Dari beragam jenis kapal perang milik TNI AL, tipe LST (landing ship tank) termasuk sepi dalam bahasan alutsista. Apalagi setelah hadirnya LPD (landing platform dock),
sontak menjadi maskot TNI AL dalam misi operasi amfibi, bantuan bencana
alam, operasi sosial/kesehatan, bahkan kerap difungsikan sebagai kapal
markas. Meski secara teknologi LPD lebih maju dan lebih banyak kebisaan
dibanding LST, tapi tetap saja, LST punya peran strategis bagi TNI AL.
Di lingkungan armada TNI AL, tipe kapal LST dan LPD
masuk dalam naungan Satuan Kapal Amfibi (Satfib), yang terbagi dalam
Armada RI Kawasan Barat dan Armada RI Kawasan Timur. Peran LST tentu tak
bisa dikesapingkan, ibarat keberadaan C-130 Hercules di
lingkup TNI AU, maka LST punya andil sebagai tulang punggung
transportasi bagi TNI AL, khususnya dalam tugas-tugas serbuan amfibi.
Karena luasnya wilayah lautan Indonesia, TNI AL udah sejak dahulu
‘dinobatkan’ sebagai operator LST terbanyak di kawasan Asia Tenggara.
Saat ini ujung tombak LST Satfib TNI AL masih dipercayakan pada Frosch
Class buatan Jerman Timur, Frosch Class terdiri dari KRI Teluk
Gilimanuk 531, KRI Teluk Celukan Bawang 532, KRI Teluk Cendrawasih 533,
KRI Teluk Berau 533, KRI Teluk Peleng 535, KRI Teluk Sibolga 536, KRI
Teluk Manado 537, KRI Teluk Hading 538, KRI Teluk Parigi 539, KRI Teluk
Lampung 540, KRI Teluk Jakarta 541, KRI Teluk Sangkulirang 542, KRI
Teluk Cirebon 543 dan KRI Teluk Sabang 544. Ditambah lagi ada varian LST besutan galangan kapal Tacoma SY, Korea Selatan. LST
buatan Korea ini terdiri dari KRI Teluk Semangka 512 (purna tugas) ,
KRI Teluk Penyu 513, KRI Teluk Mandar 514, KRI Teluk Sampit 515, KRI
Teluk Banten 516, dan KRI Teluk Ende. Bahkan TNI AL hingga kini
masih mengoperasikan LST buatan AS keluaran era Perang Dunia II, yaitu
KRI Teluk Bayur 502, KRI Teluk Amboina 503, KRI Teluk Ratai 509 dan KRI
Teluk Bone 511. Identitas LST dicirikan dengan kode angka 5xx dan
penyebutan nama Teluk di Nusantara.
Dalam setiap laga operasi tempur amfibi yang melibatkan gelar
pendaratan pasukan Marinir, pendaratan tank dan pansam (panser amfibi),
maka LST dipastikan selalu diikutkan. Sebut saja peran penting LST buatan AS saat operasi Seroja di Timor Timur di tahun 70-an, hingga peran LST dalam operasi pendaratan pasukan TNI saat operasi keamanan melawan separatis GAM di Aceh.
Mengingat beberapa LST TNI AL sudah memasuki usia pengabdian yang
sangat tua, maka sudah merupakan keharusan untuk dilakukan penggantian
dengan jenis LST yang baru ini. Itu telah terangkum dalam susunan list
di MEF (minimum essential force) I. Untuk maksud pengadaan LST,
TNI AL memesan 3 unit LST baru. Kementerian Pertahanan memesan 2 unit
dari BUMN PT Dok dan Perkapalan Kodja Bahari dan 1 unit dari perusahaan
swasta PT Daya Radar Utama (DRU) yang galangannya berada di Lampung
Selatan.
KRI Teluk Bintuni 520
Dari ketiga LST pesanan Kemenhan RI, tipe pertama yang rampung adalah KRI Teluk Bintuni 520 yang dibuat PT DRU. Dari segi bobot mati, bobot kapal dalam keadaan kosong, maka Teluk Bintuni dengan bobot 2.300 ton menjadi LST terbesar TNI AL. Sebagai perbandingan LST buatan Tacoma punya bobot mati 1.800 ton, sementara yang lebih kecil, LST Frosch Class bobot matinya 1.530 ton. Bobot yang besar pada KRI Teluk Bintuni ternyata berkorelasi dengan tugas yang diembannnya, dimana kapal perang ini dirancang untuk membawa MBT (main battle tank) Leopard.
Dari ketiga LST pesanan Kemenhan RI, tipe pertama yang rampung adalah KRI Teluk Bintuni 520 yang dibuat PT DRU. Dari segi bobot mati, bobot kapal dalam keadaan kosong, maka Teluk Bintuni dengan bobot 2.300 ton menjadi LST terbesar TNI AL. Sebagai perbandingan LST buatan Tacoma punya bobot mati 1.800 ton, sementara yang lebih kecil, LST Frosch Class bobot matinya 1.530 ton. Bobot yang besar pada KRI Teluk Bintuni ternyata berkorelasi dengan tugas yang diembannnya, dimana kapal perang ini dirancang untuk membawa MBT (main battle tank) Leopard.
Total kapal ini bisa membawa 10 unit MBT Leopard 2A4
yang berat tiap tank mencapai 62,5 ton. Sebuah lompatan besar, bila
sebelumnya LST TNI AL hanya akrab membawa tank ringan dengan berat per
tank hanya belasan ton. Selain itu, KRI Teluk Bintuni bisa membawa 2
unit helikopter, kapal ini memang dibekali dua helipad dengan fasilitas
hangar. Dikutip dari situs Saibumi.com,
kapal ini punya panjang 120 meter, lebar 18 meter, dengan tinggi 11
meter. Kecepatannya 16 knot dengan main engine 2×3285 KW yang ditenagai
dua mesin.
KRI Teluk Bintuni terdiri dari 7 lantai yang letaknya secara
berurutan dimulai dari bawah yakni deck A merupakan ruang untuk tangki
dan ruang pasukan. Paling bawah adalah bottom deck yang menjadi ruang
khusus mesin kapal dan deck B untuk pasukan. Lalu, deck C untuk kru
kapal termasuk tempat tidur dan peralatan keseharian kru kapal. Deck D
juga untuk kru kapal dan deck E untuk komandan dan para perwira.
Kemudian, deck F untuk ruang komando. Terakhir, deck G alias top deck
atau kompas deck digunakan untuk meletakkan dua radar utama. Belum
dijelaskan tentang jenis radar yang bakal diadopsi.
Sementara untuk persenjataan, hanya diproyeksikan untuk self defence. LST ini mengandalkan meriam Bofors kaliber 40/L70 mm yang ditempatkan pada bagian haluan. Kemudian ada kanon PSU kaliber 20 mm, serta dua unit SMB (senapan mesin berat) kaliber 12,7 mm.
Dalam operasi tempur, LST harus mendapat kawalan dari Satuan Kapal
Eskorta atau Satuan Kapal Cepat. Secara umum KRI Teluk Bintuni sanggup
dimuati 113 ABK (anak buah kapal), enam orang kru helikopter, dan
pasukan sebanyak 361 orang. Untuk mengantar pasukan Marinir ke pantai,
LST ini dapat membawa 4 unit LCVP (Landing Craft, Vehicle, Personnel).
Untuk memudahkan loading logistik dan cargo, pada bagian depan anjungan
juga dilengkapi crane, mengingatkan pada desain crane di kapal-kapal
Pelni. Kapal ini ditargetkan setelah rampung akan ditampilkan dalam
defile HUT TNI ke-69 yang berlangsung di Dermaga Koarmatim, Surabaya.
Dihadang Musibah
Seperti halnya KRI Klewang 625, KRI Teluk Bintuni 520 juga dihadang masalah pada saat peluncuran. Bedanya, KRI Klewang 625 sempat sukses melaut, meski kemudian hangus terbakar (total loss) beberapa hari kemudian. Sementara masalah di Teluk Bintuni lain lagi, musibah datang saat peluncuran baru akan dilakukan. Baik KRI Klewang dan KRI Teluk Bintuni punya kesamaan, kedua kapal pesanan TNI AL ini dibuat oleh perusahaan swasta nasional.
Seperti halnya KRI Klewang 625, KRI Teluk Bintuni 520 juga dihadang masalah pada saat peluncuran. Bedanya, KRI Klewang 625 sempat sukses melaut, meski kemudian hangus terbakar (total loss) beberapa hari kemudian. Sementara masalah di Teluk Bintuni lain lagi, musibah datang saat peluncuran baru akan dilakukan. Baik KRI Klewang dan KRI Teluk Bintuni punya kesamaan, kedua kapal pesanan TNI AL ini dibuat oleh perusahaan swasta nasional.
Upacara peluncuran KRI Teluk Bintuni 520 pada hari Jumat (5/9/2014)
berubah menjadi bencana akibat sling penahan kapal putus sebelum kapal
resmi diluncurkan. Insiden tersebut mengakibatkan dua pekerja harus
dilarikan ke rumah sakit. Akibatnya, upacara peluncuran kapal yang
dilakukan di tempat pembuatannya di galangan kapal PT Daya Radar Utama,
Lampung Selatan menjadi batal dilaksanakan.
Berdasarkan kronologinya, KRI Teluk Bintuni saat itu berada di
pinggir galangan. Dalam tahap persiapan, kapal berbobot 2.300 ton ini
dialasi tabung-tabung pelampung berbahan karet dan bodi kapal diikat
sling serat baja. Saat sejumlah pekerja sedang mempersiapkan upacara
peluncuran kapal pengangkut tank Leopard ini, tiba-tiba sling putus dan
otomatis tanpa dikendalikan kapal meluncur ke pinggir laut. Sejumlah
pekerja yang berada di pinggir kapal berlari menyelamatkan diri. Namun,
naas, dua pekerja di bibir pantai terlindas tabung pelampung karet.
Beruntung, tidak ada korban yang mengalami luka serius, disebutkan
korban hanya mengalami shock. Teluk Bintuni diambil dari salah satu
teluk di kawasan Papua.(Danang)