Dari segi kecepatan,
sejatinya FPB-57 tidak masuk dalam klasifikasi kapal cepat, karena
kecepatan maksimum yang bisa digenjot hanya 30 knot. Namun, berkat bekal
tambahan senjata yang diusungnya, beberapa FPB-57 layak ‘naik kelas’
dari armada Satrol (Satuan Kapal Patroli) menjadi kekuatan armada Satkat
(Satuan Kapal Cepat). Dengan perubahan satuan, maka identitas nomer
lambung pun berubah dari 8xx menjadi 6xx.
FPB (Fast Patrol Boat)-57 merupakan bukti nyata kemampuan PT PAL
memasok kebutuhan kapal perang untuk armada TNI AL. Hingga kini,
tercatat ada 12 unit FPB-57 dalam berbagai varian yang telah
dioperasikan TNI AL. Dirunut dari sejarahnya, rencana pembuatan FPB-57
muncul pada tahun 1975. Saat itu, Laksamana Sudomo yang menjabat sebagai
Pangkopkamtib mengutarakan keinginan untuk membangun sendiri kapal
perang di Dalam Negeri kepada Mensristek (saat itu) BJ Habibie. Ide ini
pun ditindak lanjuti oleh Habibie dalam bentuk jalinan kerjasama dengan
FLW (Friedrich Luersen Werft), sebuah industri perkapalan kondang dari
Jerman.
KRI Todak dengan nomer lambung lama (803)
KRI Todak dengan nomer lambung baru (631) sebagai armada Satkat TNI AL.
Empat tahun kemudian, pihak TNI AL menyetujui proposal PT PAL untuk
membangun kapal cepat hasil desain FLW yang selanjutnya dikenal dengan
kode FPB-57. Sejumlah tenaga PT PAL kemudian dikirim ke Jerman untuk
mempelajari manajemen produksi kapal perang ke Jerman. Sepulang dari
Jerman, tepatnya pada tahun 1984, pembangunan fisik FPB-57 pun dimulai
oleh PT PAL.
Lewat berjalannya waktu dengan meluncurkan beragam varian,
pembangunan FPB-57 berakhir pada tahun 2013 dengan diproduksinya 12 unit
kapal dalam lima sub varian. Masing-masing sub varian diberi kode Nav I
sampai V yang memiliki beberapa karekter. Dan, sudah barang tentu yang
paling akhir dibuat, yakni FPB-57 Nav V adalah jenis yang paling
canggih. Bahkan, meski kini sudah ada platform kapal cepat yang lebih
maju, seperti KCR60, tetap untuk urusan kelengkapan dan kualitas senjata
yang terpasang, varian FPB-57 Nav V adalah jawaranya. Pasalnya KCR60 masih belum terpasang perangkat sensor dan meriam nya sementara masih comotan bekas pakai dari kapal perang lain.
KRI Lemadang 632
Bagian buritan KRI Lemadang 632, nampak kanon Bofors 40 mm/L70.
KRI Lemadang 632 dan KRI Todak 631.
FPB-57 Nav V terdiri dari 4 unit kapal perang, yakni KRI Todak 631,
KRI Lemadang 632, KRI Hiu 634, dan KRI Layang 635. Seri FBP-57 Nav V
kerap disebut sebagai Todak Class, karena KRI Todak adalah jenis pertama
yang meluncur dari keempatnya. Sebagai kapal cepat, FPB-57 Nav V punya
kemampuan perang aspek permukaan, anti serangan udara, dan anti kapal
selam. Hanya sayang, di FPB-57 Nav V tidak dipasangi torpedo SUT (surface and underwater target) 533 mm, seperti halnya terpasang sebelumnya di FPB-57 Nav II yang terkenal sebagai KCT (Kapal Cepat Torpedo).
Sebagai varian terakhir, FPB-57 Nav V dilengkapi beberapa kelebihan, diantaranya adopsi pada sistem kendali persenjataan (fire control system)
yang lebih canggih. Dirancang mampu menyusup ke daerah lawan secara
silent dengan dukungan radar yang dirancang khusus. Beberapa perangkat
sensor yang dikenali seperti radar permukaan Racal Decca/Signaal Scout,
Countermeasures Dagie decoy RL, pengontrol tembakan DR-2000 S3
intercept, dan Sonar PHS-32 hull mounted MF. Tidak cuma itu, FPB-57
Nav V juga padat teknologi canggih lainnya, mulai dari sonar (Sound
Navigation and Ranging), optronic (optical electronics), Weapon Control
Console (WCC), Konsol Peralatan Perang Elektronika, Tactital Display
Console (TDC), Identification Friend or Foe (IFF), dan meja plot
otomatis, kesemuanya tersaji di dalam PIT (Pusat Informasi Tempur).
Bahkan di bagian anjungan belakang, ada perangkat Optronic Director,
alat ini diletakkan pada bagian atas kapal, terdiri atas lensa tele,
kamera TV, dan laser. Optronic ini tidak diawaki oleh operator.
Untuk racikan senjata, yang paling afdol adalah adopsi rudal anti kapal C-802 yang terpasang 2 peluncur di tiap-tiap kapal. Lain dari itu senjata unggulannya adalah kanon Bofors 57/70 MK.2 kaliber 57 mm
yang terpasang pada sisi haluan kapal. Secara teori, Bofors 57 mm MK.2
dapat memuntahkan 220 proyektil untuk tiap menitnya. Namun untuk
operasional, jumlah amunisi yang siap tembak di dalam cupola hanya
mencapai 120 peluru dalam magasin. 40 peluru dalam posisi siap tembak,
40 peluru dalam 2 magasin sekunder, dan 40 peluru lagi dalam 2 magasin
tengah dengan dua jenis peluru.
KRI Hiu 634.
KRI Hiu 634 dengan latar kapal cepat AL Australia HMAS Wollonggong di lepas pantai Darwin.
Jarak tembak maksimum Bofors 57 mm MK.2 bisa mencapai 17.000 meter, dengan sudut elevasi laras 45 derajat berhulu ledak HE (high explosive).
Sudut elevasi laras dapat dimainkan mulai dari -10 hingga 75 derajat.
Sedangkan untuk jarak tembak efektif bisa dicapai pada jarak 8.500
meter. Tiap proyektil yang ditembakkan mempunyai kecepatan luncur 1.035
meter per detik. Sebagai bukti bahwa Bofors 57 mm adalah kanon reaksi
cepat, dapat dilihat dari kecepatan reaksi laras yang mencapai 40
derajat untuk tiap detiknya. Dalam pengendaliannya, kanon ini dapat
dioperasikan secara remote dari PIT (pusat informasi tempur), sebagai
perangkat pemandu tembakkan ke sasaran (fire control tracking system) dipilih Lirod MK.2 buatan Thales.
Sementara di bagian buritan ada kanon Bofors 40 mm L/70.
Dilihat dari efek gempurnya, Bofors 40 mm mampu menghantam sasaran
secara efektif di udara hingga jarak 3.000 meter. Sedangkan jarak tembak
maksimum secara teori dapat mencapai 12.500 meter. Dalam satu menit,
awak kanon yang terlatih dapat memuntahkan 240 peluru. Untuk kecepatan
luncur proyektil mencapai 1.021 meter per detik.
KRI Layang dengan nomer lambung lama (805).
KRI Layang 635
KRI Layang saat menembakkan rudal C-802. Saat ini seluruh FPB-57 tidak lagi menggunakan corak cat loreng.
Dan, terakhir masih ada dua pucuk kanon PSU (penangkis serangan udara) kaliber 20 mm. Jenis yang digunakan adalah Rheinmetall Rh202 laras tunggal.
Untuk kecepatan memuntahkan amunisi, Rheinmetall 20 mm sanggup
menembakkan mulai dari 880 hingga 1.030 peluru per menit. Lebih dalam
lagi, kecepatan luncur peluru sanggup mencapai 1.050 meter per detik
dengan amunisi tipe HE-T, dan 1.100 meter per detik dengan amunisi tipe
AP-T. Amunisi disalurkan lewat sistem belt ke laras, dimana tiap belt
dapat dirangkai hingga 200 peluru.
Kedepan, TNI AL akan memajukan KCR60 Class untuk andalan di Satkat,
namun karena instalasi sensor dan persenjataan di KCR60 belum
benar-benar siap, maka hingga kini keluarga FPB-57 masih menjadi yang
diandalkan, apalagi FPB-57 Nav V sudah dipasangi rudal anti kapal modern
C-802 yang punya daya getar lumayan tinggi. Tantangan terbesar di
FPB-57 Nav V saat ini konon lebih pada ketersediaan suku cadang. (Haryo Adjie)
Spesifikasi FPB-57 Nav V
- Bobot : 445 ton
- Panjang keseluruhan : 58,1 meter
- Panjang pada garis air : 54,4 meter
- Lebar : 7,62 meter
- Tinggi pada tengah kapal : 4,75 meter
- Mesin : Diesel MTU2 x 3.025HP
- Kecepatan ekonomis : 15 knot
- Kecepatan maksimum : 30 knot
- Awak : 47
Indomil.