Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI AU) dan Tentera Udara
Diraja Brunei (TUDB) mengadakan Latihan Bersama (Latma) Bruneisia
VI/2014 di Pangkalan TNI AU (Lanud Tarakan).
Rabu (29/10) Latma Bruneisia dibuka dan akan berlangsung hingga Jumat
(31/10) besok, melibatkan pesawat CN-235 dari TNI AU serta CN-235 dan
Black Hawk dari Brunei. Hebatnya, pilot hingga teknisi pesawat tersebut
perempuan. Siapa sajakah mereka?
Di ujung apron depan terminal baru Bandara Internasional Juwata
Tarakan sudah didirikan tenda. Kursi-kursi berjejer rapi di bawahnya.
Jarum jam menunjukkan pukul 07.15 WITA, sejumlah personel TNI AU dan
TUDB berbaris rapi di depan tenda. Mereka sedang bersiap-siap untuk
gladi resik jelang upacara pembukaan Latma Bruneisia VI/2014 pukul 08.00
WITA.
Di sela-sela itulah Tribunkaltim.co.id (TRIBUNNEWS Network)
berkesempatan mewawancarai Kapten Pnb Sekti Ambarwaty, Pilot CN-235
dari TNI AU di dalam pesawat. Perempuan kelahiran 18 Oktober 1983 yang
bergabung di dunia penerbangan sejak tahun 2005 itu menuturkan
kiprahnya secara gamblang.
Ambar -begitu ia disapa--merintis karir di TNI AU sejak 2003 sebagai
Bintara Wara (Wanita Angkatan Udara) dengan pangkat Sersan II di Yanpres
Lanud Halim Perdanakusuma. Setelah itu, ia mendapat perintah dari
pimpinan TNI AU untuk bergabung di sekolah penerbang di Lanud Adi
Sutjipto Yogyakarta. "Saya mendapat kesempatan ikut seleksi sekolah
penerbang bersama rekan-rekan wanita TNI AU, dan lainnya sejumlah 14
orang. Dari jumlah itu, yang lolos dua perempuan termasuk saya. Ini hal
yang baru bagi saya. Saya tetapkan hati untuk melaksanakan secara
maksimal, apapun hasilnya itu terserah Yang Maha Kuasa. Alhamdullilah
saya dinyatakan lulus dan mengikuti pendidikan. Saya masuk tahun 2005
dan lulus 2007," ungkapnya.
Ambar sangat bersyukur, alasannya dari TNI AU terutama pimpinan
memberi kesempatan walaupun agak berat untuk dijalani. "Dirasa berat
karena sudah berdinas efektif dan harus mengikuti pendidikan lagi.
Namun saya bersama teman yang lulus seleksi, kami saling support selama
masa pendidikan. Ketika salahsatu down, ciut hati, yang satunya
memotivasi hingga kami berhasil melewati masa pendidikan. Akhirnya 2
Agustus 2007 kami dilantik sebagai Letnan II dan Penerbang," ujarnya.
Setelah lulus dari Yogyakarta, Ambar ditugaskan di Skadron Udara 2
Lanud Halim Perdanakusuma Jakarta yang merupakan skadron operasional
pesawat angkut sedang, dengan alutsista salahsatunya pesawat CN-235.
Ia mulai menerbangkan pesawat CN 235 sejak tahun 2008.
Operasi sesuai tugas skadron salahsatunya melaksanakan operasi udara
yaitu mengangkut logistik, personel, maupun special flight lainnya dan
tugas Search And Rescue (SAR). Wilayahnya mulai dari Sabang sampai
Merauke. Bertugas ke luar negeri pun pernah dilakoni Ambar, yakni
melaksanakan special flight ke Bangkok, Thailand.
Tidak Yakin
Selama berkarir sebagai penerbang pesawat CN-235, tentu saja Ambar punya banyak pengalaman unik, menarik hingga mendebarkan. "Uniknya, pada waktu misi pertama sebagai co-pilot tahun 2008, saya terbang ke Bima. Di wilayah tersebut ketika itu mungkin sangat jarang ada calling dari perempuan, jadi saat saya calling petugas towernya tidak yakin. Akhirnya saat pesawat landing, petugas tower langsung turun untuk memastikan bahwa saya perempuan," kenang Ambar sembari tertawa.
Selama berkarir sebagai penerbang pesawat CN-235, tentu saja Ambar punya banyak pengalaman unik, menarik hingga mendebarkan. "Uniknya, pada waktu misi pertama sebagai co-pilot tahun 2008, saya terbang ke Bima. Di wilayah tersebut ketika itu mungkin sangat jarang ada calling dari perempuan, jadi saat saya calling petugas towernya tidak yakin. Akhirnya saat pesawat landing, petugas tower langsung turun untuk memastikan bahwa saya perempuan," kenang Ambar sembari tertawa.
Panik? Pernah. Namun saat penerbangan tidaklah sendirian. "Kami
punya crew. Jadi kami lakukan Crew Resource Management (CRM). Kami
saling koordinasi dan membuat decision sehingga terciptanya safety.
Intinya saat terbang, semua harus dipersiapkan secara matang baik
persiapan diri maupun pesawat sehingga hal-hal terburuk dapat
diantisipasi. Kalau trouble engine, pernah saya alami. Biasanya kami
miliki emergency procedure dan plan alternative. Ini salahsatu
preparation yang harus dilaksanakan seorang penerbang," beber ibu satu
putra yang meraih Kapten Buddy Ride (BR) tahun 2014.
Kini sudah hampir enam tahun Ambar berkarir sebagai penerbang. Ia
sudah mengantungi 800 jam terbang khusus pesawat CN. Sedangkan bila
digabung dengan pesawat latih saat pendidikan sudah 1.100 lebih jam
terbangnya.
Bawa Anak
Berkarir di lingkup pekerjaan yang didominasi kaum pria awalnya tidak begitu nyaman bagi Ambar. "Beruntung senior-senior saya dan pimpinan sangat mendukung sehingga saya merasa nyaman berada di lingkungan ini. Makanya saya masih tetap bertahan walaupun sudah miliki anak. Saya masih tetap ingin berkarir di CN-235," tandasnya.
Berkarir di lingkup pekerjaan yang didominasi kaum pria awalnya tidak begitu nyaman bagi Ambar. "Beruntung senior-senior saya dan pimpinan sangat mendukung sehingga saya merasa nyaman berada di lingkungan ini. Makanya saya masih tetap bertahan walaupun sudah miliki anak. Saya masih tetap ingin berkarir di CN-235," tandasnya.
Ambar dan Prasetyo Sudi Wicaksono suaminya sama-sama berkarir di TNI
AU. Mereka menikah tahun 2010 lalu. "Saya penerbang di CN-235 sedangkan
suami saya seorang navigator di pesawat Herkules. Anak kami awal
November nanti berusia dua tahun," ujar ibunda dari Atha Pratama Sudi
Ambara ini. Mereka berdomisili di Kompleks Lanud Halim Perdana Kusuma.
Sebagai penerbang, Ambar pun punya pengalaman menarik saat hamil.
"Saya baru tahu bahwa saya hamil setelah usia kandungan sudah dua bulan
delapan minggu. Mungkin karena saya kurang peka dan selama itu pula saya
terbang normal tanpa gangguan apapun," tuturnya sembari tertawa.
Setelah ke dokter, ia disarankan untuk stop terbang. Jadi selama
hamil hingga cuti melahirkan Ambar tidak menjalani penerbangan kurang
lebih setahun. Selama itu aktivitasnya lebih banyak di kantor
mengerjakan kegiatan non flying.
Setelah melahirkan, Ambar kembali menekuni dunia penerbangan. Apalagi
ketentuan institusi, paling tidak dalam sebulan minimal harus
mendapatkan 15 jam terbang.
Ambar ingin tetap menggeluti profesi sebagai penerbang, sebagai
istri dan ibu. Tidak mudah, namun tetap dijalaninya dengan sabar.
Apalagi ketika ia dan suami sama-sama bertugas operasi ke luar kota.
Seperti sekarang Ambar bertugas di Lanud Tarakan
selama seminggu, sedangkan suaminya sedang berada di Palangkaraya,
Kalimantan Tengah, melaksanakan proyek hujan buatan oleh TNI AU. "Mau
tidak mau, anak kami ditinggal bersama baby sitter. Namun pernah saya
boyong si kecil ikut misi. Kemarin, saat misi dalam rangka HUT TNI kami
Terbang Formasi di Surabaya, kami move semua ke Malang. Suami juga ikut
ke Malang," ceritanya.
Bila tiba hari libur, Ambar aktif memgurus rumah hingga dapur.
"Waktunya untuk memasak walaupun bukan jago masak, juga luangkan waktu
untuk suami dan anak," tambahnya.