Tim Penyelam TNI AL yang tergabung dalam operasi pencarian dan evakuasi
korban pesawat AirAsia QZ-8501 tidak pernah mengenal kata menyerah, dan
dihari ke-29 ini berhasil mengevakuasi lagi 1 jenazah perempuan dari
badan pesawat AirAsia QZ-8501 di perairan Selat Karimata, dekat
Pangkalan Bun, Kotawaringin Kalimantan Tengah, Minggu (25/1/2015).
Tim Penyelam TNI AL mulai melanjutkan
misi mengevakuasi jenazah korban dan main bodypesawat AirAsia dengan
diturunkanya perahu karet dan Sea Raider serta peralatan
Dishidros. Beberapa penyelam dari KRI Banda Aceh telah berada di kapal
Crest Onyx sejak Sabtu malam kemarin. Mereka melakukan
penguatan belting dan tali pengikat. Sementara lifting bag yang
digunakan masih tetap 1 buah berukuran 10 ton. Kapal Crest Onyx inilah
yang akan menarik badan pesawat.
Proses pengikatan dan belting pagi ini
sudah kembali dimulai sejak pukul 04.55 WIB, dan pada pukul 09.30
WIB floating bag mengapung badan pesawat sempat terangkat dan
muncul kepermukaan di buritan Kapal Crest Onyx namun keberuntungan belum
berpihak karena tali penarik terputus sehingga body pesawat kembali
masuk ke air tetapi tali tross masih terpasang sehingga body pesawat
tidak terempas lagi ke dasar laut.
Saat badan pesawat terangkat, satu
jenazah ikut mengapung, kemudian jenazah langsung dievakuasi oleh Tim
dengan perahu karet ke KN Pacitan. Selain jenazah, puing-puing pesawat
ikut mengapung. Kemudian satu jenazah yang telah berhasil dievakuasi
oleh KN Pacitan selanjutnya dibawa dengan pesawat Hely Bell TNI AL ke
Lanud Iskandar Pangkalan Bun. Seperti pada penemuan jenazah korban
AirAsia sebelumnya, dari Pangkalan Bun jenazah dibawa ke RS Sultan
Imanuddin guna dirawat dan dimasukkan peti jenazah.
Sejauh ini sudah 70 jenazah telah
berhasil dievakuasi dan pada sore hari ini 1 jenazah hasil evakuasi hari
ini masih berada di RS Sultan Imanuddin.
Evakuasi dihentikan siang hari ini,
selain untuk evaluasi dan merencanakan langkah berikutnya juga
dikarenakan arus sudah mulai deras dan hujan, ketinggian ombak 2-4 m,
kecepatan arus 1,7 knot sehingga evakuasi diputuskan untuk dilanjutkan
esok hari dan berharap cuaca baik dan mendukung untuk penyelaman.
|
Senin, 26 Januari 2015
Tim Penyelam TNI Tidak Pernah Mengenal Menyerah
TNI AL siapkan enam pangkalan penyanggah di perbatasan
... kalau ada pencurian ikan di timur, misalnya, tidak harus ditangani jajaran TNI AL dari Surabaya...Surabaya (ANTARA News) - Kepala Staf TNI AL, Laksamana Madya Ade Sopandi, menyatakan enam pangkalan penyanggah di kawasan perbatasan guna mendukung kebijakan poros maritim tengah disiapkan.
"Selain pangkalan utama TNI AL, kita juga membangun pangkalan penyanggah di wilayah perbatasan," katanya, di Surabaya, Senin.
Dia ada di Surabaya utnuk membuka Apel Komandan Satuan 2015, Olah Yudha Renstra TNI AL 2016, dan Lokakarya Penegakan Hukum di Laut.
Enam pangkalan penyangga itu terdiri dari tiga di wilayah barat dan tiga di wilayah timur.
"Di
Jakarta, Sumatera, dan Tanjungpinang untuk wilayah barat, lalu di
Sulawesi Utara, Palu, dan NTT untuk wilayah timur, sehingga kalau ada
pencurian ikan di timur, misalnya, tidak harus ditangani jajaran TNI AL
dari Surabaya," katanya.
Selain itu, juga menambah arsenalnya, di antaranya kapal patroli cepat PC-60 yang sudah bisa dirancang di galangan dalam negeri.
"Sudah ada delapan kapal patroli cepat, tapi kami proyeksikan 44 kapal patroli cepat, karena idealnya kita memang harus memiliki 40-60 kapal patroli cepat untuk menekan pencurian ikan," katanya.
Namun, kapal patroli cepat itu bukan kapal patroli untuk pangkalan, melainkan kapal patroli yang siap di lapangan, sehingga membutuhkan anggaran bahan bakar, karena itu pengadaannya harus bertahap.
Selain kapal patroli, TNI AL juga tengah menunggu kapal SAR canggih dari Prancis, yang kontrak pembeliannya telah ditandatangani dan direncanakan tiba di Indonesia pada Februari 2015.
"Sayang sekali, kapal SAR dari Perancis itu tidak datang saat kita menangani jatuhnya pesawat AirAsia, padahal kapal itu memiliki peralatan SAR canggih," katanya.
National Ship Design and Engineering Center (NasDEC)
Kementerian Pertahanan akan mendukung penuh proyek National Ship
Design and Engineering Center (NasDEC) atau Pusat Desain dan Rekayasa
Kapal Nasional. Proyek tersebut merupakan hasil kerjasama Institut
Teknologi Sepuluh November Surabaya (ITS) dengan Kementerian
Perindustrian.
Selain kapal-kapal sipil, rencananya proyek ini juga mengembangkan
desain kapal perang. Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengungkapkan
sangat mendukung proyek tersebut saat ditemui JMOL di kantornya, Jumat
16/1/15 lalu.
“Pengembangan industri pertahanan dalam negeri merupakan bagian dalam
memperkuat pertahanan kita, kita memang mengharapkan kepada BUMN maupun
BUMS untuk mengembangkan apa yang mereka mampu buat untuk pertahanan
kita,” ujar Ryamizard.
“Kita apresiasi ITS yang sudah mampu membangun proyek tersebut,
tentunya kita akan dukung penuh proyek itu, dan saya sangat bangga jika
ada anak bangsa ini yang mampu mengembangkan teknologi pertahanan,”
ungkap Menhan.
Mantan Kasad di era Presiden Megawati tersebut juga mengharapkan
pembangunan-pembangunan teknologi yang berkaitan dengan pertahanan terus
meningkat guna menciptakan kemandirian bangsa.
Pihak ITS saat dikonfirmasi mengaku akan terus menunggu arahan berikutnya dari Kemhan mengenai pembangunan proyek NasDEC ini.
“Kita akan menunggu arahan dari pihak Kemhan dalam realisasi program
ini, kita berharap semua dapat berjalan lancar untuk kemajuan bangsa dan
negara,” ujar Dekan Fakultas Teknologi Kelautan ITS, Eko Budijatmiko.
“Sejauh ini sudah ada Prancis, Kroasia, dan Swedia yang akan
bekerjasama dengan kita dalam program ini, dari situ akan ada yang
namanya transfer teknologi, ke depan kita berharap akan ada banyak
negara lagi yang akan menawarkan kerjasama kepada kita,” katanya.
Mengenai jenis kapal perang yang akan didesain dalam proyek ini, Eko
menjelaskan semuanya akan bertahap sesuai dengan waktu dan kemampuan.
“Tentunya akan bertahap, mulai dari kapal patroli hingga kapal besar
seperti Frigat dan Korvet bahkan kapal selam, semuanya tergantung pada
transfer teknologi yang terjadi, cuma kita optimis ke depannya, di
tempat ini akan bermunculan SDM yang ahli dalam mendesain kapal perang,”
ucapnya.
Sementara Menko Kemaritiman Indroyono Soesilo mengharapkan “National
Ship Design and Engineering Center” (NasDEC/Pusat Desain dan Rekayasa
Kapal Nasional) di ITS tidak hanya mengurusi program kemaritiman dalam
bidang desain dan rekayasa kapal. ITS juga diharapkan bisa menjadi pusat
integrasi radar, karena pencarian AirAsia dengan cepat berkat peran ITS
dalam mengintegrasikan radar milik TNI AL, Perhubungan Laut, dan
sebagainya.
Ia menegaskan iptek dan inovasi merupakan kunci untuk mandiri, maju,
dan kuat yang berbasis maritim. “Karena itu, Presiden menetapkan tekad
Indonesia untuk menjadi Poros Maritim Dunia agar tingkat pendapatannya
meloncat kepada 10 ribu dolar perkapita, karena itu kita menyusun empat
agenda besar kemaritiman,” katanya.
Menteri Indroyono menjelaskan empat agenda besar yakni kedaulatan
maritim, sumberdaya alam dan jasa, infrastruktur maritim, serta
sumberdaya manusia dan budaya maritim.
“Saya minta para ahli desain dan rekayasa kapal serta ahli integrasi
radar dari ITS untuk memajukan program kemaritiman dengan empat agenda
besar itu”.
Pemerintah juga berencana membangun sembilan bandara baru di
perbatasan, seperti Seibati, Rote, Nunukan, Miangas, Saumlaki, dan
sebagainya. Dalam kaitan bandara, pelabuhan baru juga akan dibangun,
karena itu ITS bisa berperan dalam desain dan rekayasa kapal melalui
NasDEC-ITS.
“Saya sudah melapor Presiden bahwa ITS mampu merancang radar yang
terintegrasi, misalnya radar perhubungan laut, radar TNI AL, radar TNI
AU, radar pelabuhan, radar bea cukai, dan sebagainya akan terkoneksi,”
katanya.
Dengan koneksi lewat radar itulah, katanya, akan memudahkan kinerja
pengawasan “Negara Kepulauan”. “Kalau sekarang masih sifatnya laporan
dari pangkalan di pulau tertentu, ke Armatim, ke Mabes TNI AL, ke Menko,
lalu ke Presiden. Itu terlalu lama, karena itu perlu radar,”.
Keppres tentang Badan Keamanan Laut sudah terbit. “Dengan teknologi
radar yang terintegrasi, maka Bakamla akan bekerja lebih efektif, karena
jika ada gangguan, maka tinggal kirim kapal AL, kirim pesawat AU, atau
lainnya untuk mengusir pengganggu”.
Untuk sumberdaya manusia, sedang siapkan beasiswa untuk riset
kemaritiman, termasuk riset yang bekerja sama dengan negara lain,
seperti ITS yang sudah bekerja sama dengan sejumlah universitas di
Jerman. ( sumber: Jurnal Maritim dan JurnalSumatra).
Alasan Moeldoko Mengirim TNI Menjaga KPK
Panglima Tentara Nasional
Indonesia, Jenderal Moeldoko, mengungkapkan alasannya mengirim personel
TNI ke Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi. Menurutnya, tindakan itu
merupakan amanat undang-undang.
“Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 Tentang TNI Pasal 7
Ayat 1,” kata Moeldoko dalam akun facebooknya, Moeldoko, Minggu 25
Januari 2015.
Pasal itu, tutur Moeldoko, berbunyi tugas pokok TNI adalah menegakkan
kedaulatan negara termasuk konflik komunal yang terjadi antara kelompok
masyarakat yang dapat membahayakan keselamatan bangsa.
“Ini jawaban dari pertanyaan para politisi dan wartawan kenapa TNI
ikut mengamankan gedung KPK,” kata Moeldoko menjawab pertanyaan di
dinding facebooknya.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto atau BW ditetapkan
sebagai tersangka, tersiar kabar bahwa Badan Reserse Kriminal Polri akan
melakukan penggeledahan ke Gedung KPK. Untuk mengantisipasi hal-hal
yang tidak diinginkan, Samad sudah mengontak Panglima TNI membantu
pengamanan di Gedung KPK.
Pasukan TNI yang diterjunkan berasal dari tiga matra Darat, Laut, dan
Udara. Mereka dari Komando Pasukan Khusus (Kopassus) TNI Angkatan
Darat, Detasemen Jalamangkara (Denjaka) TNI Angkatan Laut, dan Komando
Pasukan Khas (Kopaskhas) TNI Angkatan Udara. Namun tidak diketahui
berapa jumlah personel yang diturunkan.(Tempo)
Sabtu, 24 Januari 2015
LG-1 MK III: Howitzer 105mm ‘Incaran’ Yon Armed TNI AD
Meski TNI AD sudah mendapatkan meriam tarik (towed) Howitzer 105 mm generasi anyar, yakni tipe KH-178 buatan
WIA Corporation (dulu Kia Machine Tool Company) dari Korea Selatan.
Namun, sejatinya Artileri Medan (Armed) TNI AD lebih mengidamkan
howitzer lain buatan Perancis, yang di maksud adalah LG-1 MK III,
howitzer kaliber 105 mm besutan Nexter System.
Ada beberapa poin yang membuat Armed TNI AD kepincut LG-1 MK III,
diantaranya dalam pengujian oleh Pussenarmed TNI AD, meriam ini dapat
menampilkan performa yang memuaskan, bahkan mampu menandingi meriam M2A2 yang legendaris. Ditambah lagi, LG-1 dalam versi yang lebih senior, LG1 MK II telah di operasikan Resimen Artileri Korps Marinir TNI AL sejak tahun 1994.
Kiprah howitzer ini terbilang moncer saat dipakai Marinir TNI AL, enam
unit LG-1 MK II sempat berlaga dalam operasi tempur melawan separatis
GAM (Gerakan Aceh Merdeka) pada tahun 2003 silam. Total hingga kini,
Batalyon Armed Marinir TNI AL mempunyai 20 pucuk LG-1 MK II.
Sementara itu, dalam MEF (minimum essential force) I, TNI AD
sudah mencanangkan untuk mendatangkan 54 pucuk KH-178 guna melengkapi
kekuatan tiga batalyon Armed. KH-178 pun sudah kerap ditampilkan di
hadapan publik, seperti pada ajang Pameran Alutsista TNI AD yang saban
tahun berlangsung di Lapangan Monas. Tapi berdasarkan informasi yang
dikutip dari Majalah Commando Edisi 6 Tahun 2012, disebutkan
uji tembak KH-178 tidak memuaskan dalam hal akurasi yang diinginkan.
Ditambah bobot meriam ini yang dinilai jauh lebih berat dari
kompetitornya.
Ibarat merespon umpan, pihak Nexter rupanya makin percaya diri untuk
menggolkan penjualan LG-1 MK III ke Indonesia. Ditambah, sebelumnya
Nexter berhasil memasok self propelled howitzer 155 mm CAESAR ke Armed TNI AD.
Wujudnya, seperti pada Indo Defence 2014 Expo, Nexter memboyong live
unit LG-1 MK III ke pameran militer tahunan terbesar di Indonesia ini.
Kabarnya , TNI AD akan memesan sebanyak 2 Batalyon (36 unit) LG-1 Mk
III, disusul Marinir TNI AL yang ikut memesan 1 kompi LG-1 MK III.
Selain sudah punya rekam jejak memuaskan dalam Perang di Afghanistan,
bobot LG-1 MK III hanya sekitar 1,5 ton, artinya 1 unit pesawat angkut
berat C-130 Hercules dapat membawa 4 pucuk LG-1.
Dalam pengoperasiannya, LG-1 MK III membutuhkan 5 awak, lebih sedikit
ketimbang LG-1 MK II yang membutuhkan 7 awak. Pihak pabrikan mengklaim
laras L30 yang dimilikinya mampu menembak 12 peluru per menit, dengan
daya tahan laras sampai 7.500 kali penembakan. Meriam LG-1 MK III juga
bisa menggunakan munisi 105 mm lama yang biasa digunakan pendahulunya.
Ini menjadi nilai tambah karena adanya commonality antara TNI
AL dan TNI AD. Kalau menggunakan munisi standar M1, jarak tembaknya
sekitar 11 Km. Akan tetapi jika menggunakan munisi “extended range”
Nexter, maka jarak tembak sampai 17 km.
Baca juga: Radar Fire Finder – Pemburu posisi meriam lawan
Yang tak bisa di lupakan, LG-1 MK III sudah dibekali sistem komputer balistik (built in)
untuk setting akurasi pembidikan dan kontrol tembak. Dengan demikian,
waktu penyiapan meriam hingga peluru pertama terlontar menjadi lebih
singkat. Awak meriam juga akan di mudahkan dalam memetakan sasaran yang
telah dipandu oleh tim observer. (Deni Adi)
Jumat, 23 Januari 2015
Menuju Lokasi Pencarian AirAsia Z8501, KRI Frans Kaisiepo 368 Mengalami Kerusakan Sonar
KRI Frans Kaisiepo 368, satu dari empat korvet SIGMA Class andalan Satuan Kapal Eskorta
(Satkor) TNI AL, dikabarkan mengalami kerusakan saat dalam perjalanan menuju lokasi pencarian pesawat AirAsia QZ8501 di Selat Karimata. KRI Frans Kaisiepo 368 direncanakan akan mengambil peran sebagai pengganti KRI Sultan Hasanuddin 366 yang telah bertugas di wilayah pencarian sejak 4 Januari lalu.
Kerusakan yang mendera korvet buatan Damen Schelde Naval
Shipbuilding, Belanda, ini terbilang serius, yakni pada perangat sonar
pencari Thales UMS 4132 Kingklip medium frequency active/passive ASW. Sonar ini mengusung model hull mounted
yang terletak di bawah lambung kapal dan dilindungi oleh dome (kubah).
Nah, dalam pelayaran menuju lokasi pencarian pesawat AirAsia Z8501,
lebih tepatnya saat bernavigasi di sekitaran APBS (Alur Pelayaran Barat
Surabaya), KRI Frans Kaisiepo 368 yang berbobot 1.700 ton ini sempat
kandas. Dan bagian yang mengalami kerusakan adalah bagian terluar dari
lambung bawah kapal, yakni dome yang berisi perangkat sonar. APBS selama
ini dikenal sebagai jalur pelayaran yang sangat padat.
Dikutip dari Janes.com (21/1/2015),
meski akhirnya dapat ditarik ke dok kering milik PT PAL, menjadikan
untuk sementara waktu KRI Frans Kaisiepo 368 harus dilakukan perbaikan. Peran
sonar tentunya sangat vital dalam misi evakuasi AirAsia Z8501,
mengingat sonar menjadi sensor andalan untuk mendeteksi keberadaan obyek
di dasar laut. Belum diketahui berapa lama waktu yang dibutuhkan
untuk proses perbaikan. Dalam insiden ini, susunan silinder dan lambung
utama tidak mengalami kerusakan.
Mengantisipasi agar tak terjadi insiden serupa, PT Pelabuhan
Indonesia III selaku operator di pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya akan
melakukan proses pengerukan dan memperdalam alur yang kerap digunakan
kapal-kapal bertonase besar. Sejak 2009, KRI Frans Kaisiepo 368 menjadi
andalan Indonesia dalam rotasi misi Penjaga Perdamaian UNIFIL di
perairan Lebanon. (HANS)
Gripen-NG Pilihan yang Paling “Indonesia” ?. Propaganda !
Pendahuluan
Tadinya saya tidak ingin tulis komentar, akan tetapi propagandanya
makin lama cenderung menyesatkan, sehingga perlu dijawab. Sah saja
seseorang mengoceh dalam menjual produk, namun bila dalam sales talk-nya
menjelekkan produk lawan, tentu ini memancing reaksi dan perlu
diluruskan. Terutama yang mengusik penulis adalah pelibatan Su-35.
Seperti yang diklaim gripen Indonesia bahwa dia bukan salesman Gripen,
penulis juga bukan salesman Su-35 ataupun setiap pesawat lainnya, akan
tetapi hanya seorang fanboy yang mendambakan diskusi pencerahan yang
saling menghormati dan jujur.
Apple to apple
Membandingkan Gripen dengan Su-35 ibaratnya sama dengan Apple to
Jeruk lokal : satu dan dua engine, MTOW yang beda jauh, fuel fraction
yang 33% lebih besar, jumlah “hardpoints” / senjata yang dapat diusung,
power aperture radar yang jauh lebih besar dan banyak lagi lainnya. Jadi
itu menurut saya adalah nonsense. Mungkin pembaca masih ingat ketika
Su-30 kita intercept black flight Gulfstream di NTT harus dikejar dengan
kecepatan supersonik sampai dapat meskipun Su-30 kita terpaksa mendarat
dulu di Lanud El Tari untuk isi bahan bakar lagi. Meskipun tidak ada
penjelasan resmi, namun dapat diperkirakan bahwa disini kita berbicara
tentang kurun waktu ? 30 menit terbang supersonik. Sejujurnya, kalau
kita kejar dengan Gripen, apakah mungkin? Gripen yang katanya bisa
supercruise pasti akan kedodoran dan “bingo” sebelum berhasil mencegat.
Gripen NG dan Su-35 masing-masing punya tupoksinya sendiri di angkasa Indonesia.
Gripen dapat di-customize 100% menurut kebutuhan Indonesia
Gripen Indonesia menulis : “misalnya, untuk BVR combat, versi Indonesia dapat membawa tidak hanya Meteor,
tapi juga R-77T (infra-red) dan R-77-1 buatan Russia”. Gripen Indonesia
terlalu menyederhanakan masalah dan bisa menyesatkan. Penulis sendiri
bukan ahlinya, tapi mari kita coba kita lihat permasalahannya : (1)
Adaptor (cantelan) AAKU/AKU-170 untuk R-77, (2) integrasi adaptor ke
fire control sequence dan radar, (3) interface dengan radar dan IRST,
dan masih banyak lainnya. Misalnya, yang paling sederhana saja, apakah
adaptor AAKU/AKU-170 langsung dapat dipasang di Gripen? Dipasang tidak
jatuh dulu lho, belum bicara kinerja dibawa terbangnya. Sebaliknya,
kasus yang sama dapat pula ditanyakan, apakah Meteor dapat dibawa oleh
Su-35?
Logika yang benar adalah Gripen tetap Gripen dan Su-35 tetap Su-35.
Masing-masing punya tupoksinya sendiri. Su-35 tetap diperlukan sebagai
heavy fighter mengingat kondisi geografis Indonesia sebagai negara yang
sangat luas serta untuk menangkal F-35 dan F-15SG. Gripen dapat
diposisikan sebagai pengganti F-16 Blok 52ID yang ompong (karena tidak
punya rudal BVR AIM-120 C7), pengganti F-5 dan Hawk, atau sebagai
alternatif seandainya proyek KFX/IFX gagal (bukan dibatalkan seperti
diminta oleh Gripen Indonesia).
Gripen Indonesia menulis lagi : “Sebagai sarana pembantu, Gripen-E/F sudah membawa next-generation Gallium-Nitride jammer yang
lebih unggul dibanding semua tipe lain. Keunggulan Jammer ini akan
membantu menangkal kemampuan radar kecil di AMRAAM untuk “men-lock”
Gripen”. Lebih unggul dibanding semua tipe lain? Dari mana sumbernya?
Tipikal ocehan seorang salesman. Apakah hanya Gripen yang punya
kemampuan seperti ini? Apakah Su-35 juga punya kemampuan ini? SU-35
dapat membawa perlengkapan ECM sebagai berikut : The heavyweight
high power KNIRTI SAP -14 Support Jammer ECM pod is a Russian analogue
to the US ALQ-99E pod carried on the EA-6B Prowler and EA -18G Growl er.
It was developed for Flanker family aircraft and is carried on a large
centreline pylon. To date little has been disclosed about this design,
but it has been observed on the Su-30MK Flanker G/H and Su-34 Fullbac k .
It operates between 1 GHz and 4 GHz .
The KNIRTI SAP-518 ECM pod is a new technology replacement
(DRFM?) for the established L005 Sorbstiya series wingtip ECM pods. It
operates between 5 GHz and 18 GHz. Sumber http://www.ausairpower.net/APA-Su-35S-Flanker.html.
100% Transfer-of-Technology, dan kesempatan untuk partnership dalam pengembangan proyek Gripen-NG
Tanpa melihat secara utuh dokumen penawaran Gripen tentunya kita
hanya dapat meraba-raba. Misalnya, berapa minimum jumlah Gripen yang
harus kita beli? Berapa harga fly away cost, dan berapa kalau termasuk R
& D? Berapa lama sampai kita dapat merakit (bukan membuat lho)
sampai menerbangkan Gripen? Bagaimana dengan klausul embargo? Inggris
saja sudah bersuara tidak setuju dan akan mengembargo apabila Brazil
akan menjual rakitan Gripennya ke Argentina (lihat juga Gambar 1 di
bawah). SAAB itu adalah perusahaan aerospace yang kecil, tidak bisa
dibandingkan dengan EADS atau Lockheed misalnya. Kemampuan mengelola 2
proyek ToT besar dalam waktu yang sama patut diragukan. Proyek Gripen
Brazil sendiri belum dimulai. Bagaimana dengan time frame proyek Gripen Indonesia? Bagaimana kalau masalah Freeport mengganjal? Engine Gripen, apalagi untuk Gripen NG, masih harus diselesaikan antara SAAB dengan pemerintah USA.
Tentang harga :
- 2012 – 50-60 million USD per plane; atau 150 million USD dengan R&D costs (di kalkulasi dari rencana pembelian Swiss sebagai partner pengembangan, dan akan membeli 22 Gripen NG dengan harga 3,1 billion Swiss franc; namun pada 18 Mei 2014, 53.4% dari rakyat Swiss memberikan suara tidak setuju dalam sebuah referendum nasional)
- 2014 – 43 million USD unit flyaway/ 42 million USD unit flyaway
Tentang ongkos operasi per jam Gripen NG: The calculation of the
hourly cost of operation determines the Switzerland a flight operating
time of 180 hours per year basis. At 22 Gripen, this results in a cost
of 24’242 Swiss francs (USD 27.878) per flight hour.
Pada akhirnya, 100% Transfer-of-Technology ini tidak demikian sederhana seperti ditulis oleh Gripen Indonesia.
Aerial data networking
Gripen Indonesia menulis : “Dalam keadaan sekarang, tidak mungkin
F-16 Block-15/52ID dan Sukhoi Su-27 Indonesia dapat di-network bersama.
TKS-2 Network (kalau ada) di Su-27/30, yang berbasiskan tehnologi Russia
tidak akan compatible ke semua sistem pertahananan udara Indonesia yang
lain yang rata-rata berbasis teknologi Barat”. Bagaimana dengan
kenyataan bahwa Kohanudnas hampir selalu berhasil intetcept black flight
dengan Flanker? Salah satu dalil ilmu keteknikan adalah setiap masalah
teknik pasti ada solusinya, tergantung mau bayar ongkosnya atau tidak.
Misalnya, menggunakan pihak ketiga sebagai interface. Jadi yang
dipermasalahkan Gripen Indonesia bukan masalah yang ibaratnya jadi
kiamat bagi pertahanan udara. Seperti penulis tulis di atas,
masing-masing punya tupoksinya sendiri. Coba berikan skenario dimana
Su-27/30/35 akan bekerja sama dengan F-16/ Gripen, nggak cocok heavy
fighter disandingkan dengan light fighter. Doktrin pertahanan udara kita
adalah pre-emptive strike (strategis) garis ZEE + beyond ZEE
menggunakan Su-35, dan supremasi udara di atas ALKI (taktis) menggunakan
F-16. Dua teater operasi yang berbeda orientasi misinya, meskipun bisa
overlap tetapi biasanya secara insidental.
Gripen-NG adalah proven-concept; satu-satunya tipe yang akan memenuhi kebutuhan, dan keterbatasan Anggaran Indonesia
Gripen-NG adalah proven-concept? Dibantah sendiri oleh Gripen
Indonesia “Memang Gripen-E yang pertama baru akan terbang di tahun
2018”. Sedangkan Su-35 sudah diproduksi dan sudah masuk jajaran AU
Rusia, dan nampaknya akan dibeli China.
Konsep untuk bisa beroperasi dari jalan lurus sepanjang 800 meter
menjadi penting bagi negara kecil seperti Swedia ataupun Singapura akan
tetapi tidak krusial bagi Indonesia, yang mempunyai 148 airport panjang
914 – s.d. di atas 3000 m, dan 37 di bawah 914 m ; sumber http://en.wikipedia.org/wiki/Transport_in_Indonesia.
Biaya operasional Sukhoi Flanker yang mencapai Rp 400 juta / jam
Menurut penulis ini masuk kategori rumor/ sas-sus yang tidak jelas
sumber datanya. Kabar terakhir mantan Kepala Staf TNI Angkatan Udara
(Kasau) Marsekal TNI Ida Bagus Putu Dunia di Jakarta, Rabu (11/5)
berkata .”Untuk menggerakkan pesawat tempur Sukhoi saja minimal Rp 100
juta dalam satu jam terbang. Sementara denda yang diberikan hanya 60
juta rupiah, sehingga sangat rugi bagi TNI AU untuk biaya operasi Sukhoi
yang besar,” sumber http://m.merdeka.com/peristiwa/tni-a…p-60-juta.html.
Penulis sendiri bingung dngan ongkos terbang, perawatan dan spare
part dari Sukhoi; bila diambil angka yang disebut mantan KSAU mencapai
angka 100 jt rph, yg kalau dianggap 1 USD = Rp. 12600, menjadi USD 7.936
per jam. Penulis coba menghitung dulu biaya komponen fuel yg mudah
dihitung :
Max internal fuel SU-35 adalah 11,500 kg. Asumsi tipikal training
sortie diisi 50% (ini sdh lebih dari cukup) yaitu 5750 kg JP8, atau
sekitar 1897 USgallon. Dengan harga 1 USgallon = USD 3,13 (ini harga
sebelum minyak dunia turun), maka komponen bahan bakar adalah USD 5936
atau sekitar Rph. 71.230.000,-.
Total biaya komponen-komponen lainnya (spare part, perawatan, gaji
pilot + ground crew dll) adalah selisih USD 7936 – USD 5936 = 2.000;
manhour rate pilot + ground crew kita sudah jelas sangat kecil.
Kesimpulannya angka 400 jt rph/ flight hour itu sangat patut diragukan,
angka 100 jt rph/ flight hour adalah lebih mendekati kenyataan. Misalnya
spare part-nya mahal, dinaikkan menjadi USD 10.000 pun (Rph
126.600.000,-) masih sesuai dengan nalar (BTW cek lagi perhitungan saya,
mungkin salah).
Gripen Indonesia menggembargembokan cost per fight hour yang paling murah menurut Jane’s. Data ini diunduh dari http://www.stratpost.com/gripen-operational-cost-lowest-of-all-western-fighters-janes
berita per tanggal 4 Juli 2012. Jadi masuk akal bahwa data Gripen
diambil dari tipe JAS-39A/B/C/D, bukan Gripen NG. Untuk Gripen NG,
penulis lebih percaya kepada angka sumber yang di atas sudah disebutkan
USD 27.878. Kalau dibagi duapun masih USD 14.000, masih jauh di atas
sumber Jane’s.
SAAB/Swedia akan menjadi supplier Indonesia
Boleh saja jadi supplier, akan tetapi berani dan sanggup-kah menjamin
embargo tidak akan terjadi? Seperti diketahui, USA menerapkan embargo
senjata 1999 – 2006, dan EU dari September 1999 – Januari 2000. Embargo
ini, berbarengan dengan krisis finansial yang menimpa Indonesia,
mengakibatkan ”kesengsaraan” bagi TNI AU dan secara tidak langsung
menambah jumlah kecelakaan pesawat militer (lihat sumber http://indomiliter.mywapblog.com/daftar-kecelakaan-pesawat-militer-tni.xhtml).
Gambar 1 (maaf masih JAS-29 A/B/C/D) menunjukkan betapa gado-gadonya
Gripen ini. Untuk Gripen NG paling tidak radar + radome, dan IRST dari
Italia (Selex). Dan engine akan menggunakan General Electric F414G,
sebuah variasi dari General Electric F414. Bagaimana kalau engine diembargo lagi?
Kesimpulan si Gripen Indonesia
Kalau disimak dari tulisannya sekarang atau sebelumnya, maka maunya
dia adalah F-16 tidak berguna, KFX/IFX dibatalkan saja, dan Flanker
dipensiunkan saja karena katanya gampang rusak. Jangan sembarang tulis,
tolong diberikan sumbernya. Pengalaman lebih dari satu dekade kita
dengan Flanker, tidak ada kecelakaan (dan mudah-mudahan jangan sampai
terjadi), intercept black flight, menelorkan lebih dari 5 pilot dengan
1000 jam terbang http://garudamiliter.blogspot.com/2012/10/letkol-penerbang-untung-capai-1000-jam.html http://garudamiliter.blogspot.com/2014/03/letkol-pnb-tony-capai-1000-jam-terbang.html http://infoapajah.blogspot.com/2014/10/letkol-pnb-vincentius-raih-1000-jam.html http://strategi-militer.blogspot.com/2013/08/rahman-fauzi-pilot-pertama-yang-ke.html https://twitter.com/tni_au/status/542666449420943360 http://www.kaskus.co.id/thread/5422cffbc0cb17d9028b4569/mayor-pnb-i-gusti-ngurah-sorga-capai-1000-jam-terbang-dengan-sukhoi/
meskipun kesulitan dengan pengadaan BBM. Ini membuktikan bahwa Flanker
kita bukanlah ”hangar queen”, yang nongkrong saja di hangar karena
sering rusak.
Penutup
Penulis ingin bertanya : apakah ada pesawat tempur lain yang bisa
mengalahkan F-35 dan F-15SG selain Su-35? Kalau ada silahkan buat
artikel pendukungnya untuk dibahas di sini, dan bukan melontarkan
kata-kata enteng saja.
(by Antonov)
Langganan:
Postingan (Atom)