Senin, 02 Februari 2015

Indonesia-Thailand kursus bersama Pasukan Perdamaian PBB

Indonesia-Thailand kursus bersama Pasukan Perdamaian PBB
Dokumentasi Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki-moon, dan Presiden Susilo Yudhoyono, serta Menteri Pertahanan (saat itu), Purnomo Yusgiantoro, saat mengunjungi Indonesia Peace and Security Centre (IPSC), Sentul, Bogor, Jawa Barat, Selasa (20/3). Markas Besar TNI bersama Kementerian Pertahanan memiliki pusat pelatihan pasukan penjaga perdamaian PBB berstandar internasional. (FOTO ANTARA/Widodo S Jusuf)
... agar TNI dan Angkatan Bersenjata Kerajaan Thailand dapat berbagi ilmu dan pengalaman dalam melaksanakan misi PBB...
Angkatan Bersenjata Kerajaan Thailand dan TNI telah menggelar kursus Pasukan Penjaga Perdamaian PBB untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia ke dua negara.

"Kursus ini bernama United Nations Military Observers (UNMO), dilaksanakan di Pusat Pelatihan Penjaga Perdamaian Angkatan Bersenjata Kerajaan Thailand di Provinsi Hua Hin," kata salah satu instruktur TNI, Kapten CPM Hanri Kusuma, dalam pernyataan pers yang diterima ANTARA, di Jakarta, Senin (2/2).

Kursus ini diselenggarakan selama tiga pekan dan telah berakhir pada 1 Februari.

"Pasukan penjaga perdamaian dituntut mampu beroperasi di dalam lingkungan yang bersifat kompleks, oleh karenanya perlu standarisasi kompetensi dan kemampuan sebagai pasukan PBB," kata Kusuma.

Berbagai materi pelajaran diberikan selama kursus, di antaranya negosiasi, mediasi hingga mengemudi.

Sementara itu instruktur lain TNI, Mayor Widianto menambahkan kursus UNMO juga dilaksanakan di Indonesia, di Pusat Misi Pemelihara Perdamaian TNI, Sentul, Bogor dengan mendatangkan personel berpengalaman dari Angkatan Bersenjata Kerajaan Thailand.

"Tujuannya agar TNI dan Angkatan Bersenjata Kerajaan Thailand dapat berbagi ilmu dan pengalaman dalam melaksanakan misi PBB," kata Widianto.

Selama pelatihan, para anggota Angkatan Bersenjata Thailand digembleng instruktur TNI, baik teori di dalam kelas dan praktik di lapangan dengan simulasi mirip dengan situasi di medan tugas sebenarnya.

"Mudah-mudahan kursus UNMO bisa terus ditingkatkan, karena tantangan di dalam melaksanakan misi penjaga perdamaian dunia semakin besar. Pelatihan bersama semacam ini banyak manfaatnya bagi kedua negara," kata Kusuma.
 

LSU-02 LAPAN : UAV Pertama yang Take Off dari Kapal Perang TNI AL

Dari segi payload, Wulung UAV (Unmanned Aerial Vehicle) besutan PT. Dirgantara Indonesia, LEN (Lembaga Elektronik Nasional), dan BPPT, lebih unggul ketimbang UAV atau drone lain yang juga buatan dalam negeri. Maklum saja, Wulung yang jadi maskot UAV nasional bisa memuat payload sampai 25 kg. Tapi, dengan ukuran dan payload yang lebih kecil, ada penanding Wulung yang punya kemampuan jarak terbang lebih jauh.
Yang dimaksud adalah LSU (LAPAN Surveillance UAV)-02 buatan Pusat Teknologi Penerbangan LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional). Dengan dapur pacu mesin tunggal 10 hp/5 liter, plus bahan bakar Pertamax Plus (RON 95), LSU-02 secara teori dapat menempuh jarak maksimum 450 Km, meski realitasnya baru bisa dibuktikan hingga jarak 200 Km. LSU-20 yang punya bobot total 15 Kg ini punya kecepatan terbang hingga 100 Km per jam. Lamanya terbang (endurance) juga terbilang lumayan, hingga 5 jam, ideal untuk misi intai jarak jauh.
Seperti layaknya UAV yang lain, LSU-02 dapat diterbangkan secara remote dan terbang secara otomatis (autonomous flying). Meski secara performance masih di bawah Wulung, tapi karena dimensi dan bobotnya yang cukup ringan. LSU-02 sempat di daulat untuk take off dari deck helikopter di korvet SIGMA Class KRI Frans Kaisiepo 368, LSU-02 mendapat peran sebagai pengintai obyek dari sasaran tembak rudal Exocet MM40 pada Latihan Gabungan (Latgab) TNI 2013 di Laut Bawean.
LSU-02 di KRI Frans Kaisiepo 368.
LSU-02 di KRI Frans Kaisiepo 368.
Take off dari KRI Frans Kaisiepo 368.
Take off dari KRI Frans Kaisiepo 368.

Uji coba tersebut, terkait dengan perjanjian kerja sama antara LAPAN dan TNI AL mengenai penggunaan teknologi untuk kepentinganTNI AL. Salah satunya adalah aplikasi UAV dalam operasi Latgab TNI 2013 ini. Dalam Latgab, pesawat LSU-02 diterbangkan setengah jam sebelum penembakan rudal Exocet. Pesawat diarahkan ke sasaran tembak sejauh 20 nautical mile atau sekitar 36 km. Sesampainya di lokasi, pesawat memonitor dengan cara loiter (berkeliaran) di atas sasaran dan merekam setiap tembakan rudal Exocet. Setelah selesai bertugas, LSU-02 kembali ke posisi penjemputan di KRI Frans Kaisiepo, dengan koordinat dan waktu yang telah ditentukan.
Dalam Latgab ini, pesawat dengan panjang badan 200 cm (composite) dan bentang sayap (wing span) 250 cm ini mampu terbang sekitar 2 jam 45 menit, dengan kecepatan rata-rata 70 km per jam. Secara keseluruhan, jarak tempuh LSU untuk kembali ke sasaran diperkirakan sekitar 200 km.

Menggunakan jaring menjadi salah satu solusi untuk mendaratkan UAV.
Menggunakan jaring menjadi salah satu solusi untuk mendaratkan UAV.

Dengan status masih prototipe, LSU-02 dapat mengudara hingga ketinggian 3.000 meter dari permukaan laut, kedepan LAPAN tengah mengembangkan versi lain yang punya ketinggian hingga 7.200 meter. Sebagai UAV berkualifikasi intai taktis, LSU-02 dilengkapi dua kamera untuk peran foto dan video. Meski belum ideal untuk operasional TNI AL, LSU-02 sudah mencatatkan beberapa poin positif, yakni kemampuang long distance, autonomous flying dan take off and landing. (Bayu Pamungkas)

Spesifikasi LSU-02 LAPAN
  • Panjang sayap : 2.400 mm
  • Panjang badan pesawat : 1.700 mm
  • Berat : 15 kg
  • Payload : 3 kg
  • Engine : 10 hp/5 ltr
  • Kecepatan max : 100 km per jam
  • Endurance : 5 jam
  • Maksimum distance : 450 km
  • Komunikasi : telementri 900 MHZ dengan daya 1 watt

Indomil.

Minggu, 01 Februari 2015

Menristek: Thailand Pesan Pesawat N219 Buatan Indonesia

N219
Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi M Nasir Menristekmengatakan bahwa Thailand sudah memesan pesawat N219 yang risetnya tengah dikembangkan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan).
“Riset N219 ini tengah dibuat, dilakukan. Harapannya, pada pertengahan tahun ini sudah bisa digelindingkan keluar hanggar, sudah bentuk bodi pesawat,” katanya di Semarang, Jumat (30/1/2015) malam.
Meski pesawat N219 masih dalam proses riset, dia mengatakan, sudah ada negara lain yang memesan pesawat penumpang berukuran kecil itu, yakni Thailand. Selain itu, ada juga negara lain yang menyatakan tertarik.
“Sudah ada pemesanan N219 dari Thailand. Yang sudah melihat-lihat Filipina. Namun, yang sudah jelas memesan adalah Thailand. Diharapkan, akhir 2015, sudah bisa terbang, teruji,” tuturnya.
“Kalau semuanya sudah beres, termasuk sertifikasi pesawat, ditargetkan pada 2016 sudah bisa dilakukan produksi massal untuk pesawat N219. Pesawat ini memiliki berbagai kelebihan,” katanya.
N-219 rancangan PT Dirgantara Indonesia berbasiskan CASA C-212/NC-212 Aviocar yang produksinya lebih dulu dilakukan di hanggar produksinya, di Bandung.
Dengan banderol harga 4 juta dollar AS, N219 bisa mengangkut 19 orang dengan beban maksimal lepas landas sekitar 7,5 ton dari bobot kosongnya sekitar 4,5 ton. N219 ditenagai dua mesin Pratt & Whitney PT6A-42 yang bisa membuatnya terbang hingga jarak tempuh ekonomis sekitar 1.100 kilometer pada kecepatan jelajah sekitar 400 kilometer per jam.
Walau dirancang untuk bisa beroperasi dengan perawatan pada kondisi di wilayah terpencil, N219 dilengkapi instrumen cukup canggih, di antaranya adalah head-up display memampangkan instrumen penerbangan digital.
Maklum, N219 didedikasikan bisa menggantikan DHC-6 Twin Otter buatan de Havilland, Kanada, yang dikenal di seluruh dunia sangat tangguh dan andal dalam operasionalisasinya di wilayah-wilayah terpencil dengan fasilitas sangat minim.
Ia menjelaskan, pesawat N219 memang didesain untuk transportasi udara antardaerah dan antarpulau dengan jarak yang tidak terlalu jauh dan kelebihannya tidak memerlukan landasan panjang.
“Panjang landasan yang dibutuhkan untuk pesawat ini hanya 550-600 meter. Jadi, memang tidak butuh landasan panjang. Biasanya, landasan sampai 1,4, 1,8, 2,4 dan 2,8 kilometer,” katanya.
Menurut dia, potensi pemasaran pesawat ini cukup besar, terutama dari dalam negeri yang kebutuhannya mencapai 200 pesawat, tetapi tentunya kebutuhan itu tidak semuanya bisa tercukupi.
“Kapasitas produksi di pabriknya saja hanya 24 pesawat setahun. Kalau kebutuhannya 200 pesawat kan bisa sampai delapan tahun baru terpenuhi. Makanya, kami dorong pengembangan kapasitas produksi,” kata Nasir.(kompas)

Simulator F-16A Skadron Udara 3




GMT+7 06:55


Sabtu, 31 Januari 2015

BP-250: Nasib Prototipe Smart Bomb dari Dislitbangau

IMG_54671
Sejak beberapa tahun lalu Dislitbangau (Dinas Penelitian dan Pengembangan TNI Angkatan Udara) berhasil menelurkan prototipe smart bomb alias bom pintar. Tapi sejak gencar dipamerkan ke hadapan publik pada ajang Indo Defence 2012, hingga kini prototipe bom pintar buatan dalam negeri ini belum juga resmi operasional, penggunaannya masih sebatas pengujian. Meski masih banyak kekurangan disana sini, namun kabarnta bom pintar Dislitbangau dilirik oleh Iran.
Bom pintar ini diberi label BP-250 dengan bobot 250 kg yang merupakan pengembangan dari bom konvensional dengan penambahan alat pengendali sasaran. Prinsipnya, bom BP-250 merupakan bom udara ke darat yang koordinat terhadap targetnya dapat diatur menggunakan alat kendali. Berkat alat pengendali ini, BP-250 dapat menghantam sasaran secara tepat. Sensor elektronik yang merupakan sistem pengendali sirip bom dapat diubah sesuai dengan target yang dituju.
Ujung tombak untuk urusan sensor ini tak lain adalah gyroscope. Pengembangan gyroscope mekanik berbahan baku komponen hardisk menghadirkan gyroscope yang memiliki kemampuan navigasi tinggi dengan biaya rendah. Gyroscope mekanik dikatakan lebih unggul dalam kepekaan terhadap perubahan sikap dan gerakan perlahan. Alat navigasi ini juga dapat dikembangkan dengan memanfaatkan hardisk bekas.
Image13
Guidance kit
 
Bom pintar BP-250 telah dilengkapi perangkat guidance kit. Berbeda dengan rudal, guidance kit ini terletak di bagian ujung belakang bom ini dilengkapi GPS yang siap dioperasikan oleh pilot. Pada prototipe BP-250, sirip bom yang berwarna orange dapat berubah posisi sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan baterai. Dengan adanya kelengkapan baru tersebut, maka pilot akan mengendalikan dengan langsung menentukan berapa koordinat sasaran. Sehingga tingkat akurasi jatuhnya bom lebih tepat.
Walau mengusung kata ‘smart’ yang berarti pintar, produk ini juga masih memiliki keterbatasan yakni belum mampu digunakan untuk sasaran yang bergerak. Sebab kendalinya di setting sebelum bom diluncurkan. Sehingga ketika koordinat sasaran berubah, bom ini belum mampu mendeteksi pergerakannya. (Gilang Perdana)

Jumat, 30 Januari 2015

RX-550 LAPAN: Roket Balistik untuk Misi Militer dan Sipil

Posisi geografis Indonesia yang strategis, membuat kita dapat menjadi mangsa Negara lain. Karenanya untuk terus meningkatkan pertahanan Nasional, kita harus memperkuat persenjataan. Indonesia mulai mencoba mandiri dalam pengadaan alat pertahanan strategis. Salah satunya adalah sistem pertahanan missile/ peluru kendali jarak menengah dan jauh. Usaha ini penting mengingat keuangan Indonesia mungkin tidak sekuat negara-negara lain.
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) sudah memulai pengembangan roket nasional sejak 1964. Indonesia bahkan menjadi negara kedua di Asia dan Afrika setelah Jepang yang berhasil meluncurkan roketnya sendiri, yaitu roket Kartika. Namun sayangnya, Indonesia gagal melakukan alih-teknologi sehingga kita seringkali bernasib sebagai konsumen dari negara lain.
Kini dengan dana mencapai Rp 5 miliar, Lapan terus mengembangkan Roket Xperimental 550 (RX-550). Sejak dikembangkan ditahun 2011, sayangnya RX-550 masih bergulat dengan serangkaian uji statis karena berbagai kendala. Bila RX-550 terbukti sukses, sudah jaminan LAPAN juga mampu membuat peluru kendali jarak jauh atau rudal balistik sebagai bagian dari sistem pertahanan udara nasional. Tinggal pekerjaan rumah berikutnya adalah mempersiapkan sistem pengendali bagi rudal balistik ini.
Sumber: Audrey
Sumber: Audrey
Patut dicatat, sebelum berkonsentrasi pada RX-550, LAPAN telah sukses melakukan uji terbang RX-450 pada 2009 lalu.
RX-550 di daulat sebagai roket terbesar yang pernah dikembangkan LAPAN dengan kaliber 550 mm. 550 berbahan bakar hydroxyl toluen poly butadiene (HPTB) ini berdaya jangkau hingga 533 km dan ketinggian terbang bisa mencapai 150 km. Roket mampu mengorbit seperti satelit dengan memiliki panjang hingga 10 meter pada komponen tingkat pertama dan kedua. Kecepatan maksimum RX-550 bisa mencapai Mach 7.67, bahkan roket dapat dimuati payload sampai 300 kg, ini artinya dalam misi militer roket dapat membawa hulu ledak yang lumayan berat dan berdaya hancur tinggi.
Roket berdiameter 550 m dengan panjang 6 meter ini merupakan penyempurnaan dari beberapa roket Lapan sebelumnya yaitu RX-420. Roket ini juga dapat berfungsi sebagai roket pendorong (boster) utama bagi roket pengorbit satelit, sehingga implementasinya tidak hanya pada bidang militer saja.
RX550-Roket
Lapan dalam pengembangan RX-550 menggandeng Ukraina dalam pengembangan nosel roket termasuk di dalamnya kesepakatan untuk proses alih teknologi. Nosel roket menjadi titik penentu kesuksesan pengembangan roket ini. Di 2011 lalu, LAPAN sempat melakukan pengujian dan ditetapkan roket masih belum bisa dikatakan layak uji terbang. Ini dikarenakan belum sempurnanya struktur komponen nossel motor roket.
Idealnya, ketebalan struktur material 6 mm, sedangkan kondisi saat itu ketebalannya hanya 3 mm. Jadi yang seharusnya material itu bisa menahan panas sebesar 3.000 derajat celcius selama waktu pembakaran propelan sekitar 14 detik hanya tahan dalam waktu 7 detik saja. Akibatnya, saat memasuki detik ke 8, material nossel robek dan pecah. Namun, LAPAN tetap optimistis mampu menerbangkan roket RX-550 — setelah sebelumnya mengalami kendala pada tabung motor dan nosel.
Selain menggarap RX 550, LAPAN dan lembaga lembaga strategis lainnya juga sedang merancang roket kendali atau cruisser. Salah satunya diberi nama Roket Kendali Nasional atau RKN 200. (Deni Adi)

Spesifikasi Roket RX-550 LAPAN:
  • Panjang : 14,91 meter
  • Diameter : 0,555 meter
  • Litoff weight : 4.943 Kg
  • Total propellant Mass : 3.072 Kg
  • Potential payload weight : 300 Kg
  • Maximum Speed : Mach 7.67
  • Maximum altitutude : 150 Km
  • Maximum Range : 533 Km.
Indomil.

EC120B Colibri: Helikopter Latih Tiga Angkatan

Kiprah helikopter ringan ini terbilang hebat, pasalnya ketiga angkatan di TNI mengadopsinya sebagai wahana latih. Inilah helikopter EC120B Colibri buatan Airbus Helicopter (d/h Eurocopter). Dengan bekal mesin tunggal, helikopter dengan bobot kosong tak sampai 1 ton ini mampu bermanuver sangat lincah. Karena kelincahannya, EC120B Colibri resmi di dapuk sebagai heli aerobatik Dynamic Pegasus Skadron Udara 7. Meski masuk light helicopter, peran helikopter ini bisa serbaguna, termasuk mendukung operasi SAR terbatas dan intai udara ringan bagi kepolisian.
Ditilik dari konfigurasinya, helikopter lima kursi ini mampu terbang dengan kecepatan maksimum 278 Km per jam. Sementara kecepatan jelajahnya 223 Km per jam. Dapur pacunya mengandalkan mesin Turbomeca Arrius 2F turboshaft 376 kW. Dengan bekal kapasitas bahan bakar Avtur 643,5 liter, Colibri dapat terbang hingga radius 710 Km, dengan endurance 4,3 jam di udara. Salah satu bukti kelincahan helikopter ini terlihat dari kecepatan menanjak yang mencapai 5,84 meter per detik. Secara teknis, Colibri dapat mengangkasa hingga ketinggian 5.1822 meter dari atas permukaan laut.
Tim Aerobatik Dynamic Pegasus TNI AU
Tim Aerobatik Dynamic Pegasus TNI AU
Atraksi-Pegasus-colibri-tniau
Tampilan kompartemen.
Tampilan kompartemen.
EC120B Colibri dapat dipasangi perangkat FLIR (Forward Looking Infra Red).
EC120B Colibri dapat dipasangi perangkat FLIR (Forward Looking Infra Red).

EC120B Colibri pertama kali mengudara pada tanggal 9 June 1995, dan per 2008 pihak pabrikan telah mengirimkan lebih dari 550 Colibri ke berbagai pelanggan. Desain kabin Colibri yang lebar membuatnya cocok untuk berbagai misi sipil dan parapublic, seperti transportasi utilitas, transportasi lepas pantai, pelatihan, penegakan hukum, evakuasi korban dan transportasi perusahaan. Uniknya, Colibri dilengkapi ruang bagasi dengan penutup di samping. Ruang bagasi ini dapat dimuati volume hingga 282 pounds. Seperti halnya NBO-105, pada bagian belakang terdapat dua pintu kecil untuk keperluan medical evacuation (medevac). Guna mendukung moving cargo, Colibri dapat membawa beban hingga 700 Kg lewat kabel sling.
Material EC120B Colibri sebagian besar dibangun dari bahan komposit dan memiliki rotor ekor Fenestron, sehingga helikopter mengeluarkan bunyi yang minim saat menjelajah. EC120B sudah mengacu pada standar FAR 27 yang dilengkapi kursi pengaman anti crash dan sistem bahan bakar yang tidak akan meledak jika terjadi kecelakaan.
EC120B Colibri Puspenerbad TNI AD.
EC120B Colibri Puspenerbad TNI AD.
Ruang bagasi.
Ruang bagasi.
Evakuasi medis lewatt pintu belakang.
Evakuasi medis lewatt pintu belakang pada Colibri milik TNI AL
EC120-NV423-424-425
Selain peran sipil, beberapa negara seperti Perancis, Spanyol, Cina, dan Indonesia menggunakan Colibri di ranah militer. Heli digunakan untuk pelatihan, observasi dan misi pengangkutan ringan. Di Indonesia sendiri, helikopter ini digunakan oleh TNI AL, TNI AU dan TNI AD sebagai heli latih di ketiga angkatan. 10 unit Colibri menggantikan peran Bell 47G Soloy yang telah memperkuat TNI AU sejak awal Juli 1978 sebagai bentuk hibah pemerintah Australia. Sementara di lingkungan Puspenerbal TNI AL, keberadaan 3 unit Colibri menggantikan heli Alouette II. Di Puspenerbad TNI AD, keberadaan Colibri di daulatt sebagai penggantiu helikopter Hughes C300 yang telah usang. (Deni Adi)

Spesifikasi EC120B Colibri
  • Crew: 1 or 2 pilots
  • Capacity: 4 passengers
  • Length: 9,6 meter
  • Rotor diameter: 10 meter
  • Height: 3,4 meter
  • Empty weight: 991 kg
  • Useful load: 724 kg
  • Max. takeoff weight: 1,715 kg
Indomil.