Minggu, 15 Juni 2014

Dok. Mengenal Pertahanan Udara Starstreak

image
Indonesia beli peralatan pertahanan udara dari Thales, senilai 100 juta poundsterling (photo: Thales Land & Air Systems)

Angkatan Darat Indonesia memilih menggunakan Sistem Thales Inggris, untuk mengisi gap dari pertahanan udara jarak pendek, dengan membeli sistem forceshield yang terintegrasi dengan kendaraan pembawa rudal dan radar.
Dari kesepakatan itu, Thales yang beroperasi di Inggris dan Prancis akan melengkapi TNI AD dengan lima baterai rudal starstreak, radar controlmaster200 – sistem kordinasi senjata, multiple launcher ringan dan Launcher senjata RapidRanger, ujar wakil Presiden sistem senjata Thales, Inggris.
Beatty dari thales mengatakan, meski di dalam kontrak tidak ada opsi pengiriman tambahan, “sekali kami bisa tunjukkan kemampuan dan solusi, dan mereka menyukainya, kami berharap dapat menjalin hubungan lebih lanjut untuk pemesanan berikutnya dari pihak berwenang Indonesia”.
Pembelian ini merupakan bagian dari modernisasi di Angkatan Darat Indonesia, yang juga membeli main battle tank, infantry, artileri 155mm, fighting vehicles (Marder) dan sejumlah persenjataan lainnya.
Indonesia juga membeli rudal anti-tank NLAW, yang dibuat SAAB untuk angkatan darat Inggris dan Swedia. Rudal ini dibuat oleh Thales di fasilitas produksi senjata Irlandia Utara, yang juga bertanggung jawab dengan pembuatan rudal anti udara starstreak.
Pembelian sistem anti serangan udara jarak pendek ini, senilai 100 juta poundsterling atau sekitar 164 juta USD, ujar thales, berikut perjanjian dengan perusahaan Indonesia PT LEN, untuk menjadi partner mengintegrasikan sejumlah sistem yang termasuk di dalam kontrak, sekaligus kerjasama di masa depan dalam bidang militer maupun sektor sipil.
Kesepakatan ini akan diumumkan Minggu ini yang merupakan kombinasi dari dua kontrak, yang satunya akan merujuk ke bulan November 2011, saat Indonesia mendapatkan tahap pertama sistem rudal (baterai) yang dipesan.
Tidak ada pengiriman yang dilakukan dari kesepakatan pertama, dan waktu pengiriman akan dilakukan Thales dengan mengkombinasikan kedua kontrak, ujar Betty.
Pihak Thales berharap perusahaan mereka dapat mengirimkan elemen man-portable dari sistem senjata itu, pada tahun ini, namun komponen lainnya seperti ControlMaster200 Medium Range Air Defence Radar, membutuhkan waktu yang lebih lama dan membutuhkan waktu beberapa tahun untuk mengirimkan sistem integrasinya yang komplit.
Starstreak akan menyediakan perlindungan pertahanan udara dengan radius 7 kilometer terhadap serangan darat pesawat tempur, serangan helikopter, drone, rudal jelajah. Starstreak merupakan pengganti sistem pertahanan udara Rapier, yang sebelumnya telah digunakan TNI AD.
image
Beroperasi dengan kecepatan 3 mach dan mampu menjelajah lebih dari satu kilometer untuk satu detik, starstreak merupakan rudal darat ke udara jarak dekat, yang tercepat di dunia. Inggris, Afrika Selatan dan Thailand merupakan operator dari sistem laser beam-riding weapon ini.
Launcher RapidRanger dan sistem penembakan senjata dilengkapi dengan 4 tabung rudal starstreak yang akan diintegrasikan dengan mobil tempur Vamtac desain Spanyol, untuk Indonesia. Kendaraan ini mirip dengan Humvee.
Versi LandRover Defender akan digunakan untuk mengangkut versi multiple launcher ringan dari Starstreak. Launcher (peluncur rudal) yang ringan ini, juga dapat dilepas untuk ditembakkan oleh infanteri dengan menggunakan tripod.

JKGR. 

Kamis, 12 Juni 2014

AMX-13 Retrofit TNI AD: Tetap Andalkan Meriam dengan Kubah Osilasi

AMX 13 retrofit (alam Indomesin Utama)5_n
Bila Korps Marinir TNI AL punya tank legendaris PT-76, maka kavaleri TNI AD punya padanannya, yakni tank ringan AMX-13. Keduanya diboyong ke Tanah Air dalam periode yang sama, saat Indonesia tengah menyongsong operasi Trikora di awal era 60-an. Seperti halnya PT-76, nasib AMX-13 nyatanya tak lekang ditelan jaman, justru usia senja kedua ranpur terus diperpanjang lewat retrofit dan modernisasi sistem senjata.
Lebih khusus tentang AMX-13, namanya begitu familiar di lingkungan pemerhati alutsista. Pasalnya inilah tank utama TNI AD hingga empat dekade, sebelum akhirnya TNI AD mendatangkan generasi tank ringan Alvis Scorpion dari Inggris pada 1995. Dengan kuantitas yang cukup besar, disebutkan ada 400-an unit AMX-13 di lingkungan TNI AD dalam beragam versi (Wikipedia menyebut TNI AD punya 275 AMX-13 versi kanon), membuat tank ini terus diupayakan untuk operasional hingga 20 tahun kedepan. Meski beberapa unit sudah dipajang sebagai monumen di beberapa kesatuan, tak menyurutkan TNI AD untuk memordenisasi tank besutan Perancis ini.
Bicara soal retrofit di AMX-13, sudah dilakukan beberapa tahap oleh TNI AD. Seperti pada tahun 1995, Direktorat Peralatan Bengkel Pusat Peralatan TNI-AD meretrofit dengan pemasangan mesin Detroit Diesel DDA GM6V-53 T, 6 silinder 2 langkah turbocharged dengan daya 290 BHP/2800 RPM dan Torsi 91,67 KGM/1600 RPM yang mampu meningkatkan power weight ratio dan pemakaian bahan bakar lebih hemat. AMX-13 retrofit tahun 1995 ini menggunakan transmisi otomatis ZF 5WG-180 dengan 5 percepatan maju dan 2 percepatan mundur, hal ini tentu lebih memudahkan pengoperasian tank. Untuk suspensi mengadopsi tipe hydropnematic “Dunlostrut”, meningkatkan kemampuan lintas medan dan mampu menambah kenyamanan awak tank. Retrofit ini berlanjut tahun 2011, sekitar 50-an lebih AMX-13 mengalami retrofit kembali di PT Pindad Bandung. Ini artinya masih lebih banyak AMX-13 TNI AD yang belum di retrofit.
37980515702081772958215
AMX-13 TNI AD dengan versi retrofit terbaru.
30586715702085439624515
Mengusung meriam 105 mm dengan sistem pemandu tembakan terbaru.
1117246612519930431108n
Tetap mengandalkan kubah osilasi, tampilan kini lebih kekar dan sangar pada bagian hull.

Standar AMX-13 menggunakan mesin SOFAM 8Gxb yang memiliki 8 silinder dan berpendingin air dan berbahan bakar bensin, mampu menyemburkan daya 270 bhp pada 3.200 rpm sehingga AMX-13 dapat mencapai kecepatan maksimal 65km/jam. Konsumsi bensin inilah yang dipandang memberatkan dalam sisi operasional.
Barulah pada awal 2014, prototipe AMX-13 retrofit berhasil dirampungkan dan sosoknya telah dipublikasikan. AMX-13 hasil retofit terbaru ini memiliki tampang yang sedikit berbeda dengan aslinya. Untuk hull misalnya, terpaksa ditambah panjang sekitar 20 cm untuk mengakomodir mesin anyar. Mesinnya sendiri memakai produk Navistar dari Amerika Serikat dengan daya sebesar 400HP.
26803920491734955550510
Tampak samping.
Deretan AMX-13 yang siap di retrofit.
Deretan AMX-13 yang siap di retrofit.

Retrofit Sistem Senjata, Bertahan di Kubah Osilasi
Tentu akan terasa ganji bila retrofit hanya dilakukan pada sisi mesin, sistem senjata nyatanya harus mendapat porsi yang sama. Ambil contoh PT-76 Marinir TNI AL, yang aslinya menggunakan meriam kaliber 76 mm, kemudian di upgrade dengan meriam Cockerill kaliber 90 mm. Nah, pada AMX-13 kasusnya agak beda. Kaliber maksimum pada meriam tidak ditingkatkan, jenis kubah pun masih sama, yakni dengan model osilasi. Hanya bedanya, sistem bidik pada meriam sudah diremajakan sesuai kebutuhan operasi.
Sistem senjata pada kubah telah dicangkokkan sistem kendali penembakan (FCS/Fire Control System) modern yang sudah memasukkan input dari sistem Laser Range finder (LRF) untuk memastikan jarak antara tank ke sasaran. Dikutip dari situs arc.web.id, disebutkan sistem FCS yang digunakan bukanlah standar kubah FL-12 yaitu SOPTAC-18 buatan firma Sopelem, tetapi merupakan FCS modern buatan salah satu negara Eropa Barat. Bahkan untuk pengemudi pun disediakan sistem pengemudian berbasis LCD yang menginkorporasikan kamera FLIR/Thermal untuk melancarkan navigasi pada kondisi gelap malam.
Kubah osilasi, menjadi ciri khas ranpur lawas.
Kubah osilasi, menjadi ciri khas ranpur lawas.
AMX-13_poligono_DP _7_
Loading amunisi
Palka loading amunisi pada bagian atas kubah.
Palka loading amunisi pada bagian atas kubah.

Untuk amunisi mengadopsi jenis HE (high explosive) buatan firma Hinterberger dan OCC105G1 yang merupakan amunisi APFSDS (Armor Piercing Fin Stabilised Discarding Sabot) untuk menjebol tank lawan. Berdasarkan data pabrikan, amunisi OCC105G1 mampu menembus lapisan baja RHA setebal 250mm pada kemiringan 30o dari jarak 1.000m, atau kurang lebih cukup untuk melalap ranpur/ tank medium dari segala sudut.

Kubah Osilasi
Bagi kami, hal yang unik dan menjadiciri pada AMX-13 adalah penggunaan kubah osilasi (oscillating turret) tipe FL (FL-10, FL-11, dan FL12) buatan Fives Babcock Cail. Dan kini AMX-13 menjadi satu-satunya tank operasional di dunia saat ini yang menggunakan sistem ini. Kubah osilasi tersebut sebenarnya amat sederhana, dimana ada dua bagian utama yang bekerja. Bagian pertama yaitu struktur pendukung, menempel ke cincin kubah sebagai pendukung dua trunnion yang menjepit laras meriam. Trunnion ini bisa dinaik-turunkan, didongakkan dan ditundukkan, sementara posisi dudukan meriamnya sendiri relatif tetap.
AMX-13 dengan meriam 75 mm.
AMX-13 dengan meriam 105 mm.
AMX-13
AMX-13 dengan meriam 75 mm.
amx 13
Sementara bagian kedua yaitu kubah diatasnya menaungi meriam, sistem pengisi otomatis, perangkat pengendali tembakan, radio, dan kursi untuk awak pengisi dan komandan. Kunggulan kubah osilasi ini adalah desain yang sederhana, sehingga memudahkan sistem pengisi otomatis yang ditanamkan di bagian belakang AMX-13. Dengan kubah osilasi, posisi dari pengisi munisi otomatis selalu sejajar dengan lubang peluru (breech) pada kanon AMX-13.
Kelemahannya sudah jelas, sudut dongak dan tunduk laras kanon menjadi sangat terbatas. Keunggulan lain sistem osilasi membuat laras kanon tidak membutuhkan bukaan di depan kubah/ mantlet seperti pada desain konvensional sehingga meminimalkan kemungkinan penetrasi munisi lawan pada bagian yang lemah tersebut.
Sistem pengisi otomatis AMX-13 ditempatkan pada bagian belakang kubah (bustle), yang terdiri dari dua silinder yang masing-masing mampu menampung enam butir peluru. Tiap silinder diletakkan di sisi jalur gerak breech ke arah belakang. Saat kanon menyalak dan bergerak ke belakang, silinder magasen ini berputar, yang kemudian melepaskan sebutir peluru yang kemudian meluncur ke pelat pengisi yang membawanya sejajar dengan kamar peluru, lalu didorong kedalam. Saat ditembakkan, kelongsong peluru dilontarkan melalui lubang bulat di belakang bustle. Dengan 12 peluru terisi, AMX-13 dapat menembak secara terus-menerus, menjadi tank pendobrak yang memiliki daya gempur luar biasa. Sayangnya, begitu amunisi di revolver munisi habis, AMX-13 harus ditarik mundur karena pengisian pelurunya harus dilakukan secara manual.
TNI AD mempunyai dua tipe AMX-13 versi kanon, yaitu AMX-13 dengan meriam kaliber 105 mm dan AMX-13 dengan meriam kaliber 75 mm. AMX-13 dengan meriam 75 mm menggunakan kubah versi FL-11. Kubah ini dikembangkan pada tahun 50-an, dan digunakan untuk misi di Afrika Utara. Selain AMX-13, ranpur lain yang menggunakan kubah ini adalah Panhard EBR yang juga pernah digunakan oleh kavaleri TNI AD. Sementara AMX-13 dengan meriam 105 mm menggunakan kubah versi FL-12, versi kubah FL-12 inilah yang tetap dipertahankan dalam retrofit terkini AMX-13.
AMX-13 dengan meriam 75 mm.
AMX-13 TNI AD dengan meriam 75 mm.
AMX-13-TNI-AD-520x349
AMX-13 TNI AD dengan meriam 75 mm.
DSC_5250
AMX-13 dengan meriam 105 mm. (Perhatikan perbedaan pada ujung laras).

Tank Ideal Untuk Postur Orang Asia
Karena batasan bobot yang dibuat untuk AMX-13, maka hal ini membawa konsekuensi pada mungilnya dimensi AMX-13. Akibatnya, awak AMX-13 tidak boleh memiliki tinggi badan lebih dari 180 cm, dan kompartemen tempur AMX-13 pun terasa sempit. Mengenai tinggi badan awak yang tak boleh lebih dari 180 cm tentu membawa angin segar bagi operator di Asia, maklum rata-rata memang tubuh orang Asia lebih kecil daripada postur orang Eropa.
Begitu pun dengan pengemudi yang duduk didalam hull ataupun komandan dan penembak, semuanya nyaris tak memiliki ruang gerak yang memadai. Andalan untuk melihat keluar hanya ada pada 8 periskop untuk komandan, atau teropong bidik L961 dengan pembesaran 1,5x-6x. Untuk juru tembak tersedia teropong bidik L862 dengan pembesaran 7,5x. Kanon AMX-13 sendiri menggunakan kanon yang diadaptasi dari kanon PzKpfw V Panther, tank Jerman dalam PD II.
Beginilah posisi dudukan awak AMX-13.
Beginilah posisi dudukan awak AMX-13.
Bagian dalam kubah dengan lubang periskop komandan.
Bagian dalam kubah dengan lubang periskop komandan.
amx-13_tni_ad
AMX-13C90_detalles_DP _19_
Dua revolver amunisi AMX-13.
Dua silinder (revolver) amunisi AMX-13.
Revolver.
Silinder amunisi.

Jika Panther menggunakan meriam L70, AMX-13 menggunakan meriam serupa dengan kaliber L61.5 (lebih pendek) dan amunisinya menyatu dengan propelan. Untuk dekade 1950an, daya penetrasinya yang sedalam 70 mm pada inklinasi 60o pada jarak 1.000 meter dianggap masih cukup mumpuni untuk melibas tank dan ranpur pada jaman tersebut. Senapan mesin koaksialnya menggunakan senapan mesin Model 1913E kaliber 7,5 mm. Kanon AMX-13 dikendalikan oleh sistem hidrolik untuk elevasi dan traversi, yang memiliki dua setelan kecepatan dan dapat dikendalikan oleh komandan serta juru tembak. Total AMX-13 dapat membawa 36 butir peluru cadangan, 21 didalam kubah dan 15 di hull, dipandang cukup untuk 3 kali pengisian ulang revolver kanon.

Sejarah Pengembangan
AMX-13 sejarahnya di kembangkan oleh pabrikan Atelier de Construction d’Issy-les-Moulineaux (AMX) di tahun 1946 selain untuk memenuhi kebutuhan angkatan bersenjata Prancis, pembuatan tank ini bertujuan untuk menunjukkan bahwa Prancis masih mampu mandiri membangun industri perang dalam negeri walaupun habis porak-poranda akibat dari perang dunia II. AMX-13 dibuat untuk linud agar mudah dipindahkan lewat udara, penunjukkan 13 sendiri awalnya menandakan bobot total tank yang mencapai 13 ton sehingga dinamakan AMX-13.
AMX-13 TNI AD memasuki ruang kargo C-130 Hercules TNI AU.
AMX-13 TNI AD memasuki ruang kargo C-130 Hercules TNI AU.
Tank Sherman juga sempat memakai kubah osilasi FL.
Tank Sherman juga sempat memakai kubah osilasi FL.

Karena pengembangan ini dibilang sangat lancar dan mulus maka purwarupa pertama muncul pada tahun 1948 dan mulai diproduksi masal mulai tahun 1951, walaupun pada akhirnya bobot tempur AMX-13 sendiri pada finalnya membengkak menjadi 14,5 ton. Karena merupakan tank ringan yang berbobot 14 ton AMX-13 hanya memiliki ketebalan armour mencapai 10-40 mm dan mampu menahan dari segala sisi pecahan peluru artileri dan peluru kaliber 12,7mm. (Bay/dikutip dari berbagai sumber)

Spesifikasi AMX-13
Tipe : tank ringan
Produsen : Atelier de Construction d’Issy-les-Moulineaux
Berat tempur : 14.5 ton
Panjang : 6.35 meter
Lebar : 2.51 meter
Tinggi : 2.35 meter
Awak : 3 orang (komandan, penembak dan pengemudi)
Senjata Kanon : 75 mm / 90 mm / 105 mm – 75 mm dengan 32 amunisi.
Senapan mesin : kaliber 7,62 mm dengan 3600 peluru
Mesin : SOFAM Model 8Gxb 8-cyl. water-cooled petrol250 hp (190 kW) – kini sudah dilakukan upgrade dengan mesin diesel buatan Detroit.
Suspensi : torsi bar
Jarak tempuh : 400 km
Kecepatan : 60 km per jam

Indomil. 

RI Tidak Bisa Borong Alutsista, Rusia Enggan Transfer Teknologi


“Contohnya India yang borong 80 Sukhoi, kita tidak bisa,” kata Menhan.


Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro mengatakan Indonesia meminta Rusia untuk melakukan transfer teknologi atas alutsista yang dibeli. Jika masih tidak bisa dilakukan, RI mengancam akan membeli dari negara lain.
“Justru itu, yang selalu kami minta ke Rusia. Kami mengatakan kepada mereka, apabila tidak bisa transfer of technology (TOT), maka kami akan berpaling ke tempat lain,” ujar Purnomo yang ditemui semalam di Hari Nasional Rusia di Jakarta.
Dia menjelaskan, selain dari Rusia, RI juga mendapatkan tawaran alutsista dari Ukraina dan negara blok timur lainnya. “Dan teknologi yang mereka miliki termasuk bagus,” kata Purnomo.
Ditanya alasan Rusia masih belum mau TOT, Purnomo mengatakan pembelian yang dilakukan harus dalam jumlah besar. Sementara sistem anggaran yang diterapkan oleh RI tidak memungkinkan untuk memborong dalam jumlah banyak.
“Contohnya seperti India yang kemarin memborong 80 pesawat tempur Sukhoi. Nah, kita tidak bisa seperti itu. Apabila semua anggaran hanya dialokasikan untuk membeli alutsista militer bisa repot,” ujar Purnomo.
Hal ini dibantah oleh Duta Besar Republik Federasi Rusia, Mikhail Y. Galuzin. Dia mengatakan masalah ini masih terus dinegosiasikan. “Dari sisi politik, saya melihat tidak ada masalah untuk itu,” ujar Galuzin.

Terus Berjalan

Kendati demikian, Purnomo menyebut kerjasama di bidang pertahanan dengan Rusia terus berjalan.
Terakhir, TNI Angkatan Laut kembali menerima 37 unit kendaraan tempur amfibi tank BMP-3F buatan Rusia pada akhir Januari. Alutsista tersebut diserahkan secara resmi di Jawa Timur.
Dengan adanya 37 tank tersebut, maka kian memperkuat alutsista serupa yang sudah dibeli tahun 2010 silam. Saat itu TNI AL menerima sebanyak 17 unit, sehingga total kini telah terdapat 54 unit tank BMP-3F.
Menurut situs resmi TNI, pengadaan 37 unit kendaraan tempur amfibi untuk AL tersebut memakan dana senilai lebih dari US$100 juta atau Rp1,1 triliun. (ren)

Sumber : Viva.co.id

Latihan US Navy Seals dan Kopaska

Pasukan US Neavy Seals tiba di Surabaya (photo: koarmatim)
Pasukan US Neavy Seals tiba di Surabaya (photo: koarmatim)

Satuan Komando Pasukan Katak (Satkopaska) Koarmatim akan melaksanakan latihan bersama dengan pasukan khusus Angkatan Laut Amerika Serikat US Navy SEALs dalam waktu dekat. Saat ini tim Satkopaska Koarmatim sedang menyiapkan kedatangan tim US Navy SEALs Team One di Bandara Pangkalan Udara TNI Angkatan Laut (Lanudal) Juanda, Surabaya, Selasa (10/06).
Setelah menempuh penerbangan selama kurang lebih enam jam, personel Navy SEALs Team One tiba di Lanudal Juanda, sekitar pukul 11.45 WIB, menggunakan pesawat militer jenis C-40A Clipper milik Angkatan Laut Amerika Serikat United States Navy (USN) dari Skuadron VR 53, Naval Air Logistic Operation.
Latihan bersama tersebut diberi sandi Flash Iron 14-1 JCET T.A 2014. Kegiatan ini merupakan latihan bersama antara Kopaska TNI AL dengan US Navy SEALs dalam rangka peningkatan profesionalisme prajurit Satkopaska Koarmatim.
Latihan dasar US Neavy Seals (photo: Getty images)
Latihan dasar US Neavy Seals (photo: Getty images)

Tugas pokok dari kedua satuan elite tersebut dalam latihan bersama ini yaitu melaksanakan pengembangan teknik maupun taktik peperangan laut khusus (Naval Special Warvare) dan operasi lanjutan. Latma Flash Iron 14-1 JCET T.A 2014 digelar dalam rangka meningkatan hubungan bilateral kedua negara, Pemerintah Indonesia dan Amerika Serikat.
Bentuk hubungan baik tersebut, kedua negara perlu melaksanakan peningkatan kerja sama yang salah satunya diwujudkan dalam bidang kemampuan profesionalisme Angkatan Laut melalui Latihan Bersama.
US Navy Seals
US Navy Seals

Paradigma Baru TNI AL Kelas Dunia
Latihan Kopaska dengan US Navy Seals ini, tidak terlepas dari upaya TNI AL untuk mewujudkan ‘Paradigma Baru TNI AL Kelas Dunia’ yang sedang menyusun Visi ‘Sea Power Indonesia’.
Sea Power merupakan salah satu upaya membangkitkan visi maritim menjadi kejayaan bangsa Indonesia. Sedangkan ‘Paradigma Baru TNI AL Kelas Dunia’, menjadi instrumen pendukung dalam rangka pencapaian visi TNI AL yang handal dan disegani dunia.
Konsep ‘Sea Power Indonesia’ dan ‘Paradigma Baru TNI AL Kelas Dunia’, dituangkan Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal) TNI Laksamana Marsetio, dalam bukunya yang diluncurkan Rabu 11 Juni 2014.
“TNI AL berkomitmen untuk menjaga kedaulatan negara khususnya wilayah maritim Indonesia. Stabilitas nasional, regional maupun internasional perlu dijaga TNI Angkatan Laut”, ujar Laksamana Marsetio, Rabu (11/6).
Latihan Satkopaska dengan US Navy Seals, merupakan salah satu dari sekian banyak langkah yang ditempuh TNI AL, untuk mewujudkan ‘Paradigma Baru TNI AL Kelas Dunia.


sumber: koarmatim.tnial.mil.id dan merdeka.com

JKGR. 

Rabu, 11 Juni 2014

Transparansi Anggaran Alutsista TNI

(photo: danendra)
(photo: danendra)

Kementerian Pertahanan dan TNI tidak pernah bermain-main dalam pembelian alutsista. Pemerintah sadar pertanggungjawaban yang begitu besar karena uang yang digunakan untuk membeli alutsista berasal dari rakyat. Oleh sebab itu, setiap proses pengadaan alutsista TNI ini diawasi oleh banyak pihak.
Ada banyak institusi yang dilibatkan dalam pengadaan alutsista TNI. Pihak-pihak tersebut terbagi menjadi organisasi induk, tim evaluasi spesifikasi teknis, panitia pengadaan, tim evaluasi pengadaan dan tim perumus kontrak.
Organisasi induk beranggotakan Menteri Pertahanan, Sekjen Kemhan, Panglima TNI dan tiga Kepala Staf Angkatan. Secara umum, organisasi ini memiliki tugas menentukan kebijakan program pengadaan dan rencana kebutuhan alutsista, monitoring dan proses pengadaan alutsista TNI tersebut.
Tidak hanya itu, untuk pengawasan dilakukan oleh pihak-pihak Irjen Kemhan, Irjen TNI, Dirjen Strategi Pertahanan dan Dirjen Perencanaan Pertahanan. Adapun pejabat pembuat komitmen dilakukan Kepala Badan Sarana Pertahanan, Mabes TNI dan tiga Kepala Staf Angkatan. Jadi dengan melibatkan banyak pihak, maka sangat kecil kemungkinan terjadinya penyalahgunaan anggaran dalam pengadaan alutsista TNI.
Selain pihak internal Kemhan dan TNI, pihak-pihak lain seperti Kementerian Keuangan, Badan Usaha Milik Negara Industri Strategis (BUMNIS), Badan Usaha Milik Negara Industri Pertahanan (BUMNIP) dan Badan Usaha Milik Swasta (BUMS) juga dilibatkan untuk senantiasa berkoordinasi dalam proses pengadaan alutsista.
Begitu pentingnya proses pengadaan alutsista sehingga membuat Kementerian Pertahanan memperhatikan betul penyusunan kontrak. Dalam pembelian impor, proses transaksi melalui surat kredit berdokumen atau letter of credit (L/C). Sistem transaksi ini menjadi penting karena pihak penjual dan pembeli mengadakan negosiasi jual beli barang hingga mencapai kesepakatan. Kedua belah pihak pun harus menyerahkan jaminan pelaksanaan dan jaminan uang muka. Di dalam kontrak pun dapat dilampirkan beberapa dokumen penting seperti surat pelimpahan wewenang, pernyataan tentang batas akhir ekspor, embargo dan penggunaan materi kontrak.
Dengan proses yang demikian penting, maka Kementerian Pertahanan dan TNI harus membuat kontrak kerja sama dengan pihak produsen senjata. Kementerian Pertahanan berpedoman pada Standar Dokumen Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (SDPBJP) dalam menyusun kontrak tersebut. Kementerian akan membuat klausul khusus jika ada pengaturan kontrak yang tidak terdapat dalam standar tersebut. Beberapa klausul khusus mencakup kodifikasi materi sistem nomor sediaan nasional (NSN), klaikan materi, angkutan dan asuransi, pembebasan bea dan masuk pajak saat alutsista itu tiba di Indonesia, sampai alih teknologi alias ToT nya.
Begitu banyaknya klausul khusus sehingga mendapat perhatian serius dari Pemerintah. Hal lain yang menjadi klausul khusus adalah sertifikat kemampuan dan kondisi khusus sesuai kebutuhan kontrak, dan jaminan pemeliharaan.
Proses penandatanganan kontrak pun dibatasi waktu. Untuk pengadaan barang, perbaikan, pemeliharaan suku cadang dan penambahan bekal, paling lambat tandatangan kontrak di bulan ke enam. Sementara untuk pengembangan kekuatan alutsista TNI paling lambat dilakukan di akhir bulan ke-9 tahun anggaran berjalan.
Dengan melibatkan user atau pengguna dalam hal ini dengan setiap Mabes Angkatan diminta untuk menentukan spesifikasi jenis Alutsista yang akan diadakan sesuai dengan urgensi, kebutuhan dan skala prioritas untuk diadakan dengan melihat potensi ancaman yang “Boleh jadi” akan mengancam kedaulatan Indonesia beberapa tahun ke depan.
Jadi pembelian senjata dalam program MEF TNI ini tidak ujug – ujug langsung beli suka-suka dan sesuai pesanan pihak tertentu seperti pada jaman “Orba” dulu. Akan tetapi sudah terorganisir sesuai dengan tingkat ancaman yang akan menggangu kita.
Selanjutnya rencana pembelian alutsista-alutsista tiap matra ini masuk kepada kebutuhan operasi di Mabes TNI dan selanjutnya diproses di Kemhan lewat Tim dibawah kendali Tim Evaluasi Pengadaan (TEP) yang dipimpin oleh Sekjen. Kemudian selanjutnya diproses untuk kontrak perjanjian pinjaman oleh Kemku hingga kemudian pencabutan tanda bintang di Komisi I DPR. Proses pencabutan tanda bintang itu dibahas oleh High Level Committee (HLC) dan Tim Panja Alutsista DPR, dan itu diproses dalam rangka pencabutan tanda bintang di DPR, karena memakai uang APBN dan uang rakyat.
Keikutsertaan DPR menjadi penting karena proses pembelian senjata berkaitan dengan keberlangsungan pertahanan negara. Di parlemen, setiap proses transaksi membutuhkan tanda bintang. Tanda bintang di DPR menunjukkan berapa besar urgensi pembelian alutsista TNI.
Tetapi harap diingat, untuk alutsista strategis alias “Classifield, Top Secret dan Off the Record” tidak semuanya dijelaskan secara gamblang dan detil baik spesifikasi, jenis, dan jumlahnya kepada DPR karena menyangkut kerahasiaan Negara.
Makanya beberapa waktu lalu Komisi I DPR sempat berang karena merasa pembelian “enam” unit sukhoi SU. 30 MK2 lebih mahal dari pada harga pasarannya, padahal di balik semua itu ada “Bakwan” yang tersembunyi di balik udang.
Pengadaan Alutsista dalam MEF ini juga tetap berpedoman pada prinsip – prinsip yaitu semaksimal mengutamakan produk dalam negeri. Namun apabila itu belum memungkinkan dan terpaksa diadakan dari luar negeri maka akan diupayakan dilaksanakan pengadaan secara G to G, produksi bersama, disertai alih teknologi (transfer of technology), dilakukan off set, dijamin keleluasan penggunaannya dan dijamin suku cadangnya.
Terkait pengadaan alutsista dengan mode credit state alias pinjaman luar negeri, Kementerian Pertahanan bekerja sama dengan Kementerian Keuangan. Metode yang dilakukan adalah penunjukan langsung. Metode ini menjadi penting karena terkait strategi pertahanan, kerahasiaan dan penanganan darurat.
Kementerian Pertahanan akan melaksanakan sidang Tim Evaluasi Pengadaan (TEP). Jika melalui pinjaman luar negeri, maka dananya berasal dari Lembaga Penjamin Kredit Ekspor (LPKE). Hasil penetapan penyedia akan disampaikan ke Kementerian Keuangan untuk kemudian diproses.
Meski penunjukan langsung, namun ada proses ketat seperti penilaian kualifikasi dan penyampaian penawaran. Kedua proses ini dilakukan agar pihak yang ditunjuk langsung untuk menyediakan dana pinjaman, benar-benar kompeten dan memiliki syarat yang dibutuhkan.
Proses pengadaan alutsista TNI tidak segampang yang dibayangkan. Ada banyak tim yang mengawal proses pengadaan, mulai dari awal hingga akhir. Seperti tim pengawas negosiasi angkutan dan asuransi, tim satuan tugas, tim kelaikan, tim inspeksi pra pengiriman barang, tim uji fungsi atau uji terima, inspeksi komodor, tim pemeriksa (inname dan anname) dan tim penerima.
Oleh sebab itu, Pemerintah hanya berhubungan dengan pihak-pihak yang langsung memproduksi senjata di luar negeri. Tidak berhubungan dengan pihak ketiga yang tidak memiliki keterkaitan dengan pengadaan senjata.
Pembelian alutsista dari luar negeri pun mengacu pada tiga alasan. Pertama, produksi alutsista dalam negeri belum memenuhi persyaratan. Kedua, alutsista yang dibutuhkan belum bisa diproduksi di dalam negeri. Ketiga, volume produksi dalam negeri tidak mampu memenuhi kebutuhan.
Berdasarkan tiga alasan di atas, maka pengadaan alutsista TNI dari luar negeri tidak bisa dielakkan. TNI tidak mungkin menunggu lama pengadaan alutsista jika mengandalkan produksi dalam negeri. Pengadaan impor pun disertai dengan pemilahan barang dan alih teknologi. Pemilahan barang diperlukan karena harus disandarkan pada asas kebutuhan yang paling mendasar.
Sementara alih teknologi menjadi penting karena akan meningkatkan pengetahuan persenjataan modern. Oleh sebab itu, Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro senantiasa meminta masukan Panglima TNI terkait pengadaan alutsista. Hal itu menjadi penting karena sejatinya yang menggunakan dan memahami senjata adalah TNI sendiri. Payung hukum yang digunakan Menhan untuk mengadakan alutsista baru adalah Peraturan Presiden (Perpres) No 54 tahun 2010 dan UU No. 16 Th. 2012 TENTANG INDUSTRI PERTAHANAN.
Transparansi dan akuntabilitas menjadi dua hal yang sangat penting bagi Kementerian Pertahanan dan TNI. Kementerian ini mengeluarkan Peraturan Menteri Pertahanan (Permenhan) Nomor 34 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Alutsista TNI.
Bahkan pada tanggal 6 Januari 2011 yang lalu Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro bersama perwira tinggi TNI, BPKP & LKPP mendeklarasikan anti korupsi, yang diapresiasi oleh Komisi I DPR RI karena Kemhan dan TNI menjadi contoh baik pemberantasan korupsi.
Mi-35 TNI AD (photo: viva.co.id)
Mi-35 TNI AD (photo: viva.co.id)

Pengendalian dan Sanksi dalam Pengadaan Alutsista
Meski sudah diterapkan peraturan yang ketat, tidak menutup kemungkinan terjadinya penyalahgunaan anggaran. Untuk mengatasi masalah tersebut, Kementerian Pertahanan akan menerapkan sanksi tegas kepada semua pihak yang diduga terlibat dugaan korupsi. Ada sanksi tegas yang akan dijatuhkan kepada semua pihak yang berusaha bermain-main dalam proses pengadaan alutsista TNI.
Secara umum, ada lima perbuatan yang dapat dijatuhi sanksi.
Pertama, upaya mempengaruhi panitia pengadaan alutsista TNI sehingga melanggar peraturan perundang-undangan. Kedua, bersekongkol dengan Penyedia Alutsista TNI lain untuk mengatur harga. Ketiga, membuat atau menyampaikan dokumen atau keterangan lain yang tidak benar. Keempat, mengundurkan diri dari pelaksanaan kontrak dengan alasan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Kelima, pengalihan pelaksanaan pekerjaan utama berdasarkan kontrak, dengan melakukan subkontrak kepada pihak lain.
Sanksi yang dijatuhkan berupa denda dan memasukkannya ke daftar hitam (black list). Denda yang dijatuhkan kepada penyedia alutsista TNI sebesar 1/1000 dari harga kotrak untuk setiap hari keterlambatan.
Sementara daftar hitam akan diserahkan ke LKPP. Pihak-pihak yang sudah masuk daftar hitam tidak diperkenan untuk mengikuti pengadaan alutsista di masa mendatang. Daftar Hitam Nasional dimutakhirkan setiap saat dan dimuat dalam Portal Pengadaan Nasional.
Untuk menghindari sanksi tersebut, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) wajib memberikan laporan secara berkala terkait realisasi pengadaan alutsista TNI. Laporan diberikan kepada pengguna anggaran atau kuasa pengguna anggaran, dalam hal ini Kementerian Pertahanan.
Jika ditemukan penyalahgunaan anggaran, maka laporan akan ditembus ke Wakil Menteri Pertahanan dan Inspektorat Jenderal (Irjen) instansi terkait. Tembusan ini penting karena posisi Wamenhan sebagai Ketua High Level Committee (HLC) melaksanakan pengendalian dan pengawasan pengadaan Alutsista TNI pada skema pembiayaan dan skema pengadaan.
Laporan yang diterima tidak serta merta diterima begitu saja. Proses cek dan ricek terhadap laporan tetap akan dilakukan. Audit akan dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya penyalahgunaan anggaran dalam pengadaan alutsista TNI. Oleh sebab itu pengawasan terhadap panitia pengadaan alutsista wajib dilakukan. Pengawasan juga disertai dengan audit terhadap semua pihak. Audit dilakukan sebelum kontrak dilakukan dan setelah proses pengadaan selesai. (by pocong syereem)


Selasa, 10 Juni 2014

DUEL UDARA MELUMPUHKAN DOMINASI ASING DI INDONESIA TIMUR


Ilustrasi Pesawat P-51 Mustang AURI melumpuhkan pesawat B-26 Invader AUREV
Pada awal kemerdekaan, bangsa Indonesia banyak mengalami peristiwa-peristiwa yang mengarah kepada terjadinya diintegrasi bangsa. Hal tersebut  terjadi karena beberapa sebab diantaranya adanya ketidakpuasan terhadap kebijakan-kebijakan pusat terhadap daerah. Sebab inilah yang memicu terjadinya pemberontakan Permesta di Sulawesi.
Pada tanggal 2 Maret 1957, bertempat di kantor Gubernuran Ujungpandang telah diadakan pertemuan yang dihadiri oleh tokoh-tokoh militer maupun sipil.  Pertemuan tersebut telah menghasilkan apa yang disebut dengan  “Piagam Perjuangan Semesta” (Permesta). Pada tahapan selanjutnya, pemberontakan ini telah mendapat bantuan baik dari dalam maupun dari luar negeri. Salah satu bukti adanya dukungan dari luar negeri adalah adanya keterlibatan kekuatan udara asing adalah ketika Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI) yang ketika itu mengambil peran dalam upaya penumpasan pemberontakan Permesta berhasil menembak jatuh sebuah pesawat B-26 yang ternyata dipiloti oleh Allen Pope yang berkewarganegaraan Amerika Serikat.
Angkatan Udara Revolusioner yang lebih dikenal dengan AUREV merupakan  kekuatan udara yang  dibentuk  oleh Permesta dalam rangka merebut dan menguasai wilayah  udara Indonesia. Dengan menguasai wilayah udara tentunya akan mempermudah pasukan Permesta untuk melancarkan serangan-serangan ke seluruh wilayah Indonesia Timur.  
Pada awal pembentukkan AUREV, yang dijadikan sebagai pusat kekuatannya adalah Pangkalan Udara Tasuka. Kapten Udara Rambing ditunjuk sebagai Komandan Kesatuan Darat (Ground Unit). Keadaan semakin berubah ketika bergabungnya Petit Muharto dan Hadi Sapandi yang datang dengan membawa dua Pesawat P-51 Mustang dan tiga Pembom B-26 Invander yang merupakan bantuan dari Amerika, diterbangkan langsung dari pangkalan udara Clark Field di Fhilipina Selatan. Muharto kemudian diangkat sebagai Kepala Staf AUREV dengan pangkat “Komodor Muda Udara“ sedangkan wakilnya Hadi Sapandi dengan pangkat “Mayor Udara”.
Alutsista yang menjadi kekuatan utama AUREV secara keseluruhan didatangkan dari luar negeri. Tidak ada satupun pesawat AUREV yang merupakan milik AURI ataupun penerbangan sipil Indonesia. Pesawat yang menjadi kekuatan AUREV terdiri dari pesawat pembom (Attack) empat buah B-26, pesawat pemburu P-51 Mustang dua buah, pesawat angkut type Curtiss C-46 “Commando” dua buah, Lockheed 12, selain itu pesawat-pesawat DC-3/C-47 “Dakota” dan DC-4/C-54 “Skymaster”. AUREV juga telah menyiapkan 15 pesawat pengebom B-26 untuk Permesta yang merupakan bantuan dari pihak asing. Pesawat-pesawat tersebut disiagakan di sebuah lapangan terbang di Filipina.
Secara keseluruhan, warga negara asing yang mendukung AUREV adalah terdiri dari 14 orang  dari Amerika (enam orang awak pesawat/penerbang dan telegrafis udara, enam orang pelayanan di darat/ montir pesawat dan dua orang petugas lain/perhubungan dan sandi), tujuh orang dari Fhilipina (dua orang penerbang dan lima orang pembantu montir pesawat) serta 18 orang warga Thionghoa yang meliputi awak pesawat dan pelayanan di darat.
Secara umum, bangsa Indonesia yang terlibat dalam AUREV berada pada pekerjaan administrasi sedangkan pada awak pesawat hanya sedikit sekali yaitu sembilan orang sebagai telegrafis udara dan dua orang penerbang yaitu Petit Muharto dan Hadi Sapandi sisanya selain tenaga administrasi juga sebagai pasukan pertahanan pangkalan. Maka dapat kita simpulkan bahwa kegiatan operasi penerbangan AUREV sangat dikuasai oleh bangsa asing.
Serangan udara pertama yang dilakukan adalah serangan terhadap Mapanget pada tanggal 12 April 1958. Serangan tersebut dilakukan dengan menggunakan pesawat pembom B-26 Invander yang tinggal landas langsung dari Pangkalan Udara Clark Field di Filiphina. Keesokan harinya serangan udara kembali dilakukan, yang menjadi sasaran adalah kota Makassar dan Balikpapan. Allen Lawrence Pope menjadi aktor utama dalam penyerangan-penyerangan yang dilakukan oleh AUREV dengan menggunakan pesawat pembon B-26 Invander. Pada tanggal 29 April 1958 kira-kira jam 14.00, pesawat pembom B-26 AUREV  dengan penerbang Allen  Lawrence Pope telah melakukan suatu serangan udara terhadap Detasemen Angkatan Udara Kendari. Pada tanggal 30 April 1958, Pope kembali menyerang dan yang menjadi sasaran adalah daerah Donggala dan Palu. Serangan dilakukan pada sekitar pukul 04.00 WITA.

Kepulan asap sisa-sisa pemboman AUREV
Pada tanggal 1 Mei 1958, pesawat B-26 AUREV menyebarkan Pamflet yang isinya menyatakan bahwa Rakyat Ambon supaya menjauhi obyek-obyek militer karena Permesta akan melakukan serangan-serangan. Keesokan harinya, 2 Mei 1958 hal tersebut benar-benar terjadi yaitu ketika pesawat pembom AUREV benar-benar melakukan serangan terhadap kota Ambon. Serangan selanjutnya adalah  pada tanggal 7 Mei 1958 kira-kira jam 06.00, AUREV melakukan serangan udara terhadap Pangkalan Udara Ambon.    Pada tanggal 8 Mei 1958 kira-kira pukul 17.00, kembali melakukan penyerangan terhadap Detasemen Angkatan Udara Liang/Ambon. Pada tanggal 15 Mei 1958 kira-kira pukul 05.30, melakukan penyerangan terhadap sebuah kapal motor dipelabuhan Ambon.  Pada tanggal 18 Mei 1958 kira-kira pukul 06.00 penyerangan dilakukan tehadap Pangkalan Udara Pattimura/Ambon.
Satu momen bersejarah saat AURI menumpas pemberontakan Permesta adalah ketika seorang penerbang AURI dapat menembak jatuh sebuah pesawat B 26 Invander AUREV.  Pagi itu, pada tanggal 18 Mei 1958 di Pangkalan Udara Liang, Kapten Udara Ignatius Dewanto tengah bersiap di kockpit P-51 Mustang. Dia ditugaskan menyerang pangkalan udara AUREV di Sulawesi Utara. Hanya beberapa saat sebelum Dewanto take off menuju Manado, dia menerima sebuah berita yang memaksanya membatalkan serangan ke Manado dan harus mengarahkan pesawat ke Ambon karena kota tersebut dibom oleh B-26 Invader AUREV. Ketika berada di atas udara Ambon, Dewanto melihat  asap mengepul di mana-mana. Puing-puing berserakan, menandakan baru saja terjadi serangan udara terhadap Ambon. Pesawat kemudian dibawa untuk berputar-putar sejenak, B-26 Invader AUREV tidak terlihat. Kemudian pesawatnya diarahkan ke barat. Ferry tank dilepas untuk menambah kelincahan pesawat.

Dewanto penerbang Pesawat P-51 Mustang
Dewanto terbang rendah, saat pandangannya tertuju ke konvoi kapal ALRI, sekelebat dilihatnya pesawat B-26 Invader AUREV. Pesawat tersebut ternyata tengah melaju ke arah konvoi kapal ALRI tersebut. Dewanto terbang mengejar dan beruntung bisa menempatkan diri persis berada di belakang B-26 tersebut. Walau sempat ragu karena posisi musuh tepat antara kapal dan dia, Kapten Dewanto segera menembak dengan roketnya, tapi meleset yang kemudian disusul dengan tembakan 12,7 mm, karena tembakan rentetan dan jaraknya sudah lebih dekat kemungkinan kena lebih besar. Alhasil, B-26 yang diterbangkan seorang serdadu bayaran bernama Allen Lawrence Pope beserta juru radio Hary Rantung (bekas AURI), terbakar dan tercebur ke laut. Posisi  jatuhnya pesawat B-26 tersebut pada koordinat 03.40 LS dan 127.51 BT. Dewanto yakin peluru 12,7 mm nya mengenai sasaran, hal ini dikuatkan dengan adanya asap yang mengepul keluar dari badan pesawat. Sementara dua awak pesawat B-26 kelihatan meloncat menggunakan parasut. Sewaktu berusaha mendarat payung Allen Pope menyangkut di pohon kelapa di Pulau Tiga, ketika hendak turun dari pohon kelapa ia terhempas ke batu karang sehingga kakinya patah dan badannya luka-luka. Sementara yang seorang lagi operator Radio Harry Rantung bekas anggota AURI juga jatuh ke laut kemudian dapat berenang ke tepi, akhirnya keduanya dapat ditangkap.
Sejak tertangkapnya Allen Pope, kekuatan AUREV telah lumpuh serta keunggulan di udara di wilayah Indonesia Timur dikuasai AURI. Operasi-operasi pendaratan-pendaratan berhasil dilakukan diberbagai tempat oleh pasukan gabungan TNI.  Peristiwa ini telah berdampak kepada pemerintah Amerika Serikat untuk mengubah sikapnya terhadap Indonesia. Washington menjadi ramah dengan harapan Indonesia itu akan diam. Bola politik benar-benar dimainkan oleh Presiden Soekarno. Penahanan Pope diulur untuk mendapatkan manfaat keramahtamahan diplomasi Amerika Serikat. Embargo senjata terhadap Republik Indonesia dicabut. Pemerintah Amerika Serikat segera menyetujui pembelian senjata juga berbagai suku cadang yang dibutuhkan TNI termasuk suku cadang persawat terbang AURI.

Sidang pengadilan militer Allen Lawrence Pope
Allen Pope kemudian dihadapkan ke pengadilan militer  kemudian dijatuhi hukuman mati sedanggkan Harry Rantung diganjar hukuman 15 tahun. Setelah John F. Kennedy menjadi Presiden Amerika Serikat, hubungan Amerika Serikat dengan Presiden Soekarno mengalami perbaikan. Pemerintah Amerika Serikat busaha juga untuk mbebaskan Allen Pope. Jaksa Agung Amerika Serikat  diutus ke Jakarta untuk menemui Presiden Soekarno dengan mbawa surat Kepresidenan yang isinya agar Pope dibebaskan.

TNI AU 

OPERASI LINTAS UDARA (LINUD) PERTAMA


Pasukan Payung siap diberangkatkan dari lapangan terbang Maguwo
Kalimantan sebagai salah satu wilayah RI, penduduknya juga berjuang melawan NICA yang bermaksud berkuasa kembali. Pada tanggal 10 Oktober 1945, rakyat Kalimantan Selatan berhasil membentuk Pemerintah Daerah sebagai bagian dari Republik Indonesia, dengan Banjarmasin sebagai ibukotanya. Pasukan Sekutu yang pada waktu itu menduduki Kalimantan, pada tanggal 24 Oktober 1945 menyerahkan kekuasaan secara resmi kepada NICA. Tindakan ini langsung menimbulkan kemarahan rakyat setempat yang setia kepada Republik Indonesia. Mereka mulai membentuk barisan untuk menentang penjajah. Bantuan yang diharapkan melalui laut dari Jawa terhalang, karena Belanda menjalankan blokade di laut. Oleh karena itu, satu-satunya jalan yang dapat dilakukan adalah melalui udara.Gubernur Kalimantan, Ir. Pangeran Muhammad Noor mengirim surat kepada KSAU Suryadi Suryadarma, yang isinya meminta bantuan agar AURI  bersedia melatih pemuda-pemuda asal Kalimantan, kemudian menerjunkan mereka kembali ke Kalimantan untuk berjuang membantu saudara-saudaranya. Pimpinan AURI kemudian mengadakan perundingan dengan Markas Besar  Tentara. Akhirnya MBT sepakat untuk membentuk staf khusus yang bertugas menghimpun pasukan payung. Dalam hal ini KSAU dibantu Mayor Cilik Riwut, yang berasal dari Kabupaten Kota Waringin. Dia adalah perwira operasi yang ditempatkan pada staf Sekretaris KSAU, Bagian Siasat Perang.
Dalam waktu singkat, staf khusus berhasil merekrut sekitar 60 pejuang dari Kalimantan, Sulawesi, Jawa, dan juga dari Madura yang bersedia diterjunkan di Kalimantan. Mereka ditampung di Asrama Padasan, Warungboto, di dekat Maguwo. Adapun pelatih dari AURI adalah Opsir Udara II Suyono, dibantu Opsir Muda Udara II Amir Hamzah, Opsir Muda Udara III Suroyo, Sersan Mispar dan Kopral Udara Matyasir.
Mengingat sempitnya waktu, mereka hanya mendapat latihan di darat saja, berupa latihan teori terjun dan cara melipat payung. Mereka tidak sempat dilatih terjun dari pesawat. Lamanya latihan pun hanya satu minggu. Pada akhir latihan, terpilih 12 orang putra Kalimantan yang semua paham bahasa Dayak Kahayan, ditambah dua orang dari PHB AURI, yaitu Opsir Muda Udara I Hari Hadisumantri dari Semarang sebagai montir radio, dan Sersan Udara F.M Suyoto dari Ponorogo yang bertugas menjadi juru radio. Adapun pasukan payung berjumlah 14 orang ini, dipimpin Iskandar yang berasal dari Kabupaten Sampit, Kalimantan Selatan.

Pesawat C-47 Dakota RI-002 yang digunakan untuk dropping pasukan payung tanggal 17 Oktober 1947 di Kalimantan
Tujuan dan tugas operasi penerjunan yang bersifat rahasia itu, adalah membentuk dan menyusun kekuatan inti gerilya di daerah asal suku Dayak, Sepanbiha, untuk membantu perjuangan rakyat setempat; membuka stasiun pemancar induk, serta menyiapkan daerah penerjunan untuk operasi selanjutnya. Dua petugas PHB AURI beserta pemancar radio yang mereka bawa, diharapkan dapat menjadi “pemancar strategis”, sehingga perjuangan rakyat Kalimantan dapat dikoordinasikan dengan perjuangan di Jawa dan Sumatera.
Pesawat yang digunakan adalah Dakota RI-002 dengan pilot yang dipercayakan lagi kepada Bob Earl Freeberg. Adapun yang menjadi co-pilot adalah Opsir Udara III Makmur Suhodo dan Operator Penerjun Opsir Muda Udara III Amir Hamzah. Mayor Cilik Riwut bertindak sebagai penunjuk daerah penerjunan.
Pesawat berangkat dari Yogyakarta pada tanggal 17 Oktober 1947 pukul 02.30 dini hari, dan waktu menunjukkan pukul 05.30 ketika melayang di atas kawasan rawa-rawa Kalimantan. Tjilik Riwut sempat ragu, tetapi setelah yakin bahwa mereka sudah ada di atas daerah Sepanbiha, maka para pemuda itu pun mulai melakukan penerjunan. Djarni batal meloncat karena takut. Adapun ke–13 anggota pasukan payung yang berhasil mendarat dengan selamat adalah  Hari Hadisumantri, Achmad Kosasih, (Mangkahulu), Iskandar, Ali Akbar (Balikpapan), Mica Amiruddin, Emmanuel  (Kahayanhulu), C. Williams (Kuala Kapuas), Morawi (Rantau Pulut), Bachri (Barabai), Darius (Kadingan), M. Dachlan (Sampit), J. Bitak (Kepala Baru), dan Suyoto.
Operasi pertama yang berlangsung pada tanggal 17 Oktober 1947 ini, disertai dropping alat-alat perlengkapan dan perbekalan untuk bergerilya di hutan. Beberapa orang tersangkut pohon-pohon tinggi rimba raya, tetapi tidak menjadi rintangan untuk mendarat tanpa cacat. Mereka baru berkumpul pada hari ketiga. Ternyata mereka tidak mendarat di Sepanbiha, tetapi dekat Kampung Sambi, di antara Sungai Seruyan di barat laut Rantau Pulut, Kotawaringin. Tidak semua parachut dapat ditemukan kembali, demikian juga persediaan amunisi, bahan makanan, alat perkemahan dan veldbed. Andaikata tidak ada pengkhianatan dari Albert Rosing, seorang Lurah Kampung Mayang, yang menyebabkan mereka masuk perangkap, setelah 35 hari di hutan, pasti mereka berhasil.

Pada tanggal 23 Nopember 1947 anggota pasukan payung disergab patrol Belanda di hulu anak Sungai Seruyan
Pada dini hari tanggal 23 November 1947, ketika orang masih tidur nyenyak, di sebuah ladang tepi Sungai Koleh (anak Sungai Seruyan), mereka dihujani peluru oleh sepasukan tentara Belanda yang menyerang dari 3 jurusan. Akibatnya tiga orang gugur seketika, yaitu Letnan Udara II Anumerta Iskandar, Sersan Mayor Udara Anumerta Achmad Kosasih, dan Kapten Udara Anumerta Hari Hadisumantri. Suyoto tertawan, sedangkan Dachlan yang mengalami luka berat di leher, bersama Bachri, Ali Akbar, Mica Amiruddin dan yang lain sempat meloloskan diri. Dengan tabah, sisa rombongan melanjutkan bergerilya, tetapi pengepungan pasukan NICA begitu ketatnya, sehingga akhirnya dua bulan kemudian mereka semua tertangkap.
Mereka dibawa ke Banjarmasin, dan kemudian ditawan di Penjara Bukitduri, Jakarta. Tidak lama di Jakarta mereka dibawa kembali ke Banjarmasin, setelah itu mereka dikirim lagi ke Jakarta, masuk Penjara Glodok, kemudian dipindah ke Penjara Cipinang, lalu dijebloskan ke Penjara Bukit Batu di Nusa Kambangan. Pada waktu mendekati penandatanganan KMB di Den Haag, Belanda, mereka ditarik kembali ke Glodok dan akhirnya dikembalikan ke Yogya dengan status bebas.

Kali Seruyan yang menjadi saksi bisu perjuangan Pasukan Payung
Demikianlah operasi penerjunan pasukan payung ini dilaksanakan sekaligus merupakan operasi lintas udara (linud) pertama bagi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. Meskipun tugas operasi Kalimantan itu gagal, tetapi kisah paratroop tersebut merupakan suatu peristiwa gemilang. Ini membuktikan bahwa para pejuang kemerdekaan dalam keadaan serba darurat dapat membina kekuatan yang tidak boleh dianggap remeh. Peristiwa inilah yang kemudian diperingati sebagai hari Pasukan Khas Angkatan Udara.
Untuk mengenang dan menghormati kepahlawanan para pelopor penerjunan  payung  yang  telah  mendahului  meninggal  dunia,  maka pimpinan AURI telah memerintahkan kepada FM. Sujoto, J. Bitak dan Dachlan untuk mengadakan ekspedisi ke Kalimantan guna memindahkan makam  ketiga temannya yang telah gugur, ke makam pahlawan Yogyakarta.  Demikianlah pada tanggal 15 Maret 1950 mereka bertolak dari Yogyakarta dan apabila dibandingkan dengan dua setengah tahun yang lalu, maka perjalanan sekarang ini adalah jauh lebih berbeda keadaannya, dimana udara tidak lagi diliputi oleh suasana pertikaian dan permusuhan dengan Belanda.

Tim pencarian kerangka jenazah tiga anggota Pasukan Payung yang gugur sedang diabadikan dengan pemandangan daerah Sampit Kalimantan Tengah
Setelah sampai di Banjarmasin mereka bertemu dengan Mayor Eddie dan mendapat keterangan, bahwa  dua minggu yang lalu beliau mengirimkan telegram ke Jakarta yang isinya meminta supaya rencana pengambil­an jenazah ditunda sampai bulan Juli mengingat musim hujan  dan bahaya banjir.  Saran  diterima  diberikan  pula  oleh  dari  Overste  Sukanda Bratamanggala dan Ketua Dewan Dayak, akan tetapi andaikata mereka bermaksud akan melanjutkan perjalanannya, maka akan dibantu sepenuhnya.  Untuk keberhasilan pelaksanakan tugas dan kembali  tidak dengan tangan kosong, maka mereka memutuskan untuk melanjutkan rencana semula.  Setelah dua hari mengadakan persiapan-persiapan, mereka lalu berangkat menuju daerah pedalaman dengan menggunakan kapal motor B-004.

Jenazah Kapten Udara Harry Hadisumantri mendapat menghormatan secara adat suku Dayak oleh penduduk Panjumpa
Pada tanggal 21 Maret 1950 tepat pukul12.00 siang mereka sampai di daerah Sampit dan disini tinggal selama dua hari untuk mencari perlengkapan-perlengkapan lainnya berupa tiga buah peti jenazah dan sebuah perahu lagi.  Di samping itu juga mendapat bantuan pengawalan dari anggota TNI-AD berjumlah enam orang.  Setelah sampai di Rantaupulut mereka memperoleh keterangan, bahwa jenazah teman-teman mereka telah dipindahkan dari tempat semula.  Kiranya kejadian dan kenangan dua setengah tahun yang lampau kembali terbayang, ketika mereka menyusuri sungai Serujan.
Setelah itu mereka memperoleh keterangan, bahwa jenazah-jenazah yang mereka cari telah dipindahkan ke Makam Pahlawan Tubangmanjul.  Pada keesokan harinya berangkatlah mereka ke Tumbangmanjul dan dari hasil penggalian serta pengenalan kembali hanya diketemukan jenazah Harry Hadisumantri saja, sedang dua jenazah yang lain Iskandar dan Kosasih tidak diketemukan  berhubung dengan tempat penguburannya yang baru tidak diberi tanda, sehingga sulit untuk mengenalnya, maka satu peti dapat terisi, sedang yang dua tetap kosong.

Di persemayaman jenasah Kapten Udara Hary Hadisumsntri dikawal dua orang prajurit
Jalannya pengambilan jenazah ini mendapat perhatian penduduk sangat besar dari penduduk setempat, mereka tidak lupa mengadakan upacara selamatan untuk menghormati arwah para pahlawannya dengan tari-tarian selamatan, dan tari-tarian adat yang sekaligus menunjukkan pula rasa duka citanya.  Bukan saja di Mujang, tetapi ditempat-tempat lain yang mereka lalui, mereka mendapat sambutan hangat dan mengharukan.  Pada tanggal 14 April 1950 rombongan tiba kembali di Banjarmasin, yang selanjutnya jenazah almarhum Harry Hadisumantri diistirahatkan di gedung G.P.I Jalan Pelabuhan Utara untuk menunggu kapal yang akan mengangkut ke Jawa.  Dengan kapal K.P.M MS Rengat jenazah kemudian dibawa ke Surabaya yang selanjutnya dari Surabaya diteruskan ke Yogyakarta untuk dimakamkan di  Taman Makam Pahlawan Kusuma Negara.

TNI AU.