Dari segi update teknologi, boleh jadi torpedo ini sudah agak ketinggalan saat ini. Tapi harus diakui bahwa torpedo SUT (Surface and Underwater Target)
533 mm yang pernah diproduksi PT Dirgantara Indonesia (d/h PT IPTN)
adalah pencapaian penting dalam ranah perkembangan alutsista di dalam
negeri. Pasalnya kali itulah, Indonesia mampu memproduksi torpedo secara
lisensi dari AEG (Allgemeine Elektrizitäts-Gesellschaft), Telefunken,
Jerman. Ini tak lain buah dari kebijakan strategis untuk menangani aspek
peperangan bawah laut.
Merujuk informasi dari Edisi Koleksi Angkasa – Alutsista Dalam Negeri
2009, disebutkan PT DI mulai memproduksi torpedo ini lewat Divisi
Sistem Senjata di Pulau Madura sejak 1986. Sementara sumber dari Navweaps.com, menyebut PT DI sudah mulai memproduksi torpedo jenis SST (Special Surface Target) sejak tahun 1978.
Sebagai negara yang cukup masyur dengan kisah kejayaaan kapal selam
di masa lampau, jelas TNI AL punya pengalaman lumayan komplit dalam
mengoperasikan torpedo. Di tahun 60-an, tatkala 12 unit Whiskey Class
memperkuat TNI AL, sudah hadir jenis torpedo SAET (Samonavodiashaiasia
Akustisticheskaia Elektricheskaia Torpeda)-50, sebuah torpedo jenis
homing akustik yang ditenagai dengan teknologi elektrik. Kecanggihan
SAET-50 yakni saat diluncurkan dapat langsung mencari sasaran sendiri (fire and forget)
berdasarkan suara baling-baling atau material magnetik yang dipancarkan
oleh badan kapal target. Pada masa berkecamuknya Perang Dingin, SAET-50
terbilang torpedo yang cukup mengkhawatirkan bagi armada NATO.
Bergeser ke alutsista buatan Barat, TNI AL juga mengoperasikan
(hingga kini) torpedo jenis MK46 dan A244. Keduanya punya kaliber yang
serupa, 324 mm (12.75 inchi), tergolong torpedo ringan, berpeluncur triple tube,dan
menjadi andalan di kelas frigat/korvet TNI AL. Torpedo inidapat
dilepaskan dari wahana kapal permukaan dan helikopter yang berkemampuan
AKS (anti kapal selam).
SUT Torpedo 533 mm
Meski tak diketahui berapa pasti jumlah torpedo SUT yang diproduksi PT DI, tapi dipercaya sudah seratusan lebih yang berhasil dibuat. Besarnya jumlah yang dibuat, tak semata-mata guna memenuhi kebutuhan dua unit kapal selama Type 209 TNI AL, torpedo SUT yang masuk golongan ‘kelas berat’ ini juga disasar untuk kebutuhan KCT (Kapal Cepat Torpedo) FPB-57 TNI AL, tiap FPB-57 dapat membawa dua torpedo, tanpa isi ulang. Bahkan, nantinya kapal selam Changbogo Class TNI AL juga dapat menggunakan jenis torpedo ini.
Meski tak diketahui berapa pasti jumlah torpedo SUT yang diproduksi PT DI, tapi dipercaya sudah seratusan lebih yang berhasil dibuat. Besarnya jumlah yang dibuat, tak semata-mata guna memenuhi kebutuhan dua unit kapal selama Type 209 TNI AL, torpedo SUT yang masuk golongan ‘kelas berat’ ini juga disasar untuk kebutuhan KCT (Kapal Cepat Torpedo) FPB-57 TNI AL, tiap FPB-57 dapat membawa dua torpedo, tanpa isi ulang. Bahkan, nantinya kapal selam Changbogo Class TNI AL juga dapat menggunakan jenis torpedo ini.
Dari segi bobot, torpedo 533 mm memang gambot, dengan panjang enam
meter lebih, berat torpedo SUT ini mencapai 1,4 ton lebih, di dalamnya
sudah termasuk bobot hulu ledak 225 kg yang dapat mengkaramkan frigat.
PT DI membuat dua varian SUT ttorpedo, latihan dan perang. Khusus varian
latihan baterai torpedo dapat diisi ulang. Satu kali isi ulang dapat
digunakan 10 hingga 15 kali latihan. Umur baterai torpedo dapat
diperpanjang, Hal ini membuat usia pakai SUT Torpedo menjadi lebih lama.
Panjang torpedo yang mulai dirancang pada 1967 ini dengan kasket
6.620 mm, sedangkan tanpa kasket 6.150 mm. Berat torpedo varian perang
1413,6 kg, varian latihan 1224 kg. Jarak jangkau SUT torpedo sekitar 38
km dengan kemampuan menyelam hingga lebih dari 100 m. Dalam menuju
sasarannya torpedo SUT digerakkan dengan motor listrik yang mampu
memberikan daya dorong hingga 35 knots dengan tingkat kebisingan rendah
dan dipandu menggunakan sistem pemandu sonar pasif dan aktif. Kecepatan
35 knots bisa dimungkinkan saat menghajar sasaran sejauh 12 km,
sedangkan untuk sasaran 28 km kecepatan torpedo merosot jadi 23 knots.
Sebagai sumber pasokan tenaga adalah baterai silver zinc.
Cara kerja torpedo secara sederhana dapat dijelaskan sebagai berikut :
Sesaat setelah ditembakkan dari dalam peluncur torpedo, maka tangki
muatan pendorong akan memberikan muatannya kepada mesin pendorong dan
mesin akan bekerja memutar twin screw counter rotating propeller.
Torpedo akan meluncur menuju sasaran dengan kecepatan minimal sekitar
dua puluh knot. Torpedo akan berjalan lurus, sesuai arah, kecepatan dan
kedalaman menuju sasaran yang telah diprogramkan terlebih dahulu melalui
bilik hitung penembakan torpedo.
Peluncuran torpedo kearah sasarannya didorong oleh twin screw counter
rotating propellernya, yang dapat menjamin bahwa torpedo tidak akan
mengalami momen puntir dari putaran motornya sendiri, dan ditahan pada
kedalaman yang dikehendaki dengan diatur oleh membrane pengukur
kedalaman yang dilaksanakan oleh sirip horisontalnya, serta dijaga pada
arah haluannya dengan dikendalikan oleh gyro kompas, yang
pelaksanaanya dilakukan oleh kemudi tegaknya. Ledakan torpedo sendiri
akan dipicu dari beberapa macam fuze detonator, baik contact, proximity fuze maupun magnetic fuze.
Terkadang beberapa fuze di aktifkan bersama untuk memperoleh 100%
kepastian ledak. Hulu ledaknya yang berisi sekitar 200 kg TNT,
dipastikan akan dapat menjebol dan mematahkan hull kapal perang jenis
manapun yang kena hantamannya, apalagi bila ledakkannya disetel pada
suatu jarak kedalaman tertentu dari lunas kapal sasaran dalam rangka
memperoleh keuntungan “double blast effect”. (Gilang Perdana – diolah dari berbagai sumber)
Spesifikasi AEG SUT 533mm Torpedo:
- Tipe: Heavyweight Torpedo
- Diameter: 533 mm
- Panjang dengan kasket: 6,620 mm
- Panjang tanpa kasket: 6,150 mm
- Berat varian perang: 1.414 kg
- Berat varian latihan: 1.224 kg
- Jarak operasional: 38 km
- Kecepatan/ jarak: 35 knots/24,000 yd; 23 knots/ 56,000 yd
- Hulu ledak: 225 kg
- Maksimal kedalaman menyelam: 100 m
Indomil.