Adu
debat sesi ketiga antara Capres semalam memang menghadirkan satu
pertanyaan menggelitik terkait dengan tank Leopard 2. Salah satu Capres
mengatakan bahwa Leopard tidak cocok, karena jembatan (di pulau Jawa,
relevan dengan situasi penempatan Leopard 2 saat ini) tidak sanggup
menahan bobot Leopard 2. Meme pun segera bertebaran di internet,
bagaimana caranya tank
seberat 60ton lebih tersebut bisa berenang?
Di
luar fakta bahwa Leopard 2 sudah ditransportasikan dari Bandung ke
Surabaya tanpa kendala berarti (termasuk melintasi jalan dan jembatan
Pantura), nyatanya para desainer tank kebanggaan, Jerman ini sudah
memikirkan bagaimana tank harus bermanuver (dalam keadaan terpaksa)
melintasi sungai tanpa jembatan. Maklum saja, rel kereta dan jembatan
sudah pasti jadi sasaran pertama serangan udara untuk menghancurkan noda
dan kapabilitas transportasi. Di luar hangatnya persaingan antar
Capres, ARC hanya ingin menghadirkan fakta Sejati di balik argumen dan
opini yang ada.
Dalam
triumvirat desain tank, mobilitas dan proteksi adalah dua hal yang
bertolak belakang. Semakin tebal perlindungan tank, tentu bobotnya makin
berat yang berdampak pada makin turunnya mobilitas. Dibandingkan tank
amfibi atau kendaraan intai dengan kulit alumunium yang lebih ringan,
MBT jelas bukan tandingan kalau soal diajak lintas genangan. Namun bukan
berarti MBT mati kutu saat harus melintas rintangan berupa sungai yang
cukup dalam. MBT memang tidak bisa mengambang, tapi bisa menyelam. Tak
terbayangkan bukan, monster lapis baja seberat 50-60 ton masuk kedalam
sungai, dan tiba-tiba sudah muncul diseberang? Pada kenyataannya, hampir
semua pabrikan tank merancang agar MBT lansirannya mampu menyelam pada
kedalaman tertentu.
Maklum saja, yang namanya rintangan berupa
lintasan air adalah hal jamak yang ditemukan diseluruh bentang benua,
khususnya Eropa, yang merupakan benua asal MBT Leopard 2. Berdasar
estimasi, rata-rata di daratan Eropa terdapat bentang air berupa sungai
atau kanal selebar 6 meter setiap 20km, kemudian selebar 100 meter
setiap 35-60km, 100-300 meter setiap 100-150km, dan selebar 300 meter
setiap 250-300km. Untuk permukaan air yang tak terlalu dalam seperti
genangan atau kanal kecil, MBT seperti Leo 1 dan 2 didesain dengan
kemampuan dasar water-wading atau melintasi genangan sampai kedalaman
1-1,4 meter, namun untuk sungai dalam, MBT harus mengandalkan varian
AVLB atau jembatan ponton.
Namun kedua opsi penyeberangan
diatas tetap punya batasan. Kalau harus mengandalkan jembatan gunting,
rentangnya terbatas sementara lebar sungai bisa mencapai 50, bahkan 300
meter. Jembatan ponton pun relatif lama dalam menyeberangkan tank. Oleh
karena itu, MBT didesain agar bisa menyelam dan melanjutkan perjalanan
secara mandiri, dengan batasan-batasan tertentu. Operasi lintas badan
air (water-fording) tergolong operasi yang amat riskan dan berbahaya,
karena pengemudi benar-benar buta dengan keadaan sekitar saat ada di
dalam air.
Dasar sungai pun biasanya penuh sedimentasi lumpur
yang bisa membuat transmisi selip dan rantai terpeleset sehingga tank
keluar dari jalur. Belum lagi kesiapan mesin yang harus dalam keadaan
prima agar tidak overheat dan lalu berhenti saat tank sedang berada di
dasar sungai. Setelah keluar pun, tank juga harus langsung siap tempur,
mengingat dalam operasi sebenarnya, para awaknya harus siap untuk segala
kemungkinan. Pemilihan titik penyeberangan harus dicermati oleh pasukan
pengintai, bebas dari kehadiran pasukan musuh, jangkauan artileri
lawan, ataupun hambatan di permukaan air seperti es yang membeku atau
ranting dan batang kayu. Operasi penyeberangan harus dilakukan dalam
keadaan teratur dan tak terburu-buru, karena kerusakan pada snorkel
berarti kematian pelan bagi krunya. Membuka hatch di kedalaman 4 meter
sama sekali tak bisa dilakukan, dan dalam keadaan darurat, awak MBT yang
tenggelam hanya bisa berdoa dan berharap pada kru kendaraan recovery
yang bisa makan waktu berjam-jam.
Krauss-Maffei
sebagai perancang Leopard 1 dan Leopard 2 sudah menyiapkan sejumlah
alat yang memampukan MBT andalan Jerman ini untuk berenang. Berbeda
dengan Uni Soviet yang menggariskan bahwa komandan harus tiba diseberang
lebih dulu dan mengarahkan tanknya yang sedang menyelam via radio,
doktrin Jerman menggariskan bahwa dalam keadaan apapun, komandan harus
tetap tinggal bersama dengan tank dan awaknya. Teknik water-fording pada
Leopard 1 dan 2 secara garis besar sama, dimana komandan mengarahkan
gerak tank dengan snorkel khusus berbentuk menara yang mencuat diatas
permukaan air.
Syarat
pertama agar Leo 1 dan 2 mampu menyeberang adalah kedalaman air, yang
tak boleh melebihi 4 meter agar tak membahayakan mesin. Seluruh lubang
bukaan pada tank-lubang meriam, mulut laras senapan mesin koaksial dan
senapan mesin diatas kubah, lensa optik, lubang knalpot, lubang tempat
memasukkan munisi, hatch, harus dipastikan dalam keadaan tertutup
sempurna, dan bila diperlukan dilapis dengan gemuk khusus yang mampu
menahan air untuk tidak masuk. Sil-sil karet harus dipastikan agar tidak
robek ataupun berlubang. Snorkel kemudian dipasang pada hatch komandan,
dimana snorkel ini terbagi dalam tiga segmen teleskopik yang bisa
dipanjangkan atau dipendekkan, disesuaikan dengan kedalaman air. Didalam
snorkel ini juga terdapat tangga, sehingga komandan dapat memanjat
keluar dan melihat keadaan sekaligus mengarahkan tank saat berjalan
didalam air. Snorkel desain Jerman ini memiliki keunggulan, karena
memungkinkan awaknya menyelamatkan diri dalam keadaan darurat, mengingat
diameternya yang bisa dilalui manusia. Pengemudi juga mengecek deviasi
dari jalannya tank, dengan mengemudi dalam keadaan lurus, dan melihat
simpangan yang dihasilkan. Seperti ban mobil, track pada tank pun
memerlukan spooring
Setelah persiapan penyeberangan
siap-pengecekan selesai, kubah dan laras dikunci kearah belakang seperti
dalam konfigurasi pengangkutan trailer sehingga tak menimbulkan
hambatan dan tekanan tidak merusak seal di mulut laras, tank dijalankan
dengan sangat pelan agar tak menimbulkan gelombang berlebih saat mulai
memasuki air. Udara yang diperlukan oleh mesin kini dipasok melalui
snorkel, karena katup di knalpot sudah ditutup melalui sistem hidrolik,
dan sistem pendingin dibanjiri oleh air agar mesin tidak lekas overheat.
Leopard memiliki bilge pumps yang
bekerja dengan memompa air yang
masuk ke kompartemen awak dan mesin. Komandan yang memunculkan tubuhnya
diatas snorkel berbicara dengan menggunakan interkom, memberi perintah
bagi pengemudi yang tak bisa melihat apapun didalam air. Leopard
dijalankan dalam gigi maju terendah, bergerak terus sampai akhirnya
muncul di permukaan seberang. Setelah tiba diseberang, persiapan pasca
penyeberangan pun dilakukan, dengan melepas semua sumbat-sumbat yang
ada.
Namun dalam keadaan darurat, misalkan MBT harus dipersiapkan
untuk bertempur, snorkel dapat dilepaskan secara cepat dengan bahan
peledak kecil yang sudah terpasang. Sumbat pada mulut laras tank tak
perlu dilepas, karena akan luruh begitu saja saat munisi 120mm melesat
meninggalkan laras.
Pada dasarnya, operasi water-fording
merupakan operasi yang sangat riskan bagi tank dan awaknya, dan biasanya
dilakukan sebagai cara terakhir pada saat sudah tak ada alternatif
penyeberangan. Oleh karena itu, lokasi jembatan selalu menjadi titik
yang harus direbut secara cepat bagi pasukan yang melakukan invasi,
karena lebih mudah melintasi sebuah jembatan dibandingkan harus
menyiapkan operasi water fording yang menempatkan satu skuadron tank
dalam keadaan tak berdaya. Sementara bagian yang bertahan harus
mempertahankannya mati-matian, atau bila sudah tidak ada cara lagi,
menghancurkannya sebelum tank musuh dapat melintas.
ARC.