Kamis, 02 Juli 2015

Ini Bukti Kekuatan Militer Era Bung Karno, Sangat Mengerikan

Ini Bukti Kekuatan Militer Era Bung Karno, Sangat Mengerikan
Kapal penjelajah sejenis KRI Irian milik AL Rusia. (VIVA.co.id/Dody Handoko)
Tak banyak yang tahu jika kekuatan militer Indonesia era Bung Karno adalah salah satu yang terbesar dan terkuat di dunia. Bahkan, kekuatan Belanda di eranya, kalah dengan Indonesia.
Kekuatan militer Indonesia besar berkat dukungan jorjoran oleh teknologi anyar besutan Uni Soviet untuk merebut Irian Barat. Dengan armada yang kuat, Amerika Serikat bahkan sempat 'mengerenyitkan dahi' dan mengingatkan agar Belanda tidak meremehkan TNI.
Dalam tulisan Operasi Udara Trikora di majalah Angkasa disebutkan, Indonesia mendapatkan bantuan besar-besaran berupa kekuatan armada laut dan udara militer termaju di dunia dengan nilai US$2,5 miliar.
Saat itu, kekuatan militer Indonesia menjadi yang terkuat di seluruh belahan bumi selatan, menandingi Australia.
Kekuatan utama Indonesia, saat Trikora itu, adalah salah satu kapal perang terbesar dan tercepat di dunia buatan Soviet dari kelas Sverdlov. Kapal perang itu memiliki 12 meriam raksasa kaliber enam inci. Setelah tiba di Indonesia, kapal ini berganti nama menjadi KRI Irian.
Kapal dengan bobot raksasa 16.640 ton itu memiliki awak sebanyak 1.270 orang, termasuk 60 perwira. Jika dibandingkan dengan kapal-kapal terbaru Indonesia sekarang, dari kelas Sigma, hanya berbobot 1.600 ton.
 

Armada pilihan

Tak cuma kapal perang, Indonesia juga mempunyai 12 kapal selam kelas Whiskey yang juga bantuan dari Uni Soviet. Salah satu dari ke-12 kapal selam ini diberi nama Pasopati dan sekarang dijadikan monumen kapal selam (monkasel) di Surabaya. 
Puluhan kapal tempur kelas Corvette juga diberikan kepada pemerintah Indonesia di masa itu. Fungsi Corvette pada masa itu ialah sebagai penjaga atau pengiring dari kapal perang KRI Irian. Jumlah kapal tempur keseluruhan Indonesia saat itu yakni 104 unit.Angkatan Udara Indonesia (AURI) sendiri memiliki lebih dari 100 pesawat tercanggih saat itu. Armada ini terdiri dari pesawat tempur (Fighter). Di antaranya; 20 pesawat pemburu supersonic MiG-21 Fishbed, 30 pesawat MiG-15, 49 pesawat tempur high-subsonic MiG-17, dan 10 pesawat supersonic MiG-19.
MiG-19 (kode NATO "Farmer") adalah pesawat tempur jet Uni Soviet. Ini adalah pesawat pertama Uni Soviet yang mampu terbang dengan kecepatan supersonik.
Pesawat ini pertama kali terbang pada tahun 1953. Indonesia pernah memiliki pesawat jenis ini yang pada akhirnya disumbangkan kepada Pakistan untuk selanjutnya digunakan untuk menghadapi India dalam perang India-Pakistan.
Pesawat ini bahkan lebih hebat dari pesawat tercanggih Amerika saat itu, pesawat supersonic F-104 Starfighter dan F-5 Tiger. Sementara Belanda masih mengandalkan pesawat-pesawat peninggalan Perang Dunia II, seperti P-51 Mustang.


Indonesia juga mendapat bantuan berupa helikopter. Di antaranya sembilan helikopter terbesar di dunia MI-6, dan 41 unit helikopter MI-4. Mi-4 adalah helikopter yang bertugas di dua peran berbeda, sipil dan militer. Mi-4 dibangun untuk menyaingi H-19 Chihckasaw milik Amerika Serikat pada perang Korea. Mi-4 sangat mirip dengan H-19 Chickasaw, tapi Mi-4 memiliki kapasitas dan mampu mengangkat beban yang lebih besar dibandingkan dengan H-19 Chickasaw.
Mi-6 (kode NATO, Hook) adalah helikopter buatan Rusia yang diproduksi oleh biro Mil yang dipimpin oleh Mikhail L. Mil. Helikopter ini yang terbesar di dunia, dan memecahkan berbagai rekor dunia. Rekor terbesar disandang sampai muncul penggantinya pada awal 1980-an, Mil Mi-26 Halo.
Berbagai pesawat pengangkut termasuk pesawat pengangkut berat Antonov An-12B juga diberikan kepada Indonesia. Untuk kekuatan di darat, Indonesia mendapatkan bantuan berupa senapan serbu terbaik saat itu, AK-47.
Vivanews. 

Rabu, 01 Juli 2015

PT Badak NGL Dijaga Peluru Kendali

ilustrasi: Sistem Rudal Pertahanan Udara Nasams
ilustrasi: Sistem Rudal Pertahanan Udara Nasams

PT Badak Natural Gas Liquefaction (PT Badak NGL) yang memproduksi Liquefied Natural Gas (LNG) atau gas alam cair sangat serius dalam menjaga produksi kilang gas. Sekira delapan buah train process atau kilang berdiri di atas lahan seluas 22 hektar tersebut.
Senior Manager Corporate Communication PT Badak NGL, Feri Sulistyo Nugroho mengungkapkan, sangat serius menjaga keamanan di sekitar kilang. Hal itu dibuktikan dengan perseroan telah menyiapkan senjata peluru kendali atau yang akrab disebut dengan rudal.
“Kami dilindungi rudal siap luncur. Untuk mengamankan Badak LNG, emergency kami tidak main-main,” ungkapnya saat berbincang dengan awak media di Komplek Badak NGL, Bontang, Kalimantan Timur, Rabu (1/7/2015).
Namun, dijelaskan Feri, hingga saat ini belum ada satu pun rudal yang diluncurkan.
“Memang disediakan untuk jaga-jaga ada serangan udara. Kami sudah latihan pakai Sukhoi. Kita benar-benar gunakan support pesawat. Benar-benar melintas di atas kilang,” jelas dia.
Selain rudal, kawasan kilang Badak NGL juga dilengkapi oleh pagar double yang akan mengeluarkan suara alarm, berguna untuk mendeteksi jika ada seseorang atau sesuatu mendekat ke kilang gas.
“Kamera (pagar) akan memotret dan mencari sumber getaran sehingga bisa di zoom,” lanjut Feri.
Dia menambahkan, dikarenakan kawasan kilang gas Badak NGL merupakan laut lepas, maka perseroan juga membuat pengamanan di sekitar kilang dengan patroli laut melalui kerja sama dengan aparat pemerintah seperti Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian guna mengantisipasi teroris yang datang melalui laut.
“Kami ada dua patrol boat yang telah dilengkapi senjata dan sudah dilengkapi TNI. Kapal patrol boat ini sangat penting untuk menjaga zona arus pelayaran agar lancar. Kapal-kapal ini untuk menghindarkan hal-hal seperti teroris melalui laut,” pungkasnya.

Okezone.com

Dugaan Penyebab Jatuhnya Hercules di Medan

KC-130B Tanker Udara TNI AU jatuh di Medan 30/06/2015
KC-130B Tanker Udara TNI AU jatuh di Medan 30/06/2015
Pesawat hercules milik TNI Angkatan Udara jatuh di Jalan Jamin Ginting KM 10, Padang Bulan, Kota Medan, Sumatera Utara pada Selasa siang (30/6). Pesawat tersebut berangkat dari Landasan Udara Suwondo dan berencana menuju dua landasan udara di Pulau Sumatera sebelum menuju Lanud Supadio di Pontianak.
Berdasarkan surat perintah terbang bernomor SPT/1171/VI/2015 yang diterima CNN Indonesia, pesawat bertipe C-130 dan bernomor A-1310 tersebut melakukan perjalanan terbang dari Lanud Suwondo menuju Lanud Tanjung Pinang dan Lanud Ranai yang keduanya terletak di Provinsi Kepulauan Riau. Sayangnya, sebelum tiba di Lanud Tanjung Pinang, pesawat tersebut jatuh.
Pengamat penerbangan Gerry Soejatman mengatakan terlalu dini untuk mengetahui sebab musabab jatuhnya pesawat TNI AU tersebut yang belakangan diketahui menimbulkan korban jiwa 113. Namun, jika melihat kesaksian dari saksi mata di lokasi kejadian, kemungkinan paling awal menurut Gerry adalah gagalnya mesin berfungsi di salah satu sayap.
“Masih terlalu dini memang. Meledak di udara, itu belum bisa dipastikan. Tapi kemunginan awal salah satu mesin di salah satu sayap tidak berfungsi,” kata Gerry saat berbincang dengan CNN Indonesia, Selasa (30/6).
Lebih jauh, Hercules yang memiliki empat mesin, masing-masing dua di kedua sayapnya kemungkinan dua mesin mati sekaligus di satu sayap, sehingga pesawat kehilangan daya angkat. Kemungkinan itu bisa terjadi jika melihat posisi ekor pesawat yang telah hancur dalam posisi terbalik.
“Jika dua mesin mati di satu sayap, itu hilang daya angkat dan bisa saja terbalik, karena hanya ada dorongan dari salah satu sayap, dan mungkin gagal ditangani.”
jadwal pesawat terbang sudah dimulai kemarin, dan seharusnya berakhir pada awal Juli mendatang. Pada Senin, pesawat berangkat dari Lanud Abdurahman Saleh, Malang, menuju Lanud Adisucipto Semarang sekitar pukul 09.00 WIB, sebelum akhirnya terbang ke Lanud Halim Perdanakusumah.
Hari kedua, hari ini, pesawat berangkat dari Lanud Halim untuk menuju Lanud Roesmin Nurjadin di Pekanbaru, lalu berlanjut ke Lanud Dumai, sebelum tiba di Lanud Suwondo dan mengalami kecelakaan saat menuju Lanud Tanjung Pinang.
Hari ketiga, Rabu (1/7), pesawat hercules tersebut seharusnya kembali menyusuri jalur yang hari sebelumnya mereka lalui tapi bedanya dilakukan mundur dimulai di Lanud Pontianak dan diakhiri di Lanud Halim, sedangkan hari terakhir pesawat seharusnya berangkat dari Halim menuju Adisucipto dan menyelesaikan misi dengan tiba di Abdurahman Saleh.

CNN Indonesia

Submarine Escape Immersion Equipment MK-10 Suite: Perlengkapan Evakuasi Darurat Untuk Awak Kapal Selam TNI AL

Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak, secanggih dan kuatnya sosok kapal selam modern, tetap ada potensi mengalami kecelakaan yang berujung pada karam atau kandasnya kapal selam di dasar lautan. Bila hal itu terjadi, tentu dibutuhkan kesigapan dari awak kapal untuk bisa menyelamatkan diri secara aman. Tentu selain terpaan pendidikan dan pelatihan awak kapal selam yang serba ketat, juga perlu ditunjang kehandalan sistem evakuasi yang ada di kapal selam itu sendiri.
Pilihan terbaik dan paling aman untuk evakuasi awak kapal selam yakni lewat wahana Deep Submergence Rescue Vehicle (DSRV). Wahana berbentuk kapal selam mini ini dapat melalukan evakuasi awak dengan jumlah relatif banyak dan bisa menghindari awak dari bahaya dekompresi. Agar wahana DSRV bisa merapat ke kapal selam yang karam, sudah barang tentu dibutuhkan pintu baterai yang dapat klop dengan DSRV. Untuk urusan pintu merujuk pada standar NAVSEA 0994-LP-013-9010.
DSRV-Mystic milik US Navy.
DSRV-Mystic milik US Navy.
Simulasi aksi DSRV.
Simulasi aksi DSRV.
Namun, sayangnya dua kapal selam milik TNI AL saat ini, yakni Type 209 – KRI Cakra 401 dan KRI Nanggala 402, belum dilengkapi pintu yang bisa terkoneksi dengan DSRV. Baru pada Changbogo Class yang saat ini sedang digarap di Korea Selatan, kapal selam dirancang dengan pintu baterai sesuai standar NAVSEA 0994-LP-013-9010.
Lalu pertanyaannya, bagaimana prosedur evakuasi awak di kapal selam Type 209 TNI AL? Maka jawabannya merujuk pada pakaian (suite) untuk keselamatan dan perlindungan dari dekompresi, atau populer dengan sebutan Submarine Escape and Immersion Equipment (SEIE). Sebagai perlengkapan darurat, pakaian ini dirancang dengan warna oranye untuk memudahkan pencarian oleh tim SAR. Secara umum, suite yang menutupi keseluruhan tubuh awak ini, dilengkapi dengan kemampuan menahan tekanan air, memberi perlindungan dari penyakit dekompresi, hipotermia, dan perubahan iklim yang ekstrim. Maklum saja, awak kapal selam yang telah berhasil keluar dan mencapai permukaan, bakal menghadapi situasi yang rawan, seperti tinggi gelombang dan temperatur air yang dingin. Selama proses evakuasi, pakaian sudah dilengkapi dengan tabung oksigen dan raft tools kit.
Submarine Escape Immersion Equipment  yang dilengkapi raft tools kit.
Submarine Escape Immersion Equipment yang dilengkapi raft tools kit.
Raft tools ketika mengembang di permukaan.
Raft tools ketika mengembang di permukaan.
Changbogo Class nantinya juga dilengkapi life rafts dengan kapasitas 25 orang.
Changbogo Class nantinya juga dilengkapi life rafts dengan kapasitas 25 orang.
Meski Changbogo Class pesanan TNI AL nantinya dibekali pintu baterai untuk DSRV, namun, setiap kapal Changbogo Class juga dengan paket Submarine Escape and Immersion Equipment. Dengan jumlah awak Changbogo Class yang 40 orang, tiap kapal dilengkapi 48 suite SEIE, lebihnya suite ini mungkin dimaksudkan sebagai cadangan atau untuk tambahan penumpang (bila ada). Di kapal selam Type 209, prosedur evakuasi dapat dilakukan lewat conning tower, tapi juga dimungkinkan lewat tabung peluncur torpedo.
34


US_Navy_041012-N-0879R-007_US_Navy_041012-N-0879R-001_
Jenis SEIE suite yang dipesan TNI AL untuk melengkapi Changbogo Class adalah jenis MK-10 buatan Inggris. MK-10 suite dapat digunakan untuk evakuasi awak kapal selam dari kedalaman maksimum 182 meter. Selain AL Inggris, MK-10 sejauh ini telah digunakan di kapal selam USS Toledo (SSN-769) dan USS Los Angeles (SSN-688)

Musibah Saat Latihan Evakuasi di KRI Cakra 401
Untuk pertama kalinya, Korps Hiu Kencana TNI AL pada 7 Februari 2012, melaksanakan latihan basah untuk proses evakuasi kapal selam. Sebagai wahana uji dipilih KRI Cakra 401 yang berada di perairan Pasir Putih, Situbondo, Jawa Timur.
penyelamatan-penumpang-kapa
Skenario dari latihan ini adalah karamnya KRI Cakra 401 bersama 6 awaknya, karena mengalami kerusakan mesin. Satu persatu awak akan diselamatkan dari conning tower kapal selam, untuk kemudian naik ke permukaan laut. Keenam personel dibagi ke dalam tiga gelombang dan setiap gelombang dua orang. Dalam simulasi pertama dan kedua, para korban muncul ke permukaan air dalam waktu 15 menit. Namun dalam proses penyelamatan ketiga terjadi masalah.
Tim yang ada di permukaan telah menunggu sekitar 30 menit akan tetapi kedua awak kapal belum muncul juga. Setelah lama ditunggu, Kolonel Laut Jeffry Stanley Sanggel, Komandan Satuan Kapal Selam Koarmatim dan Mayor Laut Eko Indang Prabowo, muncul ke permukaan dengan kondisi yang cedera parah. Hidung dan telinga mereka mengeluarkan darah, serta tidak sadarkan diri, hingga akhirnya nyawa mereka tak dapat diselamatkan.
Latihan calon awak kapal selam TNI AL.
Latihan calon awak kapal selam TNI AL.
Diduga tabung oksigen yang melekat di baju khusus mereka tidak berfungsi/selangnya lepas. Karena tidak ada oksigen, mereka terpaksa naik ke permukaan laut dengan cepat, sehingga mengalami dekompresi.
Dekompresi adalah akumulasi nitrogen yang terlarut saat menyelam dan membentuk gelembung udara yang menyumbat aliran darah serta system syaraf. Udara yang kita hirup adalah oksigen dan nitrogen. Namun gas nitrogen tidak digunakan tubuh. Akibatnya, gas Nitrogen akan terakumulasi didalam tubuh penyelam, proporsional dengan durasi dan kedalaman penyelaman. Masalah terjadi, bila penyelam naik dengan cepat dari kedalaman tertentu, ke permukaan air. Hal ini seperti botol bir yang dikocok lalu kita buka tutupnya. Akumulasi nitrogen di dalam cairan tubuh penyelam dilepas dalam bentuk gelembung udara akibat penurunan tekanan secara drastis. Buih-buih inilah yang menyumbat aliran darah maupun sistem syaraf tubuh manusia dan berakibat fatal. (Haryo Adjie)