Senin, 26 Januari 2015

Tim Penyelam TNI Tidak Pernah Mengenal Menyerah

Tim Penyelam TNI Tidak Pernah Mengenal Menyerah

Tim Penyelam TNI AL yang tergabung dalam operasi pencarian dan evakuasi korban pesawat AirAsia QZ-8501 tidak pernah mengenal kata menyerah, dan dihari ke-29 ini berhasil mengevakuasi lagi 1 jenazah perempuan dari badan pesawat AirAsia QZ-8501 di perairan Selat Karimata, dekat Pangkalan Bun, Kotawaringin Kalimantan Tengah, Minggu (25/1/2015). 
Tim Penyelam TNI AL mulai melanjutkan misi mengevakuasi jenazah korban dan main bodypesawat AirAsia dengan diturunkanya perahu karet dan Sea Raider serta peralatan Dishidros. Beberapa penyelam dari KRI Banda Aceh telah berada di kapal Crest Onyx sejak Sabtu malam kemarin. Mereka melakukan penguatan belting dan tali pengikat. Sementara lifting bag yang digunakan masih tetap 1 buah berukuran 10 ton. Kapal Crest Onyx inilah yang akan menarik badan pesawat‎. 
Proses pengikatan dan belting pagi ini sudah kembali dimulai sejak pukul 04.55 WIB, dan pada pukul 09.30 WIB floating bag mengapung  badan pesawat sempat terangkat dan muncul kepermukaan di buritan Kapal Crest Onyx namun keberuntungan belum berpihak karena tali penarik terputus sehingga body pesawat kembali masuk ke air tetapi tali tross masih terpasang sehingga body pesawat tidak terempas lagi ke dasar laut. 
Saat badan pesawat terangkat, satu jenazah ikut mengapung, kemudian jenazah langsung dievakuasi oleh Tim dengan perahu karet ke KN Pacitan. Selain jenazah, puing-puing pesawat ikut mengapung.  Kemudian satu jenazah yang telah berhasil dievakuasi oleh KN Pacitan selanjutnya dibawa dengan pesawat Hely Bell TNI AL  ke Lanud Iskandar Pangkalan Bun. Seperti pada penemuan jenazah korban AirAsia sebelumnya, dari Pangkalan Bun jenazah dibawa ke RS  Sultan Imanuddin guna dirawat dan dimasukkan peti jenazah.  
Sejauh ini sudah 70 jenazah telah berhasil dievakuasi dan pada sore hari ini 1 jenazah hasil evakuasi hari ini masih berada di RS Sultan Imanuddin. 
Evakuasi dihentikan siang hari ini, selain untuk evaluasi dan merencanakan langkah berikutnya juga dikarenakan arus sudah mulai deras dan hujan, ketinggian ombak 2-4 m, kecepatan arus 1,7 knot sehingga evakuasi diputuskan untuk dilanjutkan esok hari dan berharap cuaca baik dan mendukung untuk penyelaman.  

TNI. 

TNI AL siapkan enam pangkalan penyanggah di perbatasan

... kalau ada pencurian ikan di timur, misalnya, tidak harus ditangani jajaran TNI AL dari Surabaya...
Surabaya (ANTARA News) - Kepala Staf TNI AL, Laksamana Madya Ade Sopandi, menyatakan enam pangkalan penyanggah di kawasan perbatasan guna mendukung kebijakan poros maritim tengah disiapkan.

"Selain pangkalan utama TNI AL, kita juga membangun pangkalan penyanggah di wilayah perbatasan," katanya, di Surabaya, Senin.

Dia ada di Surabaya utnuk membuka Apel Komandan Satuan 2015, Olah Yudha Renstra TNI AL 2016, dan Lokakarya Penegakan Hukum di Laut. 

Enam pangkalan penyangga itu terdiri dari tiga di wilayah barat dan tiga di wilayah timur. 

"Di Jakarta, Sumatera, dan Tanjungpinang untuk wilayah barat, lalu di Sulawesi Utara, Palu, dan NTT untuk wilayah timur, sehingga kalau ada pencurian ikan di timur, misalnya, tidak harus ditangani jajaran TNI AL dari Surabaya," katanya.

Selain itu, juga menambah arsenalnya, di antaranya kapal patroli cepat PC-60 yang sudah bisa dirancang di galangan dalam negeri.

"Sudah ada delapan kapal patroli cepat, tapi kami proyeksikan 44 kapal patroli cepat, karena idealnya kita memang harus memiliki 40-60 kapal patroli cepat untuk menekan pencurian ikan," katanya.

Namun, kapal patroli cepat itu bukan kapal patroli untuk pangkalan, melainkan kapal patroli yang siap di lapangan, sehingga membutuhkan anggaran bahan bakar, karena itu pengadaannya harus bertahap.

Selain kapal patroli, TNI AL juga tengah menunggu kapal SAR canggih dari Prancis, yang kontrak pembeliannya telah ditandatangani dan direncanakan tiba di Indonesia pada Februari 2015.

"Sayang sekali, kapal SAR dari Perancis itu tidak datang saat kita menangani jatuhnya pesawat AirAsia, padahal kapal itu memiliki peralatan SAR canggih," katanya.
 
 

National Ship Design and Engineering Center (NasDEC)

  Pembagian pembangunan modul PKG Sigma, antara Damen Schelde dan PT PAL (photo: arc.web.id)
Pembagian pembangunan modul PKG Sigma, antara Damen Schelde dan PT PAL (photo: arc.web.id)
Kementerian Pertahanan akan mendukung penuh proyek National Ship Design and Engineering Center (NasDEC) atau Pusat Desain dan Rekayasa Kapal Nasional. Proyek tersebut merupakan hasil kerjasama Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya (ITS) dengan Kementerian Perindustrian.
Selain kapal-kapal sipil, rencananya proyek ini juga mengembangkan desain kapal perang. Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengungkapkan sangat mendukung proyek tersebut saat ditemui JMOL di kantornya, Jumat 16/1/15 lalu.
“Pengembangan industri pertahanan dalam negeri merupakan bagian dalam memperkuat pertahanan kita, kita memang mengharapkan kepada BUMN maupun BUMS untuk mengembangkan apa yang mereka mampu buat untuk pertahanan kita,” ujar Ryamizard.
“Kita apresiasi ITS yang sudah mampu membangun proyek tersebut, tentunya kita akan dukung penuh proyek itu, dan saya sangat bangga jika ada anak bangsa ini yang mampu mengembangkan teknologi pertahanan,” ungkap Menhan.
Mantan Kasad di era Presiden Megawati tersebut juga mengharapkan pembangunan-pembangunan teknologi yang berkaitan dengan pertahanan terus meningkat guna menciptakan kemandirian bangsa.
Pihak ITS saat dikonfirmasi mengaku akan terus menunggu arahan berikutnya dari Kemhan mengenai pembangunan proyek NasDEC ini.
“Kita akan menunggu arahan dari pihak Kemhan dalam realisasi program ini, kita berharap semua dapat berjalan lancar untuk kemajuan bangsa dan negara,” ujar Dekan Fakultas Teknologi Kelautan ITS, Eko Budijatmiko.
“Sejauh ini sudah ada Prancis, Kroasia, dan Swedia yang akan bekerjasama dengan kita dalam program ini, dari situ akan ada yang namanya transfer teknologi, ke depan kita berharap akan ada banyak negara lagi yang akan menawarkan kerjasama kepada kita,” katanya.
Mengenai jenis kapal perang yang akan didesain dalam proyek ini, Eko menjelaskan semuanya akan bertahap sesuai dengan waktu dan kemampuan.
“Tentunya akan bertahap, mulai dari kapal patroli hingga kapal besar seperti Frigat dan Korvet bahkan kapal selam, semuanya tergantung pada transfer teknologi yang terjadi, cuma kita optimis ke depannya, di tempat ini akan bermunculan SDM yang ahli dalam mendesain kapal perang,” ucapnya.
Sementara Menko Kemaritiman Indroyono Soesilo mengharapkan “National Ship Design and Engineering Center” (NasDEC/Pusat Desain dan Rekayasa Kapal Nasional) di ITS tidak hanya mengurusi program kemaritiman dalam bidang desain dan rekayasa kapal. ITS juga diharapkan bisa menjadi pusat integrasi radar, karena pencarian AirAsia dengan cepat berkat peran ITS dalam mengintegrasikan radar milik TNI AL, Perhubungan Laut, dan sebagainya.
Ia menegaskan iptek dan inovasi merupakan kunci untuk mandiri, maju, dan kuat yang berbasis maritim. “Karena itu, Presiden menetapkan tekad Indonesia untuk menjadi Poros Maritim Dunia agar tingkat pendapatannya meloncat kepada 10 ribu dolar perkapita, karena itu kita menyusun empat agenda besar kemaritiman,” katanya.
Menteri Indroyono menjelaskan empat agenda besar yakni kedaulatan maritim, sumberdaya alam dan jasa, infrastruktur maritim, serta sumberdaya manusia dan budaya maritim.
“Saya minta para ahli desain dan rekayasa kapal serta ahli integrasi radar dari ITS untuk memajukan program kemaritiman dengan empat agenda besar itu”.
Pemerintah juga berencana membangun sembilan bandara baru di perbatasan, seperti Seibati, Rote, Nunukan, Miangas, Saumlaki, dan sebagainya. Dalam kaitan bandara, pelabuhan baru juga akan dibangun, karena itu ITS bisa berperan dalam desain dan rekayasa kapal melalui NasDEC-ITS.
“Saya sudah melapor Presiden bahwa ITS mampu merancang radar yang terintegrasi, misalnya radar perhubungan laut, radar TNI AL, radar TNI AU, radar pelabuhan, radar bea cukai, dan sebagainya akan terkoneksi,” katanya.
Dengan koneksi lewat radar itulah, katanya, akan memudahkan kinerja pengawasan “Negara Kepulauan”. “Kalau sekarang masih sifatnya laporan dari pangkalan di pulau tertentu, ke Armatim, ke Mabes TNI AL, ke Menko, lalu ke Presiden. Itu terlalu lama, karena itu perlu radar,”.
Keppres tentang Badan Keamanan Laut sudah terbit. “Dengan teknologi radar yang terintegrasi, maka Bakamla akan bekerja lebih efektif, karena jika ada gangguan, maka tinggal kirim kapal AL, kirim pesawat AU, atau lainnya untuk mengusir pengganggu”.
Untuk sumberdaya manusia, sedang siapkan beasiswa untuk riset kemaritiman, termasuk riset yang bekerja sama dengan negara lain, seperti ITS yang sudah bekerja sama dengan sejumlah universitas di Jerman. ( sumber: Jurnal Maritim dan JurnalSumatra).

Alasan Moeldoko Mengirim TNI Menjaga KPK

Panglima TNI Jenderal Moeldoko
Panglima Tentara Nasional Indonesia, Jenderal Moeldoko, mengungkapkan alasannya mengirim personel TNI ke Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi. Menurutnya, tindakan itu merupakan amanat undang-undang.
“Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 Tentang TNI Pasal 7 Ayat 1,” kata Moeldoko dalam akun facebooknya, Moeldoko, Minggu 25 Januari 2015.
Pasal itu, tutur Moeldoko, berbunyi tugas pokok TNI adalah menegakkan kedaulatan negara termasuk konflik komunal yang terjadi antara kelompok masyarakat yang dapat membahayakan keselamatan bangsa.
“Ini jawaban dari pertanyaan para politisi dan wartawan kenapa TNI ikut mengamankan gedung KPK,” kata Moeldoko menjawab pertanyaan di dinding facebooknya.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto atau BW ditetapkan sebagai tersangka, tersiar kabar bahwa Badan Reserse Kriminal Polri akan melakukan penggeledahan‎ ke Gedung KPK. Untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan, Samad sudah mengontak Panglima TNI membantu pengamanan di Gedung KPK.
Pasukan TNI yang diterjunkan berasal dari tiga matra Darat, Laut, dan Udara. Mereka dari Komando Pasukan Khusus (Kopassus) TNI Angkatan Darat, Detasemen Jalamangkara (Denjaka) TNI Angkatan Laut, dan Komando Pasukan Khas (Kopaskhas) TNI Angkatan Udara. Namun tidak diketahui berapa jumlah personel yang diturunkan.(Tempo)

Sabtu, 24 Januari 2015

LG-1 MK III: Howitzer 105mm ‘Incaran’ Yon Armed TNI AD

Meski TNI AD sudah mendapatkan meriam tarik (towed) Howitzer 105 mm generasi anyar, yakni tipe KH-178 buatan WIA Corporation (dulu Kia Machine Tool Company) dari Korea Selatan. Namun, sejatinya Artileri Medan (Armed) TNI AD lebih mengidamkan howitzer lain buatan Perancis, yang di maksud adalah LG-1 MK III, howitzer kaliber 105 mm besutan Nexter System.
Ada beberapa poin yang membuat Armed TNI AD kepincut LG-1 MK III, diantaranya dalam pengujian oleh Pussenarmed TNI AD, meriam ini dapat menampilkan performa yang memuaskan, bahkan mampu menandingi meriam M2A2 yang legendaris. Ditambah lagi, LG-1 dalam versi yang lebih senior, LG1 MK II telah di operasikan Resimen Artileri Korps Marinir TNI AL sejak tahun 1994. Kiprah howitzer ini terbilang moncer saat dipakai Marinir TNI AL, enam unit LG-1 MK II sempat berlaga dalam operasi tempur melawan separatis GAM (Gerakan Aceh Merdeka) pada tahun 2003 silam. Total hingga kini, Batalyon Armed Marinir TNI AL mempunyai 20 pucuk LG-1 MK II.
KH-178 di Pameran Alutsista TNI AD 2012.
KH-178 di Pameran Alutsista TNI AD 2012.
Sementara itu, dalam MEF (minimum essential force) I, TNI AD sudah mencanangkan untuk mendatangkan 54 pucuk KH-178 guna melengkapi kekuatan tiga batalyon Armed. KH-178 pun sudah kerap ditampilkan di hadapan publik, seperti pada ajang Pameran Alutsista TNI AD yang saban tahun berlangsung di Lapangan Monas. Tapi berdasarkan informasi yang dikutip dari Majalah Commando Edisi 6 Tahun 2012, disebutkan uji tembak KH-178 tidak memuaskan dalam hal akurasi yang diinginkan. Ditambah bobot meriam ini yang dinilai jauh lebih berat dari kompetitornya.
Ibarat merespon umpan, pihak Nexter rupanya makin percaya diri untuk menggolkan penjualan LG-1 MK III ke Indonesia. Ditambah, sebelumnya Nexter berhasil memasok self propelled howitzer 155 mm CAESAR ke Armed TNI AD. Wujudnya, seperti pada Indo Defence 2014 Expo, Nexter memboyong live unit LG-1 MK III ke pameran militer tahunan terbesar di Indonesia ini. Kabarnya , TNI AD akan memesan sebanyak 2 Batalyon (36 unit) LG-1 Mk III, disusul Marinir TNI AL yang ikut memesan 1 kompi LG-1 MK III.
LG-1 MK III AD Kolombia.
LG-1 MK III AD Kolombia.
Bekal display komputer, menjadi keunggulan pada LG-1 MK III.
Bekal display komputer, menjadi keunggulan pada LG-1 MK III.
Selain sudah punya rekam jejak memuaskan dalam Perang di Afghanistan, bobot LG-1 MK III hanya sekitar 1,5 ton, artinya 1 unit pesawat angkut berat C-130 Hercules dapat membawa 4 pucuk LG-1.
Dalam pengoperasiannya, LG-1 MK III membutuhkan 5 awak, lebih sedikit ketimbang LG-1 MK II yang membutuhkan 7 awak. Pihak pabrikan mengklaim laras L30 yang dimilikinya mampu menembak 12 peluru per menit, dengan daya tahan laras sampai 7.500 kali penembakan. Meriam LG-1 MK III juga bisa menggunakan munisi 105 mm lama yang biasa digunakan pendahulunya. Ini menjadi nilai tambah karena adanya commonality antara TNI AL dan TNI AD. Kalau menggunakan munisi standar M1, jarak tembaknya sekitar 11 Km. Akan tetapi jika menggunakan munisi “extended range” Nexter, maka jarak tembak sampai 17 km.
Baca juga: Radar Fire Finder – Pemburu posisi meriam lawan
Yang tak bisa di lupakan, LG-1 MK III sudah dibekali sistem komputer balistik (built in) untuk setting akurasi pembidikan dan kontrol tembak. Dengan demikian, waktu penyiapan meriam hingga peluru pertama terlontar menjadi lebih singkat. Awak meriam juga akan di mudahkan dalam memetakan sasaran yang telah dipandu oleh tim observer. (Deni Adi)

Jumat, 23 Januari 2015

Menuju Lokasi Pencarian AirAsia Z8501, KRI Frans Kaisiepo 368 Mengalami Kerusakan Sonar

KRI Frans Kaisiepo -368 jenis korvet tiba di Komando Lintas Laut Militer (Kolinlamil) Tanjung Priok, Jakarta Utara, Jumat (22/5).
KRI Frans Kaisiepo 368, satu dari empat korvet SIGMA Class andalan Satuan Kapal Eskorta
(Satkor) TNI AL, dikabarkan mengalami kerusakan saat dalam perjalanan menuju lokasi pencarian pesawat AirAsia QZ8501 di Selat Karimata. KRI Frans Kaisiepo 368 direncanakan akan mengambil peran sebagai pengganti KRI Sultan Hasanuddin 366 yang telah bertugas di wilayah pencarian sejak 4 Januari lalu.
Kerusakan yang mendera korvet buatan Damen Schelde Naval Shipbuilding, Belanda, ini terbilang serius, yakni pada perangat sonar pencari Thales UMS 4132 Kingklip medium frequency active/passive ASW. Sonar ini mengusung model hull mounted yang terletak di bawah lambung kapal dan dilindungi oleh dome (kubah). Nah, dalam pelayaran menuju lokasi pencarian pesawat AirAsia Z8501, lebih tepatnya saat bernavigasi di sekitaran APBS (Alur Pelayaran Barat Surabaya), KRI Frans Kaisiepo 368 yang berbobot 1.700 ton ini sempat kandas. Dan bagian yang mengalami kerusakan adalah bagian terluar dari lambung bawah kapal, yakni dome yang berisi perangkat sonar. APBS selama ini dikenal sebagai jalur pelayaran yang sangat padat.
Dikutip dari Janes.com (21/1/2015), meski akhirnya dapat ditarik ke dok kering milik PT PAL, menjadikan untuk sementara waktu KRI Frans Kaisiepo 368 harus dilakukan perbaikan. Peran sonar tentunya sangat vital dalam misi evakuasi AirAsia Z8501, mengingat sonar menjadi sensor andalan untuk mendeteksi keberadaan obyek di dasar laut. Belum diketahui berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk proses perbaikan. Dalam insiden ini, susunan silinder dan lambung utama tidak mengalami kerusakan.
Posisi hull mounted sonar di KRI Frans Kaisiepo 368 (SIGMA Class).
Posisi hull mounted sonar di KRI Frans Kaisiepo 368 (SIGMA Class).

Mengantisipasi agar tak terjadi insiden serupa, PT Pelabuhan Indonesia III selaku operator di pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya akan melakukan proses pengerukan dan memperdalam alur yang kerap digunakan kapal-kapal bertonase besar. Sejak 2009, KRI Frans Kaisiepo 368 menjadi andalan Indonesia dalam rotasi misi Penjaga Perdamaian UNIFIL di perairan Lebanon. (HANS)

Gripen-NG Pilihan yang Paling “Indonesia” ?. Propaganda !

  Gripen ng-2
saabgroup.com

Pendahuluan
Tadinya saya tidak ingin tulis komentar, akan tetapi propagandanya makin lama cenderung menyesatkan, sehingga perlu dijawab. Sah saja seseorang mengoceh dalam menjual produk, namun bila dalam sales talk-nya menjelekkan produk lawan, tentu ini memancing reaksi dan perlu diluruskan. Terutama yang mengusik penulis adalah pelibatan Su-35. Seperti yang diklaim gripen Indonesia bahwa dia bukan salesman Gripen, penulis juga bukan salesman Su-35 ataupun setiap pesawat lainnya, akan tetapi hanya seorang fanboy yang mendambakan diskusi pencerahan yang saling menghormati dan jujur.

Apple to apple
Membandingkan Gripen dengan Su-35 ibaratnya sama dengan Apple to Jeruk lokal : satu dan dua engine, MTOW yang beda jauh, fuel fraction yang 33% lebih besar, jumlah “hardpoints” / senjata yang dapat diusung, power aperture radar yang jauh lebih besar dan banyak lagi lainnya. Jadi itu menurut saya adalah nonsense. Mungkin pembaca masih ingat ketika Su-30 kita intercept black flight Gulfstream di NTT harus dikejar dengan kecepatan supersonik sampai dapat meskipun Su-30 kita terpaksa mendarat dulu di Lanud El Tari untuk isi bahan bakar lagi. Meskipun tidak ada penjelasan resmi, namun dapat diperkirakan bahwa disini kita berbicara tentang kurun waktu ? 30 menit terbang supersonik. Sejujurnya, kalau kita kejar dengan Gripen, apakah mungkin? Gripen yang katanya bisa supercruise pasti akan kedodoran dan “bingo” sebelum berhasil mencegat.
Gripen NG dan Su-35 masing-masing punya tupoksinya sendiri di angkasa Indonesia.

Gripen dapat di-customize 100% menurut kebutuhan Indonesia
Gripen Indonesia menulis : “misalnya, untuk BVR combat, versi Indonesia dapat membawa tidak hanya Meteor, tapi juga R-77T (infra-red) dan R-77-1 buatan Russia”. Gripen Indonesia terlalu menyederhanakan masalah dan bisa menyesatkan. Penulis sendiri bukan ahlinya, tapi mari kita coba kita lihat permasalahannya : (1) Adaptor (cantelan) AAKU/AKU-170 untuk R-77, (2) integrasi adaptor ke fire control sequence dan radar, (3) interface dengan radar dan IRST, dan masih banyak lainnya. Misalnya, yang paling sederhana saja, apakah adaptor AAKU/AKU-170 langsung dapat dipasang di Gripen? Dipasang tidak jatuh dulu lho, belum bicara kinerja dibawa terbangnya. Sebaliknya, kasus yang sama dapat pula ditanyakan, apakah Meteor dapat dibawa oleh Su-35?
Logika yang benar adalah Gripen tetap Gripen dan Su-35 tetap Su-35. Masing-masing punya tupoksinya sendiri. Su-35 tetap diperlukan sebagai heavy fighter mengingat kondisi geografis Indonesia sebagai negara yang sangat luas serta untuk menangkal F-35 dan F-15SG. Gripen dapat diposisikan sebagai pengganti F-16 Blok 52ID yang ompong (karena tidak punya rudal BVR AIM-120 C7), pengganti F-5 dan Hawk, atau sebagai alternatif seandainya proyek KFX/IFX gagal (bukan dibatalkan seperti diminta oleh Gripen Indonesia).
Gripen Indonesia menulis lagi : “Sebagai sarana pembantu, Gripen-E/F sudah membawa next-generation Gallium-Nitride jammer yang lebih unggul dibanding semua tipe lain. Keunggulan Jammer ini akan membantu menangkal kemampuan radar kecil di AMRAAM untuk “men-lock” Gripen”. Lebih unggul dibanding semua tipe lain? Dari mana sumbernya? Tipikal ocehan seorang salesman. Apakah hanya Gripen yang punya kemampuan seperti ini? Apakah Su-35 juga punya kemampuan ini? SU-35 dapat membawa perlengkapan ECM sebagai berikut : The heavyweight high power KNIRTI SAP -14 Support Jammer ECM pod is a Russian analogue to the US ALQ-99E pod carried on the EA-6B Prowler and EA -18G Growl er. It was developed for Flanker family aircraft and is carried on a large centreline pylon. To date little has been disclosed about this design, but it has been observed on the Su-30MK Flanker G/H and Su-34 Fullbac k . It operates between 1 GHz and 4 GHz .
The KNIRTI SAP-518 ECM pod is a new technology replacement (DRFM?) for the established L005 Sorbstiya series wingtip ECM pods. It operates between 5 GHz and 18 GHz. Sumber http://www.ausairpower.net/APA-Su-35S-Flanker.html.

100% Transfer-of-Technology, dan kesempatan untuk partnership dalam pengembangan proyek Gripen-NG
Tanpa melihat secara utuh dokumen penawaran Gripen tentunya kita hanya dapat meraba-raba. Misalnya, berapa minimum jumlah Gripen yang harus kita beli? Berapa harga fly away cost, dan berapa kalau termasuk R & D? Berapa lama sampai kita dapat merakit (bukan membuat lho) sampai menerbangkan Gripen? Bagaimana dengan klausul embargo? Inggris saja sudah bersuara tidak setuju dan akan mengembargo apabila Brazil akan menjual rakitan Gripennya ke Argentina (lihat juga Gambar 1 di bawah). SAAB itu adalah perusahaan aerospace yang kecil, tidak bisa dibandingkan dengan EADS atau Lockheed misalnya. Kemampuan mengelola 2 proyek ToT besar dalam waktu yang sama patut diragukan. Proyek Gripen Brazil sendiri belum dimulai. Bagaimana dengan time frame proyek Gripen Indonesia? Bagaimana kalau masalah Freeport mengganjal? Engine Gripen, apalagi untuk Gripen NG, masih harus diselesaikan antara SAAB dengan pemerintah USA.
Tentang harga :
  • 2012 – 50-60 million USD per plane; atau 150 million USD dengan R&D costs (di kalkulasi dari rencana pembelian Swiss sebagai partner pengembangan, dan akan membeli 22 Gripen NG dengan harga 3,1 billion Swiss franc; namun pada 18 Mei 2014, 53.4% dari rakyat Swiss memberikan suara tidak setuju dalam sebuah referendum nasional)
  • 2014 – 43 million USD unit flyaway42 million USD unit flyaway
Tentang ongkos operasi per jam Gripen NG: The calculation of the hourly cost of operation determines the Switzerland a flight operating time of 180 hours per year basis. At 22 Gripen, this results in a cost of 24’242 Swiss francs (USD 27.878) per flight hour.
Pada akhirnya, 100% Transfer-of-Technology ini tidak demikian sederhana seperti ditulis oleh Gripen Indonesia.

Aerial data networking
Gripen Indonesia menulis : “Dalam keadaan sekarang, tidak mungkin F-16 Block-15/52ID dan Sukhoi Su-27 Indonesia dapat di-network bersama. TKS-2 Network (kalau ada) di Su-27/30, yang berbasiskan tehnologi Russia tidak akan compatible ke semua sistem pertahananan udara Indonesia yang lain yang rata-rata berbasis teknologi Barat”. Bagaimana dengan kenyataan bahwa Kohanudnas hampir selalu berhasil intetcept black flight dengan Flanker? Salah satu dalil ilmu keteknikan adalah setiap masalah teknik pasti ada solusinya, tergantung mau bayar ongkosnya atau tidak. Misalnya, menggunakan pihak ketiga sebagai interface. Jadi yang dipermasalahkan Gripen Indonesia bukan masalah yang ibaratnya jadi kiamat bagi pertahanan udara. Seperti penulis tulis di atas, masing-masing punya tupoksinya sendiri. Coba berikan skenario dimana Su-27/30/35 akan bekerja sama dengan F-16/ Gripen, nggak cocok heavy fighter disandingkan dengan light fighter. Doktrin pertahanan udara kita adalah pre-emptive strike (strategis) garis ZEE + beyond ZEE menggunakan Su-35, dan supremasi udara di atas ALKI (taktis) menggunakan F-16. Dua teater operasi yang berbeda orientasi misinya, meskipun bisa overlap tetapi biasanya secara insidental.

Gripen-NG adalah proven-concept; satu-satunya tipe yang akan memenuhi kebutuhan, dan keterbatasan Anggaran Indonesia
Gripen-NG adalah proven-concept? Dibantah sendiri oleh Gripen Indonesia “Memang Gripen-E yang pertama baru akan terbang di tahun 2018”. Sedangkan Su-35 sudah diproduksi dan sudah masuk jajaran AU Rusia, dan nampaknya akan dibeli China.
Konsep untuk bisa beroperasi dari jalan lurus sepanjang 800 meter menjadi penting bagi negara kecil seperti Swedia ataupun Singapura akan tetapi tidak krusial bagi Indonesia, yang mempunyai 148 airport panjang 914 – s.d. di atas 3000 m, dan 37 di bawah 914 m ; sumber http://en.wikipedia.org/wiki/Transport_in_Indonesia.

Biaya operasional Sukhoi Flanker yang mencapai Rp 400 juta / jam
Menurut penulis ini masuk kategori rumor/ sas-sus yang tidak jelas sumber datanya. Kabar terakhir mantan Kepala Staf TNI Angkatan Udara (Kasau) Marsekal TNI Ida Bagus Putu Dunia di Jakarta, Rabu (11/5) berkata .”Untuk menggerakkan pesawat tempur Sukhoi saja minimal Rp 100 juta dalam satu jam terbang. Sementara denda yang diberikan hanya 60 juta rupiah, sehingga sangat rugi bagi TNI AU untuk biaya operasi Sukhoi yang besar,” sumber http://m.merdeka.com/peristiwa/tni-a…p-60-juta.html.
Penulis sendiri bingung dngan ongkos terbang, perawatan dan spare part dari Sukhoi; bila diambil angka yang disebut mantan KSAU mencapai angka 100 jt rph, yg kalau dianggap 1 USD = Rp. 12600, menjadi USD 7.936 per jam. Penulis coba menghitung dulu biaya komponen fuel yg mudah dihitung :
Max internal fuel SU-35 adalah 11,500 kg. Asumsi tipikal training sortie diisi 50% (ini sdh lebih dari cukup) yaitu 5750 kg JP8, atau sekitar 1897 USgallon. Dengan harga 1 USgallon = USD 3,13 (ini harga sebelum minyak dunia turun), maka komponen bahan bakar adalah USD 5936 atau sekitar Rph. 71.230.000,-.
Total biaya komponen-komponen lainnya (spare part, perawatan, gaji pilot + ground crew dll) adalah selisih USD 7936 – USD 5936 = 2.000; manhour rate pilot + ground crew kita sudah jelas sangat kecil. Kesimpulannya angka 400 jt rph/ flight hour itu sangat patut diragukan, angka 100 jt rph/ flight hour adalah lebih mendekati kenyataan. Misalnya spare part-nya mahal, dinaikkan menjadi USD 10.000 pun (Rph 126.600.000,-) masih sesuai dengan nalar (BTW cek lagi perhitungan saya, mungkin salah).
Gripen Indonesia menggembargembokan cost per fight hour yang paling murah menurut Jane’s. Data ini diunduh dari http://www.stratpost.com/gripen-operational-cost-lowest-of-all-western-fighters-janes berita per tanggal 4 Juli 2012. Jadi masuk akal bahwa data Gripen diambil dari tipe JAS-39A/B/C/D, bukan Gripen NG. Untuk Gripen NG, penulis lebih percaya kepada angka sumber yang di atas sudah disebutkan USD 27.878. Kalau dibagi duapun masih USD 14.000, masih jauh di atas sumber Jane’s.

SAAB/Swedia akan menjadi supplier Indonesia
Boleh saja jadi supplier, akan tetapi berani dan sanggup-kah menjamin embargo tidak akan terjadi? Seperti diketahui, USA menerapkan embargo senjata 1999 – 2006, dan EU dari September 1999 – Januari 2000. Embargo ini, berbarengan dengan krisis finansial yang menimpa Indonesia, mengakibatkan ”kesengsaraan” bagi TNI AU dan secara tidak langsung menambah jumlah kecelakaan pesawat militer (lihat sumber http://indomiliter.mywapblog.com/daftar-kecelakaan-pesawat-militer-tni.xhtml).
image001
Gambar 1 JAS-39/A/B/C/D Gripen

Gambar 1 (maaf masih JAS-29 A/B/C/D) menunjukkan betapa gado-gadonya Gripen ini. Untuk Gripen NG paling tidak radar + radome, dan IRST dari Italia (Selex). Dan engine akan menggunakan General Electric F414G, sebuah variasi dari General Electric F414. Bagaimana kalau engine diembargo lagi?

Kesimpulan si Gripen Indonesia
Kalau disimak dari tulisannya sekarang atau sebelumnya, maka maunya dia adalah F-16 tidak berguna, KFX/IFX dibatalkan saja, dan Flanker dipensiunkan saja karena katanya gampang rusak. Jangan sembarang tulis, tolong diberikan sumbernya. Pengalaman lebih dari satu dekade kita dengan Flanker, tidak ada kecelakaan (dan mudah-mudahan jangan sampai terjadi), intercept black flight, menelorkan lebih dari 5 pilot dengan 1000 jam terbang http://garudamiliter.blogspot.com/2012/10/letkol-penerbang-untung-capai-1000-jam.html http://garudamiliter.blogspot.com/2014/03/letkol-pnb-tony-capai-1000-jam-terbang.html http://infoapajah.blogspot.com/2014/10/letkol-pnb-vincentius-raih-1000-jam.html http://strategi-militer.blogspot.com/2013/08/rahman-fauzi-pilot-pertama-yang-ke.html https://twitter.com/tni_au/status/542666449420943360 http://www.kaskus.co.id/thread/5422cffbc0cb17d9028b4569/mayor-pnb-i-gusti-ngurah-sorga-capai-1000-jam-terbang-dengan-sukhoi/ meskipun kesulitan dengan pengadaan BBM. Ini membuktikan bahwa Flanker kita bukanlah ”hangar queen”, yang nongkrong saja di hangar karena sering rusak.

Penutup
Penulis ingin bertanya : apakah ada pesawat tempur lain yang bisa mengalahkan F-35 dan F-15SG selain Su-35? Kalau ada silahkan buat artikel pendukungnya untuk dibahas di sini, dan bukan melontarkan kata-kata enteng saja.
(by Antonov)