Prajurit Tentara Nasional
Indonesia (TNI) yang tergabung dalam Satuan Tugas (Satgas) Gabungan Penanggulangan Teror
(Gultor) TNI berhasil membebaskan sandera dari kelompok Islamic State of Iraq and
Suriah (ISIS) di Indonesia pimpinan Sierra Militan yang memiliki kemampuan menembak, merakit
bom, menguasai medan dan pelolosan serta mengintimidasi
masyarakat kampung.
Anggota ISIS yang telah dilatih di Poso tersebut, bergeser ke wilayah Bima
untuk mencari simpatisan baru guna mendukung aksi teror di Jakarta dengan sasaran bandara Soekarno-Hatta
(Soetta). Setelah
merencanakan secara matang, maka kelompok radikal pendukung ISIS melaksanakan pembajakan
pesawat yang di dalamnya terdapat pejabat VIP. Selain itu, kelompok
radikal juga memutus jalur suplai bahan bakar avtur pesawat, menguasai depo
pertamina, gedung otoritas
bandara dan menyandera kepala bandara serta seluruh staf yang bertugas mengatur
regulasi di bandara.
Mengetahui kelompok
ISIS menguasai Bandara Soetta, selanjutnya melalui Direktif Panglima TNI,
Satgas Gultor
TNI melaksanakan aksi penindakan teror dengan berbagai manuver mulai
dari infiltrasi hingga pasukan terakhir melaksanakan eksfiltrasi.
Sasaran pembebasan
sandera terbagi dalam tiga lokasi yaitu: sasaran pembebasan
sandera (Basra) di pesawat dilakukan oleh Tim Aksi Khusus (Aksus) Alpha melaksanakan
infiltrasi udara dengan
Free Fall Grasstrip
Runway Utara, sasaran berikutnya gedung Angkasa Pura II oleh Tim Aksus Delta
diawali dengan fastrope dan sasaran
terakhir Tim Aksus Charlie melaksanakan infiltrasi udara dengan free fall di gedung Shafti Pertamina. Dengan gerakan taktis yang cepat dan
tepat, prajurit TNI akhirnya berhasil menewaskan 16 teroris serta berhasil
menyelamatkan seluruh sandera sejumlah 79 orang.
Uraian di atas adalah skenario latihan pembebasan
sandera yang dilaksanakan oleh Satuan Khusus TNI yang tergabung dalam Latihan
Gultor Tri Matra IX TA. 2014 sesaat sebelum ditutup secara resmi oleh
Inspektur Jenderal (Irjen) TNI Letjen TNI
Syafril Mahyudin mewakili
Panglima TNI, di lapangan Pertolongan
Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) Bandara Soekarno Hatta, Tangerang-Banten, Jumat (5/12/2014).
Dalam amanat Panglima
TNI yang dibacakan Irjen TNI antara lain mengatakan bahwa, satu Dasawarsa ke
depan, konflik angkatan bersenjata antar negara sangat kecil kemungkinan
terjadi.
"Instrumen
internasional telah menjadi pagar terjadinya konflik, namun demikian TNI harus
tetap siaga, manakala instrumen internasional tersebut tidak mampu melindungi
kedaulatan dan kepentingan nasional", kata Panglima TNI.
"Hal ini harus
menjadi kewaspadaan karena, bentuk perang telah berubah dalam bentuk
perang terorisme hybrida dan proxy war yang
memiliki dimensi fisik dan psikologis yang dilakukan oleh negara atau non negara,"
tutup Panglima TNI.
|
Senin, 08 Desember 2014
TNI Berhasil Bebaskan Sandera di Bandara Soetta
Menhan: KRI Bintuni Buatan Dalam Negeri Lebih Baik dari buatan Jerman dan Korea
KOMPAS.COM/FITRI PRAWITASARI
Parade kapal perang RI (KRI), kapal nelayan dan helikopter melintas di
Pantai Talise, Palu, Sulawesi Tengah, Minggu (15/12/2013), dalam
rangkaian Hari Nusantara 2013.
Indonesia akan terus memerkuat ketahanan negara dengan terus memproduksi alat utama sistem persenjataan di dalam negeri. Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menilai alutsista Indonesia saat ini sudah lebih baik.
"Memang ada beberapa yang tua, tapi yang baru juga lebih banyak dan akan terus diproduksi di dalam negeri," kata Ryamizard usai Sarasehan Keluarga Alumnus Universitas Islam Indonesia (UII) yang diselenggarakan pada Jumat malam (5/12/201) di Bandar Lampung.
Dia mengatakan bahwa alutsista di Indonesia masuk urutan 19 terkuat di dunia, Australia di bawah dari Indonesia. Terkait KRI 520 Teluk Bintuni yang diproduksi oleh PT Daya Radar Utama (DRU) di Lampung menurutnya kapal tersebut memiliki kapasitas lebih baik daripada produksi Jerman dan Korea.
"Bagus kok. Saya sudah pernah menaiki puluhan kapal buatan Jerman dan Korea tapi bagi saya ini lebih baik daripada buatan luar negeri," ujar dia.
Kapal itu memiliki kemampuan mengangkut 20 tank Leopard serta alat perang lainnya dan belum termasuk personilnya. Terkait insiden kebakaran yang pernah melanda kapal yang belum sempat dilaunching itu, menurut Ryamizad itu hal biasa.
"Kebakaran kemarin hal biasa hanya konsleting saja kok dan semuanya sudah teratasi," katanya lagi.
Kompas.
Indonesia akan terus memerkuat ketahanan negara dengan terus memproduksi alat utama sistem persenjataan di dalam negeri. Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menilai alutsista Indonesia saat ini sudah lebih baik.
"Memang ada beberapa yang tua, tapi yang baru juga lebih banyak dan akan terus diproduksi di dalam negeri," kata Ryamizard usai Sarasehan Keluarga Alumnus Universitas Islam Indonesia (UII) yang diselenggarakan pada Jumat malam (5/12/201) di Bandar Lampung.
Dia mengatakan bahwa alutsista di Indonesia masuk urutan 19 terkuat di dunia, Australia di bawah dari Indonesia. Terkait KRI 520 Teluk Bintuni yang diproduksi oleh PT Daya Radar Utama (DRU) di Lampung menurutnya kapal tersebut memiliki kapasitas lebih baik daripada produksi Jerman dan Korea.
"Bagus kok. Saya sudah pernah menaiki puluhan kapal buatan Jerman dan Korea tapi bagi saya ini lebih baik daripada buatan luar negeri," ujar dia.
Kapal itu memiliki kemampuan mengangkut 20 tank Leopard serta alat perang lainnya dan belum termasuk personilnya. Terkait insiden kebakaran yang pernah melanda kapal yang belum sempat dilaunching itu, menurut Ryamizad itu hal biasa.
"Kebakaran kemarin hal biasa hanya konsleting saja kok dan semuanya sudah teratasi," katanya lagi.
Kompas.
TIGA MENTERI JADI WARGA KEHORMATAN KAPAL SELAM
Kepala
Staf Angkatan Laut (Kasal) Laksamana TNI Dr. Marsetio di perairan Selat
Madura, Jumat (5/12) menyematkan brevet Hiu Kencana kepada Menko Maritim
Dwisuryo Indroyono Soesilo, Menteri Perhubungan Ignasius Jonan, dan
Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto. Penyematan ini merupakan simbol
diangkatnya para abdi negara tersebut sebagai Warga Kehormatan Kapal
Selam TNI Angkatan Laut.
Sebelum
dinyatakan sebagai warga kehormatan Hiu Kencana, ketiga abdi negara
tersebut mendapat kesempatan berlayar dengan KRI Nanggala-402 yang
dikomandani Letkol Laut (P) Hari Setyawan, S.E., (lulusan AAL angkatan
43).
Kapal
selam buatan Jerman tersebut berlayar pada kedalaman 11 meter di bawah
permukaan laut APBS (Alur Pelayaran Barat Surabaya). Para pejabat
tersebut melaksanakan peran berlayar dan bertempur di kapal selam, serta
menyaksikan langsung bagaimana sebuah kapal selam beroperasi, salah
satu diantaranya mendeteksi posisi kawan dan lawan melalui periskop,
serta mencoba mengoperasikan alat-alat yang ada di kapal selam seperti
alat deteksi dan navigasi lainnya.
Kasal
menyampaikan bahwa upacara penyematan brevet kehormatan Hiu Kencana
merupakan salah satu bentuk penghormatan dan penghargaan dari jajaran
TNI Angkatan Laut kepada ketiga pejabat tersebut atas jasa, perhatian,
perjuangan, maupun pengorbanan bagi kejayaan TNI Angkatan Laut.
Utamanya, telah berpartisipasi demi kemajuan pengembangan kapal selam,
baik secara langsung maupun tidak langsung.
Dengan
diangkatnya Menko Maritim, Menteri Perhubungan, dan Sekretaris Kabinet
sebagai warga kehormatan kapal selam, maka hingga saat ini sudah
sebanyak 138 orang pejabat yang diangkat menjadi warga kehormatan kapal
selam dan berhak menerima brevet kehormatan Hiu Kencana.
Kapal
selam merupakan alutsista andalan bagi sebagian besar angkatan laut
negara di seluruh dunia, khususnya yang mempunyai perairan laut dan
kepentingan terhadap akses dan pengendalian maritim. Kepemilikan kapal
selam oleh satu negara sangat bernilai strategis. Nilai strategis
tersebut berlaku baik pada masa perang maupun masa damai.
Kapal
selam mampu menghindari deteksi serta menyerang secara senyap untuk
menghancurkan armada musuh. Alutsista ini pun dapat menyusup ke garis
pertahanan dan memutuskan garis perhubungan laut lawan. Pada masa damai,
kehadiran kapal selam akan memberikan dampak penangkalan (deterrence
effect). Hal ini menjadi elemen penting dalam memperkuat posisi tawar
(bargaining position) negara di mata dunia.
Saat ini
TNI AL telah memesan kapal selam sebanyak dua unit di Korea Selatan.
Dalam rencana pemenuhan kebijakan dasar pembangunan TNI Angkatan Laut
menuju Minimum Essestial Force (MEF), akan dibangun kapal selam diesel
electric sebanyak tiga unit. Pembangunan kapal selam ketiga rencananya
akan dibangun di galangan kapal dalam negeri yaitu PT PAL Indonesia
(Persero) dengan memaksimalkan transfer of technology. Hal ini merupakan
implementasi kebijakan pemerintah dalam pemberdayaan industri
pertahanan nasional yang pada akhirnya akan tercapai kemandirian
alutsista TNI/TNI AL.
KRI
Nanggala-402 dibuat oleh galangan Howaldtswerke, Kiel, Jerman Barat pada
tahun 1981. Kapal selam kebanggan bangsa Indonesia ini merupakan tipe
209/1300 yang banyak digunakan oleh angkatan laut negara-negara di
dunia.
KRI
Nanggala-402 merupakan kapal TNI AL kedua yang menyandang nama Nanggala.
Kapal pertama merupakan salah satu dari 12 kapal selam kelas Tjakra
buatan Rusia (kelas Whiskey) yang di-scrap/dihapus tahun 1970-an. Kapal
selam tersebut pernah terlibat dalam penugasan negara dalam operasi
perebutan Irian Barat, untuk kembali ke pangkuan NKRI.
KRI
Nanggala-402 memiliki berat selam 1,395 ton, dengan dimensi panjang 59,5
meter x lebar 6,3 meter x tinggi 5,5 meter. kapal selam ini
menggunakan mesin diesel elektrik, 4 diesel, 1 shaft menghasilkan 4.600
SHP, sehingga sanggup mendorong kapal hingga kecepatan 21,5 knot.
Berbagai penugasan KRI Nanggala-402 diantaranya terlibat dalam latihan
bersama dengan US Navy dengan nama sandi Coorperation Afloat Readiness
and Training/CARAT-8/02 yang diadakan pada 27 Mei - 3 Juni 2002 di
perairan Laut Jawa, dan Selat Bali. Selain itu, dalam Latihan Operasi
Laut Gabungan (Latopslagab) XV/04 di Samudera Hindia, tanggal 8 April
hingga 2 Mei 2004, KRI Nanggala-402 berhasil menenggelamkan eks KRI
Rakata, sebuah kapal tunda samudera buatan 1942 dengan Torpedo SUT.
Demikian berita Dinas Penerangan Angkatan Laut.
|
Kamis, 04 Desember 2014
FPB-57 Nav V TNI AL: Varian Kapal Cepat dengan Bekal Senjata dan Sensor Maksimal
Dari segi kecepatan,
sejatinya FPB-57 tidak masuk dalam klasifikasi kapal cepat, karena
kecepatan maksimum yang bisa digenjot hanya 30 knot. Namun, berkat bekal
tambahan senjata yang diusungnya, beberapa FPB-57 layak ‘naik kelas’
dari armada Satrol (Satuan Kapal Patroli) menjadi kekuatan armada Satkat
(Satuan Kapal Cepat). Dengan perubahan satuan, maka identitas nomer
lambung pun berubah dari 8xx menjadi 6xx.
FPB (Fast Patrol Boat)-57 merupakan bukti nyata kemampuan PT PAL
memasok kebutuhan kapal perang untuk armada TNI AL. Hingga kini,
tercatat ada 12 unit FPB-57 dalam berbagai varian yang telah
dioperasikan TNI AL. Dirunut dari sejarahnya, rencana pembuatan FPB-57
muncul pada tahun 1975. Saat itu, Laksamana Sudomo yang menjabat sebagai
Pangkopkamtib mengutarakan keinginan untuk membangun sendiri kapal
perang di Dalam Negeri kepada Mensristek (saat itu) BJ Habibie. Ide ini
pun ditindak lanjuti oleh Habibie dalam bentuk jalinan kerjasama dengan
FLW (Friedrich Luersen Werft), sebuah industri perkapalan kondang dari
Jerman.
Empat tahun kemudian, pihak TNI AL menyetujui proposal PT PAL untuk
membangun kapal cepat hasil desain FLW yang selanjutnya dikenal dengan
kode FPB-57. Sejumlah tenaga PT PAL kemudian dikirim ke Jerman untuk
mempelajari manajemen produksi kapal perang ke Jerman. Sepulang dari
Jerman, tepatnya pada tahun 1984, pembangunan fisik FPB-57 pun dimulai
oleh PT PAL.
Lewat berjalannya waktu dengan meluncurkan beragam varian,
pembangunan FPB-57 berakhir pada tahun 2013 dengan diproduksinya 12 unit
kapal dalam lima sub varian. Masing-masing sub varian diberi kode Nav I
sampai V yang memiliki beberapa karekter. Dan, sudah barang tentu yang
paling akhir dibuat, yakni FPB-57 Nav V adalah jenis yang paling
canggih. Bahkan, meski kini sudah ada platform kapal cepat yang lebih
maju, seperti KCR60, tetap untuk urusan kelengkapan dan kualitas senjata
yang terpasang, varian FPB-57 Nav V adalah jawaranya. Pasalnya KCR60 masih belum terpasang perangkat sensor dan meriam nya sementara masih comotan bekas pakai dari kapal perang lain.
FPB-57 Nav V terdiri dari 4 unit kapal perang, yakni KRI Todak 631,
KRI Lemadang 632, KRI Hiu 634, dan KRI Layang 635. Seri FBP-57 Nav V
kerap disebut sebagai Todak Class, karena KRI Todak adalah jenis pertama
yang meluncur dari keempatnya. Sebagai kapal cepat, FPB-57 Nav V punya
kemampuan perang aspek permukaan, anti serangan udara, dan anti kapal
selam. Hanya sayang, di FPB-57 Nav V tidak dipasangi torpedo SUT (surface and underwater target) 533 mm, seperti halnya terpasang sebelumnya di FPB-57 Nav II yang terkenal sebagai KCT (Kapal Cepat Torpedo).
Sebagai varian terakhir, FPB-57 Nav V dilengkapi beberapa kelebihan, diantaranya adopsi pada sistem kendali persenjataan (fire control system)
yang lebih canggih. Dirancang mampu menyusup ke daerah lawan secara
silent dengan dukungan radar yang dirancang khusus. Beberapa perangkat
sensor yang dikenali seperti radar permukaan Racal Decca/Signaal Scout,
Countermeasures Dagie decoy RL, pengontrol tembakan DR-2000 S3
intercept, dan Sonar PHS-32 hull mounted MF. Tidak cuma itu, FPB-57
Nav V juga padat teknologi canggih lainnya, mulai dari sonar (Sound
Navigation and Ranging), optronic (optical electronics), Weapon Control
Console (WCC), Konsol Peralatan Perang Elektronika, Tactital Display
Console (TDC), Identification Friend or Foe (IFF), dan meja plot
otomatis, kesemuanya tersaji di dalam PIT (Pusat Informasi Tempur).
Bahkan di bagian anjungan belakang, ada perangkat Optronic Director,
alat ini diletakkan pada bagian atas kapal, terdiri atas lensa tele,
kamera TV, dan laser. Optronic ini tidak diawaki oleh operator.
Untuk racikan senjata, yang paling afdol adalah adopsi rudal anti kapal C-802 yang terpasang 2 peluncur di tiap-tiap kapal. Lain dari itu senjata unggulannya adalah kanon Bofors 57/70 MK.2 kaliber 57 mm
yang terpasang pada sisi haluan kapal. Secara teori, Bofors 57 mm MK.2
dapat memuntahkan 220 proyektil untuk tiap menitnya. Namun untuk
operasional, jumlah amunisi yang siap tembak di dalam cupola hanya
mencapai 120 peluru dalam magasin. 40 peluru dalam posisi siap tembak,
40 peluru dalam 2 magasin sekunder, dan 40 peluru lagi dalam 2 magasin
tengah dengan dua jenis peluru.
Jarak tembak maksimum Bofors 57 mm MK.2 bisa mencapai 17.000 meter, dengan sudut elevasi laras 45 derajat berhulu ledak HE (high explosive).
Sudut elevasi laras dapat dimainkan mulai dari -10 hingga 75 derajat.
Sedangkan untuk jarak tembak efektif bisa dicapai pada jarak 8.500
meter. Tiap proyektil yang ditembakkan mempunyai kecepatan luncur 1.035
meter per detik. Sebagai bukti bahwa Bofors 57 mm adalah kanon reaksi
cepat, dapat dilihat dari kecepatan reaksi laras yang mencapai 40
derajat untuk tiap detiknya. Dalam pengendaliannya, kanon ini dapat
dioperasikan secara remote dari PIT (pusat informasi tempur), sebagai
perangkat pemandu tembakkan ke sasaran (fire control tracking system) dipilih Lirod MK.2 buatan Thales.
Sementara di bagian buritan ada kanon Bofors 40 mm L/70.
Dilihat dari efek gempurnya, Bofors 40 mm mampu menghantam sasaran
secara efektif di udara hingga jarak 3.000 meter. Sedangkan jarak tembak
maksimum secara teori dapat mencapai 12.500 meter. Dalam satu menit,
awak kanon yang terlatih dapat memuntahkan 240 peluru. Untuk kecepatan
luncur proyektil mencapai 1.021 meter per detik.
Dan, terakhir masih ada dua pucuk kanon PSU (penangkis serangan udara) kaliber 20 mm. Jenis yang digunakan adalah Rheinmetall Rh202 laras tunggal.
Untuk kecepatan memuntahkan amunisi, Rheinmetall 20 mm sanggup
menembakkan mulai dari 880 hingga 1.030 peluru per menit. Lebih dalam
lagi, kecepatan luncur peluru sanggup mencapai 1.050 meter per detik
dengan amunisi tipe HE-T, dan 1.100 meter per detik dengan amunisi tipe
AP-T. Amunisi disalurkan lewat sistem belt ke laras, dimana tiap belt
dapat dirangkai hingga 200 peluru.
Kedepan, TNI AL akan memajukan KCR60 Class untuk andalan di Satkat,
namun karena instalasi sensor dan persenjataan di KCR60 belum
benar-benar siap, maka hingga kini keluarga FPB-57 masih menjadi yang
diandalkan, apalagi FPB-57 Nav V sudah dipasangi rudal anti kapal modern
C-802 yang punya daya getar lumayan tinggi. Tantangan terbesar di
FPB-57 Nav V saat ini konon lebih pada ketersediaan suku cadang. (Haryo Adjie)
Spesifikasi FPB-57 Nav V
- Bobot : 445 ton
- Panjang keseluruhan : 58,1 meter
- Panjang pada garis air : 54,4 meter
- Lebar : 7,62 meter
- Tinggi pada tengah kapal : 4,75 meter
- Mesin : Diesel MTU2 x 3.025HP
- Kecepatan ekonomis : 15 knot
- Kecepatan maksimum : 30 knot
- Awak : 47
Peresmian Skadron 16 Pekanbaru
Skadron Udara 16 akhirnya resmi
dioperasikan di Lapangan Udara (Lanud) TNI AU, Roesmin Nurjadin di
Pekanbaru. Penempatan pesawat F-16 ini untuk memperkuat operasi
pengamanan wilayah udara Indonesia Bagian Barat.
Demikian disampaikan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU), Marsekal TNI
Ida Bagus Putu Dunia, dalam peresmian di Pekanbaru, Rabu (3/12/2014).
Marsekal Bagus Putu Dunia menjelaskan, peletakan Skadron F-16 di Lanud
Roesmin Nurjadin di Pekanbaru karena letaknya yang strategis di wilayah
barat Indonesia.
“Inilah salah satu mengapa kita letakan Skadron F-16 ada di wilayah
Pekanbaru. Karena letaknya yang pada posisi jalur udara yang sangat
strategis untuk bisa mengamankan kedaulatan negara kita,” kata Marsekal
IB Putu Dunia.
Dia menjelaskan, untuk saat ini Skadron F-16 baru memiliki 5 pesawat
F-16 dari yang direncanakan sebanyak 16 pesawat. Pesawat ini merupakan
hibah dari Amerika.
“Hibah pesawat F-16 itu sebanyak 24 unit. Namun saat ini dari jumlah
itu akan kita bagi di Lanud Roesmin Nurjadi 16 unit dan 8 unit di Lanud
Iswahyudi,” kata Marsekal IB Putu Dunia.
Dalam penempatan Skadron F-16 ini, lanjutnya, dikomandoi oleh Letkol
(Penerbanhan) Firman Dwi Cahyo. Secara berangsur, sarana pendukung untuk
Skadron F-16 di Lanud Roesmin Nurjadin akan terus dilengkapi.
“Saat ini baru 5 pesawat F-16 yang baru kita tempatkan di Pekanbaru. Berangsur nantinya akan berjumlah 16 pesawat,” katanya.
Kemampuan pesawat F-16 ini, lanjutnya Marsekal IB Putu Dunia, mampu
melakukan serangan udara ke darat. Selain itu melakukan serangan di
udara serta bisa mengisi bahan bakar di udara.
“Dengan demikian kehadiran Skadron F-16 ini dapat menambah pengamanan
wilayah udara dalam rangka kedaulatan wilayah udara kita khususnya
Indonesia bagian barat,” tutupnya.
(Detik.com).
Rabu, 03 Desember 2014
AMX-13 Armoured Recovery Vehicle: Wahana Reparasi Tank AMX-13 TNI AD
Bicara tentang tank ringan AMX-13 memang unik, dari segi usia pengabdian, jelas ranpur buatan Perancis ini sudah tergolong gaek. Namun, kiprahnya terbilang superior untuk ukuran kavaleri TNI AD, pasalnya dengan ratusan unit yang dimiliki, AMX-13 versi meriam 75 mm dan versi meriam 105 mm pernah menyandang predikat sebagai tank utama di Indonesia, meski maksudnya beda dengan pengertian MBT (Main Battle Tank).
Meski usianya tergolong sepuh, karena gelombang pertama dihadirkan
untuk operasi Trikora, tapi toh TNI AD tak tega untuk benar-benar
merumahkan AMX-13 secara total. Bahkan, pihak Kementerian Pertahanan
bekerjasama dengan PT Pindad punya proyek untuk meretrofit ratusan unit AMX-13 yang
kini tersebar di beberapa Kodam. Disebutkan ada 400-an unit AMX-13 di
lingkungan TNI AD (versi Wikipedia menyebut TNI AD punya 275 AMX-13
versi kanon). Dengan retrofit, membuat tank ini terus diupayakan untuk operasional hingga 20 tahun kedepan.
Nah, sebagai ranpur lapis baja yang populer di dasawarsa 60-an,
AMX-13 juga kaya tampil dalam beragam platform, selain versi kanon dan
versi VCI/APC (Armoured Personnel Carrier) yang jamak dilihat masyarakat. Masih ada AMX-13 dalam varian ambulance, bridge layer (tank jembatan), dan tank recovery. Bahkan, TNI AD juga mengoperasikan AMX-13 MK61 yang mengusung Howitzer 105 mm.
Meski jarang diungkap, AMX-13 Recovery punya keunikan tersendiri,
pasalnya inilah generasi pertama tank recovery di Indonesia. Karena
tergolong kuno, sudah barang tentu AMX-13 Recovery tak secanggih BREM-L yang dimiliki Korps Marinir TNI AL.
AMX-13 Recovery kemampuannya lebih ditekankan untuk menarik guna evakuasi guna dilakukan perbaikan lanjutan. Tidak ada bekal crane seperti di BREM-L, untuk peran recovery bagian kubah disulap untuk dudukan perangkat penarik (towed).
Kemampuan menariknya hingga beban 15 ton lewat winch utama dengan kabel
50 meter berdiameter 25 mm. Masih ada winch sekunder dengan panjang
kabel 120 meter berdiameter 6 mm. Untuk winch sekunder ini kapasitas
beban yang ditarik mencapai 5 ton.
TNI AD mengoperasikan AMX-13 Recovery dalam unit kecil, dan tank ini
dipercaya belum tersentuh program retfofit. Artinya AMX-13 Recovery
masih menggunakan mesin SOFAM 8Gxb yang memiliki 8 silinder dan
berpendingin air dan berbahan bakar bensin, mampu menyemburkan daya 270
bhp pada 3.200 rpm sehingga AMX-13 dapat mencapai kecepatan maksimal 65
km per jam.
Dengan diawaki 3 personel, AMX-13 dibekali senjata untuk perlindungan
berupa senapan mesin kaliber 7,62 mm, berikut pelontar granat asap.
Versi yang dimiliki TNI AD adalah buatan tahun 1963 dan mulai
dioperasikan TNI AD pada tahun 1978. (Gilang Perdana)
Spesifikasi AMX-13 Armoured Recovery Vehicle
- Berat : 13,9 ton
- Dimensi : 5,6 x 2,6 x 2,55 meter
- Ground clearance : 0,43 meter
- Mesin : SOFAM 8Gxb
- Transmisi : Manual
- Kapasitas BBM : 480 liter
- Jarak jelajah : 350 – 400 km
- Kecepatan maks : 65 km per jam
BREM-L Armoured Recovery Vehicle: Wahana Reparasi Ranpur BMP-3F Marinir TNI AL
Menutup program MEF (Minimum Essential Force) Tahap I yang berakhir tahun 2014, lewat beberapa kali kedatangan, akhirnya kini Korps Marinir telah genap memiliki 54 unit ranpur amfibi IFV (Infantry Fighting Vehicle) BMP-3F buatan Rusia. Bahkan, guna melengkapi rencana jangka panjang pengembangan postur Marinir TNI AL, pemerintah berencana untuk menambah BMP-3F hingga berjumlah total 81 unit, berikut pengadaan 10 unit BMP-3FK, dan 4 unit BREM-L.
Nah, yang disebut paling akhir di paragraf atas mungkin masih terasa asing bagi kebanyakan orang. BREM-L adalah sosok ranpur lapis baja beroda rantai yang punya peran untuk melakukan evakuasi dan perbaikan langsung pada IFV atau ranpur ringan yang mengalami kerusakan dalam medan pertempuran. Sebagai ranpur recovery, BREM-L dilengkapi beberapa fasilitas utama untuk menjalankan operasinya. Sebut saja ada crane full swing yang mampu mengangkat beban hingga bobot 11 ton. Crane ini digerakan dengan tenaga mekanis hidrolik. Untuk keperluan perbaikan lainnya, BREM-L juga dilengkapi peralatan las listrik untuk memotong plat baja dan alumunium.
Sementara kemampuan BREM-L untuk melakukan perbaikan pada ranpur, menjadikan tank recovery ini punya kewajiban untuk membawa aneka ‘perkakas dan suku cadang’ untuk keperluan service di lapangan. Nah, tank ini punya kapasitas kargo, yakni 1,7 ton saat melintas di darat, sementara kapasitas kargo hanya 0,3 ton bila BREM-L melaju di air. Perlu diketahui, ranpur buatan Kurganmashzavod, Rusia, ini memang punya kemampuan amfibi. Dengan mengambil platform sasis dari BMP-3, BREM-L dapat melaju di air hingga kecepatan 9 – 10 km per jam. Kemampuan mengarungi air ini berkat adanya dua water jet propeller, serupa dengan yang ada di BMP-3F. Bahkan, dengan telescopic air intake tube, BREM-L mampu mengarungi laut hingga level gelombang Sea Stage 3.
Meski tak langsung berhadapan dengan lawan di medan peperangan, BREM-L yang diawaki 3 personel plus 2 bangku cadangan, juga dibekali persenjataan ringan untuk self defence. Aslinya dari pihak pabrikan, BREM-L dipersiapkan dengan senjata PKTM kaliber 7,62 mm yang ditempatkan pada mounted hatch. Senjata ini dapat melibas sasaran hingga jarak 2.000 meter, dalam sekali jalan umumnya bisa disaipkan stok amunisi hingga 1.000 peluru. Karena mengambil basis rancang bangun dari BMP-3F, maka elemen mobilitas dan proteksi nya pun tak beda jauh dengan BMP-3F.
Dapur pacu BREM-L mengandalkan mesin UTD-29T four stroke multi fuel liquid cooled. Kinerja mesinnya mampu membawa BREM-L hingga kecepatan maksimum 70 km per jam di jalan raya, 20 km per jam di medan off road, melaju di air hingga 10 km per jam, dan saat harus menarik (towed) ranpur lain, towing speed-nya bisa mencapai 20 km per jam. Sementara untuk jarak tempuhnya bisa mencapai 600 km.
Sayangnya, untuk saat ini Korps Marinir baru punya satu unit BREM-L, kabarnya satu unit BREM-L merupakan bonus pembelian armada BMP-3F. Mengingat pentingnya wahana recovery seperti BREM-L, seyogyanya jumlahnya dapat ditingkatkan sesuai skala keberadaan ranpur lapis baja yang ada di Marinir TNI AL, karena toh BREM-L tak hanya efektif melakukan perbaikan dan evakuasi untuk BMP-3F, tapi jenis ranpur amfibi ringan seperti tank PT-76 , BTR-50, BVP-2, dan AMX-10 pun dapat merasakan kehandalan peran BREM-L. (Haryo Adjie)
Spesifikasi BREM-L
- Manufaktur : Kurganmashzavod
- Bobot : 18,7 ton
- Awak : 3
- Dimensi : 7,64 x 3,15 x 2,35 meter
- Ground clearance : 450 mm
- Kecepatan Max : 70 km per jam
- Kecepatan Max di air : 10 km per jam
- Jangkauan : 600 km
- Kapasitas crane : maksimum 11 ton
Langganan:
Postingan (Atom)