Selasa, 10 Juni 2014

Latgab TNI 2014 dan Rudal Exocet

Dalam Latihan Gabungan beberapa waktu lalu, pihak TNI tampaknya berupaya tampil maksimal. Setiap alutsista yang dimiliki diuji habis seluruh sistem persenjataannya. Dari TNI-AL, paling tidak hal ini terlihat dari jumlah munisi peluru kendali yang dimuntahkan. Sepanjang sejarah, baru kali ini TNI-AL menembakan sekaligus 4 Peluru Kendali anti kapal yang harganya tentu tidak murah. Simak saja foto-foto yang didapat redaksi ARC dari Dinas Penerangan Angkatan Laut. Dalam foto terlihat 2 buah kapal perang kelas Sigma menembakan Exocet MM 40 Block 2. Sementara kapal perang kelas Ahmad Yani menembakan 2 buah Rudal C-802. Semua rudal sukses meluncur dan menenggelamkan kapal sasaran, yakni KRI Karang Banteng.

TNI-AL sendiri merupakan pengguna setia rudal keluarga Exocet. Dimasa lalu, hampir seluruh KRI berudal dipersenjatai Exocet MM-38. Seiring waktu, TNI-AL pun memodernisasi persenjataan rudalnya dengan Exocet tipe terbaru, selain pengadaan tipe rudal lain. Sejak kedatangan kapal perang kelas Sigma, TNI-AL mengadopsi Exocet MM40 block 2. Rudal ini dinilai lebih baik dan berjangkauan lebih jauh dibanding pada Exocet MM-38.

Saat tengah mendiskusikan aksi Rudal ini, ARC malah mendapat informasi langsung, bahwa TNI-AL telah membeli Exocet MM40 Block 3. Bahkan menurut agen penjualnya, Rudal itu telah tiba pada akhir 2013 lalu. Menurut sang agen, Indonesia sudah 2 kali membeli Exocet MM40, yang pertama pada tahun 2008 senilai 60 juta euro, termasuk rudal mistral dan test bench mistral. Lalu yang kedua, pada tahun 2011 pembelian Exocet MM40 Blok 2 senilai 70 juta Euro, termasuk rudal mistral dan test bench MM40. Namun pada kontrak kedua ini terjadi amandemen. Saat itu MBDA menawarkan pesanan Exocet MM40 Block 2 diupgrade ke Block 3 secara gratis, namun tentunya jumlah pembeliannya berkurang. Selain karena harganya lebih mahal, juga lantaran adanya modifikasi dan adaptasi 4 KRI pengusung rudal dari Block 2 ke Block 3.

Secara fisik, tidak ada perbedaan peluncur dari kedua jenis Exocet itu. Exocet MM40 Block 3 tetap bisa menggunakan Launcher ITL-70A yang biasa digunakan Exocet MM40 Block 2, tanpa upgrade apapun. Bahkan sejatinya, tanpa upgrade apapun, Rudal Exocet MM40 Blok 3 bisa langsung digunakan. Namun, penggunaannya tidak akan optimal. Maksudnya, kelebihan Exocet MM40 Block 3 yang mampu menjangkau sasaran 180 km serta menggempur sasaran darat tidak bisa dilakukan.
Namun demikian, memang Exocet MM40 Block 3 milik TNI-AL ini belum diuji coba pada Latgab lalu. Tetapi bolehlah kita berharap agar seluruh Exocet yang akan dimiliki nantinya berasal dari varian Block 3.

ARC. 

Kh-31P: Rudal Pelumat Radar


Dengan kecepatan lesat Mach 3,5 dan jarak jangkau mencapai 110 km, rudal Kh-31P menjadi pelumat satuan radar maupun alutsista lain yang menggunakan sistem kontrol radar.

                Tingkat deterens jet tempur Su-27/30 TNI AU meningkat tajam setelah Kementerian Pertahanan RI melengkapi armada Flanker Skadron Udara 11 dengan beragam rudal berbahaya termasuk yang satu ini, Kh-31P. Dikembangkan oleh Tactical Missile Corporation (sebelum tahun 2002 bernama Zvevda-Strela), rudal Kh-31P dengan seeker pasif mampu menjangkau sasaran hingga 110 km, bahkan lebih, menjadikan rudal berkode NATO AS-17 Krypton (di Rusia X-31) ini sebagai rudal supersonik pelumat satuan radar maupun alutsista lain yang menggunakan sistem kontrol radar.

                Beragam sasaran yang mengeluarkan emisi radar dapat dihancurkan menggunakan rudal antiradiasi (ARM) dengan bentuk menyerupai roket peluncur pesawat ulang-alik ini. Tak mengherankan walau platform rudal ini merupakan rudal udara ke darat, namun rumor telah berkembang lama bahwa tahun 1992 di Pameran Kedirgantaraan Moskow disebutkan bahwa Zvevda-Strela tengah mengembangkan Kh-31 versi udara ke udara dengan julukan si “AWACS Killer”. Isu yang belum bisa dibuktikan ini berkembang lagi tahun 2005 dimana China yang membeli KR-1 (versi ekspor Kh-31 untuk China) kemudian membuat YJ-91 (produksi Kh-31 dalam negeri China dengan kemampuannya lebih dari rudal aslinya) disebut-sebut juga membuat “AWACS Killer”.

                Kh-31P hanyalah satu dari sekian varian rudal Kh-31 yang rancangannya dibuat oleh GI Khokhlova dari Biro Desain Star tahun 1975. Ketidakpuasan akan performa rudal X-27PS PRR (Kh-27PS) yang dibuat tahun 1972, mendorong dibuatnya Kh-31P sebagai rudal antiradiasi udara ke darat dengan kecepatan lesat dan jarak jangkau terhadap sasaran yang jauh. Dibuatnya Kh-27 juga terdorong oleh munculnya ancaman baru dari rudal-rudal darat ke udara, mulai dari rudal MANPADS, MIM-104 Patriot, MIM-23 Hawk, MIM-14 Nike Hercules, dan juga sistem tempur Aegis yang digunakan Angktan Laut. Kunci untuk menghancurkan target-target ini tentu saja Kh-31P harus memiliki spesifikasi yang lebih seperti yang disebutkan di awal: berkecepatan tinggi dan berdaya jangkau jauh.

Sepuluh negara
                Kh-31P pertama kali diuji coba pada Mei 1982 menggunakan pesawat MiG-27M. Rudal dengan dimensi panjang 4,7 m dan diamter 36 cm ini terus menjalani uji coba dan penyempurnaan hingga akhirnya mulai diproduksi di Kaliningrad oleh Zvevda-Strela tahun 1987. Kemunculannya pertama kali di depan publik adalah dalam pameran di Dubai 1991 dan cukup menghebohkan banyak pihak. Selain membuat rudal Kh-31P (ARM), Zvevda-Strela juga membuat Kh-31A tahun 1989 yakni rudal antikapal dengan seeker aktif yang dapat menghancurkan sasaran sekelas kapal perusak (destroyer).

Kh-31P berbobot 600 kg, dilengkapi 87 kg hulu ledak serta dapat diluncurkan dari pesawat Su-27/30 dengan ketinggian 0,1-15 km dengan jarak luncur terdekat 15 km. Sementara Kh-31A memiliki bobot lebih berat yakni 610 kg dan hulu ledak 90 kg, namun memiliki jarak jangkau yang lebih pendek yakni 25-50 km.

                Bentuk rudal Kh-31P memanjang runcing, namun pada bagian ekor dilengkapi dengan buster dan sistem propulsi dua tingkat. Sebagian besar kalangan menyebut rudal ini merupakan model mini dari rudal jelajah ramjet antikapal P-270 Moskit (SS-N-22 Sunburn) buatan MKB Raduga yang memunyai dimensi panjang 9,745 m dan bobot 4.500 kg serta jarak jangkau mencapai 120 km.
 

Latgab TNI 2014: TNI AU Kerahkan 83 Pesawat


TNI AU mengerahkan 83 pesawat dalam Latgab TNI 2014. Terdiri dari 40 pesawat tempur, 32 pesawat angkut, dan 11 helikopter. Sementara TNI AL mengerahkan 32 kapal perang dan TNI AD mengerahkan 49 kendaraan tempur. Persiapan dilaksanakan selama tiga tahun.

                Latihan Gabungan Tentara Nasional Indonesia Tahun 2014 akan menjadi yang terbesar dilaksanakan selama ini. Hampir seluruh kekuatan Tentara Nasional Indonesia dikerahkan dalam unjuk kemampuan yang puncaknya dilaksanakan di Asem Bagus, Jawa Timur, awal Juni lalu. Latgab TNI 2014 sekaligus menjadi Latgab TNI penutup pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang karena programnya TNI mendapat sejumlah pembaruan di bidang alutsista secara besar-besaran.

                Direktur Latgab TNI 2014 Letjen TNI Lodewijk Freidrich Paulus yang sehari-hari menjabat Komandan Kodiklat TNI dalam jumpa pers tanggal 19 Mei lalu di Jakarta menguraikan, persiapan Latgab TNI 2014 dilaksanakan selama tiga tahun. Latgab kali ini dirancang untuk mengantisipasi beberapa hal. “Ada yang memang dipersiapkan dan ada yang tidak dipersiapkan. Yang dipersiapkan membutuhkan waktu tiga tahun. Yang tidak dipersiapkan memakan waktu selama satu bulan,” ujarnya.

                Diskenariokan, musuh dari Negara Musang di sebelah barat Sumatera datang dan melakukan pendaratan di wilayah Asem Bagus, Jawa Timur. Mereka menggunakan pangkalan aju di Pulau Padi yang kira-kira berada di sebelah barat Bengkulu. Musuh menyerang Indonesia melalui dua poros besar. Satu poros menembus Sumatera melalui bagian utara, barat, dan selatan. Sedangkan satu poros lagi menembus Jawa bagian selatan, melalui Jawa Barat bagian selatan, Jawa Tengah bagian selatan, dan Jawa Timur melalui Pantai Asem Bagus. “Dan pada akhirnya, musuh mengambil Jawa Timur dengan menggunakan daerah Pantai Asem Bagus sebagai daerah operasi,” jelas Lodewijk.

                Diasumsikan, musuh melakukan pendaratan dengan kekuatan satu brigade. Sehingga, lanjut Lodewijk, untuk menghadapinya TNI menyiapkan kekuatan satu divisi. “Doktrin kita adalah satu banding tiga,” tandasnya.

                Setelah pasukan musuh mendarat, Panglima TNI memberikan perintah kepada Panglima Komando Gabungan untuk melaksanakan kampanye militer. Dalam Latgab TNI kali Pangkogab ini dijabat oleh Letjen TNI Gatot Nurmantyo yang sehari-hari menjabat Pangkostrad.

Sebelumnya, musuh di beberapa tempat di Sumatera dan Jawa telah berhasil dihalau oleh komando operasi setempat. Tinggal kekuatan besar yang melakukan pendaratan di Jawa Timur yang harus dihancurkan. Di sinilah kemudian Panglima TNI memerintahkan Pangkogab untuk melaksanakan operasi gabungan. Sebelum dilaksanakan operasi, Pangkogab menyinergikan komando-komando operasi gabungan darat, laut, dan udara berikut unsur-unsurnya. “Di sinilah kita menghancurkan musuh di mana musuh masih dalam perjalanan. Katakan pre-emptive stirke.”

                Ditambahkan Lodewijk, dalam Latgab kali ini semua komponen kekuatan TNI akan dimainkan. Unsur laut akan memainkan pertempuran laut dan pendaratan di pantai. Unsur udara akan melakukan operasi gabungan dari dan di udara. Skenario ini dimainkan di selatan Samudera Hindia dan di wilayah Jawa Timur. Demikian juga unsur darat, melakukan operasi gabungan dan penyerangan ke wilayah Asem Bagus antara tanggal 1-5 Juni.
               
Strategi taktik dan teknik
Usai menyimak paparan Dirlat Latgab TNI 2014, Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko menambahkan, Latgab TNI dilaksanakan sebagai salah satu sarana untuk memelihara sinergitas kemampuan dua angkatan atau lebih dalam satu strategi taktik dan teknik, sekaligus untuk menguji doktirn dan membentuk jiwa interoperabilitas antarsatuan di jajaran TNI. “Selain juga untuk meningkatkan daya tempur satuan serta menciptakan daya gentar yang dapat menangkal segala bentuk ancaman bagi NKRI,” ujarnya. Moeldoko menjelaskan, Latgab TNI kali ini mengambil tema “Kogab TNI melakukan kampanye militer di wilayah mandala perang dalam rangka Operasi Militer Perang guna menjaga kedaulatan NKRI.” Ia menjabarkan, dari tema tersebut jelas bahwa kampanye militer merupakan rangkaian operasi yang ditujukan untuk menyelesaikan sasaran strategis dan operasional dalam waktu dan tempat yang tersedia. 
 

Perbedaan UAV Predator dan Reaper


Apa bedanya pesawat UAV Predator dan Reaper?

Pesawat MQ-1 Predator dan MQ-9 Reaper adalah pesawat tempur tanpa awak (UAV) yang berfungsi banyak, mulai dari pengintaian sampai melakukan serangan udara dengan dikendalikan jarak jauh. Predator adalah UAV yang dirancang dan dibangun oleh General Atomics Corporation di San Diego, California. Pada saat diperkenalkan pada tahun 1995, kemampuan teknologi dan peran Predator masih terbatas pada pengawasan dan misi intelijen untuk Central Intelligence Agency (CIA).

Sejak tahun 2001, misi Predator milik AU AS berkembang menjadi misi  menyerang "Buru dan Bunuh". Predator menjadi wahana tak berawak tempur utama di Irak, Afghanistan dan Pakistan.

MQ-9 Reaper merupakan konsep UAV tempur yang berevolusi dari varian  Predator B. Pada saat Reaper pertama kali diluncurkan oleh General Atomics pada tahun 2001, penampilannya sudah berbeda dengan spesifikasi desain asli Predator sehingga pada dasarnya Reaper adalah UAV yang sama sekali berbeda. MQ-9 lebih berat dan lebih ampuh dibandingkan Predator. Meskipun demikian masih tetap bisa dikendalikan dengan sistem pengendali lama untuk Predator.

Kedua jenis ini UAV memiliki ketinggian operasional normal 25.000 kaki tapi Reaper mampu mencapai ketinggian operasional maksimum 50.000 kaki. Predator dilengkapi dua rak senjata dan dapat membawa kombinasi dua rudal Hellfire, empat rudal Stinger kecil dan enam rudal udara-ke-udara Griffin. Sedangkan Reaper memiliki tujuh rak senjata dan dapat membawa kombinasi senjata hingga 14 rudal Hellfire, dua bom panduan laser Paveway 500 pon dan dua bom JDAM 500 pon.

Tahun 2008, Wing Tempur 174 New York Air National Guard mulai melakukan transisi dari menerbangkan pesawat tempur F-16 menjadi menerbangkan MQ-9 Reaper. Ini adalah pertama kalinya konversi skadron tempur berawak ke pesawat tempur tanpa awak. Tahun 2011 AU AS juga mulai melatih lebih banyak pilot UAV daripada menerbangkan sistem senjata udara lainnya. 
(Letkol PNB Agung "Sharky" Sasongkojati)

Kisah Heroik Skadron Hercules TNI AU Redakan Asap Riau



Bencana kabut asap Riau bak drama seri yang kasusnya selalu berulang setiap tahun. Pengerahan pesawat C-130 Hercules “Sang Penjelajah” dalam  menangani bencana asap melalui penerapan TMC terbukti ampuh dan efektif.

Asap yang memenyelimuti kawasan Sumatera, khususnya wilayah Provinsi Riau  awal tahun ini kembali menjadi  masalah nasional.  Sebaran  asap akibat pembakaran hutan dan lahan gambut di bumi “Lancang kuning” itu, tak ubahnya sebuah “drama seri” yang selalu terjadi berulang setiap tahun. Tidak terkecuali tahun 2014, dimana hampir dua bulan (Februari – Maret) masyarakat Riau dan sekitarnya harus hidup dalam kepekatan asap, yang tidak saja mengganggu aktivitas, tetapi juga mengancam kesehatan. Demikian juga penerbangan di Bandara Sultan Sarif Kasim II maupun Lanud Roesmin Nurjadin, Pekanbaru sempat terganggu beberapa hari.  

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam kesempatan memimpin rapat kabinet telah menyatakan kabut dan asap Riau sebagai bencana nasional, sehingga perlu diambil langkah-langkap terpadu secara cepat dan tepat untuk mengatasinya. Salah satu penanganannya dilakukan melalui jalur udara, dimana BNPB dan TNI telah ditunjuk sebagai institusi eksekutor penanggulangan bencana asap.  Upaya pemadaman titik api lewat udara, tentunya bukan pekerjaan mudah, selain  banyaknya titik api dan  luasnya wilayah sebaran asap  yang begitu pekat di hampir seluruh  Provinsi Riau, keterbatasan sarana dukungan udara yang berkemampuan water bombing maupun rekayasa cuaca  juga perlu pemikiran bersama. 

Untuk mendukung kebijakan penanganan asap Riau, Markas Besar TNI AU mengerahkan sedikitnya delapan pesawat angkut berat C-130 Hercules dan satu C212.  Tidak  tanggung-tanggung, dua skadron Hercules TNI AU (Skadud 31 Halim Perdanakusuma Jakarta & Skadud 32 Abdulrachman Saleh Malang), digerakan baik untuk dukungan pergeseran pasukan Pemadaman Kebakaran (Damkar) maupun mendukung misi Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC). 


Pada misi dukungan TMC, keberadaan pesawat C-130 Hercules ternyata sangat efektif dalam membantu meredam bencana asap di wilayah Riau.  Hal ini terbukti, setelah misi TMC berlangsung, titik api maupun volume sebaran asap di Riau terus berkurang secara signifikan. Pesawat Hercules tanpa kenal lelah melaksakan misi menyebar/menyemai garam (NaCl) dan sangat membantu turunnya hujan di wilayah Provinsi Riau.

Selain berpengalaman dalam berbagai medan penugasan, seperti pemadaman asap di wilayah Kalimantan dan modifikasi cuaca melalui TMC untuk mengatasi banjir di wilayah DKI Jakarta beberapa waktu lalu. Hercules TNI AU  memang terkenal tangguh dalam urusan angkutan dan dukungan udara, khususnya yang terkait dengan penanggulangan musibah bencana alam. Bahkan ketika Lanud Roesmin Nurjadin dinyatakan close karena asap, C-130 TNI AU menjadi satu-satunya  pesawat yang dapat mendarat dengan mulus menembus pekatnya asap yang menutupi seluruh runway Lanud Roesmin Nurjadin.   

“Saya kipasi dulu Bang”
Menyinggung soal pendaratan C-130 Hercules tersebut, ada sedikit cerita heroik.  Ketika rombongan Panglima TNI terbang menggunakan pesawat B737 A-7305 dari Skadron Udara 17  untuk meninjau situasi Riau,  Mayor Pnb Noto Cahnoto selaku pilot in command menyatakan pesawat tidak dapat masuk (mendarat) karena asap demikian tebal, dimana visibility sangat pendek.  Dalam situasi tersebut, awak pesawat Boeing kemudian melakukan komunikasi dengan penerbang C-130 Hercules A-1327 Mayor Pnb Puguh Yulianto yang juga sedang dalam penerbangan dari Lanud Halim Perdanakusuma Jakarta menuju Lanud Roesmin Nurjadin membawa pasukan Damkar.  

Melalui perhitungan yang cermat, awak C-130 A-1327 memutuskan untuk mencoba melakukan pendaratan di Lanud Roesmin Nurjadin, meskipun dalam kondisi visibility below minima.  Penggalan kalimat  pembicaraan antara penerbang C-130 Hercules A-1327 (Mayor Pnb Puguh Yuliato) dengan penerbang Boeing B737 A-3705 (Mayor Pnb Noto Cahnoto) mengisyaratkan adanya kepercayaan tinggi, kalau C-130 Hercules A-1327 mampu menembus tebalnya asap Pekanbaru.  

“....Roger... A-1327 on final,  biar saya kipasi dulu Bang asapnya  supaya langit Pekanbaru bersih..,” demikian penggalan kalimat  Mayor Pnb Puguh Yulianto selaku pilot in command  A-1327 sedikit mencairkan ketegangan dalam komunikasinya dengan pesawat B737 A-3705 yang diterbangkan oleh Mayor Pnb Noto Cahnoto.  

Selang beberapa waktu, B737 A-1327 berhasil mendarat mulus di Lanud Roesmin Nurjadin diikuti  B737 A-7305 serta enam pesawat C-130 yang membawa ratusan prajurit TNI pasukan Damkar. Ini menjadi salah satu bukti profesionalisme awak C-130 yang begitu prima, meskipun dihadapkan dengan kondisi visibility below minima.

Salah satu pelaku (yang waktu itu masih menjadi Komandan Skadron Udara 31)  Letkol Pnb Adrian P. Damanik beserta beberapa kru C-130 lainnya yang diwawancarai menyatakan rasa bangganya dapat melaksanakan dan menyelesaiakan misi kemanusiaan  di Riau secara tuntas. Menurut mereka kiprah yang dijalankan “Rajawali Sang Penjelajah” (sapaan akrap untuk pesawat C-130 Hercules TNI AU--Red) begitu heroik.   

Beragam aktivitas dan misi yang dilaksanakan, mulai dari soal menyiapkan pesawat beserta awaknya dalam waktu sangat singkat untuk memberangkatkan ribuan prajurit TNI sebagai pasukan Damkar, memodifikasi pesawat untuk pemasangan peralatan console hingga pelaksanaan TMC, memberikan makna pengabdian yang tak terlukiskan dengan kata-kata.

                “Kami merasakan suatu kebanggaan tersendiri dipercaya untuk mengemban misi nasional tersebut, dan kami laksanakan tugas itu dengan kesadaran dan tanggung jawab tinggi” kenang Letkol Pnb Adrian P Damanik.

                Menurut Alumnus AAU tahun 1995 yang kelahiran Pematang Siantar Sumatera Utara ini, sudah menjadi kebiasaan satuan yang dipimpinnya (Skadron Udara 31) selalu memonitor perkembangan situasi, baik di dalam maupun di luar negeri, bila sedang terjadi musibah bencana. Kewaspadaan tersebut, biasanya diwujudkan dengan menyiapkan pesawat dan awaknya yang standby on call setiap saat. Sehinggga ketika kondisi asap di Riau tidak kunjung membaik, segenap awak Skadron Udara 31 Lanud Halim Perdanakusuma, terus meningkatkan kewaspadaan dan siap digerakan setiap saat.  

Ribuan ton garam   
         Meskipun kesiapan pesawat dan awaknya terpenuhi, bukan berarti pelaksanaan misi dapat segera berjalan. Terkait dengan misi yang harus diemban C-130, khususnya dalam  aplikasi TMC,  maka   segala sarana dan prasarana pendukung TMC harus dipersiapkan, dengan terlebih dahulu memasang peralatan Console.  Peralatan ini menjadi kunci berhasil tidaknya proses penyemaian butiran garam, yang sekaligus juga merupakan kunci berhasil tidaknya proses mempercepat awan menjadi hujan. Khusus misi TMC,  dijalankan oleh pesawat Hercules A-1328, yang memang telah mengalami modifikasi pada bagian ramp door pesawat .

                “Begitu mendapat perintah, saya segera berkoordinasi dengan Dansathar 15 Letkol Tek M. Riswanto untuk pemasangan console peralatan TMC yang berada di Sathar 15, di Lanud Husein Sastranegara Bandung, mengingat tanpa peralatan ini proses TMC tidak akan optimal,”  kata Letkol Pnb Adrian P. Damanik.

                Setelah proses pemasangan console dan serangkaian uji dinamis selesai, kesiapan pesawat mendapat peninjauan dari BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) maupun pejabat TNI. Esoknya,  menjelang subuh pesawat C-130 A-1328 yang sudah di-setting dengan peralatan untuk TMC, berangkat menuju Lanud Rusmin Noerjadin.     

                Peralatan Console yang terpasang merupakan hasil desain dari Depohar 10,  berupa peralatan mekanisasi seeding dan modifikasi ramp door pada pesawat C-130. Console ini berbentuk tangki yang diletakkan dalam satu konstruksi rangka yang dilengkapi dengan roda. Setiap Console berisi tiga tangki dimana kapasitas setiap tangki sekira 850 kg. Dengan sistem consoleTMC ini, sebaran bubuk garam di dalam kabin pesawat dapat diminimalisir dan ancaman korosi pada pesawat Hercules dapat dicegah, karena Console TMC dirancang bekerja dengan kondisi pressurized sistem.  

                Dengan peralatan baru ini terbukti misi TMC lebih efektif dibanding peralatan sebelumnya. Pada penggunaan console yang lama, proses penaburan garam  hanya dapat melalui pintu samping (paratroop door) sehingga proses penaburan sering membuat garam bertebaran sampai ke bagian dalam pesawat. Kondisi ini memaksa awak pesawat C-130 yang mengoperasikan console harus berjibaku dengan garam yang bertebaran hingga dalam kabin yang terasa tidak nyaman.

Visibility below minima
                Dalam urusan misi TMC, Penerbang dan Navigator Skadron Udara 31 memiliki kemampuan yang tinggi, seperti mampu menganalisa bentuk awan yang berpotensi untuk menjadi hujan terutama di atas wilayah yang terjadi kebakaran lahan. Selain itu mampu melaksanakan terbang instrumen dengan baik mengingat visibilty (jarak pandang) di wilayah Pekanbaru termasuk di Lanud Roesmin Nurjadin sebagai pangkalan aju sangat terbatas (below minima). Untuk mengatur rate of flow dari bahan semai yang akan ditabur juga perlu keahlian khusus mengaturnya supaya dihasilkan penaburan yang effektif. Selain itu crew mampu melaksanakan perbaikan terhadap pesawat apabila mengalami kendala teknis. (Letkol Sus Sonaji Wibowo)


Perlukah Air Marshal?


           
Keberadaan air marshal kembali diungkapkan dalam pertemuan tentang Keamanan Penerbangan di ICAO. Akankah Indonesia mengadopsi sistem keamanan yang satu ini?

            Setelah lebih dari sepuluh tahun, keberadaan petugas keamanan di atas pesawat terbang kembali  diperbincangkan lagi. Petugas keamanan atau yang biasa disebut air marshal atau sky marshal sebenarnya sudah dicanangkan oleh Organisasi Penerbangan Sipil Internasional  (ICAO) pada Protocol Tokyo 1963. Tugasnya menangani keamanan di pesawat pada saat terbang, terutama di kawasan udara internasional yang tidak dipengaruhi hukum negara manapun.

Akibat 9-11
            Seiring waktu, keberadaan air marshal meredup. Keberadaan air marshal kembali mengemuka setelah terjadi peristiwa pembajakan beberapa pesawat di AS secara serempak pada 11 September 2001. Pada peristiwa yang terkenal dengan sebutan 9-11 itu, pesawat terbang dijadikan senjata mematikan untuk menggempur obyek-obyek penting di darat sehingga menimbulkan ribuan korban jiwa.

            Pasca peristiwa itu, kemanan penerbangan diperketat. Bahkan pada hal-hal yang kecil yang sebelumnya tidak terpikirkan. Misalnya saja alat-alat makan seperti sendok, garpu, pisau roti yang sebelumnya dari logam, diganti dengan perangkat dari plastik. Hal ini untuk mengantisipasi alat-alat logam tersebut dijadikan senjata untuk melakukan kejahatan.

Seorang petugas keamanan di pesawat terbang pun disiagakan. Terutama di beberapa negara yang merasa menjadi target teror seperti AS dan beberapa negara Eropa seperti Perancis dan Inggris Raya.

            Sayangnya pada waktu itu keberadaan air marshal mendapat tentangan oleh beberapa negara dan beberapa maskapai. Sekretaris Jenderal Brirish Air Line Pilots Association (BALPA), Jim McAuslan meyatakan beberapa negara di Eropa justru menolak keberadaan air marshal karena dianggap terlalu mahal. “Orang Amerika menganggap air marshal bagus untuk masa depan, tapi banyak dari kita di Eropa menganggapnya tidak relevan,” ujarnya. (Aviation Today, 12 Januari 2004).

            Keberadaan air marshal tersebut dianggap terlalu mahal. Terutama jika dibanding dengan misalnya investasi untuk penggunaan bahan  tahan peluru  pada pintu yang menghubungkan kokpit dan kabin.

            Untuk memasang satu pintu tersebut diperlukan biaya sekira 20.000- 40.000 dolar AS, tergantung ukuran pintunya.  Pintu tersebut bisa dipakai bertahun-tahun. Bandingkan dengan gaji satu air marshal per tahun yang mencapai 55.000 dolar AS. Selain itu, keberadaan air marshal berarti juga mengurangi pendapatan dari satu kursi penumpang. Jika diasumsikan satu tiket penerbangan harganya 400 dolar AS dan air marshal terbang 30 kali per tahun, maka pendapatan yang hilang mencapai 12.000 dolar AS.

            Selain itu juga ada biaya untuk pelatihan ulang, terutama koordinasi,  terhadap kru penerbangan terkait keberadaan air marshal di dalam pesawat terbang.

            Di sisi lain, maskapai juga meminta keamanan di bandara diperketat. Baik itu yang terkait orang dengan barang bawaannya serta kargo. Alat-alat pendeteksi barang berbahaya harus  disiagakan dan digunakan di bandara-bandara terutama yan berlabel internasional. Para penumpang juga diberi peringatan untuk tidak membawa benda-benda tajam dari logam serta benda-benda berbentuk liquids (cair), gels (jelly) dan aerosols.

            Seiring berjalannya waktu, ada atau tidaknya air marshal tidak dipermasalahkan lagi. “Hal ini karena kalau dihitung rate-nya, peristiwa pembajakan pesawat sangat kecil. Dibanding peristiwa penerbangan pesawat sehari-hari yang berjumlah jutaan,” ujar  Direktur Quality, Safety and Security Sriwijaya Air Capt. DR. Toto Soebandoro.

            Menurut Toto, karena keamanan penerbangan dianggap sudah tinggi levelnya, beberapa hal yang dulu dihilangkan, sekarang mulai ada lagi. “Contohnya, sekarang sudah biasa ditemui lagi alat-alat makan yang dari logam tersebut,” lanjutnya.

Di Indonesia
            Di Indonesia, keberadaan air marshal sampai saat ini memang belum terwujud. Paska peristiwa 9-11, bisnis penerbangan di Indonesia justru naik pesat. Indonesia kebanjiran pesawat-pesawat dari AS dan Eropa yang kondisi bisnis penerbangannya sedang turun tajam.

            Terkait keamanan penerbangan, sempat hangat juga dibicarakan mengenai keberadaan air marshal. Namun pemerintah lebih memilih untuk mengantisipasi keamanan di darat. Pada 31 Maret 2007 dikeluarkan SKep Dirjen Perhubungan Udara, no. 43/III/2007 yang merujuk pada surat ICAO no. AS-8/11-06/100 tanggal 1 Desember 2006 tentang Recommended Security Control Guidelines for Screening Liquids, Aerosols and Gels.

            Selain itu pemeriksaan barang bawaan penumpang juga diperiksa ketat di bandara. Terutama barang bawaan yang berbahan logam.
 

Skuadron F16 datang bertahap ke Pekanbaru

Skuadron F16 datang bertahap ke Pekanbaru
pesawat tempur F-16 TNI AU (ANTARA FOTO/Septianda Perdana)
 
Komandan Lapangan Udara (Danlanud) Angkatan Udara Republik Indonesia Roesmin Nurjamin Pekanbaru menyatakan, pesawat tempur Skuadron F16 sebanyak 16 unit akan datang bertahap ke daerah tersebut.

"Juni atau Juli empat unit F16 akan tiba di Madiun, setelah itu pada Oktober datang lagi empat unit dan diperkirakan November atau Desember, empat unit pertama akan berpangkalan di Pekanbaru," kata Danlanud Roesmin Nurjamin Kol Pnb Kahiril Lubis di Pekanbaru, Selasa.

Selanjutnya, kata dia, empat unit kedua akan datang juga pada awal tahun depan dan hingga akhir tahun 2015 sudah ada 16 unit akan berpangkalan di "Kota Bertuah", julukan Kota Pekanbaru.

Saat ini, tambahnya, Roesmin Noerjamin sedang proses untuk menjadikan landasan dari tipe B ke tipe A dan perkembangannya saat ini tengah dibangun hanggar dan shelter pesawat.

Lalu ketika empat pesawat pertama datang ke Pekanbaru tiba, lanjutnya, akan ada proses penyambutan sekaligus persmian pesawat.

"Biasanya proses peresmian dilakukan dengan penyambutan," ungkapnya.

TNI AU mendatangkan F-16 Fighting Falcon blok 25 bekas Perang Irak, yang direncanakan akan ditingkatkan kapasitasnya (upgrade) ke blok 52+.

Meskipun hibah dari Amerika Serikat, pemerintah tetap mengeluarkan biaya untuk upgrade dengan total sekitar 400 juta dolar AS memakai skema pembayaran foreign military sales.