Nama MBT (main battle tank) Leopard kembali menjadi trending topic,
setelah sosok tank buatan Jerman ini menjadi bahasan dalam debat Capres
Prabowo vs Jokowi beberapa waktu lalu. Lepas dari polemik pada
perdebatan, satu yang pasti bahwa Indonesia segera akan kedatangan tank battle proven,
menjadikan Korps Kavaleri TNI AD dapat membusungkan dada serta tampil
percaya diri diantara negara-negara tetangga, setelah selama ini
tertinggal dibanding Malaysia, Singapura dan Australia yang sudah
mengoperasikan MBT lebih dulu.
Publik di Tanah Air, khususnya di Jakarta dan Surabaya sudah diperlihatkan sosok Leopard 2A4,
tampil perdana di khalayak dalam defile HUT TNI Oktober 2013 silam,
yang dilanjutkan demo statis pada Pameran Alutsista TNI AD di lapangan
Monas. Kenyataan memang hadirnya Leopard banyak membetot perhatian,
maklum sedari Republik ini berdiri belum pernah ada tank seberat 57 ton
yang memperkuat alutsista militer Indonesia. Tapi perlu dicatat, yang
jadi maskot dari serial kedatangan keluarga Leopard bukanlah yang
diperlihatkan di lapangan Monas, masih ada yang lebih gahar dengan
desain futiristik, yakni varian upgrade dari 2A4, yakni Leopard 2A4
Revolution. Karena dibeli Indonesia, identitasnya bisa dipersingkat jadi
Leopard 2 Ri, tank ini baru tampil sekali dalam ajang Indo Defence 2012
di Kemayoran.
Pengembangan paling nyata dari Revolution adalah pada perangkat proteksinya, yang menggunakan lapisan komposit Advanced Modular Armor Protection
(AMAP). Lapisan pelindung ini terdiri atas materi nanokeramik serta
titanium dan baja alloy, yang diklaim memberikan kemampuan perlindungan
yang jauh lebih baik. Karena sifatnya yang modular alias bisa dibongkar
pasang, pengguna bisa memilih variasi kemampuan proteksi sesuai
kebutuhan, seperti untuk menangkal granat berpeluncur roket (RPG) atau
untuk peledak improvisasi (IED).
Leopard 2 A4 TNI AD
Leopard 2A4 Revolution dalam Indo Defence 2012,
Dengan sifat modularnya itu pula, seandainya lapisan proteksi itu
rusak dihajar serangan musuh, perangkat itu bisa dibongkar untuk diganti
baru. Dengan tambahan lapisan proteksi itu, ada konsekuensinya yaitu
bobot tank yang bertambah hingga menjadi lebih kurang 60 ton,
dibandingkan varian 2A4 yang sekitar 57 ton. Namun dari aspek mesin,
Revolution tetap menggunakan tipe mesin yang sama dengan 2A4 yaitu
diesel turbocharge MTU MB837 Ka501 yang berkekuatan 1.500 hp (tenaga
kuda), yang membuatnya bisa mencapai kecepatan hingga 72 km per jam di
medan yang rata. Dengan upgrade tersebut, dari segi harga
Leopard Revolution jauh lebih mahal dari varian 2A4 yaitu US$1,7 juta
per unit. Sementara varian 2A4 harganya “hanya” dipatok US$700 ribu.
Dalam proyek pengadaan Leopard, jumlah tank yang akan dikirim dari
Jerman sebanyak 153 unit, terdiri dari tank Leopard Revolution sebanyak
61 unit, tank Leopard 2A4 sebanyak 42 unit, dan sisanya tank IFV Marder sebanyak 50 unit.
Meski tampilan jauh beda, ada lagi kesamaan antara Leopard 2A4 dan
Leopard 2A4 Revolution, yakni pada senjata pamungkas, alias senjata
utama, yakni meriam L/44 smoothbore kaliber 120 mm buatan Rheinmetall.
Kemampuan meriam menjadi poin terpenting dalam MBT, mengingat inilah
penentu kemenangan dalam pertempuran. Adopsi meriam L/44 menjadi poin
penting bagi kesenjataan kaveleri TNI AD, karena L/44 juga dipakai oleh MBT M1 Abrams dari
AS, Type 90 dari Jepang, dan K1A1 dari Korea Selatan. Dengan diadopsi
oleh beberapa MBT ternama, khususnya oleh M1 Abrams, menjadikan rekor battle proven meriam ini tak perlu diragunakan lagi, ajang Perang Teluk, Perang Irak, dan Perang Afghanistan menjadi pembuktian meriam ini.
Desain pelontar granat asap dan senapan mesin kaliber 12,7 mm cukup modern, senjata ini dioperasikan secara remote.
Pertahankan Sistem Loading Amunisi Manual
Secara umum, awak Leopard terdiri dari pengemudi, komandan, penembak,
dan pengisi peluru. Ada beberapa pendapat pro dan kontra mengenai
penggunaan sistem pengisian manual versus autoloader. Pengisi peluru
memang makan tempat dalam tank yang sempit. Kecepatan pengisiannya bisa
jadi kalah dibawah sistem autoloader walaupun ini bisa dilatih
terus-menerus sampai menyamai atau melebihi kecepatan autoloader.
Sementara itu, adopsi seorang tenaga pengisi peluru bisa jauh lebih
handal ketimbang sistem autoloader yang mekanikel. Dalam skenario,
pengisi peluru sejatinya mampu memilih jenis-jenis peluru sesuai
perintah komandan, dibandingkan sistem autoloader yang menggunakan isian
yang baku, amunisi apa yang pertama masuk, maka itulah yang akan
ditembakkan berikutnya. Selain itu, dalam kondisi terjadi amunisi tidak
berhasil ditembakkan, sistem autoloader membutuhkan waktu yang lebih
lama untuk mengeluarkan peluru dari breech (pangkal laras) jika dibandingkan dengan adanya awak pengisi peluru.
Leopard 2A4 Revolution dengan meriam L/44 kaliber 120 mm.
Desain utuh laras meriam.
Beberapa varian meriam kaliber 120 mm buatan Rheinmetall untuk MBT.
Laras meriam L/44
Dalam situasi pertempuran, prosesi pengisian peluru dimulai dengan
perintah yang disuarakan oleh komandan lewat interkom. Komandan biasanya
cukup menyebut salah satu dari jenis amunisi yang diinginkan, pastinya
disesuaikan dengan jenis sasaran yang akan disikat. Contohnya “HEAT!
Sabot! DM! Pengisi peluru mengambil amunisi yang ia pilih dengan
terlebih dahulu membuka pelindung ruang amunisi dengan meneka sakelar,
dan kemudian mengambil amunisi yang diperintahkan komandan. Ia
mengisikan peluru ke dalam pangkal laras dan menunggu sampai juru tembak
atau komandan memutuskan menembak meriam.
Setelah suatu tembakan berhasil dilakukan, tutup pangkal laras akan
terbuka secara otomatis. Saat itu sisa asap mesiu memenuhi ruangan dan
mungkin membuat pusing dan mata berkunang-kunang. Tidak ada kelongsong
amunisi yang tersisa, karena hampir seluruhnya terbakar habis saat
dipantik secara elektrik, menyisakan piringan stump untuk dibuang.
Simulator kubah Leopard 2A4.
Meriam ini bisa menggunakan semua varian peluru standar NATO, dan
tank ini mampu membawa amunisi sebanyak 42 butir. 15 peluru sudah dalam
kondisi siap tembak tersimpan di kubah meriam, sementara sisanya
tersimpan di bagian dalam bodi.
Identifikasi Sasaran
Seorang komandan tank Leopard punya kemampuan untuk mengidentifikasi
sasaran dan lingkungan disekitarnya dalam segala kondisi berkat kendali
penembakkan buatan Krupp-Atlas Elektronik yang mengintegrasikan day optic
dengan sistem thermal imaging. Komandan membaca kondisi dan
mengidentikasi sasaran melalui periskop yanb berputar 360 derajat.
Setelah memilh sasaran, komandan bisa memutar kubah sampai selaras
dengan pandangan yang diidentikasi. Langkah berikutnya, komandan
menyebutkan sasaran yang di identifikasi pada juru tembak. Komandan bisa
melihat tampilan yang dilihat pada optik HZF disisi penembak, sehingga
bisa menyelaraskan perintahnya dan menghasilkan respon lebih cepat.
Setelah juru tembak menerima idetifikasi sasaran dari komandan dan
laras sudah mengarah ke sasaran, ia menempelkan wajahnya ke optik bidik
HZF yang punya dua setelan, siang dan malam. Setelah siang punya 12x
pembesaran, sementara untuk malam dengan pembesaran 4x dan 12x. Untuk
mode siang, lensanya dilengkapi filter laser sehingga tak
mempengaruhi laser beritensitas tinggi yang digunakan untuk membutakan
optik. Hebatnya, untuk mencegah kotoran menghalangi lensa di luar,
tersedia tombol cuci yang mengalirkan air untuk membersihkan lensa.
Visual sistem kendali penembakkan pada Leopard.
Kompartemen komandan,
Periskop untuk intai sasaran.
Untuk setelan malam, ada dua setingan tampilan, dengan white thermal input dan black thermal input. Dalam kondisi black thermal,
obyek yang menghasilkan panas akan berpendar dalam warna hitam,
sehingga memudahkan penembak dalam melihat sasaran. Mengidentikasi
sumber panas, bahkan dari panas tubuh manusia, menjadi hal yang mudah.
Saat juru tembak mengarahkan bidikan ke sasaran yang tertampil, laser
range finder bekerja mengukur jarak ke sasaran dan menyampaikan ke
sistem EMES-15 yang mengolah dan menyajikan data jarak serta informasi
lainnya disisi bawah tampilan sasaran.
Kemampuan laser range finder Leopard bisa mengukur sasaran
sampai jarak 9.900 meter. Masih dalam proses penembakkan, juru tembak
atau komandan tetap memfokuskan matanya pada sasaran dan terus menjaga
agar crosshair ada di tengah titik yang diberikan oleh penembakan dengan
bantuan joystick. Selagi penembak berkonsentrasi, computer
juga terus bekerja dan melakukan koreksi elevasi dan azimuth yang
dibutuhkan, terutama dalam kondisi tank sedang melaju dimana jarak
dengan sasaran tentu terus berubah. Begitu sasaran telah benar-benar
dikunci, juru tembak tinggal menekan tombol fire, dan selanjutnya amunisi 120 mm akan melesat secepat kilat menghantarkan maut ke sasaran.
Bagi Rheinmetall, keberadaan meriam L/44 dianggap cukup mumpuni untuk
menghadapi sasaran dengan jarak tembak dikisaran 2.000 meter. Ditambah
lagi, untuk kontur medan di Indonesia, jarak 2.000 meter bolehlah
dianggap cukup optimal, karena kontur dan vegetasi medan di Indonesia
nyaris tak pernah menyediakan kesempatan kontak pada jarak tersebut.
Jadi pilihan Revolution untuk tetap mengadopsi meriam L/44 kaliber 120
mm dipandang sudah tepat.
Leopard 2A4 Evolution milik Singapura, juga menggunakan meriam L/44.
Untuk tambahan daya gempur dan pertahanan diri ringan, tank yang
diawaki 4 orang ini juga dilengkapi senapan mesin berat kaliber 12,7 mm
yang dioperasikan dengan remot kontrol/RCWS (remote control weapon system)
sehingga awak tank tak perlu muncul keluar untuk mengoperasikannya.
Sepucuk senapan mesin kaliber 7,62 mm juga terpasang sejajar dengan
meriam.
Amunisi
Dirunut dari pasar di industri meriam tank, Rheinmetall
kini menjadi pemimpin dalam penjualan amunisi 120 mm. Dalam hal ini,
ternyata bukan hanya kualitas amunisi saja yang menjadikan Rheinmetall
unggul. Rheinmetall berani memberikan garansi bagi amunisi-amunisi yang
dibeli oleh konsumennya selama kondisi ideal terpenuhi. Untuk membantu
konsumen mencapai kondisi ideal, Rheinmetall mengembangkan alat pemantau
yang disebut Databox, alat ini mampu merekam segala kondisi dan
pengaruh lingkungan secara akurat, termasuk indicator warning
bila kondisi minimal tidak terpenuhi. Databox juga ditambahi sensor
kejut yang dapat mengukur apabila amunisi yang tersimpan mengalami
goncangan berlebih yang dapat mempengaruhi kondisinya saat ditembakkan.
Amunisi kaliber 120 mm.
Penempatan amunisi pada kubah.
Kompartemen penyimpanan amunisi cadangan. (dilihat dari belakang bodi).
Rheinmetall berani menjamin bahwa amunisi buatannya selalu bisa di daur ulang (recycling)
menjadi amunisi baru, tentunya dengan sejumlah tambahan biaya. Hal ini
menjadi solusi ekonomis bagi negara yang anggarannya pas-pasan. Dalam
paket Leopard 2A4 Revolution yang dibeli Indonesia, dipastikan bahwa
seluruh opsi amunisi yang diproduksi Rheinmetall akan diboyong. Sebut
saja mulai dari APFDS (armor piercing fin stabilized discarding sabot) DM33/DM43, amunisi HEAT (high explosive anti tank) seperti DM11/DM12, dan amunisi latih. (Sam)
Spesifikasi Meriam Rheinmetall L/44
Kaliber : 120 mm
Berat laras : 1.190 kg
Berat meriam keseluruhan : 3.317 kg
Panjang laras : 5,28 meter
Kecepatan luncur proyektil : 1.580 sampai 1.750 meter per detik
Jangkauan tembak maksimum : 4.000 meter dengan amunisi DM63 dan 8.000 meter dengan amunisi LAHAT