Minggu, 16 November 2014

Dikritik, Seragam Loreng Brimob

Kapolri Jenderal Sutarman
Kepolisian Negara RI menggunakan kembali seragam loreng pelopor untuk Korps Brigade Mobil Polri. Keputusan itu sesuai keputusan Kapolri Nomor Kep/748/IX/2014 tentang Penggunaan Pakaian Dinas Lapangan Loreng yang dikeluarkan pada 24 September.
Ajang perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) Ke-69 Brimob, Jumat (14/11/2014), di Depok, Jawa Barat, menjadi peresmian penggunaan kembali seragam loreng itu. Pada perayaan itu, semua polisi dan anggota Brimob menggunakan seragam tersebut.
Loreng pelopor atau loreng ”darah mengering” berwarna dasar hijau dipadu loreng berwarna hitam, putih, dan kuning. Seragam itu pertama kali dipakai Brimob pada 1962 ketika ikut serta dalam Operasi Mandala. Memasuki era reformasi, seragam itu dilarang digunakan seiring kedudukan Polri yang berpisah dari Tentara Nasional Indonesia (TNI) sekaligus mengukuhkan Polri sebagai kekuatan sipil yang dipersenjatai.
Kepala Polri Jenderal (Pol) Sutarman mengatakan, penggunaan baju dinas lapangan bermotif loreng guna mempertahankan nilai-nilai historis perjuangan Brimob. Selain itu, dia menganggap seragam itu efektif dipakai di tempat-tempat tertentu berkadar gangguan keamanan dan ketertiban tinggi, seperti hutan dan pegunungan.
Keputusan itu hasil evaluasi Polri terhadap korban jiwa anggota Brimob dalam upaya memberantas terorisme di Poso, Sulawesi Tengah, Februari lalu. ”Untuk menghindari korban tambahan dari anggota Brimob, saya memberlakukan kembali penggunaan seragam loreng itu dalam tugas-tugas operasional,” ujar Sutarman seusai menghadiri perayaan HUT Brimob.
Sutarman menyatakan, keputusan penggunaan seragam itu diatur oleh Kepala Korps Brimob Irjen Robby Kaligis. Seragam tersebut akan digunakan dalam upacara dan penugasan khusus. Adapun untuk penugasan di kota, dia mengimbau anggota Brimob tetap berseragam resmi Polri.
Robby mengungkapkan, penggunaan seragam loreng merupakan hal wajar bagi polisi yang melaksanakan operasi khusus. Hal itu juga berlaku di negara lain, seperti Thailand, Filipina, dan Malaysia.
Penggunaan seragam loreng, lanjutnya, merupakan penunjang tugas Brimob. ”Jangan hanya dilihat seragam apa yang kami pakai, tetapi bagaimana dampaknya terhadap keberhasilan tugas kami. (Seragam) Ini hanyalah sarana agar tugas tercapai dan berjalan lebih baik,” kata Robby.
Membingungkan
Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia Ray Rangkuti berpendapat, penggunaan seragam loreng akan menyebabkan kebingungan di masyarakat mengenai tugas Brimob dan TNI di lapangan. Kemiripan seragam itu, tambah Ray, akan menyulitkan masyarakat memahami tugas Brimob dalam aspek keamanan dan tugas TNI sebagai penjaga pertahanan.
”Penggunaan seragam loreng itu sebaiknya tidak dilanjutkan. Sebab, apabila Brimob melakukan aksi tercela dalam penugasan, pamor TNI yang langsung tercoreng di masyarakat. Masyarakat sudah mengidentifikasi loreng adalah TNI,” tutur Ray.
Keputusan Kapolri mengeluarkan keputusan tersebut, menurut Ray, keliru. Dia menyayangkan keputusan itu tidak diawali koordinasi dengan TNI yang berwenang dengan simbol terkait seragam loreng. Penggunaan motif loreng pada seragam Brimob harus diwaspadai karena berpotensi mengembalikan Brimob menjadi militeristik.
Kriminolog Universitas Indonesia, Bambang Widodo Umar, mengatakan, Brimob bagian dari Polri, institusi sipil. Oleh karena itu, simbol dan tindakannya tidak boleh militeristik. Alasan sejarah penggunaan loreng adalah romantisisme semata yang tak boleh ada di atas fungsi. ”Fungsi dan pendekatan Brimob bersifat yuridis, bukan seperti militer yang kalah-menang,” kata Bambang.
Ia menyayangkan simbol militeristik Brimob karena sudah tak sesuai doktrin Tri Brata. ”Bedanya polisi dengan tentara itu hukum normatif dan perang. Ya, ini jauh berbeda,” ucapnya.
Anggota Komisi Kepolisian Nasional, Adrianus Meliala, menilai penggunaan loreng ini ada di wilayah abu-abu. Ia mengatakan, jika dilihat dari satu sisi memang jadi seakan militeristik.
Namun, ia melihat sisi lain, yaitu terkait tugas Brimob. Selain huru-hara dan penjinakan bom, Brimob bertugas melawan teror. Berbeda dengan Densus 88 yang bertugas di kota-kota besar, Brimob juga bertugas di hutan dan desa. ”Loreng perlu untuk kamuflase,” katanya.
Oleh karena itu, Adrianus berpendapat agar penggunaan loreng itu bersifat terbatas, yaitu sesuai kebutuhan kamuflase. ”Kami akan evaluasi penggunaan dan dampaknya seperti apa. Misalnya untuk ke pasar atau operasi SAR, tidak boleh dengan loreng,” ujarnya

Sumber: Kompas

Mengintip Pesaing sang Badak

Sebagai kendaraan tempur bersenjata kanon kaliber besar, Badak muncul di tengah persaingan keras kendaraan tempur sejenis, dan juga problem klasik menciutnya perekonomian yang berujung berkurangnya anggaran pertahanan
Panser kanon di banyak Negara memang masih cukup diminati sebagai FSV (Fire Support Vehicle) alias kendaraan bantuan tembakan untuk infantri. Bedanya, panser kanon modern di Negara maju sudah meninggalkan kanon 90mm Low Pressure yang masih diandalkan oleh Badak. Berikut ARC ketengahkan satu panser kanon andalan Belgia, SIBMAS yang merupakan buah cinta anggota ARC yang baru saja masuk, Weka Ning Mahardhika yang sudah bertobat dari Formil Kaskus.
Keluarga kendaraan beroda (6X6) SIBMAS yang kebetulan memiliki penampilan fisik yang serupa dengan kendaraan tempur infantri (6X6) Ratel dari Afrika Selatan, merupakan hasil rancangan dari BN constructions Ferroviaires et Mettaliques di tahun 1975. Bentuknya khas, dengan kompartemen pengemudi menyerupai kokpit sehingga bidang pandangnya amat luas dan tak terhalang. Kabin penumpang mampu menahan impak hantaman peluru 7,62x51mm NATO, sama seperti Badak.
Prototipe pertama diselesaikan pada tahun 1976 dan kendaraan demo diselesaikan pada pertengahan 1979, yang mendapatkan perbaikan pada sistem penglihatan bagi pengemudi dan mesin yang lebih bertenaga MAN D-2566 berdaya 320hp. Dalam produksinya, SIBMAS banyak menggunakan komponen standar MAN yang antara lain mencakup mesin, transmisi dan suspensi. Pada tahun 1981, Malaysia memesan 196 SIBMAS yang dikirimkan antara tahun 1983 – 1985 dalam dua versi: 162 Amoured Fire Support Vehicle 90 (AFSV – 90) dengan kubah CM 90 dari CMI Defence, dimana kubah tersebut dioperasikan oleh 2 orang kru dan dilengkapi dengan meriam Cockerill 90 mm Mk III Low Pressure (sama dengan yang terpasang pada panser kanon Badak) serta sistem kendali penembakan OIP LRS-2; dan 24 ARV yang dilengkapi alat kerek dengan kapasitas tarik 20.000 Kg dan alat derek dengan kapasitas angkat 10.500 Kg. Alat kerek (crane) dapat digunakan untuk melakukan penggantian powerpack SIBMAS hanya dalam waktu 30 menit, tanpa perlu ditarik pulang ke depot.
Pada pertengahan 1980, pabrik kubah dan meriam CMI mengambil alih BN constructions Ferroviaires et Mettaliques. Saat ini perusahaan tersebut tidak lagi memasarkan keluarga (6X6) SIBMAS dan memfokuskan pada pengembangan, produksi dan penjualan kubah kendaraan tempur lapis baja.

Fitur
Posisi pengemudi SIBMAS ada di bagian paling depan kendaraan dengan sebuah pintu palka yang membuka ke arah kanan pengemudi, tepat di atasnya. Pada sisi depan dan sisi samping kiri dan kanan pengemudi terdapat kaca anti peluru yang memberikan daya pandang yang baik setiap saat. Apabila diperlukan, terdapat pelat baja yang dikaitkan di bagian bawah untuk menutup kaca anti peluru tersebut.
Kompartemen penumpang terletak di belakang kubah dan mesin dengan enam prajurit duduk saling membelakangi di bagian tengah dan tiga lainnya di lorong di antara kompartemen penumpang dan pintu belakang. Sebuah palka kecil dan tiga buah palka besar ditempatkan di atas kompartemen penumpang, terdapat lubang penembakan dan bidang lihat di bagian ini yang memungkinkan prajurit menggunakan senjata mereka dari dalam kendaraan secara aman.
SIBMAS juga memiliki kemampuan amfibi, dimana penggerak utamanya ketika berada di dalam air adalah dengan menggunakan ban dengan kecepatan gerak maksimum 4 kpj. Untuk versi yang digunakan oleh Kor Armor Diraja Angkatan Darat Malaysia, menggunakan propeler yang memungkinkan SIBMAS bergerak hingga kecepatan 11 kpj di dalam air.
 
SIBMAS LCTS 90
Menyambut perkembangan yang ada di dunia kemiliteran, CMI mengadakan pembaruan pada SIBMAS untuk membuatnya kompetitif di pasaran. Kubah CSE90LP dicopot, digantikan dengan kubah baru 90mm LCTS L48. Berbeda dengan meriam 90mm Mk III, kubah baru ini menggunakan meriam 90mm Medium Pressure yang merupakan turunan dari meriam Cockerill Mk8. Selain melontarkan proyektil biasa, meriam 90mm LCTS juga didesain mampu meluncurkan GLATGM (Gun Launched ATGM) Falarick yang dibuat berdasarkan kerja bareng dengan Ukraina.
CMI meyakini bahwa meriam 90mm LCTS mereka, dengan didukung teknik metalurgi modern dan pemilihan baja yang sangat baik kualitasnya di pabrik mereka, akan mampu menyamai performance meriam 105mm generasi awal. Meriam ini dilengkapi dengan muzzle brake dengan satu lubang untuk mendukung penembakan munisi APFSDS. Meriam 90mm ini dilapisi dengan thermal sleeve untuk mengurangi pemuaian sehingga laras tidak mudah bengkok setelah penembakan secara kontinyu. Sama seperti meriam Mk3, meriam Mk8 dapat digunakan untuk tembakan lintas lengkung yang mencapai jarak maksimal 8km apabila ditembakkan dari elevasi 20o.
Berbeda dengan kubah CSE90LP yang masih harus diisikan secara manual, kubah LCTS 90 sudah menggunakan sistem autoloader, ini tentu meringankan pekerjaan komandan dan juru tembak yang bisa fokus mengejar sasaran. Seluruh peluru disimpan di bustle yang terpisahkan oleh firewall dari kompartemen awak. Amunisi diisikan pada bustle dari luar tank, dengan membuka pintu baja pada sisi belakang bustle. Satu sistem sabuk rantai akan membawa amunisi dari bustle ke arah kamar peluru.
Biarpun kanon 90mm Medium Pressure dapat dipercaya untuk menggasak tank-tank generasi 1960an, tak dipungkiri bahwa penggunanya tidak bisa memilih lawan di medan pertempuran, alias mungkin saja bertemu MBT mutakhir. Untuk menghadapi ancaman semacam ini, CMI dan pabrikan GKSTB Ukraina bekerjasama menciptakan rudal berpemandu laser Falarick (tongkat sakti dalam mitologi Irlandia). Teknologi yang digunakan sama seperti pada ATGM yang diluncurkan dari laras meriam macam 9M119M, yaitu sinar laser yang disorotkan dari kendaraan penembak ke arah sasaran, dan rudal tinggal mengikuti.
Rudal Falarick sendiri dibuat untuk dapat ditembakkan dari laras 90mm ataupun 105mm. Memiliki panjang 1 meter dan bobot 20kg, Falarick saat terbang distabilkan oleh sirip-sirip dan rudder alumunium yang terpasang di belakang (total 8 buah). Pada saat masuk di laras, sirip ini akan terlipat dan akan terbuka begitu keluar dari laras. Pada saat diujicoba, Falarick yang ditembakkan dari dari jarak 3,9km dapat mengenai sasaran standar NATO dengan menempuh waktu selama 14 detik. Dengan hululedak HEAT ganda, Falarick dikatakan mampu menembus pelat baja RHA setebal 500mm, ini setara dengan ketebalan glacis T-72M1. Kelemahannya, sama seperti GLATGM era Soviet, kendaraan benar-benar harus dibuat dalam keadaan diam. Sedikit pergerakan akan mengakibatkan rudal berbelok atau malah kehilangan panduan laser.
Untuk kubah, LCTS90 menerapkan format yang sama seperti CSE90LP, komandan duduk di kiri dan penembak di kanan. Penembak memiliki kamera bidik dengan kamera termal terstabilisasi. Bedanya, di atas blok kamera bidik dipasang kotak pemandu laser untuk sistem rudal Falarick. Sementara untuk komandan disiapkan sistem kamera panoramik yang independen, sehingga komandan dapat bertindak sebagai pemburu. Sistem kendali penembakannya sudah mengadopsi komputer balistik dan sensor seperti tekanan udara, kecepatan angin, kelembapan, suhu udara, dan tentu saja laser rangefinder, kurang lebih sama seperti yang dipergunakan pada MBT modern. (Weka & Aryo)

ARC. 

Jumat, 14 November 2014

Rheinmetall Wiesel: Ditawarkan Sejak Puluhan Tahun Untuk TNI

IMG_20141106_134933
Di sela-sela keriuhan Indo Defence 2014, tepatnya di booth Rheinmetall terselip sosok ranpur unik dengan warna loreng gelap. Ranpur ini masuk golongan beroda rantai (tank), namun ukurannya super mini alias imut, bahkan lebih kecil ketimbang ukuran tank ringan (light tank) yang populer di TNI AD, seperti AMX-13 dan Alvis Scorpion. Ranpur inilah yang disebut sebagai Si Musang (Wiesel), ranpur besutan Rheinmetall, Jerman.
Rheinmetall sendiri sudah sangat kampiun sebagai pemasok alutsista TNI AD dan TNI AL, mulai dari yang terbaru MBT Leopard 2A4, MBT Leopard 2A4 Revolution, IFV Marder 1A3, sampai kanon Penangkis Serangan Udara Twin Gun 20 mm untuk Arhanud TNI AD juga disabet oleh manufaktur asal Negeri Bavaria ini.
Kembali tentang Wiesel, bila merujuk dari sejarahnya, jelas ini bukan ranpur anyar. Wiesel dirancang sejak tahun 70-an dan mulai memperkuat AD Jerman pada akhir tahun 1980. Dengan bobot pada varian standar 2,7 ton, menjadikan Wiesel masuk kategori light air transportable armoured fighting vehicle, artinya jenis ranpur lapis baja ringan yang dipersiapkan untuk mobilitas taktis lewat udara. Dengan ukuran yang kecil serta berat yang ringan, pesawat angkut berat C-130 Hercules bisa membawa 2 unit Wiesel dalam sekali sortir. Helikopter sekelas SA330 Puma pun dapat menggotong Wiesel lewat kabel sling.
Wiesel saat uji coba di Indonesia.
Wiesel saat uji coba di Indonesia.
Wiesel diangkut dengan sling oleh Super Puma Pelita Air Service.
Wiesel diangkut dengan sling oleh Puma Pelita Air Service.
Wiesel saat diangkut dengan truk TNI.
Wiesel 1 saat diangkut dengan truk di Indonesia.

Nah, yang cukup menarik lagi, Wiesel sejatinya sudah lama diperkenalkan untuk Indonesia. Di sekitaran tahun 1989-1990, Wiesel bahkan kerap di iklankan di sebuah majalah Militer era 80-an. Saat itu, Wiesel masih diproduksi oleh Krupp Mak. Dan nyatanya Wiesel pun sudah pernah di uji coba pada kontur medan di Indonesia. Dan di Indo Defence 2014 lalu, Wiesel untuk pertama kalinya dimunculkan ke publik Tanah Air. Bukan lagi Wiesel yang datang tahun 80-an, di Indo Defence 2014 yang ditampilkan adalah Wiesel 2. Wiesel 2 punya ukuran yang lebih panjang, ditandai dengan jumlah roda hingga 5 di setiap sisi, plus mesin yang juga lebih kuat. Yang masih menjadi minor adalah lapisan proteksinya, yang hanya sanggup menahan proyektil kaliber 5,56 mm dan 7,62 mm, maka ketika dihantam proyektil 12,7 mm dan RPG, bisa dipastikan Wiesel bakal berantakan.
Dari konfigurasinya, Wiesel 2 mengusung jenis mesin diesel Volkswagen 1.9 dengan lima silinder turbo direct injection dan intercooler. Kekuatan mesinnya sanggup menghasilkan 109 hp, sementara transmisinya mengadopsi jenis automatic. Di jalan on road, Wiesel 2 mampu dipacu hingga kecepatan 85 Km per jam. Sementara jangkauan operasinya maksimum 200 Km. Bila dibandingkan dengan Wiesel 1, maka Wiesel 2 sudah dilengkapi tambahan lapisan proteksi, sistem pendingin kompartemen, dan proyteksi anti Nubika untuk awaknya.
wiesel2_02LAND_Wiesel-2_from_CH-53_lg
Varian paling populer dengan kanon Rheinmetall 20mm.
Varian paling populer di Wiesel 1 dengan kanon Rheinmetall 20mm.
Varian kanon pada Wiesel 1 dipercaya untuk misi pasukan PBB.
Varian kanon pada Wiesel 1 dipercaya untuk misi pasukan PBB.
Wiesel 2 dalam varian ambulans tempur.
Wiesel 2 dalam varian ambulans tempur.

Unruk dimensi, Wiesel 2 punya panjang 4,78 meter, lebar 1,87 meter, dan tinggi 2,17 meter. Awaknya antara 2 atau 3, bergantung pada varian yang digunakan. Melihat konfigurasinya, Wiesel jelas tidak punya kemampuan amfibi, paling banter Wiesel sanggup berjalan di air dengan kedalaman 0,5 meter dan melalui lebar parit tidak lebih dari 1,2 meter.

Varian Wiesel
Dengan desainnya yang kompak, Wiesel menjadi mudah untuk diadopsi dalam beberapa varian. Seperti di Indo Defence 2014, Rheinmetall mendatangkan varian Lightweight Armoured Mortar 120 mm. Lain dari itu ada varian Air Defence Command Post, ambulans, dan Defence Weapon Carrier dengan peluncur rudal Stinger. Namun identitas Wiesel yang paling populer yakni lewat varian fire support dengan kanon Rheinmetall MK Rh20, kemudian ada pula varian yang membawa rudal anti tank HOT dan TOW. Wiesel juga sempat di adopsi sebagai platform radar mobile, salah satunya mengadopsi RATAC-S besutan Alcatel. Radar untuk peran penyesuaian target sasaran artileri ini dapat beroperasi stand alone dengan jangkauan 40 Km.
Meski usianya sudah cukup lama, Wiesel hingga kini hanya dioperasikan oleh AD Jerman dan AS. AD Jerman pun hanya punya 343 varian Wiesel 1 dan 179 varian Wiesel 2. Sementara AS membeli 7 unit untuk bahan uji coba wahana tempur tanpa awak. Meski kurang laris dipasaran, namun Wiesel sudah kenyang diajak ke medan tempur, sebut saja dalam misi pasukan PBB UNOSOM di Somalia, IFOR, SFOR, termasuk Sang Musang pun ikut diajak memburu Taliban di Afghanistan.
Wiesel 2 varian mortir 120mm.
Wiesel 2 varian mortir 120mm.
Wiesel membawa rudal anti tank TOW
Wiesel 1 membawa rudal anti tank TOW
Wiesel 2 menggotong peluncur rudal Stinger.
Wiesel 2 menggotong peluncur rudal Stinger.
Varian pengusung radar.
Varian pengusung radar.

Terkait dengan hadirnya Wiesel 2 di Indo Defence 2014, beberapa asumsi bermunculan, yang jelas pihak pabrikan ingin produknya dapat terjual. Tapi disisi lain, bukan perkara mudah untuk Wiesel bisa melenggang sebagai arsenal TNI, meski diusung Rheinmetall dengan paket Leopard/Marder, toh TNI punya komitmen untuk mendukung dalam pengembangan medium tank yang dilakukan PT Pindad. Tapi kembali lagi, segala sesuatunya bisa berlaku dinamis, boleh jadi tawaran ToT (Transfer of Technology) yang menggiurkan bukan tak mungkin dapat merubah keputusan di hari-hari terakhir. (Gilang Perdana)

Kamis, 13 November 2014

TNI Diperkuat Lima Drone Baru

UAV Heron Australia saat operasi di Afghanistan (Photo: Australian Defence Force)
UAV Heron Australia saat operasi di Afghanistan (Photo: Australian Defence Force)

Pertahanan militer Indonesia kini diperkuat oleh 5 pesawat tanpa awak atau Drone yang baru saja datang. Panglima TNI Jenderal Moeldoko menyebut Drone tersebut merupakan impor dari luar negeri.
“Ada Drone baru yang baru datang kita. Import dari luar, ada 5,” ungkap Moeldoko di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta Timur, Kamis (13/11/2014).
Meski begitu, Jenderal Bintang 4 itu belum mau menjelaskan dari mana asal Drone tersebut maupun spesifikasinya. Ia hanya memastikan, pesawat tanpa awak yang baru dimiliki TNI itu bukanlah buatan PT Dirgantara Indonesia (Persero) yang saat ini juga tengah memproduksi Drone bekerja sama dengan BPPT.
“Bukan dalam negeri, dari luar. Kita sekarang sedang belajar untuk pengendalian itu,” jelas Jenderal Moeldoko singkat.
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu sebelumnya berencana menempatkan Drone buatan PT Dirgantara Indonesia (Persero) untuk mejaga wilayah perbatasan Indonesia. Menyambut rencana Ryamizard dengan baik, Moeldoko pun mengatakan armada itu bisa melengkapi Drone yang baru saja datang.
“Bisa juga akan ditambahkan, tapi kita sebetulnya sudah punya,” tutup Moeldoko. (Detik.com).

Uji Dinamis Launcher AV-LM dan SUU-20B/A DI SKD 21



 Sebanyak 3 Pesawat EMB-314 Super Tucano, Kamis pagi (13/11) berhasil melaksanakan uji coba peluncuran Roket FFAR kaliber 2.75″ MK 4 MOD 10 dan bom SUU-20B/A BL-25, di wilayah Pandanwangi Lumajang, dengan aman dan lancar.  Komandan Lanud Abd Saleh Marsma TNI Sungkono, S.E., M.Si., yang menyaksikan langsung proses uji coba tersebut dari awal hingga keberangkatan ketiga pesawat TT. 3105, TT.3101 dan TT. 3103 yang dipiloti oleh Komandan Skadron Udara 21 Letkol Pnb Toto Ginanto dan Mayor Pnb Heri Setiawan merasa bangga atas keberhasilan tersebut.
Direktur Enginering Koharmatau Kolonel Tek Dento Priyono, dan beberapa Pejabat yang terkait uji coba peluncuran Roket FFAR yang hadir sejak kemarin turut menyaksikan peluncuran Roket dan Bom buatan PT. Dirgantara Indonesia. Turut menyaksikan Pejabat-Pejabat dari Sopsau, Slogau, Dislitbangau, Disaeroau, Dislambangjau, Penerbang dan Teknisi dari Lanud Abdulrahman Saleh. Dari pelaksanaan uji didapatkan kesimpulan bahwa Roket Launcher AV-LM dapat meluncurkan Roket FFAR kaliber 2.75″ MK 4 MOD 10 dengan aman baik secara single maupun ripple.
Komandan Lanud Abd Saleh selain menyampaikan kebanggaannya juga sangat mendukung pelaksanaan uji coba tersebut, karena hal ini merupakan upaya mengurangi ketergantungan terhadap produk-produk Luar Negeri dan sebagai wujud kemandirian terhadap industri di Tanah Air.  

R-Han 122mm: Solusi Kemandirian Roket Balistik Artileri Medan

105563dmc
Keberadaan roket tak bisa dipandang sebelah mata dalam perkembangan alutsista, pasalnya roket terbukti punya nilai strategis yang sangat diperhitungkan. Tengok saja bagaimana konsep MLRS (Multiple Launch Rokcet System) masih begitu di kedepankan oleh AS dan NATO, begitu juga dengan Indonesia yang sejak era RM70 Grad mulai ‘serius’ memikirkan kemandirian lini roket penggebuk ini. Dalam dimensi lain, penguasaan teknologi roket menjadi dasar untuk pengembangan rudal (peluru kendali). Karena pada dasarnya, rudal adalah roket yang diberi sensor pemandu dan kendali.
Indonesia sebagai salah satu Macan Asia, sudah mempelopori pengembangan roket sejak tahun 60-an. Meski adopsi roket besutan Dalam Negeri belum terlalu terasa untuk kebutuhan militer, namun pelan tapi pasti mulai terlihat hasil yang nyata, artinya sudah aplikatif untuk kebutuhan TNI. Sebagai wujudnya adalah R-Han (Roket Pertahanan) 122 mm. Roket ini termasuk jenis balistik dengan peran tembakan dari permukaan ke permukaan. Bila membadingkan dari kalibernya, R-Han yang dikembangkan Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kemenhan RI, punya kesamaan kaliber dengan roket yang terdapat pada RM70 Grad milik Korps Marinir TNI AL. Untuk jarak tembak pun, kedua roket mampu melibas sasaran hingga jarak 20-an Km, khusus untuk R-Han 122 mm mampu menerjang sasaran sejauh 24 Km pada sudut elevasi peluncuran 50 derajat.
Desain-Roket-R-HAN-122-Prokimal-Online-Kotabumi-Lampung-Utararoket
Merujuk dari sejarahnya, roket R-Han 122 merupakan pengembangan dari roket sebelumnya D-230 tipe RX 1210 yang dikembangkan Kementerian Riset dan Teknologi (Kemristek), yang memiliki kecepatan maksimum 1.8 Mach. Berawal pada tahun 2007 saat Kemristek membentuk Tim D230 untuk mengembangkan roket berdiameter 122 mm dengan jarak jangkau 20 kilometer. Prototipe roket D-230 ini dibeli Kemhan untuk memperkuat program seribu roket. Pemerintah membentuk Konsorsium Roket Nasional dengan ketua konsorsium PT Dirgantara Indonesia (DI), sebagai wadah memasuki bisnis massal yang sudah ada sejak 2005. Namun, baru dikembangkan roket D-230 pada 2007 hingga terbentuk konsorsium tersebut.
Konsorsium itu beranggotakan sejumlah industri strategis yang mengerjakan bermacam komponen roket. Di dalam konsorsium terdapat PT Pindad yang mengembangkan launcher dan firing system dengan menggunakan platform GAZ, Nissan, dan Perkasa yang sudah dimodifikasi dengan laras 16/warhead dan mobil launcher (hulu ledak). Kemudian juga PT Dahana menyediakan propellant, PT Krakatau Steel mengembangkan material tabung dan struktur roket. PT Dirgantara Indonesia membuat desain dan menguji jarak terbang.


Pendukung lain dalam konsorsium adalah Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) turut menyediakan alat penentu posisi jatuh roket. ITB menyediakan sistem kamera nirkabel untuk menangkap dan mengirim gambar saat roket tiba di sasaran. Sejumlah perguruan tinggi lainnya, yakni UGM, ITS, Universitas Ahmad Dahlan, dan Universitas Suryadharma, ikut terlibat di dalam pengembangan roket tersebut. Nama D-230 kemudian diganti menjadi R-Han 122 karena sudah dibeli Kementerian Pertahanan.

Hadir Lewat Penyempurnaan
Pada tahun 2003 para periset menggunakan material kritis dengan ketebalan baja 1,2 mm, tetapi produk justru cepat jebol. Kemudian para peneliti mulai memperbaiki sistem isolasi termal. Saat roket meluncur sempurna dibutuhkan suhu 3.000 derajat Celcius. Pembakaran dengan menghasilkan suhu tinggi bisa berakibat fatal apabila sistem isolasi termal tidak bekerja dengan baik. Karena itu, di ruang isolasi termal diberi karet atau polimer yang bisa menghambat panas.
Untuk material roket, dipilih bahan yang ringan, yakni aluminium, karena bisa menghambat panas. Perubahan-perubahan itu ternyata menghasilkan roket yang tidak pernah rusak saat di ujicobakan. Sistem isolasi termal untuk membuat roket militer tidaklah mudah. Para periset beberapa kali melakukan uji coba hingga menemukan kesempurnaan pada roket R-Han 122 itu.
antarafoto-Wamenhan280312-1antarafoto-Wamenhan280312-2
R-Han 122mm pada platform peluncur jip Land Rover
R-Han 122mm pada platform peluncur jip Land Rover dan towed MLRS
Pada platform truk 6x6
Pada platform truk 6×6
Pada platform tank ringan SBS Pindad
Pada platform tank ringan SBS Pindad

Dalam uji coba pada Maret 2012, sebanyak 50 roket R-Han 122 diluncurkan di Pusat Latihan Tempur TNI Angkatan Darat Baturaja, Kabupaten Ogan Komering Ulu, Sumatra Selatan. R-Han 122 berfungsi sebagai senjata berdaya ledak optimal dengan sasaran darat dan jarak tembak sampai 15 kilometer. Kala itu, Wakil Menteri Pertahanan (Wamenhan) Letjen TNI Sjafrie Sjamsoeddin mengaku puas atas pengembangan Roket R-Han 122mm yang diproduksi bangsa Indonesia sebagai wujud kemandirian roket nasional.

Penyokong Kemandirian MLRS
Setelah roketnya berhasil di uji coba dan memuaskan standar yang dibutuhkan militer, kemudian tiba pada implementasi untuk gelar roket tersebut. Nah, untuk urusan yang satu ini nampaknya Litbang Kemenhan dan PT Pindad mulai fokus pada adopsi R-Han 122 mm untuk platform MLRS. Hal tersebut terlihat jelas pada ajang Indo Defence 2014, terlihat platform MLRS dengan basis roke R-Han 122 mm pada prototipe tank ringan SBS dan peluncur roket MLRS pada truk 6×6 buatan PT Alam Indomesin Utama. Bahkan, pada Indo Defence 2010, pernah ditampilkan peluncur roket R-Han 122 mm pada basis jip Land Rover dan basis MLRS tarik (towed). (Danang Putro)

Spesifikasi Teknis Roket R-Han 122mm
  • Tipe roket : Balistik permukaan ke permukaan
  • Tipe fin : Wrapped arround
  • Tipe propelan : Propelan komposit
  • Panjang propelan : 2.000 mm
  • Propelan star : 400 mm
  • Propelan roket : 2.750 mm
  • Berat propelan : 23,20 kg
  • Berat motor roket : 44 kg
  • Berat roket : 59,60 kg
  • Kecepatan max : 1.8 Mach
  • Jarak tembak : 24 Km pada sudut elevasi 50 derajat
  • Waktu terbang : 80 detik
  • Tipe hulu ledak : Inert/dummy, smoke, dan tajam aktif (live).
Indomil.

SBS Light Tank: Prototipe Ranpur APC Dengan Peluncur MLRS

IMG_20141106_155347
Setelah sukses meluncurkan dan mengembangkan beberapa varian ranpur beroda ban dalam keluarga Anoa 6×6. PT Pindad pun terus move on dengan mulai menggarap prototip ranpur lapis baja beroda rantai, atau akrab disebut tank. Bersandar pada platform AMX-13 VCI/APC (Armoured Personnel Carrier), kini telah hadir sosok tank ringan SBS yang tengah masuk tahap pematangan di Litbang PT Pindad. Bahkan tak lama lagi, ranpur ini akan disertifikasi di Kementerian Pertahanan RI.
Dengan basis tank APC, SBS setidaknya sudah ditampilkan ke publik dalam dua varian, yakni jenis yang dilengkapi kanon 20 mm dan peluncur MLRS (Multiple Rocket Launch System). Seperti dalam ajang Indo Defence 2014, tank SBS Pindad dihadirkan ke publik dalam versi peluncur MLRS roket R-HAN 122 mm. Ketimbang ranpur besutan Pindad lainnya, tank SBS lumayan unik dari tampilan cat-nya yang dibuat dengan corak loreng coklat khas ranpur padang pasir.
IMG_20141106_155322
Dalan versi kanon
Dalan versi kanon
Versi kanin dengan kubah.
Versi kanon dengan kubah.
IMG_20141106_155303


Secara umum tank ringan ini punya panjang 5,68 meter, lebar 2,77 meter dan tinggi 1,97 meter. Berat kosong 10 ton dan berat tempur mencapai 13 ton. Sebagai APC, SBS dapat membawa membawa 10 pasukan dengan lengkap. Untuk menjamin kenyamanan dalam pengoperasian, suspensi terdiri dari lima roadwhweel kecil dengan drive sprocket di depan dan idler pada bagian belakang. SBS dimotori dengan mesin diesel 6 silinder berpendingin cair yang memiliki kekuatan 250 hp dengan rasio 20 hp/ton. Dengan kapasitas BBM solar 400 liter, tank ini mampu ngebut hingga kecepatan maksimum 70 km per jam dengan jangkauan operasi 400 km. Untuk proteksi, SBS menggunakan baja dengan ketebalan 10 mm.
Kabarnya, komponen tank ini nyaris semuanya buatan lokal, mulai dari power pack, engine, transimis, cooling system, kecuali pada jenis senjata kanon yang masih di impor. Untuk mesinnya, desas desus mencomot dari truk Hino. (Bayu Pamungkas)