Komandan Sektor Timur Unifil Brigadir Jenderal Antonio Ruiz
Olmos asal Spanyol didampingi beberapa Stafnya mengunjungi Markas Indobatt (Indonesian
Battalion) Satgas Batalyon Mekanis TNI Kontingen Garuda XXIII-I/UNIFIL (United Nations Interim Force in
Lebanon), di UN Posn 7-1 Adshit Al-Qusayr, Lebanon Selatan, Selasa (13/1).
Kunjungan Dansektor Timur UNIFIL di Markas Indobatt dalam rangka melihat secara
dekat kegiatan prajurit
TNI yang
tergabung dalam Konga XXIII-I/UNIFIL serta Tour Area Operasi Sektor sekaligus mengecek
kesiapsiagaan satuan jajaran Sektor Timur dalam menjaga keamanan di wilayahnya
masing-masing.
Kedatangan Jenderal Antonio
Ruiz beserta rombongan disambut oleh Komandan Satgas (Dansatgas) Konga XXIII-I/UNIFIL
Letkol Inf Andreas Nanang Dwi Prasetyo, S.IP di dampingi Wadansatgas Mayor Inf
Eko Handono dan para Perwira Staf beserta prajurit Indobatt, dilanjutkan menerima paparan singkat
tentang situasi dan kondisi di sekitar area Pos serta kegiatan-kegiatan
yang telah dilaksanakan maupun rencana kegiatan kedepan dari masing-masing
Kompi yang berkaitan dengan kegiatan latihan, patroli maupun administrasi.
Selanjutnya, Jenderal
Spanyol dan rombongan meninjau kegiatan Kompi-Kompi yang berada di area Markas
Indobatt. Kunjungan di awali ke Kompi D dengan meninjau Hospital Indobatt, dilanjutkan ke Rubb Hall di Kompi Bant untuk melihat Display Logistik dan Cimic Indobatt. Dalam setiap peninjauannya, Dansektor
Timur sempat
berbincang-bincang sejenak dengan prajurit Indobatt serta
mengungkapkan rasa kagumnya saat melihat beberapa peragaan kesenian yang
diperagakan oleh prajurit Indobatt diantaranya kesenian tari Topeng, Debus, dan
Tari Papua.
Sebelum melakukan kunjungan
ke Markas Indobatt UN Posn 7-1 di Adshit Al-Qusayr, Jenderal Antonio Ruiz
beserta rombongan juga berkunjung ke Kompi Bravo di UN Posn 7-3 di Sektor
Timur, selanjutnya melihat secara langsung kegiatan Pos-Pos di Panorama, Flag
Point dan UN Posn 9-63 Kompi Alpa dalam rangka meninjau perbatasan Blue
Line yang
letaknya di perbatasan antara dua Negara Lebanon dengan Israel, yang merupakan
wilayah tanggung jawab dari Kompi Alpa Indobatt.
"Saya selaku Komandan
Sektor Timur UNIFIL menyampaikan apresiasi yang sangat baik kepada prajurit TNI yang
tergabung dalam Satgas Indobatt, agar tetap selalu berpedoman pada SOP (Standard Operating Procedure) dan STIR (Standardize Tactical Incident
Reaction) yang ada", kata Jenderal Antonio saat memberikan sambutannya kepada
prajurit Indobatt.
|
Rabu, 14 Januari 2015
Jenderal Spanyol kunjungi Markas Indobatt di Lebanon
AU di Tengah AD
Dua perwira AU melerai pertempuran dua pasukan AD di "rumahnya" Pangkalan Angkatan Udara Halim Perdanakusuma.
PAGI, 2 Oktober
1965. Pilot Komodor Udara Ignatius Dewanto dan kopilot Kapten Udara
Willy Kundimang mendaratkan Cessna L-180 tanpa pemandu di Pangkalan
Angkatan Udara (PAU) Halim Perdanakusuma. Setelah memarkir pesawat,
keduanya turun.
Tiga anggota Resimen Para Komando
Angkatan Darat (RPKAD) –kini Komando pasukan Khusus atau Kopassus–
menghampiri sembari menodongkan senjata AK-47. Begitu tahu mereka
berhadapan dengan seorang perwira tinggi, mereka segera memberi hormat.
Setelah menjelaskan tujuannya, mereka minta izin melucuti senjata
–kecuali Dewanto.
Toto, sapaan akrab Dewanto, dan
Kundimang tak melawan sesuai perintah Laksda Sri Moelyono Herlambang,
petinggi AU yang menjadi menteri negara tanpa portofolio dalam Kabinet
Dwikora I, agar sedapat mungkin menghindari kontak senjata.
Kelima orang tersebut lalu menuju hangar
dan bergabung dengan prajurit Yon-1/RPKAD lainnya. Tuan rumah menjamu
dengan ramah. Maklum, banyak di antara mereka saling kenal dan pernah
menjalani operasi militer bersama dari Trikora hingga konfrontasi
Indonesia-Malaysia. Di tengah obrolan santai, terdengar rentetan
senjata. Baku tembak terjadi antara pasukan Batalyon 454 Banteng Raiders
dan RPKAD.
Wakil komandan Yon 454 Kapten Inf.
Koentjoro mendapat perintah dari atasannya, Mayor Sukirno, untuk
mempertahankan Halim dan tak boleh ada pasukan manapun masuk kecuali AU.
Di sisi lain, RPKAD di bawah Kolonel Inf. Sarwo Edhie diperintahkan
Pangkostrad Mayjen Soeharto untuk menduduki Halim. Perintah itu keluar
menyusul kekhawatiran Soeharto akan terjadinya serangan AU terhadap
Makostrad. Dalam pandangan Soeharto, AU mendukung G30S pimpinan Letkol
Untung.
“Kalau pertempuran itu kita biarkan,
habis Halim. Kamu tahu Willy, di Halim ada aset negara yang sangat
berharga, yaitu pesawat. Selain itu banyak keluarga AURI,” kata Toto
kepada Kundimang, sebagaimana dimuat dalam Menyingkap Kabut Halim 1965 yang disunting Aristides Katoppo.
Toto dan Kundimang berinisiatif melerai.
Dengan jip Nissan Patrol, mereka menembus hujan peluru menuju posisi
pasukan Raiders. Kundimang menemui Koentjoro dan memintanya menghadap
Toto. Koentjoro sempat marah. Setelah dijelaskan Jenderal Dewanto ingin
bertemu untuk menyelesaikan pertempuran, Koentjoro mengajak dua anak
buahnya.
Di depan Dewanto, Koentjoro menjelaskan
alasan penempatan pasukannya di Halim. Toto mengapresiasi
profesionalitasnya, tapi memerintahkan Koentjoro agar menahan tembakan.
Pertempuran mereda.
Kundimang, dikawal seorang prajurit
Pasukan Gerak Tjepat (PGT), lalu ditugaskan menyerahkan surat yang
ditujukan untuk Sarwo Edhie. Berbekal kain putih sebagai lambang
perdamaian dan pita merah-hijau di bahu kiri –tanda pengenal dari
Raiders– Kundimang dan prajurit PGT berjalan ke tempat pasukan RPKAD.
Sesampai di sana, karena Sarwo Edhie
masih dalam perjalanan ke Halim, mereka ditemui Mayor Inf. Goenawan
Wibisono. Setelah menyerahkan surat, mereka kembali. Pita pengenal dari
RPKAD tersemat di bahu kanan.
Di tengah penantian kedatangan Sarwo
Edhie yang hampir sejam, dua dentuman keras tiba-tiba terdengar dan
diikuti rentetan senjata. Pasukan Raiders bahkan melepaskan bazoka
begitu melihat kedatangan panser Ferret Mk-1/1 dari arah RPKAD. Padahal
panser itu berbendera putih dan dikirim untuk menindaklanjuti upaya
perundingan. Koentjoro, atas perintah Toto, akhitnya memerintahkan
pasukannya menahan tembakan.
Kundimang kembali ke posisi RPKAD.
Goenawan mengatakan Sarwo Edhie minta Toto yang datang. Setelah
mendapatkan pinjaman mobil, Kundimang menjemput Toto.
“Sebagai yang empunya Halim, saya akan menjemput tamu saya,” kata Toto.
Ketegangan sempat terjadi antara Toto
dan Koentjoro yang bersikeras menjaga Halim. “Saya mengerti sikap
Kapten, tapi untuk apa Kapten melaksanakan perintah dengan harus menutup
pintu rumah saya?” kata Toto.
Toto dan Kundimang bertemu Sarwo Edhie
yang setuju mengakhiri pertempuran. Maka, jip Kundimang dan Toto kembali
ke posisi Raiders. Goenawan ikut bersama mereka. Sesampai di tujuan
Koentjoro memberi hormat kepada Toto dan berpelukan dengan Goenawan.
Koentjoro mengatakan kepada Toto bahwa dia akan menarik pasukan Raiders
ke arah timur menuju Bekasi.
Pertempuran yang menewaskan seorang prajurit RPKAD itu, berhenti. Mission accomplished.
SU 35 Calon Pengganti F5 TNI AU
Tempo online tanggal 12/01/2015
mengeluarkan artikel-foto berjudul : SU 35 Calon Pengganti F5 TNI AU.
Membaca tulisan itu, hati terasa senang dan saya pun senyum senyum
sendiri (padahal baru tulisan saja ya ).
Tulisan Tempo. Co itu saya harapkan doa. Mbok kali ini, Indonesia
bisa punya pesawat tempur canggih, jangan lagi beli yang bekas pakai.
TNI AU dan pilot-pilotnya perlu lompatan teknologi, perlu bangga dan
perlu merasa memiliki pesawat tempur yang handal.
Saya sedang membayangkan, akan meledak-ledak perasaan mereka saat
memiliki pesawat SU-35 yang memang mereka mimpikan. Akankah Indonesia
bisa melalui fase ini untuk naik ke fase yang lebih tinggi, atau akan
tetap berputar putar di tempat.
Saya jadi ingat pembicaraan dengan pilot helikopter BO 105 di Korvet
Sigma Indonesia. Sore itu, ketika kegiatannya sudah agak longgar, saya
tanya, apa kehebatan BO 105 ini, sehingga ditempatkan di Korvet yang
modern.
Sang pilot, tidak bisa bercerita banyak dan saya sadar memang tidak
banyak yang bisa diceritakan soal kecanggihan Bolcow-105 itu, yang sudah
tua. Helikopter itu hanya dipakai terbang memantau laut pakai mata
kepala. Tidak punya sonar, senjata ataupun rudal.
Nah terbayang, kalau TNI jadi mengakusisi pesawat tempur SU-35, dan
prajurit ditanya apa kehebatan pesawat tempur itu, tentu mereka
bercerita dengan bersemangat dan bangga. Semangat dan kebanggan memang
sedang dibutuhkan negeri kita ini.
Sekarang, mari kita nikmati ulasan dari Tempo.co tentang SU-35, calon
pengganti F-5 TNI AU. Beli 6 unit pun tak apalah, yang penting punya
dulu.
Biro rancang Sukhoi menerbangkan pesawat SU-35 pertama kali, pada tahun 2007. Rencana pembelian pesawat pengganti F5 Tiger TNI AU, membuat para petinggi TNI AU harus berpikir matang sebelum menentukan alutista terbaik untuk menjaga langit Indonesia. Terlebih efek deterens dari pesawat SU-35, lebih tinggi dibanding kandidat lain. Sukhoi.com
Sukhoi 35, merupakan pesawat jet tempur buatan Rusia, SU-35 pesawat canggih generasi 4++. Rencananya pesawat SU-35 ini calon pengganti pesawat legendaris F5 tiger milik TNI AU, selain SU-35 TNI AU mempunyai kandidat lain yaitu Typhoon Eurofighter, JAS-39 SAAB Gripen dan F16 Block 52+. ERIC FEFERBERG/Getty Images
Bagi orang awam sangat sulit membedakan SU-35 dengan SU-27 maupun SU-30MK. Namun untuk membedakannya cukup mudah, yaitu dari aerodinamika fuselage atau bodi pesawat. SU-35 lebih ramping dibanding dengan SU-27 milik TNI AU. Tidak adanya canard atau sirip pengendali di hidung pesawat, menjadi ciri dari SU-35. Sukhoi.com
Banyak pihak meyakini bahwa performa dari SU-35 setara dengan F-35 milik Amerika. Di dalam kabin SU-35 sudah tidak ditemui lagi, insturmen pesawat yang menggunakan jarum penunjuk. Panel kontrol digital menggantikan sistem analog, keuntungan jika Indonesia membeli SU-35, alutista satu ini tidak rawan embargo politik dibandingkan dengan alutista sejenis buatan Amerika. JOHANNES EISELE/Getty Images
Komsomolsk-on-Amur, merupakan pabrik pembuat dari SU-35, pesawat ini
dilengkapi dengan Sturn / UFA AL-31F 117S turbofan engines, mampu
mendorong pesawat hingga kecepatan 2.500 km perjam. Dengan daya jelajah
3.600 km, membuat pesawat yang diawaki satu orang, ditakuti banyak
pihak. ERIC FEFERBERG/Getty Images
SU-35 dipersenjatai dengan senapan mesin GSH-30 30mm, KAB-500Kr TV-guided bomb, KAB-500S-E satellite-guided bomb. Selain senjata radar phased array Irbis-E dengan jangkauan 400km, menjadi penentu dalam duel udara. OLS-35 IRST memampukan SU-35 membidik lawan tanpa menggunakan radar, berkemampuan look down shoot down. DMITRY KOSTYUKOV/Getty Images. (Tempo.co).
Kohanudnas Segera Operasikan Weibel Portable Radar
Di tahun 2015 TNI AU tengah menyiapkan program pengadaan dan peningkatan alutista. Diantara beragam alutsista yang bakal dibeli,
tersebut nama radar Weibel. Marsekal TNI Ida Bagus Putu Dunia, seperti
disampaikan Dispenau, mengkonfirmasi bahwa “Kita akan membeli 1 unit
radar rudal MLAAD (Medium and Low Altitude Air Defense) dan dua unit radar Weibel,” Namun apakah radar Weibel yang jadi andalan Kohanudnas ini?
Weibel Scientific adalah perusahaan asal Denmark yang memproduksi
radar dengan prinsip doppler. Radar buatan mereka termasuk yang terdepan
di Dunia. Weibel menyediakan berbagai radar untuk memenuhi kebutuhan
pengukuran dan pelacakan yang berbeda.
Radar portable yang diincar TNI AU ini bersifat mobile dan dapat diangkut dengan mudah oleh pesawat angkut sekelas C-130 Hercules.
Radar ini dapat beroperasi di segala cuaca. Moda operasinya dapat
melacak terus-menerus suatu kawasan dalam putaran 360 derajat. Jarak
pelacakannya antara 550 sampai lebih dari 1000 Km dan pengintaian pada
jarak 250 sampai 400 Km. Radar ini juga dilengkapi sistem Tx Synthetic
Aperture untuk membuat gambar dari obyek, seperti lanskap dalam tampilan
2D atau 3D, memberikan resolusi spasial yang lebih baik daripada radar
konvensional. Radar Weibel juga dilengkapi Rx Digital Multi Beam Phased
array.
Semua radar Weibel memiliki muzzle velocity radar system, active
protection radar system, sistem doppler, tracking Radar Systems, multi
frekuensi, ranging radar untuk platform pihak ketiga, pelacakan multi
sensor, dan sistem pengintai dan pelacak.
Seperti halnya satuan radar militer lainnya,
radar Weibel dioperasikan oleh personel TNI AU, namun jalur komandoi
untuk penggunaanya berada di bawah Kohanudnas (Komando Pertahanan Udara
Nasional). Penempatan radar Weibel segera dilaksanakan mengingat
kecenderungan permasalahan perbatasan dengan Negara Tetangga dan kondisi
geografis Indonesia yang masih terdapat blank area yang belum optimal tercover oleh radar, sehingga kerap memicu pelanggaran wilayah udara Indonesia oleh black flight. (Deni Adi)
Selasa, 13 Januari 2015
Panglima TNI: jumlah prajurit yang desersi meningkat
Ada peningkatan signifikan desersi, dari 865 menjadi 927 kasusPanglima TNI Jenderal TNI Moeldoko mengakui jumlah pelanggaran desersi prajurit TNI mengalami peningkatan sebanyak 62 kasus dari 865 kasus pada periode Januari-September 2013 menjadi 927 kasus di periode yang sama pada 2014.
"Ada peningkatan signifikan desersi, dari 865 menjadi 927 kasus. Akan kita lihat lagi ada apa ini," kata Panglima TNI usai membuka Operasi Gaktib dan Yustisi TNI Tahun 2015, di Mabes TNI Cilangkap Jakarta Timur, Selasa.
Moeldoko menceritakan, sewaktu dirinya menjabat Komandan Korem, ada prajurit yang desersi. Bahkan, dirinya sempat menanyakan perihal alasan disersi.
"Waktu itu ada tekanan mental dan ketidaksiapan mereka (prajurit) masuk batalyon," katanya.
Oleh karena itu, pembinaan yang dekat antara pimpinan dan bawahan tetap diperlukan. Semua dilakukan untuk menumbuhkan sikap bertanggungjawab pada prajurit.
"Ini perlunya pembinaan yang dekat antara pimpinan dan bawahan. Persoalannya adalah leadership yang kurang. Makanya tadi saya tekankan bahwa pembinaan mental juga fungsi komando harus ditingkatkan," tegas Panglima TNI.
Meski, jumlah prajurit disersi bertambah, namun panglima juga apresiasi penurunan sejumlah kasus di lingkungan TNI seperti kasus narkoba dan penganiayaan.
Peningkatan perkara berdasarkan kuantitas dan kualitas bulan Januari-September 2013 dan bulan Januari-September 2014 untuk kasus disersi 2013 sebanyak 865 kasus. Pada Januari-September 2014 meningkat menjadi 927 kasus.
Kasus asusila tahun 2013 sebanyak 242 kasus dan tahun 2014 sebanyak 171 kasus, atau turun sebanyak 71 perkara. Untuk kasus penganiayaan pada 2013 sebanyak 187 perkara dan pada 2014 sebanyak 143 perkara, atau turun 44 perkara.
Khusus kasus narkoba pada 2013 ada 177 kasus dan pada 2014 sebanyak 155 perkara atau alami penurunan sebanyak 22 kasus. Penyalahgunaan senjata api tahun 2013 sebanyak 12 perkara dan pada tahun 2014 sebanyak 14 perkara atau naik 2 kasus.
Data hasil pelaksanaan operasi gaktib TNI bulan Januari sampai dengan September 2013 dan bulan Januari sampai dengan September 2014, tercatat pelanggaran disiplin murni pada 2013 sebanyak 224 pelanggaran. Pada 2014 sebanyak 259 pelanggaran, alami kenaikan sebanyak 35 pelanggaran.
Pelanggaran disiplin murni tahun 2013 sebanyak 141 pelanggaran. Tahun 2014 sebanyak 106 kasus atau alami penurunan sebanyak 35 pelanggaran. Pelanggaran lalu lintas tahun 2013 sebanyak 553 perkara dan tahun 2014 sebanyak 478 kasus atau alami penurunan sebanyak 75 kasus.
Sementara itu, kerugian personil dan materiil akibat kecelakaan lalu lintas, yakni sebanyak 53 orang meninggal dunia pada 2013 dan tahun 2014 sebanyak 66 orang.
Panglima menjelaskan, operasi Gaktib dan Yustisi dilaksanakan sebagai upaya untuk menekan dan mencegah terjadinya pelanggaran serta perbuatan melanggar hukum. Sedangkan sasarannya adalah untuk meningkatkan disiplin dan tatatertib serta kepatuhan hukum prajurit TNI.
Temukan "Black Box", Penyelam Dapat "Vitamin" Rp 100 Juta dari Panglima TNI
Penyelam gabungan TNI
Angkatan Laut yang berhasil menemukan dan mengambilflight data recorder
pesawat AirAsia QZ8501 mendapatkan hadiah sebesar Rp 100 juta dari
Panglima TNI Jendral (TNI) Moeldoko. Uang tersebut untuk dibagi rata
kepada 57 orang penyelam dari Komando Pasukan Katak, Marinir, dan Dinas
Selam Bawah Air.
“Ini untuk ‘vitamin’ penyelam, Rp 100 juta,” kata Panglima TNI sambil
memberikan sebuah tas kecil kepada Komandan Gugus Keamanan Laut Barat
Laksma TNI Abdul Rasyid di KRI Banda Aceh, Senin (12/1/2014).
Panglima TNI mengapresiasi kinerja tim penyelam yang tidak kenal
lelah dalam mencari black box. Sebelumnya, tim penyelam juga telah
berhasil menemukan dan mengevakuasi ekor pesawat.
“Saya harap tim penyelam terus bekerja untuk mencari satu lagi black
box, yaitu voice (cockpit) recorder, yang sampai sekarang belum
ditemukan,” ujarnya.
Tim penyelam menemukan flight data recorder itu di dasar laut Selat
Karimata, dekat Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah, pada Senin pagi. Black
box itu kemudian dipindahkan ke KRI Banda Aceh dan disimpan sampai
kedatangan Panglima TNI dan rombongan.
Sumber: Kompas
C-295M: Pesawat Angkut Taktis Lapis Kedua TNI AU
Rangkaian aksi pencarian dan evakuasi korban penumpang pesawat Air
Asia QZ8501 secara langsung juga menampilkan performa armada pesawat
angkut taktis milik TNI AU. Selain yang utama pesawat angkut berat C-130
Hercules Skadron Udara 31, misi SAR dan transportasi udara selama
operasi terkait Air Asia QZ8501 juga menghadirkan keluarga baru TNI AU,
yakni C-295M, pesawat taktis angkut sedang dari Skadron Udara 2 Lanud
Halim Perdanakusuma.
Bersama C-130 Hercules, C-295M Skadron Udara 2 mendapat peran untuk
mengangkut jenazah korban Air Asia QZ8501 dari Pangkalan Bun Ke Lanudal
Juanda di Surabaya. Selain itu, C-295M juga menorehkan kesan mendalam,
pasalnya awak pesawat ini yang pertama kali menemukan serpihan pesawat
naas di tengah laut. Penugasan C-295 bukanlah tanpa sebab, pesawat
dengan dua mesin 2 Mesin Turboprop Pratt & Whitney Canada (PW 127G)
ini memiliki kemampuan untuk terbang non-stop selama delapan jam.
Sekilas tentang C-295M, pesawat ini di dapuk sebagai pengganti pesawat angkut Fokker F-27 Troopship
yang sudah memasuki usia tua dan kerap mengalami kecelakaan. Menurut
sejarahnya, pada bulan Juli 2012, KSAU, Marsekal TNI Imam Sufaat
memerintahkan 4 penerbang dari jajaran Skadron Udara 2 Wing 1 Lanud
Halim Perdanakusuma dan 18 teknisi dari berbagai jajaran di TNI AU untuk
mempelajari cara pengoperasian dan juga pemeliharaan pesawat C-295M di
Airbus Military Seville, Spanyol.
Untuk memperkuar Skadron Udara 2, TNI AU akan mendapat 9 pesawat
C-295M, sesuai dengan kontrak pembelian antara Kementerian Pertahanan RI
dan PT Dirgantara Indonesia (PT DI) untuk memperkuat alutsista di
jajarannya. Pesawat C-295M adalah pesawat buatan Airbus Military yang
akan dikerjasamakan dalam proses produksinya dengan PT DI dan secara
bertahap akan diproduksi oleh Airbus Military maupun akan dirakit
bersama-sama di fasilitas PT DI Bandung nantinya. Keseluruhan 9 pesawat
direncanakan akan selesai dan diserahterimakan secara bertahap kepada
TNI AU mulai akhir tahun 2012 sampai dengan tahun 2014.
Sebagai pesawat angkut sedang, C-295M mampu membawa cargo seberat 9
ton, sementara bila difungsikan untuk mendukung pergeseran pasukan,
dapat dimuati hingga 71 pasukan. Sedangkan bila diberi tugas
menghantarkan pasukan payung (lintas udara), pesawat ini dapat membawa
49 pasukan para plus seorang jumpmaster. Berikut konfigurasi dari beberapa varian C-295.
Pesawat ini juga mampu terbang sampai ketinggian 9.100 meter dengan
kecepatan jelajah maksimum 260 knot (480 km/jam), serta dapat
diterbangkan dan dikendalikan dengan aman pada kecepatan rendah sampai
dengan 110 knots (203 km/jam). Dengan menggunakan 2 Mesin Turboprop
Pratt & Whitney Canada (PW 127G) pesawat ini mampu melaksanakan
lepas landas dan melaksanakan pendaratan pada landasan yang pendek
(STOL/Short Take Off & Landing) yaitu dengan panjang
landasan hanya 670 meter, tentunya dengan kondisi muatan tertentu.
Sebagai penyempurnaan dari CN-235, roda pendarat, terutama roda di
bagian depan telah diperkuat, sehingga C-295 dapat lebih kokoh untuk
mendarat dan lepas landas di permukaan tanah/rumput.
Sebagai pesawat angkut sedang taktis (medium airlifter) generasi terbaru yang sudah menggunakan full glass cockpit, digital avionic dan sepenuhnya kompatibel menggunakan night vision googles (NVG). Sebagai bentuk proteksi, C-295 dapat ditambahkan lapisan baja pada kokpit, radar warning receiver
(RWR), missile warning, laser warning, dan chaff/flare dispenser.
Perangkat-perangkat tersebut telah dibenamkan pada C-295 yang ditugaskan
NATO dalam misi di Afghanistan dan Irak. Bahkan, C-295 sudah mempunyai
modul tambahan untuk suatu waktu dipasangkan fasilitas in flight refuelling.
Kemampuan Pesawat C-295M dinilai sangat cocok dan ideal dikaitkan
dengan tugas dan misi yang diemban oleh Skadron Udara 2. Di antaranya,
melaksanakan angkutan personel dan logistik, penerjunan pasukan dan
logistik, Evakuasi Medis Udara, Patroli Udara terbatas, serta penugasan
militer maupun misi kemanusiaan lainnya. Berikut adalah dimensi dan
spesifikasi teknis C-295M yang kami kutip dari situs Airbus Defence and
Space.
Saat mulai masuk dalam jajaran TNI AU, C-295 sempat menimbulkan
polemik. Walaupun pesawat C-295 merupakan pengembangan dari pesawat CN-235,
namun PT DI sama sekali tidak terlibat dalam proses pembuatannya sejak
awal. Lalu tidak lama berselang tiba-tiba muncul pesawat terbang dengan
tulisan NC-295, tidak lama kemudian muncul lagi pesawat yang sama dengan
tulisan besar berwujud sebagai CN- 295. Mengingat Indonesia hanya
berperan sebagai negara perakit, memang idealnya identitas pesawat
adalah NC-295, sama seperti dahulu PT DI memproduksi NC-212 Aviocar atas lisensi dari CASA Spanyol.
Faktanya, meski saat ini pesawat CN 295 masih dirakit di Spanyol,
namun untuk proses pengecatan dan penyelesaian akan di lakukan PT DI di
Indonesia. Begitu juga dengan pesawat ketiga dan keempat yang akan
dilakukan pengecatan dan penyelesaian di Indonesia.
Untuk pesawat kelima dan keenam, dan ketujuh, sudah mulai
dikustomisasi di Indonesia. Sedangkan pesawat ke depan dan kesembilan
sepenuhnya akan dirakit dan diproduksi oleh PT DI di Indonesia di
Bandung. Selain armada C-295M, Skadron Udara 2 sejak era 90-an juga
telah diperkuat dengan enam pesawat CN-235. (Gilang Perdana)
Langganan:
Postingan (Atom)