Jumat, 03 April 2015

Ini Dia Momen Saat Peluru Pasukan Kopassus Habisi 5 Pembajak Pesawat

Kopassus
Operasi pembebasan sandera DC-9 Woyla mengangkat nama Kopassus TNI AD ke jajaran pasukan elite dunia. Saat itu sebenarnya TNI belum punya pasukan khusus yang benar-benar siap untuk misi antiteror. Namun terbukti mereka mampu menjalankan tugas dengan baik.
Tak ada satu pun sandera yang terluka dalam misi ini. Lima orang pembajak berhasil ditembak mati. Keseluruhan operasi tanggal 31 Maret 1981 ini hanya berlangsung tiga menit.
Keberhasilan ini membuat dunia terperangah. Mereka tak menyangka pasukan Indonesia bisa melakukan operasi khusus yang selama ini baru dilakukan militer negara maju.
Sebenarnya tak cuma pihak asing yang ragu. Kepala Operasi Pembebasan Sandera Letjen Benny Moerdani pun memperkirakan keberhasilan timnya 50:50.
Satu hal yang terungkap, Benny ternyata sudah menyiapkan 17 peti mati dalam operasi itu. Hal itu sesuai dengan perkiraan Benny bakal jatuh banyak korban dalam misi pembebasan sandera.
“Ternyata perkiraan ini meleset, karena seusai operasi penanggulangan teror, hanya diperlukan lima peti jenazah bagi pembajak,” kata Letkol Sintong Panjaitan yang memimpin operasi tersebut.
Sintong Panjaitan menceritakan peristiwa tersebut dalam buku biografinya, Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando. Buku ini ditulis Hendro Subroto dan diterbitkan Penerbit Buku Kompas tahun 2009.
Lima pembajak yang ditembak adalah Abdullah Mulyono, Wendy Mohammad Zein, Zulfikar, Mahrizal dan Abu Sofyan.
Dalam operasi tersebut, Abdullah Mulyono sempat berusaha merebut senjata tim penyerbu. Namun dia ditendang keluar dan tergelicir lewat peluncur. Mulyono segera ditembak sub tim yang berjaga di bawah hidung pesawat.
Sementara itu Wendy Mohammad Zein ditembak di dekat pintu darurat. Pembajak lainnya, Zulfikar, berusaha melarikan diri lewat sayap pesawat. Namun dia dipergoki dan tewas dihantam peluru M-16 tim yang berjaga di luar pesawat.
Perlawanan paling seru diberikan Mahrizal, dia sempat menembak jatuh anggota tim antiteror Capa Ahmad Kirang. Tembakan itu melukai perut bawah Kirang. Mahrizal juga menembak seorang lainnya, namun mengenai rompi anti peluru. Pasukan Komando segera membalas dengan tembakan senapan MP5 hingga Mahrizal tewas di dekat Pramugari.
Satu yang terakhir, Abu Sofyan, berniat meloloskan diri. Dia ikut turun bersama para penumpang yang dievakuasi keluar pesawat. Namun seorang penumpang mengenali Abu Sofyan dan berteriak.
Abu Sofyan berlari menjauhi pesawat. Namun dengan sigap pasukan antiteror segera menembaknya. Dia tewas seketika.
Keberhasilan misi itu diwarnai duka. Capa Ahmad Kirang dan Kapten pilot Herman Rante yang tertembak tewas beberapa hari kemudian di rumah sakit. Keduanya dimakamkan di Taman Pahlawan Nasional. Kopassus mendirikan monumen Ahmad Kirang di Markas Sat-81 Gultor Cijantung.(merdeka)

Kepala Staf TNI AL jadi warga kehormatan Korps Marinir

| 2.753 Views
Kepala Staf TNI AL jadi warga kehormatan Korps Marinir
Dokumentasi Kepala Staf TNI AL, Laksamana TNI Ade Supandi, saat diusung sejumlah anggota Korps Marinir TNI AL usai diangkat menjadi warga kehormatan Korps Marinir TNI AL di Kesatriaan Marinir Cilandak, Jakarta, Kamis (2/4/15). (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)
... sebagai apresiasi dan keteladanan jiwa, sikap, semangat dan komitmennya yang tinggi bagi Korps Marinir TNI AL...
Jakarta (ANTARA News) - Kepala Staf TNI AL, Laksamana TNI Ade Supandi, diangkat menjadi warga kehormatan Korps Marinir TNI AL, yang ditandai pemasangan baret ungu dan penyematan Brevet Kehormatan Trimedia serta Brevet Anti Teror Aspek Laut.

Pemasangan baret dan penyematan brevet kehormatan itu dilakukan langsung oleh Komandan Korps Marinir TNI AL Mayor Jenderal TNI (Marinir) A Faridz Washington, di Lapangan Apel Kesatrian Marinir Cilandak, Jakarta Selatan, Kamis (2/4).

Kedatangan Supandi dan Ibu Endah Ade Supandi disambut dengan acara tradisi, dengan menaiki tank amfibi BMP-3F yang dikawal kereta Kencana Prabu Siliwangi, sembilan kuda yang ditunggangi para perwira Korps Marinir TNI AL dan satu macan putih bergerak dari Jalan Cilandak KKO menuju Lapangan Apel Marinir.

Sesampai di lapangan upacara, mereka disambut tarian tradisional Sunda, Wilujeng Sumping, dan penyerahan keris putih kepada Supandi dan selendang ungu kepada Endah Ade Supandi.

Tak berselang lama, material tempur memasuki lapangan dengan manuver cepat, sementara pasukan upacara memasuki lapangan dengan tabir asap dari kendaraan tempur. Sedangkan komandan upacara, Brigadir Jenderal TNI (Marinir) Kasirun Situmorang, memasuki arena upacara dari udara. 

Sehari-hari Situmorang adalah komandan Pasukan Marinir 1 Korps Marinir TNI AL. 

Berbagai kebolehan hasil latihan keras Korps Marinir TNI AL selama ini diperagakan, mulai dari olah keprajuritan dan bela diri militer, ketepatan mendarat terjun payung, hingga kegesitan mengemudikan tank amfibi BMP-3F.

"Ini juga sebagai apresiasi dan keteladanan jiwa, sikap, semangat dan komitmennya yang tinggi bagi Korps Marinir TNI AL," kata Kepala Dinas Penerangan Korps Marinir TNI AL, Letnan Kolonel (Marinir) Suwandi.

Supandi menjadi orang ke-35 yang diangkat menjadi warga kehormatan Korps Marinir TNI AL. Yang pertama adalah Jenderal Besar TNI Abdul Haris Nasution, juga Komandan Korps Marinir Amerika Serikat (saat itu) Jenderal CC Krulak, Sultan Hassanal Bolkiah dari Brunei Darussalam.

TNI akan Buat Komando Gabungan Khusus Antiteror dari 3 Matra

 
TNI akan Buat Komando Gabungan Khusus Antiteror dari 3 Matra

Perkembangan aksi teror belakangan ini membuat TNI semakin meningkatkan persiapan dalam fungsi menyelamatkan negara. KSAL Laksamana Ade Supandi mengungkapkan bahwa TNI kini sedang merencanakan membentuk Komando Gabungan Khusus Antiteror dari 3 matra.
“Yang lalu memang ada pembicaraan untuk yang namanya Komando Gabungan khusus antiteror. Ini sedang direncanakan di Mabes TNI sehingga dalam penggunaan kekuatan antiteror TNI, baik itu AD, AL, AU di atas perintah Panglima TNI,” ungkap Ade di Markas Marinir, Cilandak, Jaksel, Kamis (2/4/2015).
Komando Khusus ini, kata KSAL, dapat mempercepat operasi antiteror yang memerlukan bantuan TNI. Namun pergerakannya harus melihat perkembangan situasi teror itu sendiri, apakah masih dalam ranah kepolisian atau sudah masuk ranah TNI.
“Berdasarkan assesment situasi dan kebutuhan untuk mengintegrasikan dalam bentuk Komando gabungan ini adalah untuk mempercepat kalau terjadi kebutuhan mendesak. Jadi tidak terlalu lama manggil-manggil lagi tapi sudah dipersiapkan,” kata Ade.
“Kita punya Denjaka (Detasemen Jala Mangkara) sebagai pasukan khusus AL, kewajiban saya adalah menyiapkan mereka untuk memiliki kemampuan antiteror. Dalam pelaksanaan kekuatan mereka itu dari Panglima TNI,” sambungnya.
Mengenai kriteria aksi teror sejauh mana yang perlu melibatkan unsur TNI disebut Ade masih belum terlalu jelas. Pada tugas pokok TNI di UU No 34 tahun 2004 tentang TNI, salah satunya adalah tentang keselamatan negara. Inilah yang masih belum dirinci sehingga dalam melaksanakan tugas antiteror, Polri dan TNI belum mampu bersinergi dengan baik.
Intelijen kita bisa menilai, ini (aksi teror) masih di kepolisian, ini harus tindakan TNI karena di UU No 34 ada. Tugas TNI satu menjaga kedaulatan, integritas wilayah, tiga keselamatan bangsa. Ini yang belum kita elaborasi sebenarnya seperti apa sih tugas pokok TNI dalam rangka menyelamatkan bangsa ini,” Ade menjelaskan.
Meski begitu, disebut Ade bukan berarti TNI tidak siap dalam menghadapi aksi teror. Walaupun tidak bergerak secara fisik, intelijen TNI terus bekerja dalam kasus-kasus terorisme.
“Kegiatan TNI kan tidak berhenti kalau ada kejadian, intelijen kita kan juga jalan dalam hal ini di masa damai sampai dengan kalau terjadinya eskalasi meningkat, intelijen TNI akan tentukan. Melaporkan ke Panglima TNI informasi-informasi perkembangan situasi,” tutur Ade.
“Tapi diharapkan masyarakat sendiri sebagai filter ya, kedua menjaga keamanan yang kondusif di lingkungan masyarakat,” tutupnya.
Belum lama ini TNI menggelar latihan gabungan di Gunung Biru, Poso, Sulsel. Latihan Pasukan Pemukul Reaksi Cepat (PPRC) itu disebut sebagai upaya menunjukkan kekuatan personel TNI kepada kelompok tertentu, sekaligus menangkal gerakan ISIS di Indonesia.
Seperti diketahui, Gunung Biru, Poso, kerap dijadikan lokasi pelatihan kelompok teroris Santoso. “Latihan membawa pesan Show of Forces terhadap kelompok tertentu, bahwa tidak ada tempat bagi ISIS di Indonesia serta akan berdampak baik secara nasional maupun internasional,” terang Panglima Jenderal Moeldoko seperti tertulis dalam rilisnya. (detik.com)

Daewoo K7: Sub Machine Gun Berperedam Terintegrasi, Andalan Pasukan Khusus TNI

250_1
Adalah lazim bagi pasukan khusus dibekali dengan aneka senjata yang punya kualifikasi khusus, terkhusus bagi TNI yang kaya ragam unit pasukan khusus di setiap matra. Diantara beragam jenis senjata khusus yang lumayan masif adalah SMB (Sub Machine Gun) yang digadang untuk pertempuran jarak dekat. Bagi TNI bicara SMB maka tak bisa dilepaskan dari label Heckler & Koch MP5 yang sudah melegenda. Tapi lepas dari itu, ada SMB asal Korea Selatan yang juga cukup banyak digunakan ketiga matra TNI.
Yang dimaksud adalah Daewoo K7, SMG yang mengambil rancangan dari senapan serbu standar Korea Selatan K1 A1. Berbeda dengan pola yang dianut pabrikan senjata lainnnya, Daewoo langsung meloncat ke versi SMG dengan peredam suara. Tak tanggung-tanggung, K7 menganut pola peredam ala MP5SD dengan peredam terintegrasi, menciptakan senjata senyap dengan tingkat kebisingan hanya 120 dB. Selebihnya adalah standar, K7 mempertahankan receiver K1 A1 dengan adaptor magasin, ditambah dengan popor tarik model MP5 yang meringkas panjang senjata.
Kopaska TNI AL dengan Daewoo K7.
Kopaska TNI AL dengan Daewoo K7.
Pasukan Raider TNI AD dengan K7.
Pasukan Raider TNI AD dengan K7.

Sistem operasi K7 mengusung delayed blowback standar, dengan bolt group termasuk ringan. Efeknya K7 dapat mencapai kecepatan tembak teoritis (cycle rate) 1.100 ppm, yang tentu saja bila terus-menerus ditembakkan dalam moda otomatis, akan merusak peredam dengan cepat.
Keunggulan K7 juga ada pada magasin, dimana bisa kompatibel dengan magasin Uzi, sehingga memudahkan dalam urusan logistik. Hanya saja, K7 punya kekurangan pada lubang pembuangan, kelebihan gas pada proses penembakan di belakang receiver, akan langsung menerpa muka penembak bila posisi kepala sedang membidik. Alhasil penembak akan merasakan pedih di mata akibat semburan gas.
3241324_20131024105334
K1 A1 sebagai cikal bakal rancangan K7.
K1 A1 sebagai cikal bakal rancangan K7.

Selain Korea Selatan, pengguna terbanyak K7 adalah Indonesia. Senjata ini datang pada era Alm. Brigjen Koesmayadi sebagai Wakil Aslog TNI AD. Pilihan mendatangkan K7 dijatuhkan karena harganya yang relatif murah dibandingkan HK MP5SD. Selain itu, magasin 9 mm Pindad M-1 juga kompatibel dengan K7. Sampai saat ini, Daeweoo K7 telah digunakan oleh Kopassus, Raider, Kostrad, Taifib Marinir TNI AL, Kopaska TNI AL, sampai Paspampres. (dikutip dari War Machine Series – Sub Machine Guns – Commando)

Spesifikasi Daewoo K7
– Awal tahun pembuatan : 2003
– Kaliber : 9 x 19 mm
– Sistem operasi : delayed blowback
– Panjang total : 800 mm (popor terentang)/620 mm (popor masuk)
– Panjang laras : 260 mm
– Bobot kosong : 4 kg
– Kecepatan proyektil : 275 meter per detik
– Jarak tembak efektif : 135 meter
– Kapasitas magasin : 30/32 peluru

Rabu, 01 April 2015

Penembak Intel Kodim di Aceh itu Kriminal Bersenjata dan Berbahaya

direktur-yara
Direktur YARA Safaruddin (Merah) bersama DinMinimi (dgn AK), Foto: aceh.tribunnews.com

Sudah sepekan terjadi peristiwa mengejutkan di Aceh, dimana dua anggota Intel Kodim 0103 Aceh Utara atas nama Serda Hendriyanto dan Serda Indra Irawan pada hari Selasa (24/3/2015) sekitar pukul 08.30 WIB di Desa Alue Mbang, Kecamatan Nisam Antara, Aceh Utara ditemukan tewas ditembak. Hingga kini belum ditemukan siapa pelaku pembunuhan dua anggota TNI tersebut.
Menurut informasi, dua anggota Kodim Aceh Utara itu sebelumnya diculik sekelompok orang bersenjata di Aceh Utara pada hari Senin, 23 Maret 2014 saat sedang melakukan pengumpulan informasi keberadaan kelompok bersenjata di Aceh Utara. Komandan Korem 011/ Lilawangsa, Kolonel Inf Achmad Daniel Chardin, menyampaikan bahwa Sertu Indra Irawan dan Serda Hendrianto diculik dan ditembak saat dalam perjalanan pulang dari rumah Daud, Kepala Mukim Desa Batee Pila. Menurutnya, penculik diduga berjumlah lebih dari lima orang bersenjata laras panjang dan menembak keduanya dari jarak dekat.
Di tubuh Indra ada luka tembakan di pipi dan peluru tembus hingga kepala. Ada juga tembakan di tangan kanan dan dada. Sedangkan di tubuh Hendrianto ditemukan luka tembak di kaki dan dada. Kepolisian Daerah Aceh menduga pelaku penculikan dan penembakan merupakan kelompok yang pernah melakukan tindak kriminal di Langsa dan Aceh Timur. Kapolda Aceh, Irjen Pol Husein Hamidi, Rabu(25/3), di Aceh Utara mengatakan, "Kelompok tersebut pernah melakukan kriminalitas di Aceh Timur. Mereka menggunakan senjata campuran, ada yang AK47 dan M16," katanya.
Saat disinggung tentang motif pelaku melakukan pembunuhan itu, Pangdam Iskandar Muda Mayjen TNI Agus Kriswanto belum memastikan secara jelas pelakunya. Di Media Center Kodam Iskandar Muda, pada Selasa (24/3/2015) Agus menyatakan, ."Saya tidak pernah mempertimbangkan pelaku dari kelompok mana. Yang jelas itu sebagian masyarakat Aceh," katanya. Namun diperkirakan sebagian dari mereka telah meninggalkan wilayah Aceh Utara.
Menurut Agus, ada kemungkinan keterlibatan kelompok pemilik ladang ganja dalam kejadian ini, karena TNI akhir-akhir ini sangat gencar memusnahkan ladang ganja, terutama di Aceh Utara. “Bisa saja mereka dendam terhadap tindakan TNI tersebut.” Menurut Pangdam, pihak TNI menyerahkan kasus tersebut ke aparat penegak hukum. "Pada tingkat ini, jika dia sudah menyentuh TNI, kalau masih bisa dipertimbangkan oleh hukum akan kita serahkan ke hukum," tegas Pangdam. Kodam Iskandar Muda kemudian menurunkan personil TNI dari tiga Kodim di Aceh untuk membantu pihak Kepolisian mengejar dan mencari para pelaku. Menurut Danrem, Kodam menurunkan dua SSK (Satuan setingkat kompi) dan dua SST (Satuan setingkat peleton) dan diperkuat 40 personel Anoa dengan senjata lengkap.
Pangdam memastikan tidak ada operasi militer yang dilakukan di Nisam, Aceh Utara, meskipun ada pengerahan pasukan pasca insiden penculikan hingga pembunuhan terhadap dua prajuritnya.

Siapa Pelakunya?
Ketua Yayasan Advokasi Rakyat Aceh, Safaruddin, menilai aksi penculikan yang mengakibatkan tewasnya Sertu Indra Irawan dan Serda Hendrianto, merupakan bentuk kriminal murni yang diduga kuat bermotif ekonomi. Paska insiden penembakan dua anggota anggota intel TNI tersebut, Safaruddin mengaku sempat dihubungi Din Minimi, dan menyatakan bahwa kelompoknya bukan pelaku penculikan dan penembakan dua anggota TNI itu. Mereka mengatakan, tidak memiliki kebencian terhadap institusi TNI. "Aksi penculikan itu dilakukan oleh kelompok lain yang juga masih menggunakan senjata api," kata Safaruddin di Aceh, Rabu, 25 Maret 2015. Din Minimi dikenal juga sebagai Nurdin Bin Ismail Amat Alias Abu Minimi.
Dikatakannya juga bahwa pelaku merupakan kelompok senjata yang memanfaatkan senjata yang masih beredar untuk kepentingan ekonomi Sementara kelompok Din Minimi mengakui bahwa aksinya hanya untuk memperjuangkan hak-hak reintegrasi yang hanya dinikmati segelitir anggota GAM paska damai. Menurut Safaruddin, Din Minimi ikut juga memperjuangkan dana reintergrasi bagi anggota TNI/Polri yang menjadi korban saat konflik terjadi di Aceh. "Ketidakpuasan akan pembagian dana reintegrasi dinilai menjadi penyebab masih banyaknya senjata yang beredar di Aceh saat ini." Danrem 011/Lilawangsa, Kolonel Infanteri Achmad Daniel Chardin menduga, ada tiga kelompok yang bersenjata yang beraksi di kawasan Kecamatan Nisam Antara, Aceh Utara. Kelompok itu masing-masing berjumlah 10-15 orang. Menurut dia, masing-masing kelompok itu dipimpin oleh Bahar, Dahlan dan Din Minimi. TNI belum belum memastikan kelompok mana yang menembak dua anggota TNI itu.
Daniel mengatakan, ketiga kelompok itu termasuk yang paling dicari Kepolisian Aceh Utara. Mereka sering melakukan tindak kriminal dengan menggunakan senjata. Mereka diperkirakan masih ada di sekitar hutan Kecamatan Nisam Antara, Aceh Utara. Ketiga kelompok tersebut memiliki kepentingan berbeda. Ada kelompok yang targetnya menghasilkan uang dari narkotika. Sasaran operasi aparat keamanan tak lagi sebatas Nisam dan Nisam Antara, tetapi meluas ke Sawang dan Kuta Makmur. Bahkan ada masyarakat yang melihat pergerakan pasukan di pedalaman Tanah Luas, Nibong, dan Simpang Keuramat. Danrem mengatakan kepada Serambi, Rabu (25/3) membenarkan pihaknya mengintensifkan operasi memburu kelompok bersenjata yang semakin meresahkan masyarakat Danrem juga memperkirakan kelompok yang menculik tersebut adalah warga dari Aceh Utara sehingga mereka sangat menguasai medan. “Kalau pun ada dari luar Aceh Utara, tentu ada orang dalam juga yang terlibat,” tandasnya.
Ditanya terkait mafia narkotika, Daniel mengatakan ada kemungkinan pelaku adalah kelompok pemilik ladang ganja, karena akhir-akhir ini TNI sangat gencar dalam melakukan pemusnahan ladang ganja di Aceh Utara. Bahkan sejak beberapa bulan terakhir TNI sudah memusnahkan 24 hektar ladang ganja melalui tiga kali operasi secara berturut-turut. “Mungkin saja mereka dendam terkait tindakan TNI tersebut, namun semuanya belum dapat kita pastikan,” Selain dua anggota TNI tersebut, terjadi pembunuhan terhadap anggota Polri pada hari Selasa (25/3), yang menewaskan Bripda Said M. Riza dari Polres Pidie. Bripda Said tertembak saat bersama rekan-rekannya melakukan penyamaran terhadap transaksi Ganja di kawasan tangse, Pidie. Saat dalam penyamaran dan akan menangkap pelaku, senjata pistol Said direbut pelaku dan menembak korban.

Analisis
Sesuai dengan informasi yang disampaikan oleh Pangdam Iskandar Muda dan Danrem Lilawangsa, penembakan terhadap dua anggota intel Kodim tersebut menunjukkan bahwa masih ada senjata api yang masih beredar di kawasan Aceh. Yang jelas senjata (AK47 dan M16) adalah sisa-sisa dari konflik pada masa lalu saat terjadi konflik pada GAM.
Setelah tercapai kata sepakat tentang otonomi Aceh, dan terbentuknya pemerintahan di Aceh melalui pilkada, nampaknya pemda masih sulit mengakomodir semua faksi yang pada masa lalu masih memegang senjata api. Mereka merupakan personil yang cukup terlatih dan sering melakukan kontak senjata dengan TNI dan Polri pada masa lalu. Seperti dikatakan Danrem, Kolonel Daniel, di sekitar hutan Kecamatan Nisam Antara, Aceh Utara terdapat tiga kelompok sipil bersenjata yang masing-masing dipimpin oleh Bahar, Dahlan serta Din Minimi.
Ketiga kelompok tersebut diketahui memiliki kepentingan berbeda. Ada kelompok yang targetnya menghasilkan uang dari narkotika. Inilah yang dicurigai TNI telah melakukan pembunuhan dua anggota TNI tadi. Aceh mempunyai sejarah kawasan dimana banyak ditemukan ladang ganja dengan kualitas tebaik dan ditanam oleh kelompok khusus di daerah pegunungan yang sulit ditemukan. Kodam ikut berpartisipasi memberantas lading ganja dan nampaknya memang hasil operasinya membuat sakit hati. Selain itu menurut data BNN (Badan Narkotika Nasional), link antara kelompok Narkoba Malaysia dengan Aceh merupakan jaringan besar disamping jaringan Iran, Afrika dan China.
Selain anggota TNI, ditembaknya Bripda Said anggota Polres Pidie merupakan bukti kenekatan mafia narkoba di Aceh. Sementara dapat disimpulkan bahwa tewasnya dua anggota TNI di Aceh tersebut lebih kepada ulah sindikat narkoba. Motif sakit hati kepada TNI yang telah melakukan operasi pembersihan lading ganja adalah sebagai latar belakang kejadian. Keterlibatan adanya ISIS atau kepentingan lain di Aceh sementara dapat dikesampingkan. Ini ulah murni warga Aceh tertentu. Upaya terorisme jaringan luar sejak Jamaah Islamiyah/Jamaah Anshorut Tauhid sejak peristiwa Jalin Jantho menunjukkan konsep infiltrasi Terorisme tidak masuk di Aceh. Hal yang penting adalah masih beredarnya senjata serbu dikalangan beberapa warga sipil demi kepentingan kriminal ekonomi, ini yang harus ditindak sesuai UU yang berlaku. Kini mereka harus menerima resiko berhadapan dan akan dikejar oleh TNI yang mulai lebih intensif mengejarnya. Mereka menyentuh esprit de corps, itu kesalahan fatalnya.


Penulis : Marsda TNI (Pur) Prayitno Ramelan, Analis intelijen www.ramalanintelijen.net

Panglima TNI Tinjau Latihan PPRC di Poso

Panglima TNI Tinjau Latihan PPRC di Poso
Panglima TNI Jenderal TNI Dr. Moeldoko didampingi Kasad Jenderal TNI Gatot Nurmantyo, Kasal Laksamana TNI Ade Supandi, S.E., para pejabat Mabes TNI dan Angkatan meninjau secara langsung serta melihat video conference pelaksanaan latihan puncak Pasukan Pemukul Reaksi Cepat (PPRC) TNI di Komando Pengendalian PPRC, Bandara Kasiguncu, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, Selasa (31/3).
Dalam skenario latihan PPRC TNI 2015, dunia tengah menghadapi ancaman teror, yang diawali dengan hadirnya suatu negara Tero yang ingin menguasai Asia Tengara, yaitu Thailand, Filipina, dan Indonesia yang menjadi basisnya adalah di Gunung Biru Poso, Pesisir.   Pegunungan Biru itu telah dikuasai oleh negara Tero, oleh karena itu pegunungan itu dikepung selama satu hari oleh pasukan dari ribuan personel TNI gabungan Angkatan Darat, Laut dan Udara, untuk mengambil alih wilayah ini akan dibombardir terlebih dahulu pasukan Marinir dan lintas udara.
Pasukan Marinir telah bergerak dari KRI Hasanudin menuju ke arah pantai untuk merebut kembali wilayah yang telah dikuasai oleh terorisme. Kemudian, pasukan meminta bantuan untuk membombardir wilayah Gunung Biru.  Dua unit RM-70 Grade Marinir menembakan 20 roket ke arah sasaran untuk memberikan keleluasaan bagi pasukan penerjun dari Linud 502 Kostrad guna melakukan operasi penyerbuan.   Tak hanya itu, KRI Hasanudin juga melancarkan serangan dengan meluncurkan 12 roket ke Teluk Poso yang telah dikuasai oleh negara Tero.
Berselang beberapa menit, empat unit pesawat tempur F-16 melakukan serangan udara dengan meluncurkan granat ke sasaran yang telah dikuasai oleh kelompok terorisme. Setelah itu, sepuluh unit pesawat angkut Hercules C-130 menerjunkan 500 penerjun untuk melakukan serangan darat ke sasaran yang sudah mulai dikuasai oleh TNI.   Tak berlangsung lama, dua unit Heli Serang MI-35 dan Heli Bell 412 diterjunkan untuk membantu dalam merebut kembali wilayah yang telah dikuasai oleh negara Tero.   Akhirnya pasukan PPRC TNI berhasil menguasai kembali Gunung Biru.
Menurut Panglima TNI, skenario latihan ini berawal dari operasi Intelejen yang memberikan gambaran tentang Poso.  Dari data intelejen tersebut, selanjutnya kita melakukan perencanaan operasi tempur, yang dilanjutkan dengan operasi teritorial. "Latihan PPRC TNI untuk mengantisipasi munculnya kelompok radikalisme di Indonesia. Saya mensinyalir di Poso, seolah-olah kelompok radikal itu nyaman di sana. Saya khawatir orang-orang yang pergi ke Irak dan Suriah, akan pulang dan bermarkas di Poso", kata Jenderal TNI Moeldoko.
Jenderal TNI Moeldoko juga mengungkapkan bahwa, latihan PPRC TNI sengaja digelar berkaitan dengan isu terorisme yang sedang diantisipasi oleh pemerintah, khususnya setelah beberapa warga negara Indonesia diketahui bergabung dengan kelompok radikal Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).  "ISIS adalah sebuah ancaman yang harus dikelola dengan baik oleh semua instansi negara karena jika tidak ditangani dengan tepat, paham ISIS dapat menjadi ancaman faktual yang merusak nasionalisme", tegas Panglima TNI.
Setelah operasi tempur selesai, TNI melakukan operasi teritorial dengan melakukan rehabilitasi baik secara fisik maupun non fisik. Berupa pembangunan rumah dan pengembalian kepercayaan masyarakat tentang wawasan kebangsaan.
Latihan PPRC di Poso mengambil tema "PPRC TNI melaksanakan Operasi Militer untuk Perang (OMP) dengan melaksanakan penindakan awal untuk menghancurkan agresor guna merebut kembali Poso Sulteng dalam rangka mempertahankan keutuhan dan kedaulatan NKRI".
Adapun tujuan Latihan PPRC TNI, antara lain, melatih keterampilan unsur pimpinan dan pembantu pimpinan dalam menyusun konsep operasi melalui prosedur hubungan komandan dan staf;  menguji konsep operasi sebagai hasil dari proses pengambilan keputusan Komandan PPRC TNI dan staf dalam rangka mengantisipasi dan merespon kemungkinan kontijensi di wilayah tertentu.   Selain itu, menguji kemampuan dan keterampilan satuan PPRC TNI dalam melaksanakan tindakan awal terhadap kontijensi yang timbul di wilayah sesuai Rencana Operasi yang disusun.

TNI. 

KSAD: Perang Akan Pindah ke Kawasan Khatulistiwa

 
Sejumlah warga membawa jenazah balita yang tertimbun reruntuhan akibat serangan udara Arab Saudi di dekat Bandara Sanaa, Yaman, 26 Maret 2015. Serangan tersebut merupakan bagian dari operasi koalisi regional untuk menyelamatkan pemerintah Yaman. AP/Hani Mohammed
Sejumlah warga membawa jenazah balita yang tertimbun reruntuhan akibat serangan udara Arab Saudi di dekat Bandara Sanaa, Yaman, 26 Maret 2015. Serangan tersebut merupakan bagian dari operasi koalisi regional untuk menyelamatkan pemerintah Yaman. AP/Hani Mohammed

Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal Gatot Nurmantyo mengingatkan perang di kawasan teluk (Jazirah Arab) akan berganti ke kawasan Ekuator atau Khatulistiwa, termasuk Indonesia.
Penyebab perang di kawasan Ekuator karena kawasan ini subur dan masih memiliki sumber daya air dan energi berlimpah. TNI AD, menurut Gatot, sudah melakukan pemetaan sumber daya alam yang bisa menyebabkan konflik di kawasan Ekuator.
Gatot mengatakan pemetaan jumlah penduduk dunia dan ancaman perang karena perebutan sumber daya alam menjadi prioritas kewaspadaan nasional. Populasi penduduk dunia, seperti penelitian para ahli menurut Gatot, diperkirakan 12,3 miliar tahun 2043.”
Dari jumlah tersebut, 9.8 miliar jiwa hidup di daerah non-Ekuator,” kata Gatot dalam pertemuan dengan pimpinan daerah se-Sumatera bagian utara, yakni Sumatera Utara, Riau, Sumatera Barat, dan Kepulauan Riau di Medan, Rabu, 1 April 2015.
TNI AD, ujar Gatot, memperkirakan penduduk dunia akan mencari pangan, air, dan energi di daerah Ekuator, termasuk ke Indonesia. Itu berpotensi menyebabkan Indonesia akan menjadi daerah konflik.
Gatot mengulangi pernyataan Presiden Joko Widodo yang mengingatkan pemimpin Indonesia, termasuk di daerah, agar berhati-hati dengan kekayaan alam. “Sumber daya alam jika tidak dikelola dengan baik dan bermanfaat akan menjadi sumber pertikaian dalam negeri dan sumber konflik dunia seperti Arab Spring,” kata Gatot.
TNI AD, menurut Gatot, akan terus mengingatkan kemungkinan kawasan Ekuator, termasuk Indonesia, menjadi daerah konflik karena populasi penduduk dunia yang semakin padat. “Akan ada perebutan sumber pangan, energi, dan air di Indonesia,” ujar Gatot.
Ahli-ahli statistik menyebut tahun 1800 penduduk dunia 1 miliar. Tahun 2017 diperkirakan 8 miliar manusia. “Jadi bumi sudah melampaui kapasistasnya dihuni manusia. Itu ancaman bagi negara-negara yang kaya sumber daya alamnya, seperti Indonesia,” tutur Gatot.
Sekitar 70 persen konflik dunia, menurut Gatot, berlatar belakang perebutan sumber energi. Sisa cadangan minyak dunia yang diperkirakan tinggal 45 tahun lagi menjadi kekhawatiran. Apalagi menurut Gatot, penggunaan energi hayati malah memicu krisis pangan dunia. “Jadi selain pangan, air bersih, energi Indonesia akan jadi rebutan negara-negara kuat,” tutur Gatot. (TEMPO.CO)