Selasa, 20 Januari 2015

Tank Scorpion akan Perkuat Kodam VI Mulawarman

  Tank Scorpion TNI AD
Tank Scorpion TNI AD

Kodam VI Mulawarman akan menambah pos pengamanan perbatasan menjadi 50 pos perbatasan, dari 23 pos yang ada saat ini. Hal ini dikatakan Kepala Staf Kodam VI Mulawarman Mayjen TNI Lodewyk Pusung di Media Centre Kodam VI Mulawarman di Jl Tanjungpura IV Blok G 55 , Senin (19/1/2015).
“Di perbatasan antara Indonesia Malaysia di Kaltara saat ini dijaga oleh dua batalion. Namun kami akan menambah pengamanan dari 23 pos yang saat ini ada menjadi 50 pos perbatasan. Hal ini untuk antisipasi dan menutup jalur-jalur penyeludupan baik dari kedua negara,” kata Pusung, saat melakukan dialog dengan wartawan.
Ditambahkannya, bahwa musuh negara bukan lagi negara lain yang menjadi ancaman. Namun musuh negara yakni adanya penggerogotan generasi muda dengan cara memasukan narkotika ke Indonesia. “Narkoba itu juga ancaman Negara, musuh yang tidak terlihat, secara pelan dimasukan ke Indonesia untuk menyerang generasi muda bangsa,” lanjutnya.
Penambahan pos pengamanan perbatasan tersebut, sangatlah perlu karena untuk menutup jalur-jalur tikus penyeludupan narkoba, yang saat ini mulai terlihat intensitasnya di kawasan perbatasan.
Sementara itu, Kasdam mengisyaratkan pada tahun 2015 ini beberapa alutsista berupa Tank Scorpion akan tiba di Kaltim dan menjadi bagian dari Batalion Kavaleri yang saat ini telah ada di Kutai Kartanegara, Tepatnya di Jl Soekarno Hatta KM 28. “Untuk alutsista baru, Tank Scorpion akan menjadi persenjataan baru di Batalion Kaveleri, dan rencana tahun ini akan datang ke Kaltim, kalau tidak ada halangan,” ungkap Pusung. (kaltim.tribunnews.com).

Multi Role Tanker Transport: Solusi Air Refuelling Aneka Jet Tempur TNI AU

Urusan daya jelajah menjadi penting bagi keberadaan jet tempur TNI AU, maklum wilayah udara yang harus di-cover terbilang ekstra luas. Meski ada beberapa pangkalan (Lanud) aju untuk mendukung operasi jarak jauh, tapi dalam prakteknya menyiapkan pangkalan aju belum tentu efektif dan dibutuhkan waktu untuk segala macam persiapan guna menerima kedatangan jet tempur dari pangkalan utama.
Bagi jet tempur TNI AU, seperti Sukhoi Su-30 MK2 Flanker dan Hawk 200, jangkauan jelajahnya bisa dimaksimalkan dengan fasilitas air refuelling system. Agar diketahui, TNI AU lewat Skadron Udara 32 sejak 1961 telah mengoperasikan dua unit KC-130B Hercules, yakni jenis pesawat angkut berat C-130 Hercules yang punya kemampuan multi purpose, salah satunya sebagai pesawat tanker udara. KC- 130B Hercules mampu ‘menyusui’ di udara lewat teknik hose. Dengan teknik hose, pesawat tempur penerima harus menggapai drogue, berupa parasut kecil untuk proses air refuelling. Dalam pola ini, pesawat penerima yang harus aktif mencari ‘puting susu’ dari tanker tersebut.
Aksi KC-130B Hercules TNI AU saat akan "menyusui" Sukhoi
Aksi KC-130B Hercules TNI AU saat akan “menyusui” Sukhoi
Sukhoi Su-30 TNI AU 'menyusu' dengan teknik hose.
Sukhoi Su-30 TNI AU ‘menyusu’ dengan teknik hose.
A-4E Skyhawk (ex-skadron 11), telah menjadi klien KC-130 sejak tahun 80-an.
A-4E Skyhawk (ex-skadron 11), telah menjadi klien KC-130 sejak tahun 80-an.

Selain Sukhoi Su-30 dan Hawk 200, ‘pelanggan’ awal KC-130 Hercules TNI AU adalah jet tempur A-4E Skyhawk yang kini telah dipensiunkan dari kedinasan. Tentu saja, kemampuan KC-130 Hercules yang hanya bisa menyalurkan bahan bakar dengan teknik hose menjadi kendala bagi jet tempur TNI AU lainnya. Adalah F-16 A/B Fighting Falcon Skadron Udara 3 dan F-16 C/D Skadron Udara 16, kedua varian jet tempur first layer TNI AU ini tak bisa maksimal untuk urusan jelajah. Ambil contoh untuk melaksanakan operasi udara di wilayah Indonesia Timur, F-16 dari Lanud Iswahjudi mutlak membutuhkan pangkalan aju.
Yang jadi masalah utama, varian F-16 Fighting Falcon menganut teknik berbeda untuk air refuelling, yakni dengan teknik boom. Teknik boom adalah pengisian bahan bakar di udara menggunakan tail boom, semacam tangkai sodok di ekor. Dalam pola ini, pesawat tanker yang aktif memberi ‘asupan susu’ alias asupan bahan bakar ke pesawat penerima. Karena tak punya tanker udara untuk F-16, TNI AU selama ini sebatas memanfaatkan latihan bersama untuk berlatih air refuelling menggunakan pesawat KC-135 Stratotanker milik AU AS. Hati menjadi miris, setelah tahu bahwa AU Singapura dengan ruang udara yang amat minim, justru memiliki 4 unit KC-135 Stratotanker.

MRTT Solusi Untuk Semua Jet Tempur
Menyadari peran strategis dari air refuelling, mengingat jet tempur TNI AU pengganti F-5 E/F Tiger nanti juga pasti punya kemampuan air refuelling, maka mantan KSAU Marsekal TNI Ida Bagus Putu Dunia pernah menyampaikan bahwa TNI AU tengah mengajukan pengadaan pesawat tanker kelas MRTT (Multi Role Tanker Transport). Hal tesebut disampaikan Ida Bagus dalam acara Exit Briefing sebelum mengakhiri masa tugasnya sebagai KSAU di Mabesau, Cilangkap (8/1/2015).
F/8-18 Super Hornet AU Australia dengan A330 MRTT.
F/8-18 Super Hornet AU Australia dengan A330 MRTT.
Tail boom di Airbus A330 MRTT.
Tail boom di Airbus A330 MRTT.
Pod air refuelling pada hard point sayap untuk teknik pengisian hose.
Pod air refuelling pada hard point sayap untuk teknik pengisian hose.

Kemudian menjadi menarik perhatian, apa itu MRTT? Secara sederhana bisa disebut MRTT adalah pesawat tanker yang berasal dari platform pesawat jet sipil (wide body). Selain punya peran sebagai pesawat tanker, MRTT dapat pula disulap untuk kebutuhan angkut personel dan Medevac (medical evacuation). Skema multi purpose-nya tak beda dengan KC-130 Hercules TNI AU. Tapi karena punya dimensi lebih besar, maka kapasitas bahan bakar (avtur) yang bisa digelontorkan di udara juga lebih banyak. Dan yang paling penting, MRTT dapat mengusung dua teknik air refuelling, baik teknik hose dan boom. Alhasil nantinya semua jet tempur TNI AU, termasuk F-16 pun akan punya kepak sayap lebih kuat di udara.

Airbus A330 MRTT
Dari beberapa tipe MRTT yang ada di pasaran, besar kemungkinan yang akan diboyong TNI AU adalah Aribus A330 MRTT. Pasalnya, Airbus Military terbilang punya hubungan yang lekat dengan Indonesia, khususnya PT Dirgantara Indonesia yang telah bekerjasama cukup lama dalam hal ToT (Transfer of Technology). Arbus A330 MRTT dibangun dari platform pesawat sipil Airbus A330-200. Pesawat tanker dengan dua mesin jet ini dapat membawa muatan 111 ton bahan bakar, tanpa fuel tank tambahan. Selain itu, masih bisa ditambah kargo tambahan hingga kapasitas 45 ton. Muatan kargo dapat dibawa dalam 8 military pallets.
Konfigurasi tanki bahan bakar Airbus A330 MRTT.
Konfigurasi tanki bahan bakar Airbus A330 MRTT.
Terminal pengendali air refuelling pada teknik boom di Airbus A330 MRTT AU Australia.
Terminal pengendali air refuelling pada teknik boom di Airbus A330 MRTT AU Australia.
Konfigurasi Medevac pada A330 MRTT.
Konfigurasi Medevac pada A330 MRTT.
Bagian dalam refuelling pod untuk teknik hose.
Bagian dalam refuelling pod untuk teknik hose.

Bila disulap sebagai pembawa personel, A330 MRTT dapat membawa 380 penumpang (konfigurasi single class). Saat keadaan mendesak, Aribus A330 MRTT dapat disulap sebagai Medical Evacuation, 130 usungan standar dapat dibawa.
Kembali ke air refuelling, jika Airbus A330 MRTT dapat membawa 111 ton bahan bakar, sebagai perbandingan KC-130B Hercules TNI AU hanya mampu membawa 136,26 hecto liter bahan bakar, atau setara 13.630 liter. Sebagai pesawat tanker, pada masing-masing sayap dilengkapi hard point untuk penempatan refuelling pod guna menjulurkan teknik hose. Sementara untuk mendukung teknik boom, terdapat tail boom pada sisi ekor bawah pesawat.

Selain basis A330, Airbus Military juga punya varian Airbus A310 MRTT, seperti yang dioperasikan AU Jerman.
Selain basis A330, Airbus Military juga punya varian Airbus A310 MRTT, seperti yang dioperasikan AU Jerman.

Airbus A330 MRT dengan bobot kosong 125 ton dapat menjelajah hingga 14.800 km. Punya kecepatan maksimum 880 km per jam, dan ketinggian terbang maksimum 13.000 meter. Sampai saat ini, A330 MRTT sudah digunakan oleh AU Inggris, AU Australia, AU Emirat Arab, AU India, dan AU Arab Saudi. Bila Indonesia baru sebatas melirik pesawat tanker ini, lain hal dengan Singapura, negeri pulau ini malahan sudah memesan 6 unit A330 MRTT pada Februari 2014, yang rencananya akan mulai hadir pada tahun 2018 mendatang. (Haryo Adjie)

Spesifikasi Airbus A330 MRTT
  • Crew: 3: 2 pilots, 1 air refuelling operator
  • Capacity: 291 passengers, and 8 military pallets + 1LD6 container + 1 LD3 container
  • Length: 58.80 m
  • Wingspan: 60.3 m
  • Height: 17.4 m
  • Empty weight: 125,000 kg
  • Useful load: 45,000 kg non-fuel payload
  • Powerplant: 2× Rolls-Royce Trent 772B or General Electric CF6-80E1A4 or Pratt & Whitney PW 4170 turbofans
  • Fuel Capability: 111,000 kg
  • Maximum speed: 880 km/h
  • Cruise speed: 860 km/h
  • Range: 14,800 km
  • Service ceiling: 13,000 m

Indomil.

Akhirnya Rusia Tawarkan Offset dan ToT Alutsista untuk Indonesia

Su-35 paling di favoritkan oleh masyarakat sebagai pengganti F-5E/F TNI AU.
Su-35 paling di favoritkan oleh masyarakat sebagai pengganti F-5E/F TNI AU.

Gara-gara sering disebut pelit untuk urusan ToT (transfer of technology), membuat pemerintah Rusia harus mengambil strategi lain agar pemasaran produk alutsista yang ditawarkan ke Indonesia bisa terus mulus, tak tergerus oleh kompetisi keras dari pemasok asal Korea Selatan, Eropa Barat dan AS yang rajin menawarkan skema ToT k ke Indonesia. ToT menjadi isu yang krusial, mengingat pemerintah Indonesia telah mensyaratkan harus adanya ToT dalam tiap produk alutsista yang di impor.
Tawaran produk Rusia yang menjadi fokus perhatian utama adalah Sukhoi Su-35 BM, sebagai calon pengganti jet tempur F-5 E/F Tiger II TNI AU, pembelian gelombang kedua tank amfibi BMP-3F dan kapal selam diesel listrik Kilo Class. Terkait hal tersebut, otoritas Rusia dan pemerintah Indonesia akhirnya berikrar untuk menandatangani perjanjian kerjasama produksi alutsista. Dikutip dari Janes.com (15/1/2014), rencana kerja sama ini sudah disusun dalam draft perencanaan untuk ditindak lanjuti dengan negosiasi industri pertahanan Indonesia.
Pembicaraan antara Indonesia dan Rusia dibuka 2014 lalu saat Presiden Joko Widodo bertemu dengan Presiden Rusia, Vladimir Putin disela-sela pertemuan APEC tahun 2014 lalu. Dilanjutkan dengan Delegasi JSC Rosoboronexport dari Rusia yang dipimpin oleh Director General of JSC Rosoboronexport Anatoly P. Isaykin mengunjungi Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan Republik Indonesia Letjen TNI Ediwan Prabowo di kantor Kementerian Pertahanan RI, Jakarta.
Kementerian Pertahanan Indonesia mengatakan rencana ini berpusat pada pengembangan skema offset pertahanan yang mencakup transfer teknologi, produksi bersama di Indonesia untuk komponen dan struktur, serta pembentukan pemeliharaan, perbaikan, dan pusat layanan perbaikan alutsista di dalam negeri.
Kilo class, inilah kapal selam idaman untuk TNI AL
Kilo class, inilah kapal selam idaman untuk TNI AL
BMP-3F Korps Marinir TNI-AL. Jadi IFV dengan daya gempur terkuat milik TNI saat ini.
BMP-3F Korps Marinir TNI-AL. Jadi IFV dengan daya gempur terkuat milik TNI saat ini.

Apa itu offset? Dalam setiap pengadaan alutsista di hampir setiap negara dipersyaratkan adanya defence offset yang dibagi menjadi direct offset dan indirect offset. Direct offset yaitu kompensasi yang langsung berhubungan dengan traksaksi pembelian. Indirect offset sering juga disebut offset komersial bentuknya biasanya buyback, bantuan pemasaran/pembelian alutsista yang sudah diproduksi oleh negara berkembang tersebut, produksi lisensi, transfer teknologi, sampai pertukaran offset bahkan imbal beli.
Perjanjian Rusia-RI dalam kasus ini termasuk dalam kategori yang terakhir. Karena Rusia juga menyatakan kesiapannya pelaksanaan ToT untuk setiap alutsista TNI yang dibeli dari Rusia, mengadakan joint production untuk berbagai suku cadang alutsista TNI yang dibeli dari mereka serta mendirikan service center di Indonesia. Semua dengan catatan Indonesia membeli produksi alutsista dari Rusia.
Sesuai dengan kebijakan Presiden Joko Widodo dalam memperkuat Poros Maritim, pihak Kementerian Pertahanan dan TNI AU pun mengincar Be-200, pesawat yang mampu mendarat di laut. Enath kebetulan atau tidak, Beriev Be-200 juga turut diikutkan Rusia dalam misi evakuasi pesawat AirAsia QZ8501 yang jatuh di Selat Karimata. Keberadaannya berguna untuk patroli di laut terhadap pencurian ikan di laut dan bisa digunakan untuk membantu pencarian kecelakaan jatuhnya pesawat di laut.
Kembali ke soal offset, Indonesia sudah cukup familiar dalam hal kerjasama offset alutsista. Kilas balik ke tahun 1988 – 1989, Indonesia memilih membeli F-16 A/B Fighiting Falcon salah satunya karena faktor offset. AS menawarkan 35% offset, sementara Perancis dengan Mirage 2000 hanya menawarkan 25% offset kepada Indonesia. Wujudnya PT Dirgantara Indonesia (d/h PT IPTN) mendapat pesanan untuk memproduksi suku cadang pesawat F-16. Hasil produksi suku cadang tersebut kemudian di ekspor PT IPTN ke pihak AS. Ada sekitar lima jenis komponen suku cadang F-16 yang diproduksi PT IPTN kala itu. Total pesanan offset di atas merupakan bagian dari kontrak pembelian 12 unit F-16 A/B Fighting Falcon untuk Skadron Udara 3 senilai US$337 juta. (Deni/HANS)

Senin, 19 Januari 2015

Sutarman Jadi Jenderal Bintang Empat Aktif yang Tak Punya Jabatan

TRIBUNNEWS/HERUDIN Kapolri Jenderal Sutarman memeriksa pasukan saat apel gelar pasukan Operasi Lilin 2013 terkait pengamanan Natal dan Tahun Baru 2014 di lapangan Monas, Jakarta Pusat, Jumat (20/12/2013). Jumlah personel gabungan yang akan diterjunkan untuk pengamanan mencapai 144.464 orang, terdiri dari 92.009 personel kepolisian dan 52.455 personel lain dari unsur TNI dan kementerian terkait. Sebanyak 1.900 pos keamanan disiapkan Polri untuk mengawal jalannya operasi. TRIBUNNEWS/HERUDIN

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Polri Komisaris Jenderal Badrodin Haiti mengatakan bahwa mantan Kapolri Jenderal (Pol) Sutarman saat ini masih aktif sebagai anggota kepolisian tanpa jabatan. Karena itu, Badrodin berencana menggelar pertemuan untuk mencari solusi bagi status Sutarman selanjutnya.
"Sekarang Pak Sutarman tidak ada jabatan, kita minta perlu konsultasi, perlu ada koordinasi, dan akan bertemu beliau," kata Badrodin, di Istana Negara, Jakarta, Senin (19/1/2015).
Badrodin menjelaskan, posisinya saat ini adalah Wakapolri yang melaksanakan tugas Kapolri. Hal itu ia sebut tercantum dalam surat keputusan (SK) yang mengatur wewenang dan tanggung jawab Badrodin setelah Sutarman diberhentikan.
Badrodin melanjutkan, dalam SK tersebut, Presiden Jokowi juga meminta Badrodin untuk meningkatkan kinerja kepolisian. Meski demikian, Badrodin mengaku tidak ada batasan waktu sampai kapan dirinya akan menjalankan tugas Kapolri.
"Sampai kapan? Sampai dilantiknya pejabat Kapolri," ujarnya.
Seperti diketahui, Presiden Jokowi memberhentikan dengan hormat Jenderal (Pol) Sutarman sebagai Kapolri. Seluruh tugas Kapolri dibebankan kepada Wakapolri Komjen Badrodin Haiti dengan menunjuknya sebagai Plt karena Jokowi menunda melantik Budi dengan alasan menunggu proses hukum yang berjalan.


Kompas. 

Wadanjen Kopassus Buka Pra Ekspedisi NKRI 2015

DOKUMENTASI KOPASSUS Wakil Komandan Jenderal Kopassus Brigjen TNI M. Herindra membuka secara resmi Pra Ekspedisi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) Koridor Kepulauan Nusa Tenggara 2015, Senin (19/1/2015), di Pusdikpassus, Batujajar, Bandung.

Wakil Komandan Jenderal Kopassus Brigjen TNI M. Herindra membuka secara resmi Pra Ekspedisi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) Koridor Kepulauan Nusa Tenggara 2015, Senin (19/1/2015), di Pusdikpassus, Batujajar, Bandung. Ekspedisi NKRI Koridor Kepulauan Nusa Tenggara Tahun 2015 merupakan kelanjutan dari ekspedisi sebelumnya yaitu Ekspedisi Bukit Barisan Tahun 2011 di Pulau Sumatera, Ekspedisi Khatulistiwa Tahun 2012 di Pulau Kalimantan, Ekspedisi NKRI Tahun 2013, dan Ekspedisi NKRI Koridor Maluku dan Maluku Utara Tahun 2014.
Ekspedisi NKRI Koridor Kepulauan Nusa Tenggara akan berlangsung selama empat bulan, mulai 19 Januari hingga 12 Juni 2015 dengan melibatkan unsur TNI, Polri, Mahasiswa, lembaga swadaya masyarakat (LSM), para peneliti, kementerian, lembaga, dinas instansi baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, dan masyarakat setempat.
Peserta Ekspedisi NKRI 2015 berjumlah 1.241 orang. Mereka akan mendapatkan pembekalan selama dua minggu oleh para tim ahli dan pelatih di Batujajar dan Situlembang. Selesai menerima pembekalan, peserta ekspedisi akan ditempatkan di 8 subkorwil yakni Subkorwil Karangasem , Lombok Timur, Sumbawa, Bima, Sumba Barat Daya, Ende, Alor, dan Belu.
Danjen Kopassus Mayjen TNI Doni Monardo selaku komandan ekspedisi dalam amanatnya mengatakan, kegiatan ekspedisi tahun ini tidak berbeda jauh dengan kegiatan ekspedisi sebelumnya meliputi tiga aspek utama, yaitu aspek penjelajahan, penelitian, dan aspek pengabdian masyarakat.
Aspek penjelajahan meliputi kegiatan penjelajahan gunung, hutan rawa dan sungai,penjelajahan garis pantai serta penjelajahan perbatasan Indonesia dengan RDTL (Republic Democratic Timor Leste). Aspek penelitian mencakup kegiatan pendataan dan pemetaan di bidang kajian kehutanan geologi potensi bencana, flora fauna, serta sosial budaya.
"Sedangkan aspek pengabdian masyarakat akan difokuskan pada kegiatan pelestarian alam, peningkatan wawasan kebangsaan dan bela negara, penyuluhan Keluarga Berencana (KB) dan keluarga prasejahtera, bakti sosial dalam rangka untuk membantu percepatan pembangunan di wilayah," kata Doni Monardo sebagaimana disebutkan dalam siaran pers yang dikirim Ketua Tim Media Ekspedisi NKRI, Mayor Inf Achmad Munir.
Danjen Kopassus menambahkan dalam kegiatan pelestarian alam khususnya kegiatan penghijauan, saat ini telah disiapkan 30.000 bibit pohon cendana di Pulau Alor dan 20.000 benih pohon kelor akan disebar di daerah Ende, Sumba Barat Daya dan Kupang.
Dengan keluarnya Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 2014 tentang Panitia Nasional Penyelenggara Ekspedisi NKRI Koridor Kepulauan Nusa Tenggara Tahun 2015 menunjukan bahwa dukungan dari komponen bangsa untuk membantu pemerintah dalam upaya mewujudkan sembilan agenda prioritas atau yang kita kenal dengan Nawacita dapat dilaksanakan melalui Ekspedisi NKRI 2015 dengan melibatkan 26 Kementerian/Lembaga di bawah koordinator Menteri Pembangunan Manusia dan Kebudayaan

Kompas. 

Penawaran Baru Kapal Selam Rusia ke Indonesia

  image
Kapal selam Kilo 636 Vietnam

Setelah gagal mengamankan kontrak pengadaan kapal selam baru beberapa tahun yang lalu, pemerintah Rusia kembali mendekati pemerintah Indonesia untuk menawarkan kapal selam Kilo Class jenis 636, untuk memperkuat sistem pertahanan maritim negara.
Juru bicara Departemen Pertahanan Kolonel Djundan mengatakan, bahwa pada hari Kamis duta besar Rusia MY Galuzin telah bertemu dengan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu untuk membahas kemitraan militer dan pertahanan antara kedua negara.
“Rusia siap untuk menyediakan beberapa sistem persenjataan penting, termasuk kapal selam Type 636, jet tempur Sukhoi Su-35 dan helikopter MI-17″ kata Djundan kepada The Jakarta Post pada hari Jumat (17/01/2015), menambahkan bahwa Rusia juga siap untuk menyerahkan teknologinya.
KS Amur Rusia (Jakartagreater)
KS Amur Rusia (Jakartagreater)

Dia menolak untuk mengatakan apakah tawaran telah diterima, namun mengatakan kementerian masih bekerja untuk menemukan sistem senjata baru yang terbaik bagi negara.
Kapal selam diketahui sebagai mesin perang yang efektif yang dapat bertindak sebagai pencegah karena kapasitasnya yang bisa beroperasi secara diam-diam.
Kapal selam jenis 636 Rusia ditujukan terutama untuk operasi anti-kapal permukaan dan anti-kapal selam di perairan dangkal. Tipe ini juga tahan terhadap kondisi cuaca.
Negara-negara yang mengoperasikan kapal selam ini termasuk Aljazair, Cina, India, Rumania dan Vietnam.
Indonesia memiliki sejarah panjang dalam mengoperasikan kapal selam Rusia, dari Uni Soviet. Pada tahun 1967, Indonesia mengakuisisi 12 kapal selam Whiskey Class dari negara adidaya tersebut.
“Indonesia telah memiliki kerjasama militer dengan Rusia sejak pemerintahan presiden Rusia sebelumnya. Saya berharap kemitraan militer akan berkembang di masa depan, “kata Ryamizard selama pertemuan.
Kapal selam Kilo Model (foto: jakartagreater.com)
Kapal selam Amur  Model (foto: jakartagreater.com)

Pada tahun 2009, Rusia dan Korea Selatan bersaing untuk memenangkan kontrak pengadaan kapal selam untuk Angkatan Laut Indonesia, dan Korea Selatan akhirnya yang menang.
Indonesia menandatangani kontrak pada tahun 2011 dengan Daewoo Shipbuilding dan Marine Engineering (DSME) dari Korea Selatan untuk membangun tiga kapal selam Chang Bogo Class senilai US $ 1,07 miliar. Dua dibangun di Korea sementara kapal ketiga akan dibangun di fasilitas PT PAL di Surabaya sebagai bagian dari skema transfer teknologi.
Pada 2013, Indonesia mengadakan pembicaraan dengan Rusia untuk pengadaan sejumlah kapal selam kelas kilo-, di bawah kepemimpinan menteri pertahanan Purnomo Yusgiantoro.
Purnomo mengadakan pembicaraan dengan Galuzin untuk membahas pengadaan kapal selam, tapi belum ada kesepakatan yang dibuat.
Angkatan Laut indonesia saat ini mengoperasikan dua kapal selam buatan Jerman, KRI Cakra (401) dan KRI Nenggala (402), yang dibangun pada 1980-an. Kapal selam akan dinonaktifkan pada tahun 2020.
“Indonesia membutuhkan sedikitnya 12 kapal selam untuk mengontrol wilayahnya,” kata KSAL Laksamana. Marsetio pada bulan Desember 2014.
Dalam pertemuan dengan duta besar Rusia, Ryamizard juga menyatakan minatnya dalam pengadaan pesawat amfibi.
Menteri pertahanan mengatakan bahwa pesawat tersebut akan sangat penting untuk melakukan operasi pengawasan di wilayah laut indonesia. “Pesawat ini dapat digunakan untuk penangkapan kapal ikan ilegal dan evakuasi di laut,” katanya.
Dilaporkan sebelumnya bahwa Presiden Joko “Jokowi” Widodo dan Presiden Rusia Vladimir Putin telah bertemu selama pertemuan APEC tahun lalu, dan bahwa keduanya telah sepakat untuk melanjutkan kerjasama mereka dalam pertahanan dan teknologi militer.
Presiden Jokowi juga bertemu direktur jenderal badan senjata Rusia Rosoboronexport dan duta besar Rusia pada 8 Desember 2014. Dalam pertemuan tersebut, Presiden menegaskan bahwa Indonesia tertarik bermitra dengan Rusia pada teknologi militer.  (TheJakartaPost.com).


Minggu, 18 Januari 2015

Apakah sudah saatnya Indonesia keluar dari proyek KF-X?

  An artist's impression of South Korea's next-generation KF-X fighter jet. (Yonhap file photo)

An artist’s impression of South Korea’s next-generation KF-X fighter jet. (Yonhap file photo)

Yonhap News Agency dan Korean Herald di tahun 2014 lalu melaporkan bahwa perdiksi biaya development cost dan biaya produksi untuk 250 unit KF-X akan mencapai 20 Triliun Won (US$19.7 milyar).
$19.7 milyar. Kontribusi Indonesia 20% membuahkan angka sekurang-kurangnya $4 milyar atau Rp 48 Trilliun. Bahkan kemungkinan, sebagian besar dari $4 milyar itu harus terlebih dahulu dibayar Indonesia, beberapa tahun sebelum KF-X pertama dapat lepas landas.
Kabar terakhir, menurut Aviation week, parlemen Korsel belum menyetujui mulainya “full-scale-development” untuk KF-X. Ini berarti proyek KF-X masih akan tertunda sampai pemerintah baru Korsel terpilih di tahun 2016.
Sejauh ini KF-X tetap adalah pesawat kertas. Sudah saatnya kita menilik kembali faktor-faktor resiko proyek ini untuk Indonesia. Adalah hak rakyat untuk mengetahui bagaimana uang $4 milyar ini akan dipakai, dan apakah pesawat seperti ini dapat memenuhi cita-cita ”membuat pesawat sendiri.”

Masalah pertama, partnership Korsel-Indonesia dalam KF-X bukanlah partner yang seimbang
Pengalaman, pengetahuan, kemampuan, dan tehnology-expertise KAI (Korean Aerospace Industry) dalam bidang pesawat tempur jauh lebih tinggi dibandingkan PT Dirgantara Indonesia, yang sejauh ini lebih berkonsentrasi ke pesawat angkut ringan, dan lisensi pembuatan helikopter.
Bukankah ini artinya Indonesia seperti “berguru” disana?
Kita memang harus belajar, tapi program semacam KF-X bukanlah tempat yang ideal. Program semacam ini justru menuntut partner yang bisa timbal-balik, dan dapat memberi masukan technical. Dalam hal ini, kemampuan Indonesia dalam industri pesawat tempur NOL besar. Tidak seperti Korea, Indonesia tidak pernah mendapat tawaran ToT, dan merakit pesawat tempur sendiri di Bandung, sedangkan semua pesawat tempur TNI-AU dewasa ini, relatif masih berbasis tehnology tahun 1980-an, atau 1990-an. Ini artinya, Indonesia tidak akan punya kemampuan untuk menawar sebagai partner dalam proyek.
Hasilnya, KF-X akan di-desain murni oleh Korea, menurut spesifikasi yang diinginkan Korea, dan akan mempunyai tujuan utama untuk memenuhi kebutuhan AU Korea. Indonesia tidak akan punya suara apa-apa untuk menentukan semua ini.
Indonesia hanya akan menjadi ”kerbau yang dicocok hidungnya”, yang dipaksa untuk terus menganggukan kepala, untuk semua hal yang di sudah ditentukan kemauan Korsel.

Masalah kedua, Korea Selatan membutuhkan Transfer-of-technology dari salah satu perusahaan yang sudah berpengalaman
Faktanya, walaupun Korea mungkin jauh lebih maju daripada Indonesia, mereka belum mempunyai cukup expertise untuk membuat pesawat tempur sendiri.
Transfer-of-technology dan license-production untuk membuat F-16 C/D di awal tahun 2000-an, dan pengalaman kerjasama membuat T-50 LIFT trainer tidaklah menjadikan Korea sebagai negara yang dapat dibandingkan dengan negara-negara pembuat pesawat tempur tradisional yang lain.
 Berkaitan dengan masalah pertama tadi, karena KF-X adalah “100% made in Korea”; Korsel tidak merasa perlu untuk berdiskusi dengan Indonesia dalam hal memilih partner.
Sebaliknya, mereka sudah langsung mengundang Lockheed-Martin sebagai partner tehnology utama dalam KF-X; sebagai salah satu offset (syarat) dari transaksi pembelian 40 F-35A, yang senilai US$7 milyar.

Masalah ketiga, partnership dengan Lockheed-Martin, berarti 90% dari komponen KF-X akan di-source dari US.
 Ini tentu saja tidak menjadi masalah besar untuk Korea Selatan, yang dapat dianggap sebagai salah satu negara “sekutu kesayangan” US, menyamai negara-negara lain seperti Australia, Singapore, dan Jepang.
Akan tetapi, ini artinya SEMUA komponen vital yang dibutuhkan untuk KF-X, akan berada di bawah kontrol program FMS (Foreign Military Sales) USA. Pemerintah US akan mempunyai 100% kontrol untuk menentukan kualitas perlengkapan yang boleh dipasangkan ke KF-X, dan ini biasanya adalah mimpi buruk bagi semua pembuat senjata yang memakai komponen buatan US.
 Ada berita dari Korea, bahwa akhirnya jumlah komponen Korea akan menggantikan kebanyakan komponen buatan US dalam KF-X. Tapi komponen yang mana?
Korea bahkan belum mampu menulis “Software Source Code sendiri untuk pesawat FA-50 mereka (versi tempur dari T-50 Golden Eagle). Ini adalah komponen terpenting (yang juga tidak kelihatan) dalam pesawat tempur untuk menentukan perlengkapan apa yang bisa dipasangkan, mulai dari radar, missile, aerial-network, air-combat programming mode, dan counter-measure. Lockheed-Martin (yang juga partner pembuat T-50) adalah penulis Source Code untuk FA-50.
Kalau menulis code untuk FA-50 yang jauh lebih sederhana saja Korea tidak bisa, bagaimana dengan KF-X yang jauh lebih rumit?
Faktanya, Korea belum mempunyai kemampuan industri mandiri untuk membuat AESA radar, aerial network modern, flight control software, dan semua komponen penting lain yang vital. Setelah Lockheed-Martin mengunci “software source code” di KF-X, Korea / Indonesia tidak akan mungkin mengganti semua komponen vital dari buatan US, menjadi non-US.
Hal ini membawa kita ke masalah yang berikutnya.

Masalah keempat, campur tangan program FMS, berarti IF-X Indonesia hanya akan menjadi versi “downgrade” dari KF-X Korea.
Sudah menjadi rahasia umum, kalau pemerintah US selalu campur tangan dalam mengatur level persenjataan yang dibeli negara-negara client-nya.
Mari menengok kembali salah satu deal terpenting US – Indonesia akhir-akhir ini: Pembelian F-16 Block-52ID.
Dan walaupun daftar ini kelihatannya sangat bagus, dan Indonesia mendapat bermacam-macam hadiah, ada beberapa hal yang hilang jika dibandingkan semua transaksi pembelian F-16 Block-50/52 lainnya.
Pertama, dokumen dari DCDA ini saja, bahkan sengaja tidak menyebutkan versi dari radar APG-68. Ini artinya, Indonesia mendapat versi paling basic dari APG-68, bukan tandingan dari APG-68v7 atau v9 yg memperlengkapi F-16 Block-50-52/52+/50+ Singapore, Korea Selatan, Pakistan, dan Maroko. Tentu saja, performa radar v7 dan v9 akan dapat men-lock BVR missile sekelas AMRAAM dari jarak yang lebih jauh dibandingkan APG-68v basic.
Komponen berikutnya yang hilang dari daftar DCDA dibanding dengan F-16 yang dibeli negara-negara diatas adalah Joint-Helmet-Mounted Cueing System (JHMCS). Helm pilot modern ini memungkinkan F-16 untuk membawa AIM-9X. Ini adalah missile generasi terakhir dari keluarga Sidewinder, yang dapat ditembakkan dengan sudut 90 derajat dari arah moncong pesawat. Ketidakberadaan JHMCS di F-16 Block-52ID, berarti jenis Sidewinder yang dapat dibawa hanya akan terbatas di tipe terakhir – AIM-9M.
Terakhir, tentu saja Link-16 data network yang seharusnya menjadi standar pesawat tempur modern juga abstain dalam daftar DCDA untuk F-16 Block-52ID.
Tentu saja, dengan semua perlengkapan yang jauh lebih modern, F-16 Block-52ID kemampuannya jauh diatas jika dibandingkan dengan F-16 Block-15OCU yang sudah kita miliki. Tetapi, jika F-16 Block-52ID dibandingkan dengan semua F-16 Block-50/52 yang lain, tentu saja Block-52ID akan kalah. Ini bukan karena Indonesia membeli bekas, tetapi karena kualitas perlengkapan Indonesia memang sudah beberapa tingkat dibawah standar F-16 Block-50/52 yang lain.
Kemungkinan besar, ini dikarenakan Indonesia berbatasan dengan Australia, yang termasuk ke dalam daftar Non-NATO ally untuk US. Policy yang “tidak terlihat” seperti ini kecil kemungkinannya bisa diubah. Sejarah persekutuan antara Australia – US yang erat ini berawal sejak tahun 1941. Tentu saja, US akan “memastikan” setiap senjata asal US yang dibeli Indonesia, akan dikontrol di level yang tidak membuat Australia menjadi “khawatir”.
Dalam konteks KF-X, Korea (yang masuk ke dalam daftar diatas) boleh jadi akan “di-ijinkan” untuk mengambil semua “top-spec equipment” dari US seperti Raytheon RACR (AESA) radar, Link-16 data network, Joint-Helmet-Mounted-Cueing-System (untuk menembakkan AIM-9x tipe baru), dan tentu saja AIM-120D AMRAAM jenis terbaru yang development-nya sekarang belum selesai.

Kesimpulan
Kalau mimpi Indonesia untuk ikut proyek semacam KF-X adalah untuk mencari “pesawat tempur buatan sendiri”, mohon maaf!
Ini hanya akan tetap menjadi mimpi belaka yang tidak akan pernah menjadi kenyataan!
Malah boleh dibilang, proyek ini hanyalah suatu penipuan besar untuk seluruh rakyat Indonesia.
Faktanya, KF-X / IF-X tidak akan berbeda jauh dari F-16 yang import, karena semua aspect penting-nya akan sepenuhnya dikontrol oleh pemerintah US. Kebijaksanaan mereka adalah penentu utama untuk hasil akhir IF-X yang “boleh” diambil Indonesia.
Tentu saja, hal ini akan berbeda kalau saja Korea memilih untuk bekerja-sama dengan EADS (Eropa). Hasil akhir KF-X akan lebih menjanjikan dibandingkan sekarang. Tapi tentu saja, Korea tidak akan pernah memikirkan kebutuhan Indonesia dalam hal ini.
Jadi mananya yang “pesawat buatan sendiri”?
Penulis berpendapat bahwa SAAB Gripen-E/F yang sudah ditawarkan melalui program 100% Transfer-of-Technology mempunyai potensi untuk jauh lebih ”Indonesia” dibandingkan KF-X yang ”100% Made in Korea (USA)”, ataupun semua pilihan pesawat import lainnya. Ini akan dibahas di artikel selanjutnya.

Oleh: Gripen-Indonesia
Sumber Link silahkan klik :