Jumat, 07 November 2014

TNI AD Terima Heli Serang Ecureuil/Fennec

fen2
Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD) mulai menerima kedatangan 12 helikopter ringan seri Ecureuil/Fennec dari Airbus Helicopters yang akan membekali TNI AD dengan kemampuan canggih dalam misi penyerbuan.
Hingga 2016, TNI AD dijadwalkan akan menerima enam heli bermesin tunggal dan enam heli bermesin ganda.
“Pengiriman ini sejalan dengan tanggung jawab kami kepada pemerintah Indonesia untuk mengembangkan sistem pertahanan secara lokal guna meningkatkan kemampuan pertahanan negara,” kata Presiden PT Dirgantara Indonesia Budi Santoso dalam rilis yang diterima ANTARA News, Kamis.
Sebanyak 12 helikopter rotorcraft dari seri Ecureuil/Fennec tersebut akan membentuk skuadron serang ringan TNI AD. Berdasarkan kesepakatan industri strategis antara Airbus Helicopters dengan PT Dirgantara Indonesia, peralatan misi untuk armada tersebut – termasuk senapan mesin dan peluncur roket – akan dipasang oleh PT Dirgantara Indonesia di pabriknya di Bandung.
Fennec –versi militer dari seri helikopter Airbus Ecureuil yang telah dikenal luas– telah banyak menjalankan misi tempur, dukungan udara, pelacakan, pengawalan dan pelatihan di seluruh dunia, termasuk Asia.
Seri yang terdiri atas tipe mesin tunggal dan ganda yang memiliki kemampuan adaptasi ini, menggabungkan kemampuan serang ringan yang dahsyat dengan rangka badan dan solusi sistem misi yang hemat biaya.
“Keputusan Indonesia untuk meggunakan Fennec menunjukkan kesesuaian seri ini bagi pengoperasian di berbagai macam kondisi. Fennec memiliki kemampuan manuver yang tinggi dengan platform yang lincah, serta sulit dideteksi,” ujar Head of Region Airbus Helicopters untuk Asia Tenggara dan Pasifik Philippe Monteux.
Pembelian Fennec oleh TNI Angkatan Darat ini dilakukan menyusul pembelian enam buah helikopter EC725 oleh Angkatan Udara Indonesia pada 2012. Di kawasan Asia Tenggara dan Pasifik, Royal Thai Army juga memesan delapan buah Fennec untuk misi pengintaian pada 2011.
PT Dirgantara Indonesia telah menjalin kemitraan dengan Airbus Helicopters selama hampir 40 tahun. Airbus Helicopters adalah kontraktor utama bagi pemerintah Indonesia dalam menyediakan layanan lengkap, mulai dari penjualan, kustomisasi dan penyelesaian, hingga pengiriman dan layanan purna jual untuk semua produk rotorcraft Airbus Helicopters.
PT Dirgantara Indonesia juga merupakan bagian dari rantai pasok Airbus Helicopters, yang memroduksi tail boom dan merakit rangka badan untuk helikopter seri EC225 dan EC725 untuk pasar global.(Antara).

Pindad Gandeng 3 Perusahaan Internasional

 
marder3
IFV Marder Rheinmetall di Indo Defence 2014 (photo: Rafly).
Jakarta – Demi mencapai visinya, yakni menjadi produsen peralatan pertahanan dan keamanan terkemuka di Asia pada 2023, PT Pindad melakukan sejumlah kerjasama dengan produsen alat tempur Internasional.
“Kami melakukan kerjasama dengan sejumlah produsen seperti CMI Defence (Cockerill Maintenance & Ingenierie) Belgia, lalu ada SAAB Swedia dan Rheinmetall Land System dari Jerman,” ucap Pelaksana Tugas Direktur Utama PT Pindad Tri Hardjono dalam media briefing ‘Pindad and Partners’ di The Media Hotel Jl. Gunung Sahari, Jakarta Pusat, Kamis (06/11/2014).
FSL_0205
(Jalo)
Untuk CMI Defence, perusahaan BUMN yang bertempat di Kota Bandung Jawa Barat ini bekerjasama dalam pengembangan Turret System kendaraan tempur. Kerjasama PT Pindad dan CMI Defence ini telah disepakati melalui penandatanganan Nota Kesepahaman dan Perjanjian Kerahasiaan pada 15 September 2014.
“Ada beberapa tahap seperti membangun bisnis produk Turret CSE 90LP, serta pengembangan kerjasama selanjutnya yakni Turret CT-CV 105HP. Dalam skema ini, manufacturing know-how akan ditransfer secara bertahap dan proses Transfer of Technology (ToT) akan diberikan technical data package dan manufacturing data package yang relevan,” ujar Tri.
Sementara itu, untuk kendaraan tempur lainnya, PT Pindad menggandeng Rheinmetall Land System untuk kerjasama overhauling, upgrading, servicing, maintanance, dan modifikasi.
(Jalo)
Kerjasama ini akan dilakukan ke beberapa produk kendaraan tempur seperti MBT Leopard 2 RI, Leopard 2 A4, AIFV Marder 1A3 RI, Gunnery/Driving Simulator, dan lain-lain.
“Beberapa upgrading dan modifikasi juga dapat dilakukan kepada beberapa produk kendaraan lainnya seperti IFV Marder Command, ARV Buffalo, ARV 2, AEV Badger, AVLB Beaver, dan lain-lain,” terang pria berkaca mata itu.
Selain kendaraan tempur, sambung Tri, PT Pindad melakukan kerjasama dengan SAAB Dynamics di bidang pengembangan peluru kendali atau rudal.
Kerjasama ini, ujar Tri, meliputi perjanjian dalam pengembangan produk sistem rudal pertahanan udara berbasis darat RBS 70 Mk2 untuk TNI Angkatan Darat.
“Kerjasama ini meliputi proses transfer of technology (ToT) dan pemberian know how kepada Pindad yakni program Life time extension RBS 70 Mk2 missiles, serta integrasi misil dengan sub sistem kendaraan tempur. Dalam kolaborasi ini PT Pindad menjadi kontraktor utama dan SAAB Dinamics menjadi subkontraktor,” tutur Tri. (Liputan6.com).

Indo Defence 2014

Setelah kemarin gak bisa hadir karena ada keperluan di Bandung, Jawa Barat, hari ini saya coba berkunjung ke Indo-Defence. Tadi sempat photo mock-up yang di tampilkan produsen-produsen senjata baik dalam negeri maupun Internasional. Sementara yang di indoor dulu ya, outdornya menyusul. Berikut foto-fotonya, semoga bisa menghibur teman-teman yang belum sempat hadir di Indo-Defence Kemayoran, Jakarta :
Dalam Negeri :
FSL_0210
Senjata tipe SS terbaru bikinan PT. Pindad
SS Series buatan PT. Pindad
SS Series buatan PT. Pindad
FSL_0218
Beberapa tipe Amunisi bikinan PT. Pindad
FSL_0298
Quadcopter hasil Universitas Surya dan Litbang TNI AD
FSL_0313
Gatling Gun hasil Riset Litbang TNI AD
FSL_0318
KIT 250 AT karya Dislitbang TNI AD dan PT. Fin Komodo Teknologi
Untuk KIT 250 AT

Spesifikasi teknis :
  • Mesin : 4 stroke 250 cc
  • Max. Momen Puntir : 17.6 Nm/5500 Rpm
  • Max. Daya Kuda : 14 HP/7500 Rpm
  • Perbandingan kompresi : 10 : 1
  • Kapasitas Tanki : 20 Liter
  • Starter : Elektrik
  • Transmisi : CVT Otomatis (Maju dan Mundur)
  • Kecepata Max : 60 Km/jam
  • Kapasitas Penumpang : 2 Orang
  • Kapasitas Angkut : 250 Kg
Spesifikasi Taktis :
  • Tetap Stabil pada kemiringan, turunan. tanjakan 45 derajat
  • Gun Turret bisa berputar 360 derajat
  • Pengendalian Mudah
  • Lincah dan Handal
DSC_0347
Brosur spesifik Stealth Fast Attack Craft PT Lundin dan SAAB
DSC_0352
Brosur spesifik Stealth Fast Attack Craft PT Lundin dan SAAB (2)

Internasional :
DSC_0072
Beberapa produk alutsista yang ditamilkan Rosoboronexport di Indo-defence 2014
DSC_0073
Mock-up Missile 57E6 Pantsir S1
DSC_0070
Mock-Up Kapal Selam Project 636 Rusia
DSC_0069
Mock-Up Kapal Selam Project 636 Rusia (2)
DSC_0065
Pesawat tempur Sukhoi Su-35 dan Su-34
FSL_0293
Mock-Up Brahmos Weapon System
(JALO)

Kamis, 06 November 2014

Menjajal Gripen dan Typhoon

Keduanya adalah jet tempur terkemuka asal eropa. Keduanya memiliki bentuk yang hampir sama, yaitu delta wing dan cannard. Keduanya sama-sama canggih. Keduanya sama-sama tengah bersaing memperebutkan kontrak pembelian dari Pemerintah Republik Indonesia. Mereka adalah SAAB JAS-39 Gripen dan Eurofighter Typhoon. Di ajang Indodefence 2014 kali ini, keduanya tampil habis-habisan berupaya memikat pejabat pertahanan Indonesia maupun pengunjung. Lalu bagaimanakah performa kedua jet tangguh ini? ARC beruntung bisa mencoba keduanya sekaligus, meski hanya simulatornya. Berikut adalah pandangan ARC sebagai awam alias bukan pilot profesional.

Hari masih pagi, saat ARC mendatangi booth SAAB di Indodefence 2014. Lantaran masih pagi, booth pun terasa sepi. Tak menyia-nyiakan kesempatan, kami membuka pembicaraan mengenai Gripen. Lalu kami pun diberi kesempatan mencoba simulator, yang konon merupakan milik AU Thailand. Sejak masuk ke dalam "kokpit", Pilot test SAAB dengan ramah dan komunikatif selalu mendampingi. Dimulai dari penjelasan isi dalam "kokpit" hingga cara "terbang". Kami pun mulai take off. Di udara, kami mencoba beberapa manuver dulu. Stick Gripen terasa ringan dan sangat responsif.
Kami pun memancing sang test pilot,"no boogies...?". Mengerti dengan "kode" kami, ia pun menyetel mode pertempuran udara. Ia pun kembali menjelaskan fungsi dan tanda-tanda pada radar maupun HUD. Dan musuh pun masuk ke jarak tembak. Kami memulai dengan meluncurkan rudal BVR... dan kena!!. Lalu, saat masih berkonsentrasi pada sasaran berikutnya, tiba-tiba melintas pesawat musuh dalam jarak dekat. Disinilah istimewanya Gripen. Data Lock on dari wing man bisa kita ambil, lalu tembak... dan kena. Inilah yang dinamakan berbagai data link yang menjadi keunggulan Gripen. Usai bertempur, kami pun mencoba mendaratkan pesawat di jalan raya, yang juga menjadi keunggulan Gripen. Namun sayang kami gagal, lantaran stick yang terlalu responsif, membuat kami gelagapan. Lalu kami turn around dan akhirnya berhasil mendarat di Runway.
Usai dari booth Gripen, kami menyambangi Eurofighter Typhoon. Sama seperti di SAAB, pejabat maupun test pilot Typhoon sangat bersahabat. Mereka menjelaskan keuntungan Indonesia jika memilih jet ini. Menurut sang test pilot, kehebatan utama Typhoon ada pada mesinnya yang memiliki tenaga begitu kuat. Bahkan, ia bercerita pernah mengalahkan Su-30MKI milik India, karena memanfaatkan tenaga yang besar tersebut. Dimana saat itu ia melakukan vertical Dogfight dengan Su-30MKI. Di suatu kesempatan, karena manuver ekstrim, Su-30MKI kehilangan tenaga, sementara Typhoon masih mampu menanjak dan berbalik lalu menembak sang Flanker.
Untuk membuktikannya, kami pun diberi kesempatan "terbang". Dan betul, sejak open throtle, hanya butuh 5 detik bagi Typhoon untuk mengangkasa, lalu terbang tegak lurus ke langit. Hal yang tak kami dapat saat mencoba Gripen, dimana akselerasi Gripen terasa lebih lambat. Kami juga mencoba beberapa manuver, dan benar saja, dengan dukungan tenaga yang besar, semua manuver terasa mudah. Meski demikian, stick-nya terasa lebih berat dibanding dengan Gripen.
Lalu, datanglah musuh. Dengan radar-nya yang superior, Typhoon dengan mudah menembak dan menjatuhkan 4 lawan yang diperankan oleh Su-35 sekaligus. Lalu disimulasikan pula kami mengejar pesawat yang terbang rendah. Dengan power yang besar, tentu saja mudah mengejar, mengunci dan menembak. Lalu kami juga ditantang untuk terbang dengan mode air race. Dimana kami harus terbang rendah mengikuti jalur yang telah dibuat. Disinilah kelincahan Typhoon diuji. Meski baru pertama kali, ARC mampu menyelesaikan tantangan dan mencatat waktu 3 menit 30 detik. Skor yang lumayan, mengingat pilot profesional terbaik mencatat waktu 2 menit 30 detik.
Nah, demikianlah gambaran kami sebagai awam ketika mencoba kedua type pesawat yang sama-sama ditawarkan ke TNI-AU. Tentunya TNI-AU dan Kemenhan punya pertimbangan lain, selain canggih dan nyamannya pesawat. Namun, yang manapun dipilih, kami yakin, itu yang terbaik.

ARC. 

Persaingan Ketat di Indodefence 2014

Aroma persaingan sangat ketat terasa di ajang Indodefence 2014 kali ini. Isu pengadaan pengganti jet tempur F-5E/F Tiger II membuat produsen pesawat tempur tampil habis-habisan. SAAB sebagai produsen Gripen membawa Simulator yang bisa dicoba siapa saja. Hal yang sama juga dilakukan oleh konsorsium Eurofighter yang menggadang jet tempur Typhoon. Hanya Sukhoi saja yang tampil seadanya dengan hanya membawa miniatur. Mungkin Sukhoi sudah pede bahwa Kemhan akan memilih Su-35 sebagai pengganti F-5. ARC sendiri sempat mencoba kedua simulator tersebut. Laporannya akan kami tulis secara terpisah.

Disisi Industri Dalam negeri, Pindad tampil menawan. Hampir seluruh produk pabrikan asal Bandung ini diboyong ke Kemayoran Jakarta. Mulai dari Retrofit AMX-13, panser Anoa, Panser Kanon 20mm, Tank SBS yang kini dilengkapi peluncur roket R-han, hingga panser terbaru dengan mengusung kaliber 90mm. Panser Kanon 90mm ini pun kini telah memiliki nama, yaitu Badak. Nama Badak diberikan langsung oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla, sesaat seusai membuka secara resmi ajang Indodefence 2014. Di lini senjata ringan, Pindad menampilkan senapan baru yang belum memiliki nama. Sekilas senapan ini mirip dengan SS-2 series, namun dengan kaliber 7,62x51mm. Bisa ditebak, senapan ini bisa berfungsi sebagai Pendukung sniper atau sebagai senapan DMR.

Adopsi RCWS 7,62 mm di Pansam BTR-50 Marinir TNI AL

38410115702311106268615
Saat dulu masih menjabat, Presiden SBY pada tahun 2008 pernah meminta TNI untuk meng-grounded alutsista yang berumur tua. Alasannya selain untuk menjamin keselamatan awak dan prajurit, alutsista tua cenderung tidak efisien dalam biaya operasional dan perawatan. Merespon permintaan tersebut, gelombang update dan pengadaan alutsista anyar pun di geber lewat program MEF (Minimum Essential Force) I. Tapi pada kenyataan, di segmen ranpur dan rantis, beberapa kesatuan TNI tampak masih mencintai dan bangga pada alutsista yang sudah berusia lanjut.
Sebagai contoh yang paling spektakuler adalah masa bakti tank amfibi PT-76 dan Pansam (panser amfibi) BTR-50P Korps Marinir TNI AL. Sejak mendarat di Tanah Air untuk operasi Trikora di tahun 1962, hingga kini duo ranpur amfibi TNI AL tersebut masih eksis di palagan operasi tempur, hingga paling akhir dipercaya dalam melaksanankan operasi amfibi menggempur basis GAM di NAD. Meski beberapa kali mengalami kecelakaan yang mengakibatkan korban jiwa, toh BTR-50 masih dilirik sebagai wahana APC amfibii untuk menghantarkan pasukan pendarat. Meski sudah ada LVTP-7, BTR-50 yang awalnya sempat mencapai jumlah 82 unit masih digadang untuk operasi tempur.
Ciri khas tank buatan Rusia ini dirancang agar tidak mudah terbakar dengan bahan bakar solar yang bisa menampung kapasitas bahan bakar hingga 260 liter. Dengan kapasitas bakar sebanyak itu, BTR-50 mampu melaju hingga 260 Km tanpa harus mengisi bahan bakar ulang. Kecepatan sewaktu melaju di jalan raya sekitar 44 Km per jam, sementara di air dengan dua propeller bisa melaju hingga 10 Km per jam. Selain bisa menerjang gelombang laut setinggi 1,5 meter dalam kecepatan 5 Km per jam, BTR-50 sanggup berenang mundur pada kecepatan 5 Km per jam.
Seperti halnya M-113, BTR-50 laris digunakan sebagai battle taxi dalam operasi pertempuran.
Seperti halnya M-113, BTR-50 laris digunakan sebagai battle taxi dalam operasi pertempuran.
Dengan dimensinya yang besar, BTR-50 juga efektif sebagai tempat berlindung bagi pasukan.
Dengan dimensinya yang besar, BTR-50 juga efektif sebagai tempat berlindung bagi pasukan.
Mengamankan juru tembak dari terjangan peluru sniper, pangkal laras pada SMB dilengkapi perisai.
Mengamankan posisi juru tembak dari terjangan peluru sniper, pangkal laras pada SMB dilengkapi perisai.

Berangkat dari kebutuhan untuk ‘melestarikan’ BTR-50, maka sejak beberapa waktu lalu dilakukan beragam program upgrade dan retrofit. Salah satu industri pertahanan Dalam Negeri, PT Alam Indonesia Utama, berusaha meremajakan BTR-50 Korps Marinir TNI AL. Upaya peremajaan ini BTR-50 difokuskan pada penggantian sistem elektronik dan optronik, sehingga sebagai tank APC (Armoured Personnel Carrier), BTR-50 dapat memberikan bantuan tembakan secara maksimal pada unit pasukan yang diterjunkannya. Wujudnya adalah dengan pemasangan perangkat pengendali tembakan, RCWS (Remote Control Weapon System).
Dengan adopsi RCWS pada BTR-50, maka juru tembak (gunner) di dalam BTR-50 bisa melihat langsung hasil tembakan sekaligus mengkoreksinya lewat monitor. Lebih dari itu, dengan RCWS keselamatan juru tembak menjadi lebih terjamin, tidak perlu khawatir ditembak sniper lawan yang kerap membidik dalam suatu pertempuran. Pemasangan RCWS juga amat membantu pada kualitas akurasi tembakan, dalam hal ini senapan mesin GPMG kaliber 7,62 mm. Bila dilihat dari bentuk dudukan, RCWS dan pod di BTR-50 mirip dengan yang terpasang pada tank ringan AMX-13 hasul retrofit PT Pindad. Meski bila melihat dari postur dan dimensi tank, idealnya minimal jenis senapan mesin RCWS mengusung SMB (Senapan Mesin Berat) kaliber 12,7 mm, seperti halnya pada RCWS yang terpasang pada tank AMX-13 VCI TNI AD.
BTR-50 dengan bekal RCWS.
BTR-50 dengan bekal RCWS pada hatch komandan
39276015702303772936015
dscn6041
btr-50pk-006
BTR-50 PK produksi Rumania, juga dimiliki oleh Korps Marinir TNI AL

Upgrade pada sistem optronik ditekankan pada perangkat mesin dan pendukung lainnya, seperti sistem lengan roda, track idler, hub ilder, shock absorber, sprocket, dan suspensi. Untuk proteksi, BTR-50 yang kini telah berusia lebih dari 50 tahun, menggunakan jenis baja RHS 25 mm, ini adalah jenis baja lama yang digunakan sejak sebelum BTR-50 di upgrade. Melihat konteks modernisasi, bila ranpur paruh baya ini akan terus digunakan, idealnya diperlukan penambahan lapisan keramik dan baja setebal 10 mm atau komposit setebal 20 mm.
Seperti dikutip dari Edisi Koleksi Angkasa No.91 2014, meski hasil retrofit BTR-50 yang digarap PT Alam sudah masuk dalam tahap uji coba, baik untuk operasional tempur di air maupun darat, serta sistem elektronik dan optronik juga dapat berfungsi secara maksimal. Namun pihak TNI AL tampaknya belum tertarik atas hasil retrofit yang telah dicapai.

btr50modifzl71
BTR-50 dengan senapan mesin non RCWS.

Selain program retrofit yang digadang PT Alam Indonesia Utama, BTR-50 juga dilakukan modifikasi oleh Divisi Teknologi PT PAL, Surabaya dengan kode BTR-50PM. Meski modifikasi tidak mencakup pada elemen senjata, tapi body BTR-50 dipermak cukup banyak, menjadikan tank BTR-50 wujudnya terlihat futuristik. Daya apung, stabilitas, serta urusan keselamatan menjadi terdongkrak. Hal tersebut dilakukan dengan mengubah sudut tekukan di bagian depan menjadi lurus dan disertai pengaturan letak pintu palka (hatch) commander, driver, dan gunner. Kompartemen mesin mengalami peninggian dan dibuat bersudut. Selain berfungsi menahan terjangan air, penambahan ini juga berguna untuk meningkatkan perlindungan frontal pada tank. (Gilang Perdana)

Typhoon Bakal Dirakit di Indonesia

Eurofighter  Typhoon
Eurofighter Typhoon

London – Produsen pesawat tempur asal Inggris, Eurofighter, tengah mengkaji kemungkinan perakitan varian jet Typhoon di Indonesia. Empat negara yang tergabung dalam konsorsium Eurofighter dikabarkan mendukung rencana yang akan dibicarakan dalam pameran Pertahanan Indo Defence 2014.
Kepala Eksekutif Eurofighter Alberto Gutierrez mengatakan konsorsiumnya sudah siap bekerja sama dengan industri penerbangan Indonesia mengenai pengembangan kemampuan Typhoon. Dalam waktu dekat, perusahaan itu akan melakukan pembicaraan terkait dengan hal apa saja yang dibutuhkan dalam pengembangan Thypoon.
Sebelumnya, Alberto mengaku sudah beberapa kali berdialog mengenai rencana ini dengan Kementerian Pertahanan. “Tapi sekarang terlalu dini untuk didetailkan,” kata dia seperti dikutip dari Defencenews, Selasa, 4 November 2014.
Perakitan akhir jet Typhoon oleh industri penerbangan Indonesia merupakan salah satu perjanjian panjang antara kedua belah pihak. Pada Januari 2014, Indonesia mengirimkan surat kepada Eurofighter, Saab Swedia, Boeing F/A-18, Lockheed Martin F16, Dassault Rafale, dan produsen Sukhoi untuk meminta mereka memberikan informasi mengenai produk jet tempur. Hal ini berkaitan dengan rencana Indonesia untuk menganti pesawat tempur F-5 secara bertahap.
Berbekal dana US$ 1 miliar, Indonesia akan mendatangkan 16 pesawat tempur secara bertahap. Karena itu, Indonesia membutuhkan kontraktor pertahanan sebagai mitra perusahaan lokal yang akan turut merakit pesawat-pesawat tersebut. Permintaan ini direspons oleh Eurofighter, namun perusahaan ini menunggu sikap pemerintahan baru.(tempo.co.id)