Selasa, 10 Juni 2014

DUEL UDARA MELUMPUHKAN DOMINASI ASING DI INDONESIA TIMUR


Ilustrasi Pesawat P-51 Mustang AURI melumpuhkan pesawat B-26 Invader AUREV
Pada awal kemerdekaan, bangsa Indonesia banyak mengalami peristiwa-peristiwa yang mengarah kepada terjadinya diintegrasi bangsa. Hal tersebut  terjadi karena beberapa sebab diantaranya adanya ketidakpuasan terhadap kebijakan-kebijakan pusat terhadap daerah. Sebab inilah yang memicu terjadinya pemberontakan Permesta di Sulawesi.
Pada tanggal 2 Maret 1957, bertempat di kantor Gubernuran Ujungpandang telah diadakan pertemuan yang dihadiri oleh tokoh-tokoh militer maupun sipil.  Pertemuan tersebut telah menghasilkan apa yang disebut dengan  “Piagam Perjuangan Semesta” (Permesta). Pada tahapan selanjutnya, pemberontakan ini telah mendapat bantuan baik dari dalam maupun dari luar negeri. Salah satu bukti adanya dukungan dari luar negeri adalah adanya keterlibatan kekuatan udara asing adalah ketika Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI) yang ketika itu mengambil peran dalam upaya penumpasan pemberontakan Permesta berhasil menembak jatuh sebuah pesawat B-26 yang ternyata dipiloti oleh Allen Pope yang berkewarganegaraan Amerika Serikat.
Angkatan Udara Revolusioner yang lebih dikenal dengan AUREV merupakan  kekuatan udara yang  dibentuk  oleh Permesta dalam rangka merebut dan menguasai wilayah  udara Indonesia. Dengan menguasai wilayah udara tentunya akan mempermudah pasukan Permesta untuk melancarkan serangan-serangan ke seluruh wilayah Indonesia Timur.  
Pada awal pembentukkan AUREV, yang dijadikan sebagai pusat kekuatannya adalah Pangkalan Udara Tasuka. Kapten Udara Rambing ditunjuk sebagai Komandan Kesatuan Darat (Ground Unit). Keadaan semakin berubah ketika bergabungnya Petit Muharto dan Hadi Sapandi yang datang dengan membawa dua Pesawat P-51 Mustang dan tiga Pembom B-26 Invander yang merupakan bantuan dari Amerika, diterbangkan langsung dari pangkalan udara Clark Field di Fhilipina Selatan. Muharto kemudian diangkat sebagai Kepala Staf AUREV dengan pangkat “Komodor Muda Udara“ sedangkan wakilnya Hadi Sapandi dengan pangkat “Mayor Udara”.
Alutsista yang menjadi kekuatan utama AUREV secara keseluruhan didatangkan dari luar negeri. Tidak ada satupun pesawat AUREV yang merupakan milik AURI ataupun penerbangan sipil Indonesia. Pesawat yang menjadi kekuatan AUREV terdiri dari pesawat pembom (Attack) empat buah B-26, pesawat pemburu P-51 Mustang dua buah, pesawat angkut type Curtiss C-46 “Commando” dua buah, Lockheed 12, selain itu pesawat-pesawat DC-3/C-47 “Dakota” dan DC-4/C-54 “Skymaster”. AUREV juga telah menyiapkan 15 pesawat pengebom B-26 untuk Permesta yang merupakan bantuan dari pihak asing. Pesawat-pesawat tersebut disiagakan di sebuah lapangan terbang di Filipina.
Secara keseluruhan, warga negara asing yang mendukung AUREV adalah terdiri dari 14 orang  dari Amerika (enam orang awak pesawat/penerbang dan telegrafis udara, enam orang pelayanan di darat/ montir pesawat dan dua orang petugas lain/perhubungan dan sandi), tujuh orang dari Fhilipina (dua orang penerbang dan lima orang pembantu montir pesawat) serta 18 orang warga Thionghoa yang meliputi awak pesawat dan pelayanan di darat.
Secara umum, bangsa Indonesia yang terlibat dalam AUREV berada pada pekerjaan administrasi sedangkan pada awak pesawat hanya sedikit sekali yaitu sembilan orang sebagai telegrafis udara dan dua orang penerbang yaitu Petit Muharto dan Hadi Sapandi sisanya selain tenaga administrasi juga sebagai pasukan pertahanan pangkalan. Maka dapat kita simpulkan bahwa kegiatan operasi penerbangan AUREV sangat dikuasai oleh bangsa asing.
Serangan udara pertama yang dilakukan adalah serangan terhadap Mapanget pada tanggal 12 April 1958. Serangan tersebut dilakukan dengan menggunakan pesawat pembom B-26 Invander yang tinggal landas langsung dari Pangkalan Udara Clark Field di Filiphina. Keesokan harinya serangan udara kembali dilakukan, yang menjadi sasaran adalah kota Makassar dan Balikpapan. Allen Lawrence Pope menjadi aktor utama dalam penyerangan-penyerangan yang dilakukan oleh AUREV dengan menggunakan pesawat pembon B-26 Invander. Pada tanggal 29 April 1958 kira-kira jam 14.00, pesawat pembom B-26 AUREV  dengan penerbang Allen  Lawrence Pope telah melakukan suatu serangan udara terhadap Detasemen Angkatan Udara Kendari. Pada tanggal 30 April 1958, Pope kembali menyerang dan yang menjadi sasaran adalah daerah Donggala dan Palu. Serangan dilakukan pada sekitar pukul 04.00 WITA.

Kepulan asap sisa-sisa pemboman AUREV
Pada tanggal 1 Mei 1958, pesawat B-26 AUREV menyebarkan Pamflet yang isinya menyatakan bahwa Rakyat Ambon supaya menjauhi obyek-obyek militer karena Permesta akan melakukan serangan-serangan. Keesokan harinya, 2 Mei 1958 hal tersebut benar-benar terjadi yaitu ketika pesawat pembom AUREV benar-benar melakukan serangan terhadap kota Ambon. Serangan selanjutnya adalah  pada tanggal 7 Mei 1958 kira-kira jam 06.00, AUREV melakukan serangan udara terhadap Pangkalan Udara Ambon.    Pada tanggal 8 Mei 1958 kira-kira pukul 17.00, kembali melakukan penyerangan terhadap Detasemen Angkatan Udara Liang/Ambon. Pada tanggal 15 Mei 1958 kira-kira pukul 05.30, melakukan penyerangan terhadap sebuah kapal motor dipelabuhan Ambon.  Pada tanggal 18 Mei 1958 kira-kira pukul 06.00 penyerangan dilakukan tehadap Pangkalan Udara Pattimura/Ambon.
Satu momen bersejarah saat AURI menumpas pemberontakan Permesta adalah ketika seorang penerbang AURI dapat menembak jatuh sebuah pesawat B 26 Invander AUREV.  Pagi itu, pada tanggal 18 Mei 1958 di Pangkalan Udara Liang, Kapten Udara Ignatius Dewanto tengah bersiap di kockpit P-51 Mustang. Dia ditugaskan menyerang pangkalan udara AUREV di Sulawesi Utara. Hanya beberapa saat sebelum Dewanto take off menuju Manado, dia menerima sebuah berita yang memaksanya membatalkan serangan ke Manado dan harus mengarahkan pesawat ke Ambon karena kota tersebut dibom oleh B-26 Invader AUREV. Ketika berada di atas udara Ambon, Dewanto melihat  asap mengepul di mana-mana. Puing-puing berserakan, menandakan baru saja terjadi serangan udara terhadap Ambon. Pesawat kemudian dibawa untuk berputar-putar sejenak, B-26 Invader AUREV tidak terlihat. Kemudian pesawatnya diarahkan ke barat. Ferry tank dilepas untuk menambah kelincahan pesawat.

Dewanto penerbang Pesawat P-51 Mustang
Dewanto terbang rendah, saat pandangannya tertuju ke konvoi kapal ALRI, sekelebat dilihatnya pesawat B-26 Invader AUREV. Pesawat tersebut ternyata tengah melaju ke arah konvoi kapal ALRI tersebut. Dewanto terbang mengejar dan beruntung bisa menempatkan diri persis berada di belakang B-26 tersebut. Walau sempat ragu karena posisi musuh tepat antara kapal dan dia, Kapten Dewanto segera menembak dengan roketnya, tapi meleset yang kemudian disusul dengan tembakan 12,7 mm, karena tembakan rentetan dan jaraknya sudah lebih dekat kemungkinan kena lebih besar. Alhasil, B-26 yang diterbangkan seorang serdadu bayaran bernama Allen Lawrence Pope beserta juru radio Hary Rantung (bekas AURI), terbakar dan tercebur ke laut. Posisi  jatuhnya pesawat B-26 tersebut pada koordinat 03.40 LS dan 127.51 BT. Dewanto yakin peluru 12,7 mm nya mengenai sasaran, hal ini dikuatkan dengan adanya asap yang mengepul keluar dari badan pesawat. Sementara dua awak pesawat B-26 kelihatan meloncat menggunakan parasut. Sewaktu berusaha mendarat payung Allen Pope menyangkut di pohon kelapa di Pulau Tiga, ketika hendak turun dari pohon kelapa ia terhempas ke batu karang sehingga kakinya patah dan badannya luka-luka. Sementara yang seorang lagi operator Radio Harry Rantung bekas anggota AURI juga jatuh ke laut kemudian dapat berenang ke tepi, akhirnya keduanya dapat ditangkap.
Sejak tertangkapnya Allen Pope, kekuatan AUREV telah lumpuh serta keunggulan di udara di wilayah Indonesia Timur dikuasai AURI. Operasi-operasi pendaratan-pendaratan berhasil dilakukan diberbagai tempat oleh pasukan gabungan TNI.  Peristiwa ini telah berdampak kepada pemerintah Amerika Serikat untuk mengubah sikapnya terhadap Indonesia. Washington menjadi ramah dengan harapan Indonesia itu akan diam. Bola politik benar-benar dimainkan oleh Presiden Soekarno. Penahanan Pope diulur untuk mendapatkan manfaat keramahtamahan diplomasi Amerika Serikat. Embargo senjata terhadap Republik Indonesia dicabut. Pemerintah Amerika Serikat segera menyetujui pembelian senjata juga berbagai suku cadang yang dibutuhkan TNI termasuk suku cadang persawat terbang AURI.

Sidang pengadilan militer Allen Lawrence Pope
Allen Pope kemudian dihadapkan ke pengadilan militer  kemudian dijatuhi hukuman mati sedanggkan Harry Rantung diganjar hukuman 15 tahun. Setelah John F. Kennedy menjadi Presiden Amerika Serikat, hubungan Amerika Serikat dengan Presiden Soekarno mengalami perbaikan. Pemerintah Amerika Serikat busaha juga untuk mbebaskan Allen Pope. Jaksa Agung Amerika Serikat  diutus ke Jakarta untuk menemui Presiden Soekarno dengan mbawa surat Kepresidenan yang isinya agar Pope dibebaskan.

TNI AU 

OPERASI LINTAS UDARA (LINUD) PERTAMA


Pasukan Payung siap diberangkatkan dari lapangan terbang Maguwo
Kalimantan sebagai salah satu wilayah RI, penduduknya juga berjuang melawan NICA yang bermaksud berkuasa kembali. Pada tanggal 10 Oktober 1945, rakyat Kalimantan Selatan berhasil membentuk Pemerintah Daerah sebagai bagian dari Republik Indonesia, dengan Banjarmasin sebagai ibukotanya. Pasukan Sekutu yang pada waktu itu menduduki Kalimantan, pada tanggal 24 Oktober 1945 menyerahkan kekuasaan secara resmi kepada NICA. Tindakan ini langsung menimbulkan kemarahan rakyat setempat yang setia kepada Republik Indonesia. Mereka mulai membentuk barisan untuk menentang penjajah. Bantuan yang diharapkan melalui laut dari Jawa terhalang, karena Belanda menjalankan blokade di laut. Oleh karena itu, satu-satunya jalan yang dapat dilakukan adalah melalui udara.Gubernur Kalimantan, Ir. Pangeran Muhammad Noor mengirim surat kepada KSAU Suryadi Suryadarma, yang isinya meminta bantuan agar AURI  bersedia melatih pemuda-pemuda asal Kalimantan, kemudian menerjunkan mereka kembali ke Kalimantan untuk berjuang membantu saudara-saudaranya. Pimpinan AURI kemudian mengadakan perundingan dengan Markas Besar  Tentara. Akhirnya MBT sepakat untuk membentuk staf khusus yang bertugas menghimpun pasukan payung. Dalam hal ini KSAU dibantu Mayor Cilik Riwut, yang berasal dari Kabupaten Kota Waringin. Dia adalah perwira operasi yang ditempatkan pada staf Sekretaris KSAU, Bagian Siasat Perang.
Dalam waktu singkat, staf khusus berhasil merekrut sekitar 60 pejuang dari Kalimantan, Sulawesi, Jawa, dan juga dari Madura yang bersedia diterjunkan di Kalimantan. Mereka ditampung di Asrama Padasan, Warungboto, di dekat Maguwo. Adapun pelatih dari AURI adalah Opsir Udara II Suyono, dibantu Opsir Muda Udara II Amir Hamzah, Opsir Muda Udara III Suroyo, Sersan Mispar dan Kopral Udara Matyasir.
Mengingat sempitnya waktu, mereka hanya mendapat latihan di darat saja, berupa latihan teori terjun dan cara melipat payung. Mereka tidak sempat dilatih terjun dari pesawat. Lamanya latihan pun hanya satu minggu. Pada akhir latihan, terpilih 12 orang putra Kalimantan yang semua paham bahasa Dayak Kahayan, ditambah dua orang dari PHB AURI, yaitu Opsir Muda Udara I Hari Hadisumantri dari Semarang sebagai montir radio, dan Sersan Udara F.M Suyoto dari Ponorogo yang bertugas menjadi juru radio. Adapun pasukan payung berjumlah 14 orang ini, dipimpin Iskandar yang berasal dari Kabupaten Sampit, Kalimantan Selatan.

Pesawat C-47 Dakota RI-002 yang digunakan untuk dropping pasukan payung tanggal 17 Oktober 1947 di Kalimantan
Tujuan dan tugas operasi penerjunan yang bersifat rahasia itu, adalah membentuk dan menyusun kekuatan inti gerilya di daerah asal suku Dayak, Sepanbiha, untuk membantu perjuangan rakyat setempat; membuka stasiun pemancar induk, serta menyiapkan daerah penerjunan untuk operasi selanjutnya. Dua petugas PHB AURI beserta pemancar radio yang mereka bawa, diharapkan dapat menjadi “pemancar strategis”, sehingga perjuangan rakyat Kalimantan dapat dikoordinasikan dengan perjuangan di Jawa dan Sumatera.
Pesawat yang digunakan adalah Dakota RI-002 dengan pilot yang dipercayakan lagi kepada Bob Earl Freeberg. Adapun yang menjadi co-pilot adalah Opsir Udara III Makmur Suhodo dan Operator Penerjun Opsir Muda Udara III Amir Hamzah. Mayor Cilik Riwut bertindak sebagai penunjuk daerah penerjunan.
Pesawat berangkat dari Yogyakarta pada tanggal 17 Oktober 1947 pukul 02.30 dini hari, dan waktu menunjukkan pukul 05.30 ketika melayang di atas kawasan rawa-rawa Kalimantan. Tjilik Riwut sempat ragu, tetapi setelah yakin bahwa mereka sudah ada di atas daerah Sepanbiha, maka para pemuda itu pun mulai melakukan penerjunan. Djarni batal meloncat karena takut. Adapun ke–13 anggota pasukan payung yang berhasil mendarat dengan selamat adalah  Hari Hadisumantri, Achmad Kosasih, (Mangkahulu), Iskandar, Ali Akbar (Balikpapan), Mica Amiruddin, Emmanuel  (Kahayanhulu), C. Williams (Kuala Kapuas), Morawi (Rantau Pulut), Bachri (Barabai), Darius (Kadingan), M. Dachlan (Sampit), J. Bitak (Kepala Baru), dan Suyoto.
Operasi pertama yang berlangsung pada tanggal 17 Oktober 1947 ini, disertai dropping alat-alat perlengkapan dan perbekalan untuk bergerilya di hutan. Beberapa orang tersangkut pohon-pohon tinggi rimba raya, tetapi tidak menjadi rintangan untuk mendarat tanpa cacat. Mereka baru berkumpul pada hari ketiga. Ternyata mereka tidak mendarat di Sepanbiha, tetapi dekat Kampung Sambi, di antara Sungai Seruyan di barat laut Rantau Pulut, Kotawaringin. Tidak semua parachut dapat ditemukan kembali, demikian juga persediaan amunisi, bahan makanan, alat perkemahan dan veldbed. Andaikata tidak ada pengkhianatan dari Albert Rosing, seorang Lurah Kampung Mayang, yang menyebabkan mereka masuk perangkap, setelah 35 hari di hutan, pasti mereka berhasil.

Pada tanggal 23 Nopember 1947 anggota pasukan payung disergab patrol Belanda di hulu anak Sungai Seruyan
Pada dini hari tanggal 23 November 1947, ketika orang masih tidur nyenyak, di sebuah ladang tepi Sungai Koleh (anak Sungai Seruyan), mereka dihujani peluru oleh sepasukan tentara Belanda yang menyerang dari 3 jurusan. Akibatnya tiga orang gugur seketika, yaitu Letnan Udara II Anumerta Iskandar, Sersan Mayor Udara Anumerta Achmad Kosasih, dan Kapten Udara Anumerta Hari Hadisumantri. Suyoto tertawan, sedangkan Dachlan yang mengalami luka berat di leher, bersama Bachri, Ali Akbar, Mica Amiruddin dan yang lain sempat meloloskan diri. Dengan tabah, sisa rombongan melanjutkan bergerilya, tetapi pengepungan pasukan NICA begitu ketatnya, sehingga akhirnya dua bulan kemudian mereka semua tertangkap.
Mereka dibawa ke Banjarmasin, dan kemudian ditawan di Penjara Bukitduri, Jakarta. Tidak lama di Jakarta mereka dibawa kembali ke Banjarmasin, setelah itu mereka dikirim lagi ke Jakarta, masuk Penjara Glodok, kemudian dipindah ke Penjara Cipinang, lalu dijebloskan ke Penjara Bukit Batu di Nusa Kambangan. Pada waktu mendekati penandatanganan KMB di Den Haag, Belanda, mereka ditarik kembali ke Glodok dan akhirnya dikembalikan ke Yogya dengan status bebas.

Kali Seruyan yang menjadi saksi bisu perjuangan Pasukan Payung
Demikianlah operasi penerjunan pasukan payung ini dilaksanakan sekaligus merupakan operasi lintas udara (linud) pertama bagi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. Meskipun tugas operasi Kalimantan itu gagal, tetapi kisah paratroop tersebut merupakan suatu peristiwa gemilang. Ini membuktikan bahwa para pejuang kemerdekaan dalam keadaan serba darurat dapat membina kekuatan yang tidak boleh dianggap remeh. Peristiwa inilah yang kemudian diperingati sebagai hari Pasukan Khas Angkatan Udara.
Untuk mengenang dan menghormati kepahlawanan para pelopor penerjunan  payung  yang  telah  mendahului  meninggal  dunia,  maka pimpinan AURI telah memerintahkan kepada FM. Sujoto, J. Bitak dan Dachlan untuk mengadakan ekspedisi ke Kalimantan guna memindahkan makam  ketiga temannya yang telah gugur, ke makam pahlawan Yogyakarta.  Demikianlah pada tanggal 15 Maret 1950 mereka bertolak dari Yogyakarta dan apabila dibandingkan dengan dua setengah tahun yang lalu, maka perjalanan sekarang ini adalah jauh lebih berbeda keadaannya, dimana udara tidak lagi diliputi oleh suasana pertikaian dan permusuhan dengan Belanda.

Tim pencarian kerangka jenazah tiga anggota Pasukan Payung yang gugur sedang diabadikan dengan pemandangan daerah Sampit Kalimantan Tengah
Setelah sampai di Banjarmasin mereka bertemu dengan Mayor Eddie dan mendapat keterangan, bahwa  dua minggu yang lalu beliau mengirimkan telegram ke Jakarta yang isinya meminta supaya rencana pengambil­an jenazah ditunda sampai bulan Juli mengingat musim hujan  dan bahaya banjir.  Saran  diterima  diberikan  pula  oleh  dari  Overste  Sukanda Bratamanggala dan Ketua Dewan Dayak, akan tetapi andaikata mereka bermaksud akan melanjutkan perjalanannya, maka akan dibantu sepenuhnya.  Untuk keberhasilan pelaksanakan tugas dan kembali  tidak dengan tangan kosong, maka mereka memutuskan untuk melanjutkan rencana semula.  Setelah dua hari mengadakan persiapan-persiapan, mereka lalu berangkat menuju daerah pedalaman dengan menggunakan kapal motor B-004.

Jenazah Kapten Udara Harry Hadisumantri mendapat menghormatan secara adat suku Dayak oleh penduduk Panjumpa
Pada tanggal 21 Maret 1950 tepat pukul12.00 siang mereka sampai di daerah Sampit dan disini tinggal selama dua hari untuk mencari perlengkapan-perlengkapan lainnya berupa tiga buah peti jenazah dan sebuah perahu lagi.  Di samping itu juga mendapat bantuan pengawalan dari anggota TNI-AD berjumlah enam orang.  Setelah sampai di Rantaupulut mereka memperoleh keterangan, bahwa jenazah teman-teman mereka telah dipindahkan dari tempat semula.  Kiranya kejadian dan kenangan dua setengah tahun yang lampau kembali terbayang, ketika mereka menyusuri sungai Serujan.
Setelah itu mereka memperoleh keterangan, bahwa jenazah-jenazah yang mereka cari telah dipindahkan ke Makam Pahlawan Tubangmanjul.  Pada keesokan harinya berangkatlah mereka ke Tumbangmanjul dan dari hasil penggalian serta pengenalan kembali hanya diketemukan jenazah Harry Hadisumantri saja, sedang dua jenazah yang lain Iskandar dan Kosasih tidak diketemukan  berhubung dengan tempat penguburannya yang baru tidak diberi tanda, sehingga sulit untuk mengenalnya, maka satu peti dapat terisi, sedang yang dua tetap kosong.

Di persemayaman jenasah Kapten Udara Hary Hadisumsntri dikawal dua orang prajurit
Jalannya pengambilan jenazah ini mendapat perhatian penduduk sangat besar dari penduduk setempat, mereka tidak lupa mengadakan upacara selamatan untuk menghormati arwah para pahlawannya dengan tari-tarian selamatan, dan tari-tarian adat yang sekaligus menunjukkan pula rasa duka citanya.  Bukan saja di Mujang, tetapi ditempat-tempat lain yang mereka lalui, mereka mendapat sambutan hangat dan mengharukan.  Pada tanggal 14 April 1950 rombongan tiba kembali di Banjarmasin, yang selanjutnya jenazah almarhum Harry Hadisumantri diistirahatkan di gedung G.P.I Jalan Pelabuhan Utara untuk menunggu kapal yang akan mengangkut ke Jawa.  Dengan kapal K.P.M MS Rengat jenazah kemudian dibawa ke Surabaya yang selanjutnya dari Surabaya diteruskan ke Yogyakarta untuk dimakamkan di  Taman Makam Pahlawan Kusuma Negara.

TNI AU. 

PASUKAN GARUDA MULYA


Pasukan Garuda Mulya di daerah gerilya
Pada 19 Desember 1948, ketika Belanda melancarkan agresinya yang ke-2, dengan menyerang Pangkalan Udara Maguwo  dan diikuti  dengan  pendaratan  tentara  payungnya, Pangkalan Udara Panasan juga didatangi oleh empat pesawat P-51 Mustang Belanda pada kira-kira pukul 06.30.   Mengetahui hal ini, anggota Pangkalan Udara Panasan pimpinan Bapak R.A. Wiriadinata menyerang lebih dahulu dengan senapan-senapan mesin yang jumlahnya 8 pucuk kaliber 12,7 mm.   Melihat peluru api berhamburan di udara, pesawat Belanda tidak membalas.

Hal ini mungkin karena tidak nampak adanya pesawat- pesawat AURI yang parkir di landasan, karena 3 buah pesawat AURI yang ada telah dihancurkan pada waktu Agresi Militer Belanda I.   Pada kenyataannya landasan Pangkalan Udara Panasan hanya dipenuhi dengan batu-batu dan bambu runcing yang telah dipasang oleh pasukan kita. Pesawat-pesawat  P-51 Mustang Belanda hanya melaksanakan pengintaian dan penyebaran pamflet yang berisikan pengumuman bahwa pembesar-pembesar  RI telah di tawan, Pemerintahan Negara dipegang oleh Belanda dan seluruh rakyat diminta tenang. Namun setelah itu pesawat terbang ke arah Delanggu,   disana  mereka menyerang pabrik gula Delanggu dengan senapan mesin dan bom.

Mendengar keadaan yang demikian Komandan Pangkalan Udara Panasan Opsir Muda Udara I Wiriadinata mengeluarkan perintah agar:
a.  Markas AURI dipindahkan ke Bekonang.
b.  Pangkalan dan bangunan-bangunan AURI dihancurkan.

Dengan adanya perintah tersebut anggota Pangkalan Udara Panasan mengadakan aksi bumi hangus atas obyek-obyek vital yang ada di dalam pangkalan termasuk pengrusakan landasan.   Dengan menggunakan bom-bom pesawat terbang yang beratnya antara 25-100 kg yang sudah di ubah detonatornya, Pangkalan Udara Panasan pada tanggal 21 Desember 1948, terpaksa dibumihanguskan.   Dalam waktu singkat, rumah-rumah sudah rata dengan tanah.   Dalam pelaksanaan pembumihangusan Pangkalan Udara Panasan jatuh korban atas nama Kopral Udara Semi dan Kopral Udara Sarsono, karena ingin memperbaiki detonator bom yang macet.   Tetapi malang nasibnya ketika ia menyentuh detonator, bom itu meledak sehingga menghancurkan tubuhnya.

Pasukan Panembahan Senopati (PPS-105)
Sore hari anggota Pangkalan Udara Panasan dan keluarga mengungsi dengan tujuan Madiun untuk menggabungkan diri dengan pasukan dari Maospati yang dipimpin oleh Bapak Soeprantijo. Tetapi sesampainya di Polokerto  (Bekonang) ditahan oleh Gubernur Militer II Rayon I Polokarto Pimpinan Suhendro dan diberikan daerah pertahanan di Kecamatan Jumantoro.   Barangkali Belanda mengetahui dari mata-mata bahwa kampung Bekonang merupakan konsentrasi dari pasukan gerilya maka pada pukul 18.30  diserang oleh 2 pesawat P-51 Mustang sehingga banyak korban yang meninggal.   Dengan segera anggota Pangkalan Udara Panasan berpindah tempat ke Desa Tugu kurang lebih 4 km dari Kampung Bekonang.     Kemudian mereka memberi nama pasukannya dengan nama Garuda Mulya.

Setelah mendapatkan kekuasaan atas suatu daerah, maka mereka segera mengatur siasat perang gerilya yang mana pasukan dibagi atas beberapa regu dengan ditempatkan dikampung-kampung sepanjang jalan raya antara Solo – Tawangmangu dengan tugas untuk mengadakan penghadangan-penghadangan terhadap setiap gerakan tentara Belanda.    Disamping pasukan yang menetap, dibentuk pula pasukan mobile dengan tugas mengadakan serangan-serangan terhadap pos-pos musuh yang ditempatkan antara Solo – Tawangmangu.   Operasi yang gemilang yang dicapai oleh pak Wiriadinata dalam memimpin pasukannya. Berkenaan dengan peristiwa gugurnya yang dipimpin oleh Pak Soenardjo karena suatu pertempuran di daerah Karangpandan, maka Pak Wiriadinata diangkat menjadi Komandan Rayon yang daerahnya semakin meluas termasuk Kecamatan Matesih.

Marsda TNI Wiriadinata
Kegiatan pasukan Garuda Mulya ini lebih diintensifkan.    Pasukan mobile ditugaskan untuk mengadakan kontak dengan semua pasukan-pasukan tetangga serta mengadakan serangan-serangan terhadap pos-pos musuh dan markas-markas musuh sampai ke Jatisrono dan sekitarnya.    Disamping pasukan Mobile hampir setiap satu minggu satu kali semua regu yang menetap pada Sektor Pertahanannya masing-masing dikerahkan untuk mengadakan serangan ke Karang Pandan dan Tawangmangu. Dengan makin gemilangnya hasil-hasil yang telah dicapai, maka kemudian Pak Wiriadinata diangkat menjadi Komandan Pasukan Panembahan Senopati 105, yang disingkat PPS 105.

Berbekal pengalaman di medan operasi gerilya, pada tahun 1952 Pak Wiriadinata menjadi tokoh utama dalam pembentukan Pasukan Pertahanan Pangkalan (PPP) yang kemudian dikenal Pasukan Gerak Tjepat (PGT).  Atas jasanya membentuk  Pasukan Payung TNI AU  tersebut, Pak Wiriadinata dikukuhkan sebagai “Bapak Pasukan TNI AU”.

TNI AU. 

Navigasi Jarak Jauh (NJJ) gunakan pesawat KT 01 Wong Bee tempuh jarak 600 Km


Pesawat KT -01 Wong Bee sedang persiapan di Selter sebelum melaksanakan Navigasi jarak jauh ke Jakarta Selasa (10/6)
Sekolah Instruktur Penerbang angkatan 71, Lanud Adisutjipto, Selasa (10/6) memulai kegiatannya melaksanakan Navigasi Jarak Jauh. Navigasi Jarak Jauh dengan Route Lanud Adisutjipto menuju Semarang (90 Mile) kemudian dilanjutkan ke Jakarta (230 Mile), dari Jakarta menuju ke Semarang dan kembali ke Lanud Adisutjipto ini direncanakan akan memakan waktu 6 hari atau dari tanggal 10 Juni sampai 16 Juni 2014. Menurut perkiraan jarak yang ditempuh pesawat KT 01 Wong Bee mencapai 600 Km hingga sampai Jakarta. 

Komandan Skadron Pendidikan 102 Letkol Fery Yunaldi mengatakan Navigasi Udara Jarak Jauh merupakan salah satu kurikulum pendidikan di Skadik 102. Untuk itu para siswa baik dari SIP A-71 maupun siswa Sekbang lainnya wajib mengikuti dengan baik. Tujuan dari kegiatan ini adalah yaitu agar siswa mampu terbang navigasi menggunakan politage atau baca peta, time calculation dan fuel logging. Navigasi Jarak Jauh bagi Siswa Sekolah Instruktur Penerbang angkatan 71 ini diikuti oleh 16 siswa dengan menggunakan pesawat KT-1B. Sekolah Intruktur Penerbang A 71 ini dibuka tanggal 7 Januari 2014 dan akan ditutup bulan Juli 2014.

Latihan Penerbangan NJJ kali ini dipimpin langsung oleh Komandan Skadron Pendidikan 102 dengan maksud untuk melatih para siswa Instruktur Penerbang (SIP), dalam melaksanakan navigasi jarak jauh agar nantinya para Siswa Instruktur Penerbang (SIP) ini mampu menguasai dan menerbangkan pesawat dengan baik. Latihan ini juga sekaligus sebagai bentuk pembinaan bagi para penerbang agar menjadi penerbang yang handal di segala kondisi dan juga nantinya dapat menjadi instruktur penerbang yang berkualitas tinggi sesuai yang diharapkan oleh TNI AU.


Latgab TNI 2014 dan Rudal Exocet

Dalam Latihan Gabungan beberapa waktu lalu, pihak TNI tampaknya berupaya tampil maksimal. Setiap alutsista yang dimiliki diuji habis seluruh sistem persenjataannya. Dari TNI-AL, paling tidak hal ini terlihat dari jumlah munisi peluru kendali yang dimuntahkan. Sepanjang sejarah, baru kali ini TNI-AL menembakan sekaligus 4 Peluru Kendali anti kapal yang harganya tentu tidak murah. Simak saja foto-foto yang didapat redaksi ARC dari Dinas Penerangan Angkatan Laut. Dalam foto terlihat 2 buah kapal perang kelas Sigma menembakan Exocet MM 40 Block 2. Sementara kapal perang kelas Ahmad Yani menembakan 2 buah Rudal C-802. Semua rudal sukses meluncur dan menenggelamkan kapal sasaran, yakni KRI Karang Banteng.

TNI-AL sendiri merupakan pengguna setia rudal keluarga Exocet. Dimasa lalu, hampir seluruh KRI berudal dipersenjatai Exocet MM-38. Seiring waktu, TNI-AL pun memodernisasi persenjataan rudalnya dengan Exocet tipe terbaru, selain pengadaan tipe rudal lain. Sejak kedatangan kapal perang kelas Sigma, TNI-AL mengadopsi Exocet MM40 block 2. Rudal ini dinilai lebih baik dan berjangkauan lebih jauh dibanding pada Exocet MM-38.

Saat tengah mendiskusikan aksi Rudal ini, ARC malah mendapat informasi langsung, bahwa TNI-AL telah membeli Exocet MM40 Block 3. Bahkan menurut agen penjualnya, Rudal itu telah tiba pada akhir 2013 lalu. Menurut sang agen, Indonesia sudah 2 kali membeli Exocet MM40, yang pertama pada tahun 2008 senilai 60 juta euro, termasuk rudal mistral dan test bench mistral. Lalu yang kedua, pada tahun 2011 pembelian Exocet MM40 Blok 2 senilai 70 juta Euro, termasuk rudal mistral dan test bench MM40. Namun pada kontrak kedua ini terjadi amandemen. Saat itu MBDA menawarkan pesanan Exocet MM40 Block 2 diupgrade ke Block 3 secara gratis, namun tentunya jumlah pembeliannya berkurang. Selain karena harganya lebih mahal, juga lantaran adanya modifikasi dan adaptasi 4 KRI pengusung rudal dari Block 2 ke Block 3.

Secara fisik, tidak ada perbedaan peluncur dari kedua jenis Exocet itu. Exocet MM40 Block 3 tetap bisa menggunakan Launcher ITL-70A yang biasa digunakan Exocet MM40 Block 2, tanpa upgrade apapun. Bahkan sejatinya, tanpa upgrade apapun, Rudal Exocet MM40 Blok 3 bisa langsung digunakan. Namun, penggunaannya tidak akan optimal. Maksudnya, kelebihan Exocet MM40 Block 3 yang mampu menjangkau sasaran 180 km serta menggempur sasaran darat tidak bisa dilakukan.
Namun demikian, memang Exocet MM40 Block 3 milik TNI-AL ini belum diuji coba pada Latgab lalu. Tetapi bolehlah kita berharap agar seluruh Exocet yang akan dimiliki nantinya berasal dari varian Block 3.

ARC. 

Kh-31P: Rudal Pelumat Radar


Dengan kecepatan lesat Mach 3,5 dan jarak jangkau mencapai 110 km, rudal Kh-31P menjadi pelumat satuan radar maupun alutsista lain yang menggunakan sistem kontrol radar.

                Tingkat deterens jet tempur Su-27/30 TNI AU meningkat tajam setelah Kementerian Pertahanan RI melengkapi armada Flanker Skadron Udara 11 dengan beragam rudal berbahaya termasuk yang satu ini, Kh-31P. Dikembangkan oleh Tactical Missile Corporation (sebelum tahun 2002 bernama Zvevda-Strela), rudal Kh-31P dengan seeker pasif mampu menjangkau sasaran hingga 110 km, bahkan lebih, menjadikan rudal berkode NATO AS-17 Krypton (di Rusia X-31) ini sebagai rudal supersonik pelumat satuan radar maupun alutsista lain yang menggunakan sistem kontrol radar.

                Beragam sasaran yang mengeluarkan emisi radar dapat dihancurkan menggunakan rudal antiradiasi (ARM) dengan bentuk menyerupai roket peluncur pesawat ulang-alik ini. Tak mengherankan walau platform rudal ini merupakan rudal udara ke darat, namun rumor telah berkembang lama bahwa tahun 1992 di Pameran Kedirgantaraan Moskow disebutkan bahwa Zvevda-Strela tengah mengembangkan Kh-31 versi udara ke udara dengan julukan si “AWACS Killer”. Isu yang belum bisa dibuktikan ini berkembang lagi tahun 2005 dimana China yang membeli KR-1 (versi ekspor Kh-31 untuk China) kemudian membuat YJ-91 (produksi Kh-31 dalam negeri China dengan kemampuannya lebih dari rudal aslinya) disebut-sebut juga membuat “AWACS Killer”.

                Kh-31P hanyalah satu dari sekian varian rudal Kh-31 yang rancangannya dibuat oleh GI Khokhlova dari Biro Desain Star tahun 1975. Ketidakpuasan akan performa rudal X-27PS PRR (Kh-27PS) yang dibuat tahun 1972, mendorong dibuatnya Kh-31P sebagai rudal antiradiasi udara ke darat dengan kecepatan lesat dan jarak jangkau terhadap sasaran yang jauh. Dibuatnya Kh-27 juga terdorong oleh munculnya ancaman baru dari rudal-rudal darat ke udara, mulai dari rudal MANPADS, MIM-104 Patriot, MIM-23 Hawk, MIM-14 Nike Hercules, dan juga sistem tempur Aegis yang digunakan Angktan Laut. Kunci untuk menghancurkan target-target ini tentu saja Kh-31P harus memiliki spesifikasi yang lebih seperti yang disebutkan di awal: berkecepatan tinggi dan berdaya jangkau jauh.

Sepuluh negara
                Kh-31P pertama kali diuji coba pada Mei 1982 menggunakan pesawat MiG-27M. Rudal dengan dimensi panjang 4,7 m dan diamter 36 cm ini terus menjalani uji coba dan penyempurnaan hingga akhirnya mulai diproduksi di Kaliningrad oleh Zvevda-Strela tahun 1987. Kemunculannya pertama kali di depan publik adalah dalam pameran di Dubai 1991 dan cukup menghebohkan banyak pihak. Selain membuat rudal Kh-31P (ARM), Zvevda-Strela juga membuat Kh-31A tahun 1989 yakni rudal antikapal dengan seeker aktif yang dapat menghancurkan sasaran sekelas kapal perusak (destroyer).

Kh-31P berbobot 600 kg, dilengkapi 87 kg hulu ledak serta dapat diluncurkan dari pesawat Su-27/30 dengan ketinggian 0,1-15 km dengan jarak luncur terdekat 15 km. Sementara Kh-31A memiliki bobot lebih berat yakni 610 kg dan hulu ledak 90 kg, namun memiliki jarak jangkau yang lebih pendek yakni 25-50 km.

                Bentuk rudal Kh-31P memanjang runcing, namun pada bagian ekor dilengkapi dengan buster dan sistem propulsi dua tingkat. Sebagian besar kalangan menyebut rudal ini merupakan model mini dari rudal jelajah ramjet antikapal P-270 Moskit (SS-N-22 Sunburn) buatan MKB Raduga yang memunyai dimensi panjang 9,745 m dan bobot 4.500 kg serta jarak jangkau mencapai 120 km.
 

Latgab TNI 2014: TNI AU Kerahkan 83 Pesawat


TNI AU mengerahkan 83 pesawat dalam Latgab TNI 2014. Terdiri dari 40 pesawat tempur, 32 pesawat angkut, dan 11 helikopter. Sementara TNI AL mengerahkan 32 kapal perang dan TNI AD mengerahkan 49 kendaraan tempur. Persiapan dilaksanakan selama tiga tahun.

                Latihan Gabungan Tentara Nasional Indonesia Tahun 2014 akan menjadi yang terbesar dilaksanakan selama ini. Hampir seluruh kekuatan Tentara Nasional Indonesia dikerahkan dalam unjuk kemampuan yang puncaknya dilaksanakan di Asem Bagus, Jawa Timur, awal Juni lalu. Latgab TNI 2014 sekaligus menjadi Latgab TNI penutup pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang karena programnya TNI mendapat sejumlah pembaruan di bidang alutsista secara besar-besaran.

                Direktur Latgab TNI 2014 Letjen TNI Lodewijk Freidrich Paulus yang sehari-hari menjabat Komandan Kodiklat TNI dalam jumpa pers tanggal 19 Mei lalu di Jakarta menguraikan, persiapan Latgab TNI 2014 dilaksanakan selama tiga tahun. Latgab kali ini dirancang untuk mengantisipasi beberapa hal. “Ada yang memang dipersiapkan dan ada yang tidak dipersiapkan. Yang dipersiapkan membutuhkan waktu tiga tahun. Yang tidak dipersiapkan memakan waktu selama satu bulan,” ujarnya.

                Diskenariokan, musuh dari Negara Musang di sebelah barat Sumatera datang dan melakukan pendaratan di wilayah Asem Bagus, Jawa Timur. Mereka menggunakan pangkalan aju di Pulau Padi yang kira-kira berada di sebelah barat Bengkulu. Musuh menyerang Indonesia melalui dua poros besar. Satu poros menembus Sumatera melalui bagian utara, barat, dan selatan. Sedangkan satu poros lagi menembus Jawa bagian selatan, melalui Jawa Barat bagian selatan, Jawa Tengah bagian selatan, dan Jawa Timur melalui Pantai Asem Bagus. “Dan pada akhirnya, musuh mengambil Jawa Timur dengan menggunakan daerah Pantai Asem Bagus sebagai daerah operasi,” jelas Lodewijk.

                Diasumsikan, musuh melakukan pendaratan dengan kekuatan satu brigade. Sehingga, lanjut Lodewijk, untuk menghadapinya TNI menyiapkan kekuatan satu divisi. “Doktrin kita adalah satu banding tiga,” tandasnya.

                Setelah pasukan musuh mendarat, Panglima TNI memberikan perintah kepada Panglima Komando Gabungan untuk melaksanakan kampanye militer. Dalam Latgab TNI kali Pangkogab ini dijabat oleh Letjen TNI Gatot Nurmantyo yang sehari-hari menjabat Pangkostrad.

Sebelumnya, musuh di beberapa tempat di Sumatera dan Jawa telah berhasil dihalau oleh komando operasi setempat. Tinggal kekuatan besar yang melakukan pendaratan di Jawa Timur yang harus dihancurkan. Di sinilah kemudian Panglima TNI memerintahkan Pangkogab untuk melaksanakan operasi gabungan. Sebelum dilaksanakan operasi, Pangkogab menyinergikan komando-komando operasi gabungan darat, laut, dan udara berikut unsur-unsurnya. “Di sinilah kita menghancurkan musuh di mana musuh masih dalam perjalanan. Katakan pre-emptive stirke.”

                Ditambahkan Lodewijk, dalam Latgab kali ini semua komponen kekuatan TNI akan dimainkan. Unsur laut akan memainkan pertempuran laut dan pendaratan di pantai. Unsur udara akan melakukan operasi gabungan dari dan di udara. Skenario ini dimainkan di selatan Samudera Hindia dan di wilayah Jawa Timur. Demikian juga unsur darat, melakukan operasi gabungan dan penyerangan ke wilayah Asem Bagus antara tanggal 1-5 Juni.
               
Strategi taktik dan teknik
Usai menyimak paparan Dirlat Latgab TNI 2014, Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko menambahkan, Latgab TNI dilaksanakan sebagai salah satu sarana untuk memelihara sinergitas kemampuan dua angkatan atau lebih dalam satu strategi taktik dan teknik, sekaligus untuk menguji doktirn dan membentuk jiwa interoperabilitas antarsatuan di jajaran TNI. “Selain juga untuk meningkatkan daya tempur satuan serta menciptakan daya gentar yang dapat menangkal segala bentuk ancaman bagi NKRI,” ujarnya. Moeldoko menjelaskan, Latgab TNI kali ini mengambil tema “Kogab TNI melakukan kampanye militer di wilayah mandala perang dalam rangka Operasi Militer Perang guna menjaga kedaulatan NKRI.” Ia menjabarkan, dari tema tersebut jelas bahwa kampanye militer merupakan rangkaian operasi yang ditujukan untuk menyelesaikan sasaran strategis dan operasional dalam waktu dan tempat yang tersedia.