Persiapan terus dilakukan TNI untuk acara parade dan atraksi militer pada HUT TNI ke 69 di Surabaya, 7 Oktober 2014. Ratusan alutsista darat dan udara akan memeriahkan parade militer terbesar dalam sejarah Indonesia. Dan kini persiapan demi persiapan dilakukan untuk pergelaran akbar Selasa 7 Oktober di Surabaya (ARC.web.id).
Sabtu, 04 Oktober 2014
Pengenalan Helikopter Apache untuk TNI AD
Selain pengadaan 16 jet tempur Sukhoi SU-35 dan 6 kapal selam Kilo, TNI juga sedang mendatangkan 8 Helikopter Apache Guardian, serta 12 helikopter angkut pasukan (multirole) Black Hawk. Tidak itu saja, tiga kapal selam Changbogo serta dua frigate Sigma 10514 juga dalam proses pengadaan. Bahkan frigate Sigma 10514 akan dibuat hinggak 10 kapal. Mulai kapal kedua, frigate Sigma akan dibangun di PT PAL Surabaya. (Harian Kompas, 03/10/2014).
Bersamaan dengan pengadaan helikopter Apache dan Black Hawk tersebut, digelar pula latihan perang antara TNI AD dengan US army di Situbondo, Jawa Timur. Latihan Garuda Shield tahun ini bisa dikatakan sudah termasuk skala besar dalam latihan taktik pertempuran di hutan, berupa pelatihan dan mengintegrasikan operasi Batalyon Mekanis (Stryker dan Anoa) dari tentara kedua negara.
Yang menonjol dari latihan berjangka satu bulan ini terutama dikirimnya empat helikopter serang Apache ke ujung timur Pulau Jawa.
Latihan ini memuncak dengan serangan Operasi gabungan helikopter Apache, Black Hawk, dan Stryker berdampingan dengan helikopter MI-35P Indonesia buatan Rusia, serta pasukan lapis baja Indonesia.
TNI, tahun depan akan menerima satu dari delapan Apache, versi Echo terbaru (Guardian), dan sisa diharapkan an dikirim hingga tahun 2017.
Beberapa pejabat TNI berencana menyebarkan empat helikopter Apache di Kepulauan Natuna, Laut China Selatan sebagai pelindung terhadap klaim China yang semakin tegas di perairan tersebut.
Keempat helikopter Apache dibawa ke Indonesia untuk latihan Garuda Shield, diterbangkan ke kota Surabaya untuk parade militer besar-besaran 7 Oktober, yang menandai ulang tahun ke-69 berdirinya TNI.
Meskipun penerbang Indonesia tidak pernah benar-benar menerbangkan Apache, namun mereka mengambil langkah pertama dengan mengakrabkan diri dengan helikopter tersebut.
“Kami mulai dalam apa yang kita sebut skenario merangkak-jalan-lari, yang kita mulai dengan pelajaran akademik, sosialisasi, hingga menerbangkannya,” kata Letnan Kolonel Hunter Marshall, 25th Aviation Regiment. Setelah itu kita bekerja melalui perencanaan, bagaimana melakukan misi bersama-sama.”
Letkol Marshall menggambarkan tentara Indonesia sebagai “penerbang yang sangat mahir,”. Ia menambahkan TNI akan memiliki pilot yang mampu menerbangkan Apache dengan cara yang hebat.
Selama latihan serangan udara tersebut, Apache dengan kemampuanya yang unik selalu masuk dalam skenario perang yang dibangun.
Chief Warrant Officer 2 Jesse Brenay Sr, salah satu pilot helikopter apache yang ikut dalam latihan penembakan itu, melakukannya berdampingan dengan pilot Indonesia. “Teknologi baru Apache akan menuntut para pilot Indonesia untuk menyesuaikan taktik dan teknik perang mereka”, ujar Brenay.
“Cara mereka berperang akan berubah”, ujar Brenay. “Semacam apa yang kami demonstrasikan di sini, mencoba untuk mengajarkan kepada mereka. Sistem komunikasi di Apache akan membuat komunikasi mereka dengan pasukan di darat, akan lebih baik.
“Jadi kita mengajarkan latihan perang yang mengintegrasikan pasukan udara dan darat,” katanya. “Ini semacam konsep baru bagi mereka. Ini sesuatu yang kami lakukan dengan sangat baik dalam 13 tahun terakhir di Irak dan Afghanistan, jadi kita menyampaikan pelajaran. ”
Integrasi Apache adalah “alasan besar kami di sini,” kata Brenay.”. Apache membawa mereka ke dalam status baru di wilayah ini karena tetangga mereka mulai meng-upgrade alutsistanya, dan saya pikir mereka ingin menjaga kekuatan TNI. Ini adalah kemajuan besar untuk mereka. ”
Jepang, Korea Selatan dan Singapura adalah salah satu negara yang telah membeli Apache dari Boeing.
Brenay dijelaskan uji coba helikopter Apache di Indonesia sebagai “semacam culture shock bagi kami” karena mereka biasa menerbangkan Apache di high altitude, di Fort Carson, Colo.
“Ini benar-benar pertama kalinya kami membawa Echoes ini ke permukaan laut di luar Hawaii dan menjalankan Apache ini, melihat apa yang bisa dilakukan Apache,” katanya. “Apache ini cukup mengesankan.”
Pilot Angkatan Darat lainnya, Capt. Josh Brown, antusias tentang Indonesia yang membeli Apache, tetapi signifikansi lebih besar dari pembelian pesawat tersebut adalah pasukan AS dan Indonesia belajar untuk beroperasi secara efisien bersama-sama, apakah itu dalam pertempuran atau untuk kemanusiaan bantuan / bencana.
Koordinasi antara kedua pasukan, baik di udara atau di darat, menunjukkan “bagaimana kita akan melakukan pekerjaan di masa depan,” kata Letnan Kolonel Michael Trotter, komandan Batalion 2, Resimen Infanteri 1, dari Lewis -McChord, yang memberikan kontribusi banyak pada elemen di Garuda Shield.
“Kami tidak akan berperang lagi saja,” kata Trotter. “Kami harus bermitra, apakah itu untuk operasi tempur atau apabila diminta oleh pemerintah tuan rumah untuk bantuan, baik bantuan kemanusiaan atau bantuan bencana. Kita bisa berjalan setelah latihan ini, menjadi sanga percaya diri.” (stripes.com).
Hebat! Pesawat CN235 Made in Bandung Bisa Lacak Keberadaan Kapal Selam
CN235 sedang dalam penyelesaian di hanggar PTDI (Foto: Feby/detikFinance)
PT Dirgantara
Indonesia (PTDI) meningkatkan kemampuan salah satu produk unggulannya
yakni pesawat baling-baling CN235 dengan teknologi Anti-Submarine
Warfare (ASW). Pesawat CN235 ini bisa dilengkapi oleh sonar dan radar
khusus yang mampu mendeteksi keberadaan kapal selam.
“Kita coba anti submarine di pesawat CN235. Kita upgrade menjadi anti submarine. Dia bisa deteksi kapal selam,” kata Direktur Niaga dan Restrukturisasi PTDI Budiman Saleh kepada detikFinance, Jumat (3/10/2014).
Selain dilengkapi teknologi anti kapal selam, CN235 bisa dipasang
torpedo. Teknologi anti kapal selam ini baru terpasang pada pesawat
CN235 yang dibeli dan dimiliki oleh militer Turki.
“Kita ujicobakan pada CN235 di Turki,” sebutnya.
Budiman menjelaskan insinyur PTDI memiliki kemampuan di bidang
rekayasa atau pengembangan pesawat. Dengan kemampuan itu, para insinyur
mampu meningkatkan kemampuan CN235 yang awalnya merupakan produk
kerjasama PTDI dan Cassa Spanyol (sekarang Airbus Military) tersebut.
“Kita banyak buat rekayasa, itu justru bikin nilai lebih tinggi. Itu dilakukan dari Bandung semua,” sebutnya.
Dengan nilai tambah ini, harga pesawat pun bisa melonjak. Varian
termahal seperti CN235 MPA. Pesawat yang biasa digunakan untuk patroli
laut atau marine patrol ini telah dipakai militer Indonesia dan penjaga
pantai Korea Selatan.
“CN235 sangat variatif harganya. Minimal US$ 28 juta. Itu sangat
basic sedangkan untuk yang kompleks bisa US$ 55 juta,” jelasnya.
PTDI berencana mengembangkan varian CN235 next generation (nextG).
Nantinya kapasitas penumpang akan dinaikkan. Pesawat, CN235 nextG ini,
menggunakan sistem navigasi dan komunikasi digital dan glass cockpit
technology. (finance.detik.com)
Jumat, 03 Oktober 2014
Dari Tomy Winata Hingga Militer Jadi Pembeli Helikopter Made in Bandung
Jakarta -Selain pesawat terbang, PT Dirgantara
Indonesia (PTDI) juga menjual helikopter berbagai varian. Salah satu
varian terlarisnya adalah helikopter NBO 105.
Untuk penjualan dan perakitan NBO, PTDI menggandeng perusahaan helikopter asal Jerman, MBB. PTDI sudah mampu menjual varian NBO 105 sebanyak 122 unit. Pembeli helikopter buatan PT DI datang dari berbagai kalangan seperti pengusaha ternama Indonesia seperti Tomy Winata dan lainnya, lembaga militer.
"Itu paling tinggi demand. Itu yang paling Laris. Yang beli contohnya pemilik Sampoerna. Dia punya pesawat kita, terus Pelita Air juga. Termasuk institusi sipil, militer dan swasta," kata Direktur Niaga dan Restrukturisasi PTDI Budiman Saleh kepada detikFinance Jumat (3/10/2014).
Varian NBO 105 saat ini sudah tidak lagi dijual oleh PTDI. Sebagai gantinya, PTDI menawarkan pesawat sejenis Fennec buatan Airbus Helicopter.
"Sekarang Airbus Helicopter rilis produk baru Fennec," sebutnya.
Helikopter NBO dahulu sering dipakai oleh TNI pernah mendukung misi-misi perang seperti di Timor Timur (sekarang Timor Leste). NBO dinilai memiliki kemampuan manuver yang baik. Meski sudah tidak dijual lagi di Indonesia, namun NBO 105 ini masih dipakai di negara-negara Eropa dan Afrika.
"Di Eropa dan Afrika masih banyak yang pakai," ujarnya.
Sebelumnya, pemilik Artha Graha Group Tomy Winata mengaku membeli helikopter dan pesawat buatan PT Dirgantara Indonesia (PT DI) di 2008 dan 2009 lalu. Melalui bendera PT Trans Wisata Air (TWA), Tomy mengaku merasa sangat bangga dengan pelayanan PT DI. PT TWA pembeli helikopter Super Puma dan Casa 212-200.
Untuk penjualan dan perakitan NBO, PTDI menggandeng perusahaan helikopter asal Jerman, MBB. PTDI sudah mampu menjual varian NBO 105 sebanyak 122 unit. Pembeli helikopter buatan PT DI datang dari berbagai kalangan seperti pengusaha ternama Indonesia seperti Tomy Winata dan lainnya, lembaga militer.
"Itu paling tinggi demand. Itu yang paling Laris. Yang beli contohnya pemilik Sampoerna. Dia punya pesawat kita, terus Pelita Air juga. Termasuk institusi sipil, militer dan swasta," kata Direktur Niaga dan Restrukturisasi PTDI Budiman Saleh kepada detikFinance Jumat (3/10/2014).
Varian NBO 105 saat ini sudah tidak lagi dijual oleh PTDI. Sebagai gantinya, PTDI menawarkan pesawat sejenis Fennec buatan Airbus Helicopter.
"Sekarang Airbus Helicopter rilis produk baru Fennec," sebutnya.
Helikopter NBO dahulu sering dipakai oleh TNI pernah mendukung misi-misi perang seperti di Timor Timur (sekarang Timor Leste). NBO dinilai memiliki kemampuan manuver yang baik. Meski sudah tidak dijual lagi di Indonesia, namun NBO 105 ini masih dipakai di negara-negara Eropa dan Afrika.
"Di Eropa dan Afrika masih banyak yang pakai," ujarnya.
Sebelumnya, pemilik Artha Graha Group Tomy Winata mengaku membeli helikopter dan pesawat buatan PT Dirgantara Indonesia (PT DI) di 2008 dan 2009 lalu. Melalui bendera PT Trans Wisata Air (TWA), Tomy mengaku merasa sangat bangga dengan pelayanan PT DI. PT TWA pembeli helikopter Super Puma dan Casa 212-200.
Denel NTW-20: Senapan Anti Material Taifib Korps Marinir TNI AL
Indonesia sebagai negara dengan kekuatan militer terbesar di Asia Tenggara, sudah tentu beragam unit pasukan elitnya akrab dengan jenis senapan sniper atau senapan runduk, utamanya dari kaliber 7,62 mm. Nama-nama senjata sniper seperti Galil dari Israel, G-3 SG-1, AI Artic Warfare, Steyr SSG-69, hingga SPR-1 buatan Pindad, mungkin sudah akrab di telinga para pemerhati persenjataan nasional. Tapi senjata diatas disasar untuk membidik target berupa manusia. Lalu bagaimana dengan misi sniper yang lain, seperti menyasar target peralatan militer sekelas rantis, ranpur atau bahkan menembus ketebalan tembok? Mampukah tugas sniper yang gerak geriknya serba senyap menggasak sasaran yang tergolong high value tersebut?
Jawabannya tentu bisa, dan pola operasi tidak berubah, yang dijalankan tetap dalam kaidah sniper, senyap dan mematikan, tidak ada rudal panggul anti tank atau granat berpeluncur roket yang digunakan. Solusinya tak lain dengan menggunakan senjata anti material. Senapan jenis ini punya bentuk dan peran yang serupa dengan senapan runduk, perbedaannya lebih kepada besarnya kaliber yang berdampak pada daya hancur serta jangkauan proyektil yang pastinya lebih jauh. Menurut Wikipedia, yang masuk dalam kategori senjata anti material adalah senapa dengan kaliber mulai dari 12,7 mm, 14,5 mm, dan 20 mm.
Untuk senapan anti material pun bukan barang baru bagi TNI. Satuan elit Intai Amfibi (Taifib) Korps Marinir TNI AL adalah pengguna senjata jenis ini, tepatnya mengadopsi NTW-20 buatan Denel Mechem dari Afrika Selatan. Penampilan NTW-20 sebagai kelengkapan infanteri Marinir sudah tak asing lagi, ambil contoh saat unjuk kesiapan Yon Mekanis Kontingen pasukan PBB TNI yang akan diberangkatkan ke Lebanon pada tahun 2006 lalu, jelas tampak NTW-20 dan RPG-7 ikut digelar dihadapan media dan petinggi TNI kala itu.
Bila di Indonesia senjata ini dipopulerkan oleh Taifib Marinir TNI AL, maka senjata laras panjang multi kaliber ini juga kerap tampil di beberapa film layar lebar. Salah satunya dalam film District 9 (2009). Film yang mengambil latar di Afrika Selatan ini mengisahkan perjuangan sekelompok manusia untuk mengusir alien. Uniknya dalam film sci fiction ini juga ditampilkan rantis Casspir yang saat ini digunakan oleh Kopassus TNI AD.
NTW-20
Pengembangan awal NTW-20 jatuh di tangan perancang senjata jempolan dari Afsel, Tony Neophtou, yang terkenal dengan rancangan senapan tabur Neostead. Uniknya, pabrikan Aerotek yang menangani pengembangan senapan ini di tengah jalan diakuisisi oleh divisi Mechem dari grup pabrikan Denel, sehingga NTW-20 dirilis dengan identitas Denel Mechem di depannya. Di lingkup kesenjataan TNI, Denel juga memasok kanon PSU (Penangkis Serangan Udara) kaliber 20 mm, yakni Vektor G12 yang dipasang pada korvet SIGMA class dan KCR (Kapal Cepat Rudal) 40 TNI AL. Sebelum KRI Clurit dipasangi kanon CIWS AK-630M, kapal tersebut menggunakan Vektor G12 sebagai senjata di haluan.
Pengembangan awal NTW-20 jatuh di tangan perancang senjata jempolan dari Afsel, Tony Neophtou, yang terkenal dengan rancangan senapan tabur Neostead. Uniknya, pabrikan Aerotek yang menangani pengembangan senapan ini di tengah jalan diakuisisi oleh divisi Mechem dari grup pabrikan Denel, sehingga NTW-20 dirilis dengan identitas Denel Mechem di depannya. Di lingkup kesenjataan TNI, Denel juga memasok kanon PSU (Penangkis Serangan Udara) kaliber 20 mm, yakni Vektor G12 yang dipasang pada korvet SIGMA class dan KCR (Kapal Cepat Rudal) 40 TNI AL. Sebelum KRI Clurit dipasangi kanon CIWS AK-630M, kapal tersebut menggunakan Vektor G12 sebagai senjata di haluan.
Filosofi pengembangannya berfokus kepada penggelaran di padang Afrika yan luas dan terbuka, sehingga tentu saja diperlukan senapan yang mampu menjangkau sasaran lawan sebelum sempat bereaksi. Hebatnya, NTW-20 punya kemampuan menembakkan dua jenis proyektil berbeda, yaitu 20 mm dan 14,5 mm Russian. Khusus amunisi 20 mm, yang digunakan adalah peluru 20 x83,5 mm eks senapan anti pesawat Jerman MG-151 pada era Perang Dunia II.
Soal kemampuan, tak perlu ditanya. Ranpur lapis baja setipe BTR dan BMP potensial untuk dirobek lapisan bajanya. Piliah pelurunya cukup beragam, mulai dari jenis HE (High Explosive), fragmentasi, sampai peluru bakar (High Explosive Incendiary). Untuk memilih di antara dua peluru ini, semuanya cukup dilakukan melalui penggantian laras, bolt, dan magasin, yang kesemuanya hanya memerlukan waktu kurang dari satu menit di tangan operator terlatih. Sebagai senapan bolt action yang menembakkan peluru berkaliber besar, wajar jika bolt pada NTW-20 sampai harus memiliki enam lug untuk membantu menahan gaya tekanan yang sangat besar dari kamar peluru. Selain itu, sistem pasok peluru pada NTW termasuk unik, karena menganut model magasin horizontal (seperti pada sten gun) yang dimasukkan dari sisi kiri. Pilihan ini juga terasa masuk akal, karena bobot peluru besar yang di atas rata-rata akan membuat pegas sulit beroperasi dengan optimal, andaikata harus beroperasi melawan gravitasi seperti halnya pada magasin konvensional yang dipasang secara vertikal dari bawah senapan.
Sebelum lebih jauh, sekedar informasi, bolt action adalah (sistem operasi) kokang senjata api yang mana bagian bolt dioperasikan secara manual dengan cara menggesernya ke belakang (menggunakan tuas kecil /handle) agar bagian belakang (breech) laras terbuka, casing peluru kosong yang sudah dipakai terlempar keluar dan peluru baru masuk kedalam breech kemudian bolt ditutup kembali (digeser ke depan secara manual).
Sebagai senapan dengan kaliber jumbo, pertanyaan yang timbul selanjutnya, bagaimana NTW-20 mampu meredam daya tolak balik yang dihasilkan peluru 20 mm sehingga bisa ditahan oleh tubuh manusia? NTW-20 rupanya punya tiga jurus jitu untuk menanganinya. Pertama, sistem yang disebut hydraulic double acting damper berupa katup dan perluasan kamar peluru untuk menahan pemuaian tekanan yang dihasilkan oleh tembakan peluru 20 mm. Tabung hidrolis ini dari luar berbentuk tabung menonjol yang ada di bawah laras. Ketika terdorong oleh gaya tolak talik ke belakang, laras dipaksa menarik piston hidrolis yang diisi pelumas, sehingga gerakannya melambat dan hentakannya berkurang.
Jurus kedua, ada pegas penahan (buffer spring) ganda pada bagian bawah-belakang receiver yang menempel ke popor belakang. Pegas penahan ini adalah benteng lapis kedua yang menangani efek tolak balik setelah batang piston hydraulic damper sudah berada di titik puncak peregangannya. Kedua benteng ini membentuk sistem kontinyu yang tidak terputus, sehingga tekanan gaya tolak balik dapat disebar dalam rentang waktu yang lebih panjang agar penembak tidak merasakan tekanan terlalu besar. Terakhir, jurus ketiga berupa muzzle brake dua tingkat yang membantu menyalurkan kilatan api penembakkan dan sebagian gaya tolak balik ke arah depan.
Bagi para pengguna NTW-20, Denel Mechem menyediakan paket lengkap, mulai dari fixed carry handle dan kaki-kali yang sudah jadi standar, laras pengganti, sampai teleskop standar dengan kemampuan 8x. Teleskop sepertinya didesain dengan model scout profile, karena memiliki eye relief (jarak mata dan lensa) yang cukup jauh. Jika tidak puas, pembeli tentu saja berhak menggunakan teleskop dengan magnifikasi lebih besar, mengingat peluru 20 mm memiliki jarak jangkau lebih jauh dibanding 14,5 mm atau 12,7 mm.
Keunggulan lain NTW-20 yakni bisa diurai menjadi bagian yang bisa diangkut menggunakan dua ransel besar yang masing-masing berbobot 15 kg. Sehingga minimal bisa dioperasikan tim sniper yang berjumlah dua orang, satu sebagai penembak dan satunya lagi berperan sebagai spotter (observer). Tidak salah bila Marinir TNI AL menjatuhkan pilihan pada NTW-20 sebagai senapan anti material pilihan. Didukung kaliber yang besar, senapan ini menjadi platform multifungsi untuk berbagai aplikasi kemiliteran. (diolah dari berbagai sumber)
Spesifikasi Denel Mechem NTW-20
Asal : Afrika Selatan
Tahun pembuatan : 1990
Kaliber : 14,5 x 114 mm/ 20 x 82 mm
Sistem operasi : bolt action
Panjang total : 2.015 mm/ 1.795 mm
Panjang laras : 1.220 mm/ 1.000 mm
Berat kosong : 33,8 kg/ 30,5 kg
Kecepatan proyektil : 1.000 meter/ 720 meter per detik
Jarak tembak efektif : 2.300 meter/ 1.500 meter
Akurasi : 1 meter
Kapasitas magasin : 5 peluru'
Asal : Afrika Selatan
Tahun pembuatan : 1990
Kaliber : 14,5 x 114 mm/ 20 x 82 mm
Sistem operasi : bolt action
Panjang total : 2.015 mm/ 1.795 mm
Panjang laras : 1.220 mm/ 1.000 mm
Berat kosong : 33,8 kg/ 30,5 kg
Kecepatan proyektil : 1.000 meter/ 720 meter per detik
Jarak tembak efektif : 2.300 meter/ 1.500 meter
Akurasi : 1 meter
Kapasitas magasin : 5 peluru'
SEKILAS KILO KLAS SUBMARINE type 877K TNI AL
Ngomomg-ngomong soal “Hoax”, saya sengaja memebuat artikel “Hoax” ini
mengenai kemampuan Kapal selam Kilo kita yang hasil pengadaaan tahun
2007 lalu. Terserah deh tanggapan para warjager di sini sesuai dengan
“azas dan paham keyakinan masing-masing” bagaimana, so saya hanya
memberikan sedikit pencerahan saja.
Data KS Kilo kita adalah sebagai berikut: panjang 72,6 meter lebar
badan tekan 9,9 meter, sarat kapal 6,6 meter. Tetapi Kilo kita
diperpanjang sekitar delapan meter untuk penempatan AIP, air independent propulsion. fuell cell system. Penambahan ruangan yang dipergunakan untuk tangki LOX (liquid oxygen) dan hybrid hidrogen.
Berat pemindahan airnya (displacement) di atas air 2325 ton,
di bawah air (menyelam) 3076 ton. Kapal kita ditenagai dengan dua buah
mesin diesel type 4-2DL-42M bertenaga 3650 HP, dibawah air bergerak
dengan menggunakan motor listrik pokok bertenaga 5900 HP, yang didukung
pula dengan dua buah motor listrik auxiliary type MT-165 berkekuatan 204 HP, serta motor ekonomi yang berkekuatan 103 HP (setara dengan PG-103 ex Whiskey class). Besarnya tenaga diesel di kapal ini memberikan gambaran akan usaha memperkecil probabilitas discretion, dengan mempersingkat waktu pengisian batere.
Transfer of powernya menggunakan system electrical transfer power, seperti pada type
U-209. Kecepatan KS kita ini berkisar sekitar 10 knot saat berlayar
diatas air, 17 knot saat menyelam, dan 9 knot saat berlayar dengan RDP (rabotayet diesel potwodoy
/ DBA diesel bekerja di bawah air,). Jarak jelajahnya mencapai 6.000
mil dengan kecepatan 7 knot RDP, dan saat berlayar dengan rezim motor
ekonomis dan dalam kondisi silent run, akan dapat mencapai jarak 400 mil
dengan kecepatan 3 knot. Kemampuan kedalaman selam normalnya mencapai
240 meter.
“Disamping itu, Kilo kita sudah dikaji magnetic anomaly signaturenya, sehingga sudah di demagnitisasi sedemikian rupa sehingga kemungkinan KS kita ini terdeteksi oleh MAD (Magnetic Anomaly Detection) yang menjadi andalan pesawat terbang Lockheed P-3B “Orion”, pesawat anti kapal selam Australian Navy maupun penggantinya nanti Boeing P-8 Poseidon, akan turun menjadi seminimal mungkin.”
Awak kapalnya berjumlah kurang lebih “50-an orang dengan belasan
orang diantaranya Perwira”. Sumber tenaga bawah airnya menggunakan
batere dengan kekuatan 9700 kWH, yang merupakan pengembangan dari batere
CY-45 ex Whiskey class. Salah satu diantara sekian banyak keistimewaan positif KS kilo kita ini adalah reserve buoyancynya yang mencapai nilai 23%, yang berarti, bahwa walau kapal ini mengalami kebocoran, akan tetapi, dengan reserve buoyancynya yang sebesar itu, kemungkinan penyelamatan kapal masih amat tinggi.
KS Kilo kita memiliki enam peluncur torpedo caliber 53,3 cm yang
tertata pada bagian haluannya. Peluncur ini dapat menembakkan baik long
torpedo anti kapal atas air standard Angkatan Laut Rusia, maupun torpedo
pendek anti kapa lselam dari type USET 80. Sebagai konfigurasi alternative, setiap torpedo dapat digantikan dengan dua ranjau. Torpedo cadangan yang dibawanya berjumlah dua belas torpedo.
Pengendalian torpedonya pada kapal sudah menggunakan Murena
MVU-119EM, yang jauh lebih modern dari TAS-L2 yang pernah kita
pergunakan di “Whiskey class” dahulu. Dengan Kemampuan Murena, kecuali dapat dipergunakan untuk mengendalikan tembakan dua jenis torpedo tersebut, yaitu standard straight run long heavy weight torpedo, bagi sasaran kapal atas air, dan untuk menembakkan short torpedo, torpedo kendali anti kapal selam, juga telah memungkinkan kita melacak (searching) beberapa sasaran sekaligus, serta membidik dan menembak (tracking, firing) dua diantara sekian banyak sasaran yang telah dilacak, dengan suatu kepresisian yang sempurna.
Selain itu KS Kilo kita ini diperlengkapi juga dengan SSM (Surface to surface missile)
Novator Alfa SS-N-27, yang dapat ditembakkan dari peluncur torpedonya
untuk mengatasi gangguan helicopter anti kapal selam yang mencoba
mengintai.
Kalau untuk mengatasi pesawat patroli maritim sejenis Orion P-3 milik
Sonotan yang mencoba menginderanya dengan MAD, dipasang SAM (Surface to Air Missile) dari type SA-N-5/8 “Gremlin” atau “Strella 3”, yang menggunakan pengendalian dengan kepala pelacak infra merah. SAM dapat ditembakkan dari peluncur portable yang tertata dianjungan, yang letak nya diantara tabung RDP dan antena komunikasi.
Sonar yang dipergunakan pada KS Kilo kita merupakan suatu sonar pelacak dan penyerang (search and attack) aktif pasif berfrekwensi rendah dari type Sharkteeth/Sharkfin (MGK-400) yang mampu mengindera kapal musuh dari jarak yang amat jauh. Untuk ESM nya, Kilo kita sudah menggunakan ESM dari type “Squidhead” atau “Brickpulp”. Tetapi pembaring radionya masih menggunakan “Quad loop”, masih sama dengan yang dipergunakan dikapal selam “Whiskey class.” Sementara untuk Radarnya menggunakan surface search radar “Snoop tray”
MRP 25 dengan band I, yang bekerja pada frekwensi sekitar 8 s/d 10 GHz
, sedangkan sarana komunikasinya dilengkapi dengan TX/RX HF dan VHF.
Periskopnya menggunakan dua PZKG, yang dipergunakan baik sebagai attack maupun search periscope. Diameter tabung periskop PZKG ini 180 mm, dengan penggunaan Quasi Binocular Viewing untuk mengurangi stress pada mata penggunanya.
Pergelaran
Sejatinya setiap pergelaran KS itu tergantung dari displacementnya, membutuhkan suatu kedalaman tertentu. Makin besar tonnase kapal selam, maka akan semakin dalam kedalaman laut yang dibutuhkannya untuk menyelam dengan aman. Dengan bobotnya yang berkisar sekitar 3000 ton kalu di bawah air, maka Kilo kita dapat dipastikan akan membutuhkan laut dengan kedalaman minimal 200 meter untuk menyelam dengan aman, dalam arti, memiliki ruang gerak yang uenak untuk melaksanakan manuver penghindaran, apabila (kalau lagi apes) suatu waktu tertangkap oleh alat deteksi kapal ASW musuh.
Sejatinya setiap pergelaran KS itu tergantung dari displacementnya, membutuhkan suatu kedalaman tertentu. Makin besar tonnase kapal selam, maka akan semakin dalam kedalaman laut yang dibutuhkannya untuk menyelam dengan aman. Dengan bobotnya yang berkisar sekitar 3000 ton kalu di bawah air, maka Kilo kita dapat dipastikan akan membutuhkan laut dengan kedalaman minimal 200 meter untuk menyelam dengan aman, dalam arti, memiliki ruang gerak yang uenak untuk melaksanakan manuver penghindaran, apabila (kalau lagi apes) suatu waktu tertangkap oleh alat deteksi kapal ASW musuh.
Mengingat bahwa dalam kenyataannya, laut pedalaman Indonesia yang
berada diantara pulau pulau di Indonesia kedalamannya rata rata hanya
sekitar enam puluh meter, (kecuali Laut Banda) maka udah jelas dong
pergelaran Kilo kita ini dimana? Ya, kapal selam Kilo kita ini digelar
(di-deployment) dilaut luar, antara lain di Samudra Hindia,
baik disisi Barat maupun disisi Selatan Negara kita, dan di daerah
tepian Samudra Pasifik, yaitu di sisi Timur Negara kita, dimana
kedalamannya rata-rata diatas dua ratus meter. Tentunya, peran yang
diberikan pada KS kita ini lalu akan lebih merupakan suatu patroli
pengaman garis luar terhadap musuh yang datang dari arah yang jauh. Atau
kalau boleh lebih dipertegas lagi tugasnya akan merupakan tugas
pencegatan (intercept) terhadap kekuatan musuh yang akan menyerang kita, jauh di tengah laut, bahkan sebelum mereka sempat melihat daratan kita.
Makanya kalau ngintip Kilo kita ini berada di Dermaga SATSEL Ujung
Timur Surabaya sana, dijamin enggak bakalan nemu deh, meskipun situ-situ
udah nongkrongin di dermaga sono 24 jam tiap hari selama setahun.
Selain alasan di atas ada satu alasan lagi, yaitu : di pangkalan ALRI Surabaya ada “satu sepitan” antara markas SATSEL dan graving dock
ex KRI IRIAN, kedalamannya tidak memungkinkan untuk dilewati KS dengan
tonnase gede macam Kilo dengan mudah, kecuali pada saat air laut pasang
itu juga pasang yang paling tinggi.” jadi dimanakah pangkalannya Kilo
kita ini? “Top Secret”.
“Wira Ananta Rudhiro”
“Jalesveva Jayamahe”
“Just IMHO and HOAX”
(By pocong syerem) Nb : “diolah dari beberapa sumber”
“Jalesveva Jayamahe”
“Just IMHO and HOAX”
(By pocong syerem) Nb : “diolah dari beberapa sumber”
TNI Pesan Sukhoi SU35
Panglima TNI Jenderal Moeldoko sempat
mengatakan kepada publik, bahwa kandidat pengganti F-5 Tiger yang paling
kuat adalah Sukhoi SU 35. Pernyataan ini terlontar dari Jenderal
Moeldoko di beberapa kesempatan saat ditanya wartawan.
TNI AU sebagai user, juga konon menginginkan SU35 sebagai pengganti F-5 Tiger.
Dan kini pembelian SU-35 oleh TNI akan semakin mendekati kenyataan.
Dalam infografik Harian Kompas, Jumat 03/10/2014, dituliskan Indonesia
dalam proses pengadaan 16 Jet Tempur SU-35. Wow….pilihan yang sangat
brilian dan membuat Indonesia semakin disegani. Alutsista dengan
kemampuan yang sangat mematikan.
Dengan adanya SU-35 ini, bisa dikatakan Indonesia sedang menuju “Macan Asia”, jargon yang sempat diutaarakan oleh Presiden SBY.
Tidak hanya itu, Indonesia juga sedang memesan 6 kapal selam kilo.
Tidak disebutkan jenisnya tapi patut diduga jenis yang modern dan
memiliki persenjataan yang maut. Persenjataan kapal selam Indonesia yang
bisa menembak rudal jarak jauh, sudah beberapa kali disampaikan oleh
Menteri Pertahanan Poernomo Yusgiantoro.
Presiden SBY, Panglima TNI Jenderal Moeldoko, Menteri Pertahanan
Poernomo Yusgiantoro dan Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin,
anda orang-orang hebat.
Ya…Anda orang-orang hebat, karena menjadi faktor pembeda. Jayalah
negeriku Indonesia. Nama anda akan selalu kami kenang. (JKGR).
Langganan:
Postingan (Atom)