Rabu, 02 Juli 2014

Pesawat Guntei (Ki-51)



Pesawat Guntei
Pesawat Guntei merupakan pesawat jenis pembom tukik (Dive Bomber) buatan pabrik Mitsubishi, Jepang tahun 1938.   Pesawat Guntai pada eranya pernah menjadi salah satu kekuatan udara Jepang pada Perang Dunia II,         di Indonesia Pesawat Guntei pada awalnya ditemukan di Pangkalan Udara Bugis, Malang dengan jumlah 7 pesawat yang merupakan peninggalan pemerintah Jepang saat menguasai wilayah Indonesia.
Pesawat pembom yang menggunakan motor radial dengan pendingin menggunakan angin.  Pesawat tersebut berkekuatan 850 daya kuda dengan kecepatan maksimum 400 km/jam, kecepatan jelajah 265 km/jam dan kemampuan jelajah 1.722 km.
Sebagai pesawat pembom Pesawat Guntei mampu membawa bom seberat 500 kg dan dilengkapi tiga pucuk senapan mesin caliber 303.   Angkatan Darat menyebutnya "Type 99 Assault Plane".   Sekutu menyebutnya dengan "Sonia". Pertama terbang pada pertengahan 1939.  Total produksi sekitar 2.385 unit.
Karakterisitik Pesawat Guntei adalah sebagai berikut :
  • Kru Dua orang
  • Panjang 9,21 m
  • Lebar sayap 12,1 m
  • Tinggi 2,73 m
  • Wing area 24,0 m²
  • Berat kosong  1.873 kg
  • Loaded weight 2.798 kg
  • Max. lepas landas berat  2.920 kg
  • Powerplant 1 × Mitsubishi Ha-26-II 14 cylinder air  cooled radial engine, 709 kW (950 hp)
  • Kecepatan maksimum : 424 km / jam  (229 kn, 263 mph)
  • Rentang  1.060 km (574 nmi, 660 mil)
  • Layanan langit-langit  8.270 m (27.130 kaki)
  • Wing beban  117 kg / m² (23,8 lb / ft ²)
  • Daya / massa 0,24 kW / kg (0,15 hp / lb)
  • Kemampuan menanjak 5.000 m (16.400 ft)  9 min 55 sec
Pesawat dengan kode G-32 pernah digunakan dalam suatu operasi ketika melakukan penyerangan terhadap kedudukan musuh di kota Semarang.


Pesawat Guntei (Ki-51) sedang dipersiapkan terbang yang akan diterbangkan oleh Kadet Mulyono pada peristiwa penyerangan ditangsi Belanda tanggal 29 Juli 1947
Pada tanggal 10 Juni 1946, salah satu pesawat Guntei mengalami kecelakaan. Pesawat Guntei tersebut diterbangkan oleh H. Soejono dengan rute Malang-Yogyakarta.  Diatas kota Ponorogo mesin pesawat mulai “batuk-batuk” namun pesawat sampai juga ke Yogyakarta.  Sepanjang penerbangan dari Malang menuju ke Yogyakarta tercatat 6 kali pesawat Guntei batuk-batuk. Di Yogyakarta pesawat kemudian diperbaiki dengan mem­butuh­kan waktu hingga selama 4 hari dan pesawat kembali diterbangkan menuju ke Pangkalan Udara Malang.
Di atas Blitar mesin pesawat kembali bermasalah dalam pengapian (batuk-batuk).   Semakin lama semakin sering batuk-batuknya, sementara daya angkat pesawat di ketinggian semakin menurun karena powernya ikut berkurang.  Namun demikian dalam menghadapi keadaan yang terjadi, penerbang tidak berpikiran untuk melakukan pendaratan darurat.
Waktu itu pesawat berada diatas Kesamben dan Kepanjen yang bergunung-gunung serta sangat menuntut keahlian dan keberanian.   Sesaat setelah memasuki daerah Malang, Pangkalan Udara Bugis sudah kelihatan dengan ketinggian 300 meter secara mendadak mesin mati.    Berdasarkan pengalamaan dan teori yang didapat, penerbang secara berturut-turut melakukan flaps down…..switch off… sambil mencari tempat pendaratan darurat kemudian “ploftlanding”.  Pesawat mendarat dengan hentakan yang cukup keras hingga pesawat hancur, namun penerbangnya Sujono berhasil selamat.

Jasa Pesawat Guntei pada masa perjuangan bangsa dalam mempertahankan kedaulatan Negara Republik Indonesia adalah, ketika pesawat tersebut berhasil melaksanakan misi operasi udara pertama. Pesawat Guntei itu diterbangkan oleh Kadet Penerbang Mulyono pada tanggal 29 Juli 1947 untuk melancarkan pemboman ke tangsi-tangsi militer Belanda di Semarang dalam Perang Kemerdekaan RI pertama.
Sementara pesawat peninggalan Jepang lain yang digunakan secara bersamaan dengan Pesawat Guntei adalah dua Pesawat Cureng menyerang tangsi-tangsi Belanda di Salatiga dan Ambarawa. ** Pd

TNI AU. 

P-51 MUSTANG, PERINTIS TIM AEROBATIK TNI ANGKATAN UDARA



Pesawat P-51 Mustang
Proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 merupakan titik  kulminasi dari perjuangan  bangsa Indonesia, yang berarti bahwa sejak saat itu bangsa Indonesia telah menjadi negara yang berdaulat dan bebas menentukan nasibnya sendiri dalam suatu kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.  Namun pernyataan kemerdekaan yang diproklamirkan tersebut, bukanlah akhir dari perjuangan bangsa Indonesia, karena Kolonial Belanda baru mengakui kedaulatan Negara Indonesia pada 27 Desember 1949 sebagai tindak lanjut dari keputusan Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haaq, Belanda tanggal 23 Agustus - 2 November 1949 yang memaksa Pemerintah Belanda  mengakui kedaulatan Republik Indonesia Serikat (RIS).   Pengakuan kedaulatan ini kemudian ditandai dengan penyerahan kekuasaan, baik sipil maupun militer kepada bangsa Indonesia.   Salah satu fasilitas militer yang diserahkan adalah penyerahan pangkalan-pangkalan udara beserta fasilitasnya, yang dilaksanakan secara bertahap dan sebagai puncaknya adalah penyerahan Markas Besar Penerbangan Militer Belanda atau Hoofd Kwartier Militaire Luchtvaart (HKML) di Jalan Merdeka Barat Nomor 8 Jakarta Pusat kepada Angkatan Udara Republik Indonesia Serikat (AURIS) tanggal 27 Juni 1950.

Formasi Pesawat P-51 Mustang
Dengan telah diserahkannya seluruh fasilitas Militaire Luchtvaart (ML) kepada Pemerintah Indonesia, maka sejak saat itu AURI sudah memiliki kekuatan udara dengan berbagai macam jenis pesawat, diantaranya adalah pesawat tempur P-51D Mustang buatan Amerika Serikat, yang kemudian melalui Surat Keputusan KSAU Nomor 28/II/KS/51 tanggal 21 Maret 1951, P-51 Mustang ditempatkan di Skadron 3 Pemburu Pangkalan Udara Cililitan, Jakarta dan selanjutnya dipindahkan ke Lanud Abdulrachman Saleh, Malang pada 17 Juli 1962 dibawah Wing Operasional 002 Taktis.

Atraksi Pesawat P-51 Mustang pada HUT TNI Angkatan Udara 9 April 1951
P-51 Mustang adalah pesawat buru sergap jarak jauh yang sangat handal pada era perang dunia ke dua.  Mustang menjadi satu-satunya pesawat tempur yang mampu melangsungkan serangan secara mandiri maupun melaksanakan tugas pengawalan terhadap pesawat pengebom.  Karena kehandalannya, Mustang diproduksi ribuan dan digunakan oleh banyak angkatan udara, termasuk Indonesia.  Meskipun saat itu Indonesia menerima Mustang sebagai hibah dari Belanda, namun Mustang telah menjadi tulang punggung AURI dalam menjalankan berbagai operasi militer diwilayah NKRI, bahkan mustang digunakan Indonesia untuk melawan Belanda dan sekutunya dikemudian hari.

Duduk : Dono Indarto, Ramli, Ig. Dewanto Berdiri : Hamawi, Hapid, Roesmin, Leo Wattimena
Untuk mengawaki pesawat P-51D Mustang yang diserahkan tersebut, AURI mendatangkan para instruktur dari negara asal pesawat maupun instruktur-instruktur yang sebelumnya merupakan personel Militaire Luchtvaart.  Latihan yang dilaksanakan berupa penembakan udara ke darat dan dari udara ke udara, dengan menggunakan peralatan seadanya.  Melalui latihan yang terus dilakukan, maka kemampuan dan keterampilan para penerbang tempur AURI semakin meningkat, sehingga mampu membentuk satu tim aerobatik dengan menggunakan pesawat tempur P-51D Mustang.
Pembentukan tim aerobatik TNI Angkatan Udara yang pertama ini berawal dari latihan formasi pesawat yang dibimbing oleh salah satu instruktur penerbang dari Amerika Serikat bernama Leo Nooms.  Latihan yang diberikan adalah Red Race, kemudian formasi String, yaitu terbang berurutan lurus ke belakang, dengan instruktur di depan dan diikuti oleh penerbang di belakangnya.  Latihan ini dilakukan secara berulang-ulang sampai tingkat mahir.  Kemudian dilanjutkan latihan terbang formasi dengan dua pesawat, tiga sampai empat pesawat, dengan masing-masing pesawat saling berdekatan untuk melakukan gerakan bersama.  Semua latihan yang dilaksanakan dapat berjalan dengan sempurna, sehingga mendorong Leo Wattimena, Roesmin Noerjadin, Ignatius Dewanto, Mulyono, Hadi Sapandi dan Pracoyo, untuk membentuk tim aerobatik kebanggaan AURI pada waktu itu.

Moeljono, gugur ketika aerobatik di Surabaya pada 12 April 1951
Tim aerobatik P-51D Mustang berlatih disela-sela kegiatan operasi, sehingga tim ini tidak pernah muncul di depan publik, bahkan salah satu penerbangnya yaitu Mulyono, gugur dalam kecelakaan aerobatik di Surabaya dalam rangka atraksi di Kota Surabaya pada 12 April 1951.    Meskipun tim aerobatik P-51D Mustang tidak pernah tampil di depan umum dan tidak memiliki nama khusus seperti tim-tim aerobatik TNI Angkatan Udara lainnya, namun tim ini telah menjadi inspirasi bagi penerbang-penerbang AURI berikutnya untuk membentuk tim aerobatik sejenis, sehingga tim aerobatik P-51D Mustang dapat dikatakan sebagai perintis atau the pioneer dari tim-tim aerobatik kebanggaan bangsa Indonesia, khususnya TNI Angkatan Udara.

Sejak diterima AURI, berbagai operasi telah dijalankan P-51 Mustang, seperti Operasi Tegas di Sumatera pada 1955,  Operasi Sapta Marga di Medan pada 1958, Operasi 17 Agustus di Padang dan Pekanbaru pada 1958, Operasi Merdeka di Manado pada 1958, Operasi Trikora pada 1960-an, Operasi Dwikora pada 1964 dan Operasi Sambar Kilat di Kalimantan Barat pada 1966.  Pada awal tahun 1970-an pesawat P-51 Mustang atau lebih dikenal dengan julukan “Si Cocor Merah” ini dinyatakan grounded, dikarenakan usianya yang sudah tua, dan sukucadangnya yang langka.

TNI AU. 

MEF Indonesia dan Ancaman Kawasan

Kapal Induk China Liaoning yang bergerak ke Laut China Selatan (photo; PLA Navy)
Kapal Induk China Liaoning yang bergerak ke Laut China Selatan (photo; PLA Navy)

Pengamat militer, Connie Rahakundini Bakrie, berpendapat, perlu ada koreksi mendalam tentang pendekatan penyusunan Minimum Essential Force (MEF) Indonesia. Selama ini, dia menilai, pelaksanaan MEF hanya terfokus pada pendekatan anggaran yang tersedia, tidak didasarkan pada ancaman yang berkembang. Jika ini terus dilakukan, MEF tidak akan tercapai.
“Jika pengukuran MEF itu berdasarkan ancaman, artinya angkanya harus berubah tiap tahun. Ancaman kita 10 tahun lalu, ancaman kita 5 tahun lalu, dengan ancaman kita hari ini, kan sudah berubah,” ucap Connie.
Ia menjelaskan, dinamika ancaman kawasan saat ini sudah cukup kompleks. Oleh karenanya, penegasan terhadap paradigma outward looking TNI yang sudah dicetuskan sejak reformasi 1998, perlu segera diwujudkan, tidak sekadar wacana di atas kertas.
“Seperti ada ancaman ketika Tiongkok menetapkan kebijakan green water policy. Green water policy Tiongkok akan masuk sampai pada Selat Malaka. Dan blue water Tiongkok akan masuk sampai Samudera Hindia. Kalau kita mengukur MEF dari ancaman tersebut, seharusnya sudah berubah hitungan MEF dari Kemhan hari ini,” katanya.
Untuk matra laut, Connie berpandangan, Indonesia setidaknya memerlukan 755 kapal perang KRI, 4 buah kapal induk, dan 22 kapal selam. Kebutuhan ini untuk melindungi kepentingqan Indonesia, minimum hingga 60 tahun mendatang.
“Visi MEF saya bagaimana melindungi kepentingan Indonesia minimum 60 tahun mendatang. Visi MEF hari ini itu per 10 tahun, susah. Itu cara perhitungannya berbeda,” cetus Connie.
Dia melihat kemunduran cara berpikir dalam paradigma pembangunan pertahanan Indonesia sekarang. Salah satunya, masih dominannya orientasi pertahanan darat. Seharusnya, jika sejalan dengan doktrin outward looking military, arah penguatannya ada pada matra laut dan udara.
“Paradigma pertahanan kita juga terlalu berorientasi kepada daratan. Cara kita menetapkan ancaman kita juga dari darat. Kenapa kita tidak seperti zaman nenek moyang kita dahulu, seperti kerajaan Ternate dan Tidore misalnya? Mereka melihat ancaman itu dari laut. Makanya kenapa dulu kekuatan maritim kita bisa sampai ke Madagaskar. MEF kita zaman sekarang kalah dengan MEF kita zaman Tidore. Cara berpikir kita sekarang benar-benar mundur,” pungkasnya. (Anwar Iqbal / Arif Giyanto / Jurnalmaritim.com).

Kemampuan Kapal Perang Indonesia

 
Rudal pertahanan anti-udara VL Mica MBDA
Rudal pertahanan anti-udara VL Mica MBDA

Menarik untuk dicermati kehadiran KRI Bung Tomo class dengan senjata yang diusungnya, diantaranya adalah rudal exocet MM 40 blok II dan rudal MBDA Mica. Rudal exocet merupakan salah satu rudal yang cukup legendaris dan terbukti battle proven. Beruntung kita memilikinya.
Dengan diadopsinya rudal VL Mica pada KRI Bung Tomo class, merupakan era baru SAM tipe VLS pada jajaran KRI kita, mengingat selama ini KRI kita dipertahankan dengan SAM tipe manual.
Seperti kita ketahui duel laut yang terjadi dalam konflik besar dunia mulai dari Perang Dunia sampai Perang Malvinas, Perang Teluk, dan lain-lain, tidak melulu melibatkan duel antar kapal perang, atau antar kapal perang dengan kapal selam saja, tapi juga melibatkan peran udara.
Seperti dalam Perang Malvinas, serangan Argentina terhadap Inggris didominasi dengan Pesawat tempur. Kala itu Argentina cukup sukses menenggelamkan beberapa kapal Inggris dengan pesawat tempurnya menggunakan rudal AM 39 Exocet.
Bagaimana kondisi KRI kita, seperti telah banyak diulas, memang kondisi KRI kita cukup miris dalam hal arsenal pertahanan udara. Dari 140-an KRI kita, saat ini perlindungan SAM tercanggih dimiliki oleh KRI Diponegoro class dengan SAM Mistral dengan jangkauan 5-6 km, hanya efektif untuk menghancurkn helikopter.
KRI DIPONEGORO 365 - Rudal Mistral TETRAL (photo: Fay Aldrian)
KRI DIPONEGORO 365 – Rudal Mistral TETRAL (photo: Fay Aldrian)

Cukup mnggembirakn dengan hadirnya SAM Mica, dengan tipe VLS-nya yang artinya memberikan perlindungan udara hingga 360 derajat dan jangkauan lebih jauh yaitu 25 km.
Meskipun sebenarnya adopsi SAM tipe VLS pada KRI kita cukup terlambat dibanding tetangga jiran kita Malaysia dan Singapura. Bahkan SaM VLS yang dimiliki Kapal Perang Singapura tipe Formidable lebih inferior dengan jangkauan 60 km.
Dari penjabaran tersebut, jika Kapal perang kita melayani duel kapal perang tentu masih bisa dijawab dengan Yakhont kita. Dengan jangkauan hingga 300 km, menjadikan angkatan laut kita mnjadi paling inferior di kawasan Asia Tenggara.
Tapi bila skenario perang yang terjadi harus melawan pesawat tempur yang menggotong rudal anti kapal jarak jauh dan dalam kondisi tanpa perlindungan Angkatan Udara, maka Kapal perang kita bisa menjadi bulan-bulanan. Apalgi banyak kapal perang kita tanpa perlindungan CIWS (close-in weapon system) yang merupakan tameng udara terakhir pada Kapal Perang.
Rheinmetall Millenium 35mm CIWS
Rheinmetall Millenium 35mm CIWS

Dengan muntahan peluru hingga 5000 butir/menit dan jangkauan maksimal hingga 8 km, CIWS cukup bisa diandalkan melawan rudal yang mendekat. Bahkan Rusia pun memasang hingga 4 CIWS pada frigate mereka. Tapi kalau yang dihadapi adalah rudal anti kapal canggih dengan kecepatan supersonic seperti Yakhont atau Brahmos, alamat mati tanpa bisa mengelak, karena rudal canggih sekelas Brahmos atau Yakhont diketahui mmiliki lintasan yang unik dan rumit sehingga sulit untuk ditangkal. Apalagi rencana akuisisi rudal brahmos tipe peluncuran udara pada Sukhoi Malaysia merupakann ancaman yang nyata pada Angkatan Laut kita.
Maka penting untuk kedaulatan NKRI perlu mnghadirkan arsenal terbaik. Mengingat geopolitik kawasan yang semakin hangat. ‘Jalesveva Jayamahe’, ‘Di Lautan Kita Jaya’. Salam. (by: Runo_art)

TNI AL Beli 2 Kapal Prancis


Model Kapal OSV pesanan TNI AL, ke galangan kapal OCEA SA, Prancis (photo: OCEA SA)
Model Kapal OSV pesanan TNI AL, ke galangan kapal OCEA SA, Prancis (photo: OCEA SA)

TNI AL telah memesan 2 kapal baru, Offshore Support Vessel (OSVs) 60 meter dari Prancis, melalui perusahaan galangan kapal OCEA SA, ujar Kabaranahan Kemenhan Laksda Rachmad Lubis, 26/06/2014.
Kontrak senilai 100 juta USD telah ditandatangani pada bulan Oktober 2013, setelah tercapainya negosiasi antara perwakilan pemerintah Indonesia dan Prancis.
“Perusahaan Korea Selatan ikut partisipasi dalam tender. Namun setelah meninjau kembali kemampuan kapal yang dibutuhkan, termasuk teknologinya yang harus ada di kapal, maka kami memutuskan untuk membeli buatan Prancis”, ujar Laksda Lubis, dalam kunjungannya ke galangan kapal di Les Sables d’Olonne, tempat dua OSVs Indonesia dibangun.
TNI AL berencana mempersenjatai kapal ini dengan satu senjata kaliber 20 mm dan dua senjata mesin kaliber 12,7 mm, untuk melindungi kapal ini dalam menjalankan misi maritime surveillance dan pemetaan wilayah bawah laut (oceanographic).
“Kapal ini akan menutup gap dalam memetakan wilayah bawah laut (underwater terrain) Indonesia”, ujar Laksda Rachmad Lubis. Data Topografi bawah laut Indonesia perlu di-update dan data tambahan yang akan dikumpulkan kapal ini, akan sangat membantu, dikaitkan tugas pertahanan TNI AL.
Menurut pabrik pembuatnya, kapal OSVs 500 ton ini akan memiliki top speed 16 knot yang mengakomodasi 30 kru dan 6 tambahan penumpang.
Kolonel Budi Purwanto, selaku kepala kantor oceanographic dan hydrographic TNI AL mengatakan, kapal tersebut akan dilengkapi sensor yang mampu memetakan wilayah laut hingga kedalaman 6000 meter. Menurutnya, kapal ini juga akan dilengkapi kemampuan anti-kapal selam, meski tidak ada informasi detil tentang itu.
Sekelompok personnel TNI AL dijadwalkan tiba di Les Sables d’Olone, Prancis, pada Juli 2014, untuk mengikuti training dan pengenalan kapal selama Lima minggu.
Kapal OSV dijadwalkan akan diserahkan ke Indonesia pada Januari 2015 dan kapal kedua dijadwalkan September 2015.
Pembelian kapal Maritime survellance dan pemetaan wilayah bawah laut ini, menunjukkan TNI AL sedang meningkatkan usahanya untuk memetakan wilayah bawah laut Indonesia yang merupakan negara kepulauan, juga untuk meningkatkan kemampuan perang bawah laut mereka.
Armada bawah laut Indonesia saat ini termasuk dua kapal selam Cakra Type 209/1300-class yang aktif tahun 1981. Status operasional kapal ini, tidak diketahui. Sejumlah kapal selam modern akan bergabung dengan TNI AL, termasuk 3 kapal selam Chang Bogo Class yang bergabung tahun 2018, sehingga TNI AL membutuhkan data topografi bawah laut Indonesia, yang lebih detil. (Janes.com).

Selasa, 01 Juli 2014

JASGU Korps Marinir: Rantis Amfibi Made in Indonesia

jasgu v3
Sejak era 90-an, demam kendaraan taktis (rantis) sekelas jeep mulai melanda beberapa satuan TNI. Tak hanya untuk kebutuhan misi tempur, melainkan juga untuk tugas serba guna. Terlebih lagi setelah beberapa rantis berhasil diproduksi di Dalam Negeri. Sebut saja seperti varian Komodo dari Pindad untuk beberapa satuan TNI AD, P3 Cheetah Kopaska TNI AL, dan DMV-30 T/A yang dipakai Detasemen Bravo Paskhas TNI AU. Tapi jauh sebelum nama-nama rantis tadi lahir, justru sudah hadir duluan sosok rantis yang diberi label JASGU (Jeep Amfibi Serba Guna).
JASGU terbilang rantis yang banyak dibicarakan orang, pasalnya rancang bangun dan produksi ya memang hanya melibatkan SDM lokal. Menilik dari sejarahnya, JASGU adalah buah karya dari Citro Subono, perwira Marinir yang saat itu (tahun 2003 – 2004) berpangkat Kapten dan menempati posisi sebagai Komandan Kompi C Batalion Angkut Bermotor 1, Surabaya. Kiprah Citro bersinar setelah berhasil menjurai Lomba Karya Cipta Teknologi dalam rangka HUT TNI tahun 2003. Tidak tanggung-tanggung, Citro berhasil menelurkan tiga jenis prototipe JASGU. JASGU versi pertama dengan bobot mini, yakni 250 kg dipersiapkan untuk misi intai serbu. Demikian juga dengan JASGU versi kedua, hanya dimensi dan bobot lebih besar.
Hasil karya selanjutnya, JASGU versi ketiga adalah yang paling bersinar dan terbilang sukses, karena kerap dipamerkan dalam beragam parade yang melibatkan korps baret ungu ini. Bagi Anda warga Jakarta, rantis JASGU versi ketiga sudah sempat ditampilkan dalam event Pekan Raya Jakarta tahun 2005 silam. JASGU memang bukan rantis anyar, tapi hasil karya anak bangsa ini patut diacungi jempol, apalagi rantis ini tidak mainstream seperti halnya rantis satuan-satuan TNI lainnya. Dan berikut profil singkat beberapa varian JASGU.

JASGU versi Satu
Rantis ini menggabungkan konsep jip dengan speed boat. Secara teknis, JASGU versi pertama ini menggunakan mesin Mitsubishi 4A30 turbo intercooler 1.300 cc DOHC 20 valve. Wahana hybrid dengan bobot 250 kg ini mampu mengangkut empat pasukan dengan kecepatan di darat 80 km per jam dan kecepatan di air 25 km per jam.
Namanya juga versi prototipe pertama, JASGU 1 suspensinya dinilai terlalu ringan, body nya pun terlihat ringkih untuk kebutuhan taktis. Menghadapi medan berat, bagian perut kerap menggesek tanah karena ground clearance terlalu pendek, alias ceper. Suspensi per spiral juga dianggap tidak ideal untuk operasi.
JASGU 1
JASGU 1
jasgu1

jasgu11
JASGU Versi Dua
Belajar dari kelemahan di versi pertama, Citro kemudian membangun kembali JASGU 2 dengan bagian bawah dibuat seperti perahu. Lahirlah JASGU 2 dengan penggerak mesin Mitsubishi Evo 1.800 cc, ditambah mesin Mitsubisdi L-300 2.500 cc. Jika di darat, JASGU 2 menggunakan mesin Mitsubishi Evo. Sementara bila terjun ke air, mesin diesel Mitsubishi L-300 yang bekerja. Kecepatannya menyamai kecepatan tank amfibi, yang rata-rata 10 kilometer per jam atau sekitar 7 knot.
Tapi daya apung JASGU 2 masih dinilai payah. Ruang mesin yang penuh membuat tabung apung menjadi minimal, sehingga hanya mampu mengangkut empat serdadu tanpa ransel. Meski belum sempurna, JASGU 2 kerap mengikuti parade TNI Angkatan Laut. Tampilan yang mirip mobil, tidak beda dengan kendaraan pada umumnya.
JASGU 2
JASGU 2 dilengkapi senjata FN MAG GPMG kaliber 7,62 mm
4583020384_f3a21e4f5d_z
jasgu v2
JASGU Versi Tiga
Setelah JASGU 2 malang melintang, mulai ada perhatian dari kesatuan tempat Citro berdinas. Citro pun dipercaya membuat JASGU 3, dengan ukuran lebih gede. Dia mendapat bantuan Rp200 juta. Desain JASGU 3 mengambil inspirasi dari kendaraan amfibi yang sudah ada, yakni DUKW alias DUCK, truk amfibi berpenggerak enam roda yang dikembangkan AD AS pada era Perang Dunia II. DUKW digunakan secara luas dalam pendaratan di Pasifik, Afrika Utara, dan Normandia. JASGU 3 dikerjakan enam orang sipil dan dua Marinir anak buah Citro, dalam tiga bulan JASGU 3 pun kelar. Rantis ini jauh lebih andal dan kokoh. Berat total 3.700 kg. Panjang 648 cm, lebar 200 cm, tinggi 243 cm, dengan jarak dari tanah 46 cm. Jarak antar sumbu roda mencapai 365 cm.
JASGU 3 juga mengadopsi mesin diesel Mitsubishi PC Canter 4.300 cc. Kini, di darat, JASGU 3 sanggup berlari 105 kilometer per jam. Bentuk dasarnya yang mirip kapal kerap membuat orang heran. Di air, JASGU 3 bisa melaju 25 kilometer per jam atau setara 15 knot. Untuk keselamatan, JASGU 3 juga dilengkapi dua pompa air, yang berfungsi mengeluarkan air yang masuk secara otomatis.
DUKW, sebagai inspirasi lahirnya JASGU 3
DUKW, sebagai inspirasi lahirnya JASGU 3
an-american-dukw-an-amphibious-truck-rolls-through-sainte-marie-du-mont-photo-310440-s-1280x782
Dari sisi kinerja, JASGU 3 membutuhkan 10 liter Solar untuk sejam perjalanan dengan kecepatan standar, 20 kilometer per jam. Di darat, dengan satu liter solar dapat menempuh jarak 8 kilometer, dengan kecepatan rata-rata 60 kilometer per jam.
“Saya berharap, JASGU bisa menjadi kendaraan serba guna. Enak untuk tempur dan dikendarai,” kata Citro. Karena punya tongkrongan yang besar, maka tak sulit bagi JASGU 3 untuk dipasangi dudukan berbagai senjata, seperti SMB (senapan mesin berat) M2HB kaliber 12,7 mm, pelontar granat otomatis AGL40, hingga senapan runduk (untuk sniper) dengan kaliber besar.
JASGU 3 dalam parade HUT TNI, tampa ditumpangi senjata andalan Sniper NTW20.
JASGU 3 dalam parade HUT TNI, tampa ditumpangi senjata andalan Sniper NTW20.
Guna meladeni medan off road, JASGU 3 dibekali winch.
Guna meladeni medan off road, JASGU 3 dibekali winch.
12839126648645918811405
http://www.antarafoto.com/dom/prevw/grab.php?id=1223979184
Dia mengaku mendapat ide mencipta JASGU ketika bertugas di Batalyon Angkutan Bermotor I Marinir, Karang Pilang, Surabaya, sejak 1997. Ia terusik ketika melihat perahu bot ditarik jip menuju pantai. “Kenapa tidak digabungkan saja,” tuturnya. . Kabarnya saat itu tengah direncanakan untuk mengembangkan prototipe keempat dengan versi komando/komunikasi. (Dikutip dari berbagai sumber)

Spesifikasi JASGU 3
Panjang : 648 cm
Lebar : 200 cm
Jarak sumbu roda : 243 cm
Ground clearance : 46 cm
Berat : 3,7 ton
Kru : 2
Penumpang : 6 personel
Daya angkut : 750 kg
Kecepatan di darat : 105 km per jam
Kecepatan di air : 25 km per jam
Mesin : Mitsubishi PS Canter 4.300 cc

Kisah Merah Putih di MBT Leopard

Roll out MBT Leopard Republik Indonesia yang dihadiri High Level Commitee Delegation telah diselenggarakan di fasilitas Rheinmetall GmbH di Unterlüß Jerman pada 23 Juni 2014 baru lalu. Pada acara tersebut diserah terimakan kunci simbolis dari pihak Rheinmetall GmbH, kepada Wakil Menteri Pertahanan Republik Indonesia Sjafrie Sjamsoeddin, sebagai tanda resminya Indonesia memiliki Tank terbaik kelas dunia. Menurut rencana Tank Leopard dan marder akan mulai dikirim secara bertahap pada akhir bulan Juni tahun ini.

Pada acara yang digelar secara apik oleh Rheinmetall tersebut, dikumandangkan Lagu Indonesia Raya yang menggema memenuhi seluruh ruangan, beberapa saat setelah lagu Kebangsaan Jerman dinyanyikan. Di atas panggung, Bendera Merah Putih berdiri sejajar dengan Bendera Jerman.
Di hadapan hadirin, tepat di belakang panggung, nampak siluet konstruksi kokoh yang ditutupi tirai tinggi. Tepat setelah kunci simbolis di serah terimakan, secara mengejutkan tirai terbuka disertai pancaran lampu yang datang dari segala penjuru mengarah pada MBT Leopard  dan IFV Marder. Pada bagian atapnya sudah dipasangi bendera Merah Putih.
Sebelum hadirin menyelesaikan aplausnya, beberapa detik kemudian meraunglah mesin berkekuatan 1500 horse power milik MBT Leopard dan Marder, kemudian Tank tersebut melesat keluar meninggalkan hall.
MBT Leopard 2A4+ yang gagah di dampingi Marder yang cantik, kemudian menunjukan kemampuan manuvernya secara singkat di hadapan hadirin. Pada dynamic display, yang masing-masing dikomandani oleh seorang perwira Kavaleri TNI Angkatan Darat tersebut, nampak bendera Merah Putih berkibar-kibar dengan menawan.
Perwira Kavaleri yang bertindak selaku Komandan Kendaraan MBT Leopard tersebut, menyatakan saat itu adalah saat yang paling ditunggu-tunggu selama ia bertugas di Jerman. Yaitu mengomandani manuver pertama MBT Leopard yang secara resmi telah menjadi milik TNI dengan Bendera Merah Putih berkibar-kibar di Jerman adalah suatu kebanggan teersendiri.

Dari penuturannya pula diketahui untuk mendapatkan kain Merah Putih selebar 45x30 cm adalah suatu hal yang tidak mudah. Berbeda halnya bila kondisi itu dialami ketika berada di kampung halamannya sendiri. Ketika ditanya dari mana ia mendapatkan bendera itu, dengan nada haru dia menjawab bahwa kain untuk bendera itu dibeli oleh seorang wanita Jerman, dari sebuah toko di kota yang jauhnya 84 kilometer, kemudian dijahitnya menjadi bendera. Wanita Jerman tersebut bernama Elfi Behling seorang petugas medis, istri dari Pierre Behling sahabat baiknya selama dia bertugas di Jerman.
“ Mas, saya berharap bendera tersebut tetap terpasang, menemani Leopard mengarungi lautan, menempuh jarak yang jauh menuju rumahnya yang baru di Indonesia...Salam hangat dari Unterlüß Jerman.” demikian kata Perwira Kavaleri tersebut mengakhiri penuturannya.

ARC.