peran kapal markas, KRI Teluk Banten
516 memang ideal, karena punya dek helipad yang cukup besar, bisa di
darati helikopet sedang. Dalam pelayaran, penulis sempat merasakan take
off dan landing menaiki helikopter NBell-412 Puspenerbal. Lebih dari
itu, helikopter sekelas NAS-332 Super Puma pun tak masalah mendarat di
helipadnya. Perlu dicatat, hingga tahun 2005, tepatnya sebelum era LPD
hadir, boleh dibilang fasilitas kapal perang TNI AL dengan helipad luas
plus hangar berukuran besar memang hanya dipegang oleh jenis LST ini.
Ada kisah lain, pada tahun 1987 diadakan KTT Asean di Filipina pada
tanggal 14 – 16 Desember. Saat itu di Filipina baru terjadi suksesi atas
presiden Marcos dan situasi di sana sangat rawan, ledakan bom dan
ancaman dari kaum militer pembangkang masih menghantui. Banyak pihak
meminta untuk memindahkan KTT tersebut dari Filipina, tapi pemerintah
Indonesia dengan tegas menolak usulan tersebut dan meyakinkan bahwa ke
Filipina aman, untuk meyakinkan maka Mabes TNI membuat persiapan untuk
mengirimkan armada AL ke Filipina.
Embarkasi pasukan Marinir.
KRI Teluk Ende 517, punya desain yang serupa KRI Teluk Banten 516.
KRI Teluk Ende 517.
KRI Teluk Ende 517.
Setelah persiapan dimulai maka TNI AL mengirimkan 5 kapal perang
untuk membentuk Gugus Tugas pengamanan Presiden dengan 2 kapal bersandar
di Manila dan 3 kapal stand by di tengah laut. Akhirnya ada dua kapal
yang stand by di Manila adalah KRI Teluk Banten 516 dengan Helikopter
Puma di geladaknya dan frigat KRI Wihelmus Zakaria Yohannes 332 (Tribal
Class) yang berperan sebagai pengawal.
Meski masuk dalam Teluk Semangka Class, tapi KRI Teluk Banten 516 dan
KRI Teluk Ende 517 tampil beda dari keempat saudaranya. Kedua kapal ini
masuk dalam varian komando. Varian ini dicirikan dengan adanya
superstructure berupa hangar yang desainnya cukup besar. Di dalam hangar
ini bahkan dapat memuat 2 helikopter sekelas NBell-412 atau Super Puma
dalam kondisi baling-baling dilipat. Sementara untuk deck heli hanya
mampu menampung 1 unit heli ukuran sedang/berat.
Di varian komando ini hanya dapat membawa 2 unit LCVP(Landing, Craft, Vehicle, Personnel).
Sementara untuk elemen persenjataan, terdapat dua pucuk kanon Bofors 40
mm pada haluan. Dan uniknya 2 pucuk kanon Bofors 40 mm pada ujung
haluan tidak dilengkapi dengan penutup pelindung (terbuka). Ada lagi dua
pucuk kanon 20 mm buatan Rheinmetall, dan 2 pucuk SMB (senapan mesin
berat) kaliber 12,7 mm. Untuk sistem navigasi, menggunakan jenis radar
JRC dan Raytheon. Bila KRI Teluk Banten 516 laris sebagai kapal markas,
kembarannya KRI Teluk Ende 517 kerap diperankan sebagai kapal rumah
sakit.
KRI Teluk Banten 516 ditenagai 2 mesin diesel dengan dua unit
propeller berkekuatan 5.600 HP. Dalam gelar operasinya, kapal buatan
Korea Selatan ini mampu membawa muatan pada kargo seberat 690 ton, atau
bisa memuat 17 tank setingkat MBT (main battle tank). Sudah jadi
langganan dalam gelar operasi amfibi, jenis LST ini membawa tank PT-76
dan pansam BTR-50 Korps Marinir.
LST Capana Class AL Venezuela
LST Kojoonbong Class AL Korea Selatan
Kabar terakhir yang dikutip dari situs tnial.mil.id
(27/2/2014), KRI Teluk Banten 516 ikut dilibatkan dalam Operasi Benteng
Paus 2014 untuk melaksanakan pengamanan perbatasan yang meliputi
pencegahan dan penangkalan serta penindakan terhadap pelanggaran wilayah
disekitar perbatasan Indonesia-Australia-Timur Leste.
Dirunut dari sejarahnya, Teluk Semangka Class merujuk pada rancangan
LST Capana Class yang juga buatan Korea Selatan. Capana Class sebanyak
empat unit dibangun untuk kebutuhan AL Venezuela pada tahun 1980.
Kemudian di tahun 1990, AL Korea Selatan melakukan peningkatan kemampuan
pada LST, dan kemudian diberi nama Kojoonbong Class. Kapal perang ini
masuk ke segmen medium LST. Teluk Semangka Class dibangun dengan desain
lebih kecil dan bobot lebih ringan dari Capana Class (bobot penuh 4.070
ton) dan Kojoonbong Class (bobot penuh 4.200 ton). (Haryo Adjie)
Spesifikasi KRI Teluk Banten 516
– Galangan : Tacoma SY (Hanjin Heavy Industries), Masan – Korea Selatan
– Dimensi : 100 x 15,4 x 4,2 meters
– Bobot penuh : 3.770 ton
– Bobot standar : 1.800 ton
– Mesin 2 diesels, 2 shafts, 6.860 bhp
– Kecepatan maksimum : 15 knots
– Jarak jelajah : 13.890 Km dengan kecepatan 13 knots
– Total kapasitas helikopter : 3 unit (dua di dalam hangar)
– Jumlah awak : 115
– Jumlah pasukan : 202 (Marinir)