Selasa, 12 Agustus 2014

Pesawat Latih TNI AU Jatuh di Sukoharjo

Tidak ada korban jiwa, kini sedang ditangani petugas Lanud Adi Sumarmo Pesawat latih milik TNI AU jatuh di Sukoharjo, Jawa Tengah, Selasa 12 Agustus 2014.

Pesawat latih milik TNI AU jatuh di Sukoharjo, Jawa Tengah, Selasa 12 Agustus 2014.
Sebuah pesawat latih ringan jatuh di Sukoharjo, Jawa Tengah, Selasa 12 Agustus 2014. Pesawat latih jenis AS202 itu tersungkur di sebuah lahan persawahan di desa Carikan, tengah hari tadi. 

Tidak ada korban jiwa dalam insiden di lahan sawah milik Wijati, warga kampung Jogodayoh, Carikan, Sukoharjo, itu. Sejumlah warga menyaksikan bagaimana pesawat itu tampak menghunjam ke sawah dengan hidung menancap ke tanah, sedangkan bagian ekor pesawat di posisi lebih tinggi.

Petugas segera melakukan olah tempat kejadian percaya setelah melintangkan garis hitam kuning atau dikenal dengan istilah police line yang melarang warga mendekat sampai radius 100 meter.

Petugas dari TNI AU tampak berada di sekitar bangkai pesawat latih yang jatuh.

Danlanud Adi Sumarmo Kolonel Agus Radar Sucahyo mengatakan, jatuhnya pesawat itu terjadi saat melakukan latihan rutin. 

Diduga ada kerusakan teknis pesawat sehingga harus landing atau mendarat di persawahan. Pesawat itu diawaki instruktur Mayor Penerbang Surono dan Sersan Siswa Tama. 
 

Senin, 11 Agustus 2014

Type 730: Kanon CIWS Tujuh Laras Andalan Korvet Parchim TNI AL

Type-730B-CIWS-Elevated-1S
Dengan jumlah 16 unit, korvet kelas Parchim hingga kini menjadi tulang punggung Satuan Kapal Eskorta (Satkor) TNI AL. Pasalnya dari segi unit, Parchim lah yang mendominasi kuantitas armada Satkor, yang terdiri dari kelompok kapal jenis frigat dan korvet. Mengingat perannya yang strategis, sudah barang tentu korvet eks AL Jerman Timur ini mendapat perhatian yang serius untuk di retrofit dan upgrade pada sisi persenjataan. Selain mengadopsi mesin baru, urusan senjata mulai dipoles dengan sentuhan baru yang lebih modern dan gahar.
Meski di awal pengadaannya mengundang kontroversi, harus diakui korvet dengan asupan teknologi Uni Soviet ini punya keunggulan tersendiri. Diantaranya yang menonjol adalah bekal kanon reaksi cepat AK-230, kanon dua laras dengan kaliber 30 mm. Bila dicermati, inilah kanon berkategori CIWS (close in weapon system) yang pertama kali digunakan armada TNI AL. Dengan mengandalkan Muff Cobb radar systems sebagai penuntuk tembakkan ke sasaran. AK-230 secara teori dapat memuntahkan 1.000 proyektil dalam satu menit, untuk kecepatan luncur proyektil 1.050 meter per detik, cukup ideal untuk menggasak rudal berkecepatan subsonic maupun kapal boat. Kemampuan AK-230 juga masih lebih unggul ketimbang kanon Rheinmetall 20mm yang banyak terdapat di KRI, secara teori kecepatan luncur proyektil Rheinmetall 20mm mencapai 1.044 meter per detik.
Tapi semua tentu ada waktunya, AK-230 kian lama dianggap sudah ketinggalan jaman. Maklum AK-230 merupakan hasil rancang bangun Uni Soviet dalam era Perang Dingin di tahun 1950-an. Dan baru pada tahun 1969, Uni Soviet resmi menggunakan AK-230 untuk kelengkapan armada kapal perangnya. Mungkin dikarenakan teknologi yang sudah usang dan spare part yang kian terbatas, TNI AL pun sudah mencanangkan pengganti AK-230. Yang dipilih masih dari senjata jenis CIWS, tapi bukan Phalanx atau Goalkeeper yang kondang dipakai armada NATO. Yang dipilih adalah Type 730, kanon tujuh laras putar model Gatling dengan kaliber 30 mm.
xinhui_CDF_post-131-1217308106
KRI Sultan Thaha Syaefuddin 376, korvet Parchim pertama yang akan dipasang Type 730, menggantikan kanon AK-230 di haluan.
KRI Sultan Thaha Syaifuddin 376, korvet Parchim pertama yang akan dipasang Type 730, menggantikan kanon AK-230 di haluan.



Berdasarkan informasi dari Koarmabar, Type 730 resmi diadopsi TNI AL untuk korvet kelas Parchim. Sebagai project instalasi pertama dipilih KRI Sultan Thaha Syaifuddin 376, dan kemudian secara bertahap seluruh korvet Parchim TNI AL akan dipasangi Type 730. Selain karena urusan harga, adopsi Type 730 dipandang ideal bagi Parchim, sebab Type 730 adalah buatan Tiongkok, dan rancang bangunnya CIWS ini pun memang mencomot aroma teknologi khas Rusia, sehingga ada kecocokan untuk korvet Parchim. Sebagai kanon CIWS modern, Type 730 menggunakan modul terpadu untuk penempatan laras putar, perangkat sensor optik penjejak dan radar. Pihak AL Tiongkok memberi kode Type 730 dengan identitas H/PJ12 . Di lingkungan AL Cina, Type 730 sudah diadopsi di banyak kapal perang, mulai dari kelas korvet, frigat, perusak, hingga kapal patroli cepat. Bila diperhatikan dari segi desain, nampak paduan elemen Type 730 agak menyerupai Goalkeeper, CIWS buatan Belanda. Sementara, untuk teknologi laras putar Gatling-nya, banyak disebut-sebut mencontek GAU-8/A Avenger buatan General Electric yang terpasang pada pesawat A-10Thunderbolt II.
Lalu bagaimana dengan daya hancur Type 730? Bila AK-230 hanya mampu memuntakan 1.000 proyektil per menit, maka Type 730 jauh lebih sadis, kanon dengan kendali elektrik dan hydraulic driven ini maksimum bisa mengumbar 5.800 proyektil dalam satu menit. Jelas urusan daya hancur dan kemampuan mengentikan laju rudal anti kapal pun meningkat drastis. Jarak tembak efektif kanon ini mencapai 3.500 meter. Jenis amunisi yang digunakan mulai dari armour-piercing discarding sabot (APDS), high explosive incendiary (HEI) dan target practice (TP) untuk latihan. Menurut rilis, sasaran yang melesat hingga kecepatan Mach 2 masih dapat ditangkal Type 730. Jumlah stok amunisi yang siap digunakan adalah 1.000 peluru.
Type 730 pada Perusak Kawal Rudal kelas Luyang II. Kanon dapat memuntahkan 5.800 proyektil dalam satu menit.
Type 730 pada Perusak Kawal Rudal kelas Luyang II. Kanon dapat memuntahkan 5.800 proyektil dalam satu menit.
170-3
Laras Type 730 mencomot model GAU-8_Avenger.
Laras Type 730 mencomot model GAU-8_Avenger.
Bekal radar menjadi elemen vital dari sistem CIWS, Type 730 menggunakan jenis radar TR-47C. Pihak Xi’an Research Institute of Navigation Technology menyebutkan radar tracking ini berjalan di J-band dengan frekuensi 15.7 Ghz dan 17.3 Ghz. Jangkauan deteksi radar TR-47C mencapai 9.000 meter. Dalam teorinya, 48 sasaran dapat dipindai secara bersamaan. Dalam konsol senjata, tempatnya berada di samping radar ditempatkan perangkat optronics (electro optics) dari jenis OFC-3. Dalam bentuk modular, OFC-3 merangkum beberapa sensor, seperti laser range finder, color TV camera, dan infra red camera. Dalam versi yang lebih maju, laser range finder dapat diganti laser designator untuk membaca manuver SAM (suface to air missile). Juga TV camera dapat diganti dengan night vision camera. Kemudian infra red camera bisa diganti dengan ImIR, tentunya semuanya berdampak pada harga jual CIWS.
Radar TR-47C
Radar TR-47C
Electro Optics OFC-3
Electro Optics OFC-3
Display dan kendali OFC
Display dan kendali OFC
Dalam simulasi tempur, radar dapat melacak sasaran di permukaan laut seukuran 0,1 meter persegi pada jarak 8 km, bisa diperpanjang hingga 15 km untuk deteksi sasaran 2 berukuran dua meter persegi. Kemudian ukuran sasaran 10 meter persegi dari jarak 20 km. Kemampuan deteksi radar mencakup sasaran yang melaju sea skimming, terbang rendah diatas permukaan laut untuk menhindari deteksi radar. Namun tentunya, sistem penembakkan kanon baru dapat merespon saat sasaran berada di jarak jangkau tembakan (3 ribuan meter).
Untuk sistem kendali penembakkan (fire control system) mengusung teknologi autonomous closed-loop system, teknologi ini digadang bakal memberi reaksi lebih cepat ketimbang CIWS jenis AK-630 buatan Rusia. Sebagai informasi, AK-630M telah digunakan oleh TNI AL di Kapal Cepat Rudal (KCR) KRI Clurit 641 dan KRI Kujang 642. Untuk misi pemasaran di Luar Negeri, Type 730 dirancang full kompatibel dengan combat data system dari buatan Tiongkok dan Eropa. Dari Tiongkok dikenal model ZKJ-1, ZKJ-4, ZKJ-4A-3, ZKJ-5, ZKJ-6, ZKJ-7, H/ZBJ-1, dan dari Eropa/NATO seperti Thomson-CSF TAVITAC. Agar lebih memikat calon pembeli, sistem Type 730 dapat diintegrasikan secara langsung dengan combat data system tadi tanpa perlu dilakukan modifikasi.
тип 730
Tampak belakang.
Tampak belakang.
Norinco juga m,enawarkan LD-2000, yang tak lain versi darat dari Type 730.
Norinco juga m,enawarkan LD-2000, yang tak lain versi darat dari Type 730.
LD-2000 menjadi salah satu kekuatan Arhanud AD Tiongkok.
LD-2000 menjadi salah satu kekuatan Arhanud AD Tiongkok.
Selain hadir untuk kebutuhan kapal perang, pihak Norinco selaku manufaktur juga menghadirkan Type 730 dalam bentuk land based CIWS. Identitasnya disebut LD (Lu Dun) -2000, platform CIWS ini ditempatkan terpadu dalam truk berpenggerak 8×8.
Besar harapan kita, TNI AL dapat lebih memperbanyak adopsi kanon otomatis reaksi cepat untuk melengkapi armada kapal perang. Selain dipercaya handal untuk memberi perlindungan pada kapal markas dan konvoi tempur, kanon model CIWS juga dipandang punya efek getar yang signifikan pada lawan. Selain digunakan AL Tiongkok, Type 730 juga dipakai AL Pakistan di empat frigat kelas Zulfiquar. (Bayu Pamungkas)

Spesifikasi Type 730
Manufaktur : Norinco – China
Laras : Model Gatling 7 laras
Jarak tembak efektif : 3.500 meter
Kecepatan tembak (rate of fire) : 5.800 proyektil per menit
Electro Optics : OFC-3
Radar : TR-47C

Indomil. 

DS 30B REMSIG 30mm: Dibalik Kecanggihan Kanon PSU di Korvet Bung Tomo Class TNI AL

ac
Hajatan HUT TNI ke-69 pada 5 Oktober 2014 mendatang bakal dibuat seru. Dengan mengambil tempat di Surabaya, dari jauh-jauh hari pihak Mabes TNI sudah mengumandangkan bakal memamerkan full alutsista terbaru dari ketiga matra dalam program MEF (minimum essential force). Sang Tuan rumah, TNI AL di dermaga Ujung dijadwalkan akan menghadirkan defile dua dari tiga korvet terbaru yang baru didatangkan dari Inggris, yakni Multi Role Light Frigate (MRLF) atau korvet Type F2000 buatan BAE Systems Marine.
Merujuk ke beberapa lansiran berita, Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro telah meresmikan KRI Bung Tomo 357 dan KRI John Lie 358 di Dermaga Anchorline, Barrow-In-Furness, Inggris, Jumat (18/7). Setelah peresmian, kedua KRI langsung menuju Indonesia dan diharapkan bisa turut berpartisipasi memeriahkan HUT TNI ke-69 pada 5 Oktober mendatang. Sementara satunya lagi, KRI Usman Harun 359 yang penamaannya membuat Singapura meradang, dijadwalkan akan tiba di Indonesia pada akhir tahun ini juga.
Frigate mini yang tadinya pesanan AL Brunei yang dibatalkan, dan sempat diberi label Nakhoda Ragam Class ini dibekali beragam senjata yang terbilang canggih. Sebut saja ada kanon reaksi cepat Super Rapid OTO Melara kaliber 76 mm, 4 rudal anti kapal MBDA MM40 Exocet Block II, 16 rudal SAM MBDA (surface to air missile) Mica, dua peluncur torpedo triple BAE Systems kaliber 324 mm, dua kanon PSU (penangkis serangan udara) DS 30B REMSIG 30mm buatan MSI Defence, dan perangkat perang elektronik Thales Sensors Cutlass 242. Serupa dengan korvet SIGMA Class TNI AL, korvet yang kini diberli label Bung Tomo Class juga dibekali deck helipad untuk didarati heli AKS sekelas S-70B Seahawk, meski tak dibekali fasilitas hangar.
DS 30B, pada HMS_Northumberland
DS 30B, pada HMS Northumberland
PICT0277
Tampak gunner pada sisi kanan.
Tampak gunner pada sisi kanan.

Kecanggihan kanon reaksi cepat OTO Melara kaliber 76 mm, peluncur torpedo kaliber 324 mm, dan sosok rudal Mica telah kami bahas di artikel terdahulu. Nah, kini giliran kami bedah kanon PSU yang jadi andalan di Bung Tomo Class, yaitu DS 30B REMSIG kaliber 30 mm buatan MSI Defence Systems Ltd. Kanon dengan laras tunggal ini dirancang khusus untuk kebutuhan armada frigate dan kapal cepat AL Inggris (Royal Navy). Fungsi hakiki kanon ini adalah untuk menghadang terjangan roket, rudal jarak pendek, roket pelontar granat, dengan amunisi kaliber besarnya, DS 30B pun afdol untuk melumat sararan udara yang terbang rendah. Dalam misi tempur jarak dekat, keberadaan kanon jenis ini juga sangat efektif untuk memberikan tembakan ke sasaran di permukaan laut. Di Bung Tomo Class, DS 30B ditempatkan pada sisi kanan dan kiri lambung kapal.
Kanon DS 30B mengadopsi laras Bushmaster II Mark 44 buatan Alliant Techsystems. Agar lebih awet dalam operasional, laras dilapisi bahan chromium untuk memperpanjang usia pakai. Amunisi yang digunakan mulai dari standar GAU-8 Avenger yang dilengkapi API (Armor-Piercing Incendiary), HEI (High-Explosive Incendiary) and APFSDS-T (Armor-Piercing Fin-Stabilized Discarding Sabot-Tracer). Dengan mengganti laras dan beberapa komponen kunci, dimungkinkan kanon DS 30B untuk menembakkan proyetil kaliber 40 mm. Dalam versi lain, DS 30 dapat ditambahkan teknologi SIGMA (Stabilized Integrated Gun Missile Array), yakni integrasi dua rudal SAM MANPADS pada pangkal laras, diantaranya pilihan rudal Starburst atau Mistral.
img20070801175354601
img20090219033708827
Lalu bagaimana dengan fire power DS 30B? Dengan jarak tembak maksimum 10.000 meter, kanon dapat mengumbar 650 proyektil dalam hitungan satu menit. Kecepatan luncur proyektil mencapai 1.080 meter per detik. Sudut elevasi vertikal laras maksimum 65 derajat hingga -20 derajat. Amunisi ditempatkan dalam cartridge yang berisi 160 peluru. Secara keseluruhan, bobot kanon termasuk dengan amunisi mencapai 1,2 ton.

Sistem Sensor dan Kendali
Meski berbeda dengan model kanon CIWS (close in weapon systems), DS 30B juga dapat dikendalikan secara otomatis dengan mengandalkan perangkat sensor Radamec 2500 yang modulnya terpasang di atas anjungan. Sejatinya, DS 30B dapat dikendalikan secara hybrid, selain pengendali lewat remote otomatis, kanon juga dapat dioperasikan secara manual, pasalnya bagian samping DS 30B terdapat kompartemen bagi juru tembak (gunner). Pola operasi secara hybrid sudah barang tentu dapat bermanfaat tatkala sistem elektronik pada kapal mengalami masalah.
KRI Bung Tomo 357, KRI John Lie 358, dan KRI Usman Harun 359.
KRI Bung Tomo 357, KRI John Lie 358, dan KRI Usman Harun 359.

Sebenarnya TNI AL sudah memiliki kanon yang jenisnya serupa dengan DS 30B, yakni Oerlikon CGM-B01 kaliber 30 mm, bedanya kanon ini punya laras ganda. Oerlikon CGM-B01 merupakan senjata utama bawaan pada KRI Badau 841 dan KRI Salawaku 842, dua kapal eks AL Brunei Darussalam. Oerlikon CGM-B01 juga dapat dioperasikan secara hybrid, hanya saja karena hibah, sistem remote dan sensor tidak didapat pada saat kapal diterima, alhasil Oerlikon CGM-B01 hanya dapat dikendalikan secara manual. Hingga kini, KRI Badau dan KRI Salawaku menjadi jenis kapal tercanggih di armada Satuan Kapal Patroli (Satrol) TNI AL.
Radamec 2500
Ini merupakan perangkat sensor electro optic weapon director. Radamec 2500 diperkenalkan pada tahun 1995. Di dalam modul Radamec 2500 terangkum beberapa sensor, seperti Sea Archer 30, FLIR (forward looking infra red), TV, eye safe high, dan PRF laser radio frequency. Hasil pencitraan dari Radamec 2500, selanjutnya dituangkan dalam dual imaging sensor yang terdapat di dalam PIT (pusat informasi tempur). Bagi operator pengendali, dapat dilakukan monitoring dan eksekusi tindakan lewat joystick. Selain juga didukung layar monitoring dengan asupan teknologi touch screen.
Radamec 2500
Posisi peragkat Radamec 2500 pada Korvet Bung Tomo Class.
Posisi peragkat Radamec 2500 pada Korvet Bung Tomo Class.
Remote operator console DS 30B.
Remote operator console DS 30B.

Radamec 2500 dapat di setting dengan multi mode auto tracker, lima sasaran dapat dipantau sekaligus dari jarak 18.000 meter. Radamec 2500 dirancang untuk dapat mengendalikan dua kanon DS 30B. Selain Indonesia, AL Australia dan AL Malaysia sudah lebih dahulu mengenal teknologi Radamec 2500, diantaranya sudah terpasang pada frigate Lekiu Class. (Gilang Perdana)
Spesifikasi DS 30B REMSIG 30 mm:
  • Negara asal : Inggris
  • Kaliber : 30 mm
  • Jarak tembak maksimum : 10.000 meter
  • Kecepatan luncur proyektil : 1.080 meter per detik
  • Sudut elevasi laras : -20 sampai 65 derajat
  • Kecepatan tembak : 650 proyektil per menit
Indomil.

Sudah Sampai Mana Proyek Jet Tempur Made in Bandung? Ini Kata PTDI


http://images.detik.com/content/2014/08/09/1036/ifxkfxtwinsyster_130416_bs.jpg
PT Dirgantara Indonesia (PTDI) sedang mengembangkan asli dua tipe pesawat karya anak bangsa. Pesawat yang dirancang adalah untuk angkutan penumpang dan keperluan tempur. Lantas bagaimana kelanjutan proyek pesawat terbang itu? Direktur Teknologi dan Pengembangan PTDI Andi Alisjahbana menerangkan pesawat penumpang tipe N219 baru siap diperkenalkan ke publik (roll out) pada awal tahun 2015. Tiga bulan berikutnya atau sekitar bulan Maret, N219 akan menjalani uji coba terbang perdana (first flight).
“Roll out awal 20015. Itu 2-3 bulan habis roll out baru first flight,” kata Andi saat acara RITECH Expo 2014 di Kantor BPPT Jalan MH Thamrin Jakarta, Sabtu (9/8/2014).
Setelah uji terbang, N219 baru bisa memperoleh sertifikasi dari Kementerian Perhubungan selaku regulator. Sertifikasi ditargetkan paling lambat keluar pada Februari 2017. Sertifikasi ini penting sebagai syarat untuk produksi massal. Andi membenarkan sampai sekarang, Indonesia belum mempunyai pesawat asli buatan lokal yang lolos uji sertifikasi dari Kemenhub.
“N250 nggak bisa diproduksi karena belum disertifikasi,” jelasnya.
N219 merupakan pesawat baling-baling canggih karya putra-putri bangsa. Pesawat ini mampu membawa penumpang dan barang lebih banyak dibandingkan pesawat sejenis seperti Dornier 228-202. Pesawat Dornier ini telah dipakai oleh maskapai Susi Air. Pesawat N219 juga dibandrol jauh lebih murah ketimbang Dornier namun memakai teknologi kokpit terbaru.
“Kita targetnya ingin US$ 4,5 juta. Dornier baru dibeli seharga US$ 8 juta,” ujarnya.
Sedangkan untuk pembuatan pesawat tempur, PTDI bersama Kementerian Pertahanan RI dan Korea Selatan memasuki tahap Engineering Manufacturing Development. Proses EMD dimulai tahun ini dan berlangsung hingga 10 tahun ke depan. Proses akhir EMD ini adalah sertifikasi pesawat Korean Fighter Xperiment/Indonesia Fighter Xperiment (KFX/IFX). “Ini kita mulai tahun ini dan baru selesai 2025,” katanya.
Andi membenarkan proses EMD sempat tertunda karena adanya beberapa persoalan. Salah satunya adalah perbedaan permintan single engine (permintaan Korsel) dan double engine (permintaan Indonesia).
Akhirnya disepakati bawah KFX/IFX akan memakai double engine. KFX/IFX merupakan pesawat generasi 4.5. Pesawat ini memiliki teknologi di atas F16 dan F18 namun di bawah pesawat F 22 dan F35. Pesawat ini paling tidak memiliki teknologi anti radar meski tidak secanggih pesawat F22 atau F35.
“Generasi 5 dia pakai teknologi tidak bisa dideteksi radar. Banyak teknologi yang dipakai sehingga nggak bisa dideteksi radar. Generasi 4.5 mendekati ke sana, tapi nggak secanggih itu,” paparnya.(finance.detik.com)

JKGR. 

Panglima TNI: Malaysia Tak Bongkar Suarnya, TNI yang Bongkar

 
Saya sudah melintas dari udara, Sambas sangat strategis, dan TNI akan membangun bandara liku seluas 750 meter menjadi 2.500 meter.

Panglima TNI Jenderal Moeldoko menegaskan, institusinya berkomitmen akan membangun daerah perbatasan di Temajuk, Kecamatan Paloh, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat.
“Kita telah bahas rencana  pembangunan pangkalan militer. Baik itu laut, darat, dan udara yang proporsional bersama Gubernur Kalimantan Barat dan Bupati Sambas di Jakarta,” kata Moeldoko seperti tertulis dalam keterangan yang diterima Liputan6.com, Sabtu (9/8/2014).
Moeldoko berada di Temajuk Jumat 8 Agustus 2014. Dia menegaskan, kedatangannya untuk dua alasan. Pertama, TNI ingin menguatkan apa yang akan dibangun di Kabupaten Sambas. Kedua, TNI ingin membangun kemajuan ekonomi masyarakat.
“Kehadiran TNI dapat membantu kesejahteraan masyarakat, baik membuat sekolah, tempat ibadah, maupun infrastruktur melalui program sosial,” ungkapnya.
Sambas, kata Moeldoko, merupakan daerah yang strategis. Karena itu, TNI akan membangun pangkalan militer. “Saya sudah melintas dari udara, Sambas sangat strategis, dan TNI akan membangun bandara liku seluas 750 meter menjadi 2.500 meter, sehingga masyarakat kabupaten Sambas tidak lagi jauh untuk lintas udara,” ujar Panglima TNI yang disambut tepuk tangan masyarakat.
Moeldoko menambahkan, “untuk pangkalan militer angkatan darat dan laut, karena pangkalan angkatan laut telah kita usulkan di Temajuk, tentunya nanti nelayan tidak perlu khawatir lagi melaut.”
Terkait pancang suar yang dibangun Malaysia di perairan Indonesia, hingga saat ini sudah dua kali ada pertemuan antara Indonesia dan Malaysia. “Saya tegaskan, jika Malaysia tidak mau bongkar, maka kami TNI yang akan membongkarnya,” tegas Moeldoko.
Untuk pembangunan pendidikan, “kita akan liat sekolah apa yang akan dibangun. Anggarannya dari Kementrian Pendidikan. TNI akan membantu kemajuan pendidikan sehingga daerah tersebut berkembang,” ujar Moeldoko.
“Berdasarkan hasil rapat bersama Menteri Pendidikan, pada kurikulum baru TNI khususnya akan memberikan pendidikan untuk disesuaikan, makanya pada kunjungan ini kami mengikutsertakan Dirjen Pendidikan,” jelasnya.
Pimpinan TNI akan menempatkan personelnya yang telah menyelesaikan pendidikan di perbatasan. Tujuannya agar mereka bisa lebih baik.
“Jika ada anak-anak kita yang ingin menjadi TNI, silahkan menghubungi Babinsa atau Kapolsek, ajarkan bagaimana cara untuk masuk TNI, begitu juga ingin masuk Polri, karena tujuan kita ingin mencari anak Indonesia yang lebih baik, dan kita akan memprioritaskan masyarakat setempat,” ujar dia.
Peningkatan pengawasan daerah perbatasan menjadi penting bukan hanya untuk mencegah terjadinya konflik dengan negara tetangga, tapi juga terkait kondisi di kawasan Laut China Selatan yang situasinya terus tegang setelah ada saling klaim sebagai pemilik laut strategis di dunia itu. (news.liputan6.com)

Nasib Teropong Bidik Senapan Malam buatan dalam Negeri

 
Kesiapan tempur satuan dijajaran TNI AD khususnya batalyon Infanteri dipengaruhi oleh kesiapan alut sista dan fasilitas pendukung yang dibekalkan serta profesionalisme prajurit yang dimilikinya, oleh sebab itu kemampuan alut sista dan fasilitas pendukung yang digunakan harus benar-benar diyakini kemampuannya, kehandalan dan kemudahan operasional oleh prajurit yang menggunakannya.
Rencana kebutuhan Teropong Bidik Senapan Malam (TBSM) Satuan TNI AD yang dituangkan dalam program Minimum Essential Force (MEF)  tahun 2010 s/d 2029 sebanyak 15.773 unit, untuk mengisi satuan pembangunan baru dan validasi Batalyon infanteri menjadi Batalyon mekanis. Jajaran satuan TNI AD sebagai pengguna teropong Bidik senapan malam  terdiri dari: 13 Yon Raider, 19 Yon diperkuat, 9 Yon Linud Kostrad, 9 Yon Kostrad, 1 Yon Mekanis, 1 Yon Roi 2000 dan 45 Yon Roi 2009. Untuk dapat memenuhi teropong bidik senapan malam sesuai MEF tersebut  tentu membutuhkan anggaran yang besar, oleh karena harga yang sangat mahal dan selama ini pengadaannya berasal dari produk luar negeri yang harganya minimal 8 – 9 kali  harga senapan SS2-V1.
Sementara Teropong Bidik Senapan Malam (TBSM) yang saat ini berada dijajaran satuan TNI AD baru berjumlah  973  unit (Tahun 2012),  sehingga masih kurang 14800 unit. Namun Teropng Bidik Senapan Malam (TBSM) yang ada saat ini  dijajaran satuan TNI AD belum 100%,   baru berjumlah 973 unit atau 6.2%, inipun kondisinya masih belum standar masih sangat variatif baik jenis, teknologi, maupun spesifikasinya, serta masih tidak bersifat interchangeability antara senjata satu dengan senjata lainnya. Dengan demikian,untuk memenuhi  tuntutan pengguna dilapangan, tentunyaTeropong Bidik Senapan Malam (TBSM) harus dapat memenuhi kriteria spesifikasi teknis yang diinginkan oleh pengguna, yang disesuaikan juga dengan jenis senjata yang dimiliki oleh satuan TNI AD (Produk PT.Pindad).
Namun teropong bidik senapan malam yang ada saat ini belum memenuhi kebutuhan  ditinjau dari aspek taktis dan teknis sesuai tuntutan dan kebutuhan prajurit dilapangan. Tuntutan dan kebutuhan tentunya harus disesuaikan dengan senapan serbu standar yang dimiliki TNI AD.
TBSM 2
Instrumentasi optik dalam hal ini TBSM (night vision riflescope) merupakan instrumen yang memungkinkan pemakainya melihat dalam keadaan gelap di malam hari, di dalam hutan, dengan hanya diterangi temaramnya cahaya bintang di langit. Instrumen semacam ini akan sangat diperlukan pada keadaan dimana daya lampu dan cahaya tidak dimungkinkan, atau tidak diizinkan. Misalnya untuk keperluan militer, dalam melaksanakan operasi malam hari, adanya cahaya harus dihilangkan sedapat mungkin, untuk tidak membahayakan keselamatan sendiri. Secercah cahaya yang sesuram apapun, harus dimanfaatkan untuk mengendarai kendaraan-kendaraan militer, untuk membidik dan menembak atau bahkan untuk melihat keadaan di tempat yang jauh.
Tidaklah mengherankan bahwa instrumen yang sangat penting ini bagi keperluan militer, mendapatkan perhatian khusus di negara-negara maju, misalnya angkatan bersenjata Amerika Serikat telah menggunakan biaya yang sangat besar untuk memenuhi alat-alat night vision ini. Jenis-jenis instrument ini sampai sekarang masih merupakan produk-produk teknologi tinggi dalam peralatan-peralatan militer.
Instrumen-instrumen ini tentu saja sangat mahal, tapi walau bagaimanapun, alat instrument ini merupakan suatu peralatan yang tak boleh ketinggalan, dilain pihak kemampuan dan ketersediaan di dalam negeri memungkinkan perancangan dan pembuatan instrument-instrumen seperti ini. Dari permasalahan di atas maka sejak 2012 Balitbang Kemhan melaksanakan rancang bangun teropong bidik senapan malam agar dapat diproduksi di dalam negeri. Untuk itu diperlukan sinergitas stake holder termauk KKIP dalam mendukung dan mengawasi kemandirian alutsista dalam negeri sehingga tidak mendatangkan dari luar negeri.
TBSM
Pada tahun 2011 melalui program PKPP Kemenristek dilakukan rancang bangun TBSM oleh Balitbang Kemhan dan dibantu tenaga ahli dari PT. Pindad dan salah satu Intitut di Bandung. Dilakukanlah beberapa studi agar bisa menguasai teknologi seperti Manufaktur, Lensa, Image Intenfier, dan Elektronik). Setelah melakukan studi dan penelitian, hingga kini sudah tidak ada kabar lagi terkait pengembangan tersebut. Semoga dana penelitian tersebut tidak dijadikan ajang memperkaya kantong pribadi. 
Berbeda dengan Balitbang Kemhan, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sudah sejak 2010 membuat TBSM yang dibuat oleh para ahlinya di Pusat Penelitian Kalibrasi, Instrumentasi, dan Metrologi (Puslit KIM) LIPI. Menurut Ahmad Harimawan, Peneliti Instrumentasi di Puslit KIM LIPI, TBSM ini dirancang khusus untuk membidik/menembak tepat dan pengamatan pada malam hari. TBSM ini terdiri dari rumah utama (housing) yang didalamnya terpasang unit lensa objektif, Image Intensifier generasi 2 yang digabungkan dengan sumber tegangan, dan unit Ocular. Alat ini memiliki kemampuan untuk melihat obyek yang berada pada sumber cahaya yang sangat minim sekalipun, pemakai dapat melihat dan mengamati sasaran tanpa menggunakan bantuan cahaya buatan sehingga tidak mudah terdeteksi oleh musuh.
TBSM ini terutama dirancang untuk digunakan pada senapan infantri TNI seperti type SS1 yang sudah diproduksi 120 unit untuk digunakan di Papua pada thn 2004 dengan senapan mesin dan adaptor yang sesuai. Kalau untuk kalangan Sipil digunakan untuk survey dan penelitian pada waktu malam hari. TBSM sudah teruji kehebatannya. Kemampuan jarak pandang tergantung cuaca alam sekitar. Mis. Kalau ada binatang, bisa dideteksi hingga 300 meter.
LIPI juga sudah membuat Teropong Bidik Siang, dan saat ini sedang mengembangkan teropong bidik generasi keempat yang sudah dibuat para ahli di Puslit KIM LIPI. Generasi pertama dari Teropong Bidik Malam ini, sudah terbukti ketangguhannya ketika TNI berperang melawan Fretlin di Timor-Timur. Yang membanggakan, lensa optik yang digunakan pada TBSM ini benar-benar dibuat sendiri oleh para ahli LIPI.
“Kualitasnya pun sudah sejajar dengan alat yang diimpor dari luar negeri, diantaranya: -Tahan udara lembab dan kedap air (standard spesifikasi militer), -Tahan terhadap getaran tembakan 500 butir peluru (perubahan kedudukan fisir/titik bidik maksimum 1 klik). TBMS juga dapat digunakan dengan dipegang langsung atau dengan tripod. Dan yang terpenting lagi, dari aspek kemampuan SDM, kita kuat”, tegas Harimawan.
Namun menurut Harimawan, TBSM masih mempunyai kelemahan, yaitu tidak mampu menembus kabut Hal ini akan terus dicari solusinya oleh para ahli LIPI. Kendala lain yang ditemui para ahli kita di LIPI selama mengembangkan TBSM ini, diantaranya kenadala teknis dan juga sosialisasi dari pengembangan industri TBSM. Untuk produksinya masih mengalami hambatan kekurangan dana, dan untuk sosialisasinya harus mengikuti prosedur/ birokrasi.

Akan ada banyak teknologi yang akan dikembangkan dalam pembuatan TBSM ini nantinya. Tentu saja, para ahli di LIPI menginginkan perkembangan ini akan menambah daya guna bagi TBSM. Akhirnya, Harimawan, mewakili para ahli di LIPI mengharapkan support dari pemerintah. Diharapkan pemerintah membentuk industri teknis untuk mensupport hasil/produk peneliti, khususnya produk Hankam. Misalnya dengan membuat Industri Strategis. Diharapkan juga Kementerian Ristek dapat mendiseminasikan iptek kepada instansi terkait untuk dapat dikembangkan lebih lanjut, supaya tidak sia-sia. Setelah bertahun-tahun, gimana dengan perkembangannya sekarang??
(Ristek.go.id dan berbagai sumber)

TNI AD Terima Peluncur Roket Baru dari Brasil

 

Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat menerima alat utama sistem persenjataan baru berupa multiple launcher rocket system atau senjata peluncur roket bernama Astros II. Senjata baru untuk Divisi Artileri Medan tersebut didatangkan dari pabrik Avibras Indústria Aeroespacial, Brasil.
“MLRS Astros II telah tiba di Pelabuhan Tanjung Priok kemarin (6 Agustus 2014), sekitar pukul 10.00 WIB,” kata Kepala Dinas Penerangan TNI AD Brigjen TNI Andika Perkasa lewat pesan pendek kepada Tempo, Kamis, 7 Agustus 2014.
Menurut Andika, Astros II yang tiba kemarin terdiri atas tiga paket, yakni satu baterai peluncur roket, amunisi roket, dan simulator peluncur roket. Ketiga paket tersebut akan segera didistribusikan ke beberapa markas TNI Angkatan Darat sesuai dengan kebutuhan.
Satu baterai peluncur roket, kata dia, akan digunakan untuk Batalyon Artileri Medan 1/Malang, amunisi roket bagi Batalyon Artileri Medan 10/Bogor, dan simulator dikirim ke Pusat Pendidikan Artileri Medan.
Andika mengatakan Astros II tiba di Indonesia lebih cepat daripada rencana semula.TNI AD, kata dia, senang karena Astros bisa dipamerkan dalam perayaan Hari Ulang Tahun ke-69 TNI yang rencananya akan digelar di Markas Komando Armada Laut Timur, Surabaya, Jawa Timur, 5 Oktober mendatang.

Astros II, Andika melanjutkan, merupakan alat utama sistem persenjataan berupa peluncur roket yang memilki mobilitas dan fleksibilitas tinggi. Musababnya, Astros II berbentuk kendaraan tempur sebesar truk yang pada bagian belakangnya menggendong peluncur roket. Rudal Astros bisa ditembakkan dari mana saja.
Kerja sama pembelian Astros II antara pemerintah Indonesia dan Brasil sudah terjalin sejak 2012. Dalam kerja sama tersebut, Kementerian Pertahanan sebagai perwakilan pemerintah meminta perjanjian alih teknologi. Perjanjian tersebut, menurut Andika, meliputi pengadaan simulator Astros II MKS, Ammunition Mobile Acclimated Depot (AV-DMMC), revalidasi roket, dan dukungan teknis pembangunan fasilitas perawatan MLRS Astros.
Sebelumnya, pada April lalu, TNI Angkatan Darat menerima senjata baru berupa 18 pucuk meriam Hyundai howitzer tarik 155 milimeter/L52 Kh-179 dari Korea Selatan. Kaliber 155 mm pada meriam ini adalah kaliber terbesar yang dimiliki TNI AD untuk meriam jenis tarik. Daya tembak meriam ini mampu mencapai jarak 30 kilometer.
Kepala Staf TNI Angkatan Darat saat itu, Jenderal Budiman, mengatakan pembelian satu unit meriam ini menghabiskan dana sekitar US$ 980 ribu pada saat kurs rupiah 9.000 per dolar Amerika Serikat.