Mengambil lokasi di perairan antara Pulau Raas, Sumenep dan Bawean,
Gresik, pada hari Kamis lalu (28/5/2015), KRI Bung Tomo 357 (korvet Bung
Tomo Class) dari Komando Armada Timur (Koarmatim) TNI AL, untuk pertama
kalinya menjajal kesaktian rudal anti kapal Exocet MM40 Block II. Dan
yang menjadi ‘kehormatan’ sebagai sasaran tembak adalah KRI Kupang 582,
jenis kapal LCU (Landing Craft Utility) yang sebelumnya juga menjadi aset kekuatan Koarmatim.
Publikasi seputar keunggulan sistem senjata korvet Bung Tomo Class
bisa dibilang cukup masif, maklum Bung Tomo Class yang terdiri dari KRI
Bung Tomo 357, KRI John Lie 358, dan KRI Usman Harun 359, adalah kapal
perang eksorta terbaru yang memperkuat armada tempur TNI AL. Tapi bagi
kami, ada sisi lain yang menarik dari uji penembakan rudal Exocet MM40
tersebut, yakni profil sang kapal sasaran tembak. Dengan bobot tonase
370 ton, dimensi panjang 36,7 meter dan lebar 9,7 meter, KRI Kupang 582
adalah LCU yang berukuran sedang. Yang jadi menarik adalah KRI Kupang
582 adalah buatan galangan nasional PT PAL. Merujuk ke sejarahnya, KRI
Kupang 582 selesai dirampungkan PT PAL pada tahun 1978, dan resmi masuk
jajaran TNI AL pada 7 Desember 1984.
Upcara pelepasan KRI Kupang 582.
Sebelum nasibnya dijadikan sasaran tembak Exocet dari KRI Bung Tomo
357, KRI Kupang 582 resmi berhenti dari dinas aktif TNI AL pada 20 Juli
2015. Pelepasan KRI Kupang 582 dari dinas ditandai dengan pelepasan
ular-ular perang, lencana perang serta penurunan Bendera Merah Putih
dengan upacara militer yang dilaksanakan di Dermaga Koarmatim Ujung,
Surabaya. Dalam operasionalnya, KRI Kupang 582 menjadi etalase kekuatan
Satuan Kapal Amfibi (Satfib) Armatim.
Menurut siaran pers dari Dispenal, KRI Kupang-582 dengan 26 awak ini
diberhentikan dari dinas aktif TNI AL berdasarkan pertimbangan
strategis, teknis dan ekonomis, sudah tidak layak lagi untuk berperan
lebih lama. Secara strategis kondisi KRI Kupang-582 tidak mampu lagi
untuk menjawab tantangan yang berkembang saat ini, sedangkan secara
teknis dan ekonomis, kondisi alutsista yang semakin tua maka biaya
pemeliharaan dan perbaikan akan menjadi semakin berat dan sangat tidak
sebanding dengan hasil operasi yang diharapkan, sehingga efisiensi
pengoperasiannya dirasakan tidak memadai lagi.
Pada masa jayanya, KRI Kupang 582 banyak berperan dalam mendukung
pergeseran pasukan, dan angkutan logistik antar Pulau. Sejak masuk
kedinasan TNI AL, KRI Kupang 582 telah melaksanakan berbagai tugas
operasi, diantaranya pada tahun 1992 telah mendukung Indusa Salvex-II
dan Minex & Eodex, Gladi Parsial Armada Jaya-XV, Gladi Parsial
Latgab ABRI, Mendukung Renang Laut Satkopaska, Bencana alam di NTT dan
perkuatan Kodam IX/Udayana, pada tahun 1993 melaksanakan melaksanakan
Latihan TIM Latih Pasrat Kima dan Latihan Salvex PSP-VII, tahun 1994
melaksanakan Indusa Eodex, Operasi Timor-Timur BKO DAM-IX/UDayana dan
Kodal Kolinlamil tahun 1995, Latihan Pratugas Satuan Unit Ferry Ki Zeni
Operasi Pemulihan Perdaiman PBB tahun 2002 serta Operasi Pantura tahun
2002 sampai 2009.
Dalam konteks saat ini, LCU telah diadaptasi TNI AL sebagai bagian
integral dari kapal jenis LPD (Landing Plarform Dock). Seperti empat
unit LPD TNI AL, yakni KRI Makassar 590, KRI Surabaya 591, KRI
Banjarmasin 592, dan KRI Banda Aceh 593, masing-masing dapat membawa dua
unit LCU. Meski LCU pada LPD TNI AL punya ukuran dan bobot lebih kecil,
yakni bobot maksimum 62 ton dan panjang 24 meter.
Dari karakteristik, KRI Kupang 582 lebih kecil dari LCT (Landing Craft Tank)
milik Dinas Pembekalan Angkutan Angkatan Darat (Ditbekangad) TNI AD,
yakni KM ADRI XL VIII dan KM ADRI XLIX. LCT yang diproduksi galangan PT
Dok Kodja Bahari ini punya panjang 68 meter dan lebar 13,5 meter.
Sempat Karam
Pada hari Sabtu malam (7/2/2009), KRI Kupang 582 dengan komandan Kapten
Laut (P) Suyadi mengalami bocor pada pintu rampa (ramp door) setelah
dihantam ombak besar dan arus deras di alur perairan barat Surabaya.
Kapal saat itu dalam misi akan melaksanakan tugas menjemput Choirul
Huda, seorang nelayan yang mengalami musibah tenggelam dan diselamatkan
sebuah kapal Australia. Ketika itu Pemda Kabupaten Gresik meminta
bantuan kapal perang Koarmatim menjemput Choirul sehubungan tidak adanya
kapal yang berani berlayar karena cuaca buruk dan gelombang laut yang
tidak bersahabat.
Meskipun 23 ABK KRI Kupang-582 berhasil diselamatkan, namun kapal
kandas di kedalaman 4 meter di sekitar Boui 5 jalur APBS (Alur Pelayaran
Barat Surabaya). Untuk upaya menyelamatkan kapal, pada saat itu juga
Panglima Komando Armada RI Kawasan Timur (Pangarmatim) Laksamana Muda
TNI Lili Supramono memerintahkan Kepala Dislambair Koarmatim Kolonel
Laut (S) Darmansyah Nasution untuk mengadakan penyelamatan kapal agar
dapat ditarik ke Markas Koarmatim.
Proses pengangkatan yang memakan watu 45 hari itu semuanya dilakukan
secara manual. Dengan menerjunkan 30 personel penyelam. Dislambair mulai
melaksanakan tugasnya dengan menjadikan beberapa tangki KRI Kupang 582
sebagai ruangan kedap berisi udara berkemampuan angkat 360 ton, selain
itu juga menempatkan sejumlah drum hampa udara ke badan kapal. Setelah
haluan kapal berhasil menyembul ke permukaan, selanjutnya 5 buah balon
udara yang memeliki tekanan 50 ton Psi membantu menuntaskan pengangkatn
kapal perang berbobot 378 ton tersebut. (Gilang Perdana)