Rabu, 28 Mei 2014

TNI AL akan Beli 15 Kapal Selam Baru

Purnomo Yusgiantoro, Menteri Pertahanan mengatakan akan terus menambah jumlah kapal selam yang dimiliki TNI Angkatan Laut. Langkah ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk menambah kemampuan pertahanan laut yang dimiliki TNI AL.
“Saat ini kita kembangkan kapal selam dari Jerman untuk seri 209. Kita juga sedang bangun tiga kapal selam dari Korea,” kata Purnomo, di sela-sela serah terima Kapal Cepat Rudal (KCR) 60 Meter di dermaga Ujung PT PAL Surabaya, Rabu (28/5/2014).
Menurut Purnomo, untuk memenuhi batas minimal kekuatan laut, pemerintah akan membeli sebanyak 15-18 kapal selam baru. Selain Jerman, beberapa negara juga telah menawarkan kapal selam baru diantaranya dari Rusia, Prancis, serta Swedia.
Untuk Rusia, kapal selam yang ditawarkan adalah jenis Kilo Class dengan efek penangkal bebas yang cukup baik karena dilengkapi senjata seperti peluru kendali, torpedo, antiranjau, dan antipeluru kendali, serta rudal dengan daya jelajah hingga 300 kilo meter.
“Kita sudah tinjau dan kelihatannya yang dari Rusia ini tidak pas dengan medan yang kita miliki,” kata Purnomo. Karenannya, pemerintah saat ini masih mengandalkan pembuatan kapal selam dari Korea.
Untuk tiga kapal selam yang saat ini diproduksi galangan Korea, satu diantaranya dibangun dengan bekerjasama antara galangan Korea dan PT PAL dengan cara transfer teknologi.
“Kita lebih suka jika pemenuhan kapal selam ini diproduksi PT PAL karena ada kegiatan ekonomi yang menguntungkan bagi tenaga kerja dalam negeri,” kata Purnomo.
Di tempat yang sama Laksamana TNI Marsetio, Kepala Staf Angkatan Laut mengatakan saat ini TNI AL hanya memiliki dua kapal selam. Dia berharap, tiga kapal selam yang dibangun bekerjasama dengan Korea segera rampung sehingga bisa menambah kekuatan yang dimiliki TNI AL.
“Kita punya dua, sekarang bangun lagi tiga, dan nanti akan kita bangun lagi tiga sehingga kekuatan minimum sudah kita miliki,” kata Marsetio.


JKGR. 

Selasa, 27 Mei 2014

Ketika Hacker Lebih Menakutkan Ketimbang Teroris

Tidak hanya berbahaya bagi keamanan negara, tapi juga ekonomi dunia.

Ilustrasi hacker.



Masih ingat isu peretasan terhadap data kartu debit nasabah bank yang terjadi pertengahan Mei tahun ini? Sebanyak 1.204 kartu debit diduga digandakan dan sebanyak 6 ATM kemungkinan besar pernah dipasang skimmer.
Hacker berupaya menyusup ke sistem pengamanan kartu nasabah bank tersebut. Namun, bank bertindak cepat dengan melakukan pemblokiran ribuan kartu debit itu.
Aksi hacker tidak hanya menimbulkan kekhawatiran di Indonesia, tapi juga di berbagai negara di dunia. Survei terbaru menunjukkan bahwa warga Amerika pun takut terhadap hacker. Bahkan, hampir setengah responden dalam survei menganggap hacker lebih berbahaya dari teroris.
Banyak negara, termasuk Indonesia, menganggap kemampuan hacker yang dapat menyusup ke dalam sistem keamanan komputer merupakan aksi yang berbahaya bagi keamanan negara, bahkan ekonomi dunia. Peretasan ke sistem perbankan, pertahanan, dan keuangan negara merupakan ancaman yang serius.
Di Indonesia, aksi peretasan itu bukanlah yang pertama. Negara ini telah berkali-kali disusupi hacker. Terutama menargetkan institusi keuangan dan website pemerintah.  
Informasi penting perusahaan perbankan dan data nasabah berhasil dicuri, sehingga menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap internet perbankan. Parahnya, kasus dilakukan oleh para hacker yang tidak berada di Indonesia, melainkan luar negeri.
Bahkan, masa yang telah lewat pernah menghadapkan Indonesia pada aksi penyadapan, mata-mata, hingga isu perang siber. April 2013, Wakil Kepala Kepolisian RI, Komjen Nanan Sukarna mengatakan bahwa aksi peretasan di dunia maya bisa sangat membahayakan.
Sebab, ujar Nanan, jika yang diretas adalah perbankan, akan membahayakan perekonomian negara. Bahkan, kecanggihan teknologi saat ini telah mampu menghubungkan komputer dengan mesin-mesin perang yang bisa diretas dan dikendalikan sesuai dengan keinginan para hacker yang tidak bertanggung jawab.
Akhir tahun lalu, perusahaan monitoring internet Akamai menemukan fakta bahwa kejahatan internet di Indonesia meningkat dua kali lipat. Angka ini menempatkan Indonesia di posisi pertama negara berpotensi menjadi target hacker, menggantikan Tiongkok.
Dari 175 negara yang diinvestigasi, Indonesia berkontribusi sebanyak 38 persen dari total sasaran trafik hacking di internet. Angka ini meningkat seiring dengan meningkatnya kecepatan internet di Indonesia. Namun, menurut David Belson dari Akamai Research, kecepatan internet tidak memiliki hubungan dengan potensi besar kejahatan internet yang mengancam Indonesia. “Aksi hacking lebih dikarenakan lemahnya sistem keamanan internet dan komputer di Indonesia,” ujar Belson kala itu.

Amerika Pun Takut Hacker
Ketakutan terhadap aksi hacker tidak hanya menjangkiti satu negara. Data terbaru dari Unysis lewat Annual Security Index menunjukkan aksi hacker yang meretas data kartu kredit dan informasi nasabah keuangan merupakan hal yang paling ditakuti oleh warga Amerika ketimbang aksi terorisme.
Lebih dari 1.000 orang dilibatkan dalam survei ini dan sebanyak 500 orang sangat mengkhawatirkan data keuangan mereka jatuh ke tangan orang yang tidak bertanggung jawab. Angka ini meningkat dua kali lipat dibanding survei yang dilakukan tahun lalu.
Heartbleed Bug, virus Blackshades, peretasan sistem informasi eBay, dan lainnya merupakan tiga di antara banyaknya kasus hacking yang menghantui warga Amerika.
Akamai research menunjukkan bahwa aksi pencurian data kartu kredit nasabah atau penyalahgunaannya menjadi kekhawatiran sekitar 59 persen dari 1.000 responden, sedangkan aksi pencurian identitas pribadi cukup mengkhawatirkan sekitar 57 persen responden. Untuk urusan terorisme dan perang, hanya 47 persen responden yang merasa takut.
Jika data Akamai benar, AS yang memiliki teknologi jauh lebih mumpuni dibanding Indonesia dengan Silicon Valley-nya, tempat lahirnya Google, Microsoft, Yahoo, Apple, dan sederet perusahaan teknologi terkenal lainnya, ternyata memiliki kekhawatiran yang cukup besar terhadap aksi hacker.

Berujung Perang Siber
Yang dikatakan Komjen Nanan Sukarna saat itu ada benarnya. Hacker bisa melakukan apa pun dengan meretas komputer dan sistem informasi yang ditargetkan. Kelemahan sistem informasi dan keamanan internet perbankan di Indonesia maupun pemerintah memang menjadi PR tersendiri.
Ketua Umum Perbanas, Sigit Pramono, mengungkapkan, semakin canggih produk-produk TI perbankan, semakin besar keamanan yang harus menjadi perhatian bank.
"Karena itu, bagaimana menyeimbangkan antara memberikan pelayanan dan keamanan. Apalagi pelaku kejahatan selalu mempelajari kelemahan sebuah sistem TI, dan mereka bergilir untuk memanfaatkannya. Itu tantangannya," ujar Sigit.
Data Bank Indonesia menunjukkan, tingkat kejahatan perbankan (fraud) cukup tinggi. Dua tahun lalu saja, lebih 1.000 kasus fraud yang dilaporkan dengan nilai kerugian mencapai miliaran rupiah. Jenis fraud paling banyak adalah pencurian identitas dan card not present (tanpa menggunakan kartu). Jika berlanjut, bukan tidak mungkin ekonomi Indonesia akan goncang.
Apalagi keahlian para hacker tidak hanya terbatas pada meretas sistem keamanan perbankan, tapi juga sistem komputer pemerintah, mengambil informasi penting negara, memata-matai kebijakan pemerintah. Bahkan, yang paling menyeramkan adalah meretas komputer pertahanan suatu negara yang memiliki senjata penghancur massal dan mengadu domba antar negara, sehingga menyebabkan perang siber maupun perang di dunia nyata.
Untungnya, menurut penjelasan hacker Indonesia, Jim Geovedi dalam situsnya, belum pernah ada negara yang secara resmi mengumumkan perang siber. Menurut dia, jika mengikuti teori yang benar, ada beberapa hal yang harus ada dalam perang siber. Perang siber akan memakan korban, harus memiliki tujuan, dan bersifat politik.
“Perang siber akan menimbulkan korban jiwa. Dalam hal ini serangan terhadap sistem komputer yang sangat berbahaya dan menimbulkan jatuhnya korban jiwa. Jika hanya menimbulkan kerugian material, sebuah aksi ekonomi pun bisa menimbulkan kerugian dalam jumlah besar. Oleh karena itu kerugian material belum bisa menjadi indikasi terjadinya sebuah perang siber,” tulis Jim Geovedi.

Pertahanan Indonesia
Dalam presentasi Vice Excecutive Chairman Dewan TIK Nasional (Detiknas), Prof. Zainal Hasibuan yang bertajuk Indonesia National Cyber Security Strategy: Security and Sovereignty in Indonesia Cyberspace, dikenali tiga dimensi yang merupakan bagian dari ancaman siber, yaitu virus komputer, worm, dan hacking.
Ancaman ini, menurut Profesor Zainal, berpotensi menghancurkan ekonomi dan membuat keamanan negara menjadi tidak stabil. Dipaparkannya, data dari Kementerian Kominfo pada April 2013 menunjukkan, selama 3 tahun terakhir, setidaknya ada 3,9 juta serangan mengarah ke siber Indonesia. Bahkan pada Januari hingga Oktober 2012, data ID-SIRTII mengungkapkan, website pemerintahan tergolong sebagai sasaran paling empuk.
Dijelaskan Profesor Zainal, setidaknya ada 8 tantangan dan halangan bagi keamanan siber nasional.
Pertama adalah tidak teritegrasinya visi keamanan siber. Selain itu, undang-undang dan aturan siber yang tidak lengkap, kurang sinerginya pemerintah dan organisasi keamanan siber nasional, dan lemahnya koordinasi antarlembaga.
Selanjutnya, tidak adanya standar dan mekanisme perlindungan infrastruktur ICT yang penting, tidak terintegrasinya aplikasi, data dan infrastruktur keamanan informasi, kuantitas dan kualitas SDM yang terbatas, dan kurangnya kesadaran akan keamanan informasi.
Untuk bertahan dari kemungkinan serangan-serangan siber, Indonesia telah bersiap dengan mendirikan beberapa organisasi pertahanan dunia maya dan membuat aturan hukum yang jelas terkait kejahatan dunia maya. ID-SIRTII salah satunya.
Lahir pada 2007 melalui Peraturan Menteri Kominfo No.26/PER/M.Kominfo/5/2007. ID-SIRTII, yang merupakan kepanjangan dari Indonesia Security Incident Response Team on Internet Infrastructure. Organisasi ini merupakan benteng pertahanan Indonesia terhadap serangan dunia maya.
Tugasnya adalah memonitor dan mendeteksi ancaman jaringan internet di Indonesia, mengamankan data center Indonesia, berperan sebagai digital forensik untuk kepentingan hukum, penolong masyarakat terkait insiden internet yang siap siaga, edukator dan konsultan untuk simulasi dan sosialisasi untuk menghindari masyarakat dari kejahatan internet.
ID-SIRTII bisa dibilang sebagai benteng pertahanan pertama yang sifatnya nasional. Sementara itu, untuk perusahaan dan instansi harusnya memiliki benteng pertahanan sendiri.
Di negara luar, benteng pertahanan yang dimiliki masing-masing instansi/perusahaan bernama C-SIRT  (Computer Security Incident Response Team) dan CERT (Computer Emergency Response Team). Fungsinya hampir sama, menangani keamanan data sebuah lembaga yang lingkupnya lebih kecil dari ID-SIRTII. Selain itu juga ada GovCERT dan ID-CERT.
Sayangnya, ditulis Profesor Zainal, baik ID-SIRTII, GovCERT dan ID-CERT hanya bertindak mengurusi operasional dan teknis tanpa taktik dan strategi. Seperti halnya negara lain seperti Australia atau Inggris yang memiliki Office of Cyber Security (OCS) untuk urusan strategi dan Cyber Security Operations Center untuk level  taktik.
“Oleh karena itu perlu dibentuk juga National Cyber Security atau Organization of Indonesia National Cyber Security (I-NCS) di Indonesia,” tulis Prof. Zainal.
Kembali pada pertanyaan, jika Amerika sebagai negara adidaya saja takut dengan keberadaan hacker, bukankah Indonesia seharusnya merasa lebih takut dan bersiap diri menghadapi kemungkinan yang terburuk akibat tingkah hacker?

Produk Propelan Dahana akan Berubah Jadi Peluru di Pindad


PT Dahana (Persero) menyatakan, pembangunan pabrik propelan yang ditargetkan ground breaking pada Oktober 2014, ini akan disuplai kembali kepada PT Pindad (Persero), sebagai tahap finalisasi pembuatan amunisi atau peluru persejataan.

"Kita buat bahan bakunya, nanti kita serahkan ke Pindad, Pindad yang akan membuat produksinya," kata Direktur Utama PT Dahana, Harry Sampurno usai preskon pers di Balai Media Kementerian Pertahanan, Jakarta, Senin (26/5/2014).

Harry mengungkapkan, kebutuhan amunisi pertahanan di Indonesia sekitar 400 ton sampai 500 ron per tahunnya. Dengan adanya pabrik propelan pertama di Indonesia ini akan memenuhi kebutuhan amunisi persenjataan selama lima tahun ke depan.

Tidak hanya itu, mengenai komposisi kepemilikan saham pabrik propelan ini, Harry menyebutkan mayoritas kepemilikan dipegang oleh Indonesia, dalam hal ini PT Dahana (Persero).

"Kepemilikan tetap BUMN, karena kepemilikan saham asing tidak boleh lebih dari 49%," tambahnya.

Sementara itu, pada kesempatan yang sama, Direktur Teknologi Industri Pertahanan (Dirtekindhan) Kemhan Brigjen TNI Zaelan Arifin mengungkapkan, selama ini Indonesia selalu melakukan impor propelan dari Belgia, sebagai bahan baku yang akan dimasukan kedalam casing peluru produksi Pindad.

"Propelane ini untuk isian, sehingga ke depan diharapkan bisa bekerjasama untuk mengisi casing yang dibuat oleh Pindad," tukas dia. 

Pabrik Propelan sebagai Kado TNI

 

Kementerian Pertahanan (Kemenhan) baru saja menjadi saksi penandatanganan nota kesepahaman (MoU) bersama yang dilakukan oleh PT Dahana (Persero) dengan Eurenco dan Roxel yang berasal dari Prancis. Penandatanganan kerjasama ini mengenai pembangunan pabrik propelan di Subang, Jawa Barat.

Staf Ahli Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) Bidang Kerjasama dan Hubungan Antar Lembaga, Silmy Karim mengatakan, pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertahanan menargetkan ground breaking pembangunan pabrik propelan pertama pada Oktober 2014, atau sebelum HUT TNI.

"Diharapkan groundbreaking sebelum HUT TNI, ini sebagai kado, sebelum 5 Oktober," kata Silmy saat Konferensi pers di Balai Media, Kementerian Pertahanan, Jakarta, Senin (26/5/2014).

Silmy menjelaskan, dalam kerjasama yang dilakukan Indonesia melalui PT Dahana (Persero) dengan dua perusahaan asal Francis, yakni Eurenco dan Roxel juga memberikan nilai-nilai strategis terhadap sistem pertahanan yang berbasis teknologi dari kedua negara tersebut.

"Ke depannya nilai strategis dari francis, banyak peluru kendali dari Francis, ada transfer teknologinya," tambahnya.

Tidak hanya itu, dengan kerjasama pembangunan pabrik propelan pertama di Indonesia ini juga membuktikan bahwa Indonesia sudah mulai menjajaki era kemandirian. Pasalnya, selama ini Indonesia 100 persen impor bahan baku amunisi atau propelan dari Belgia.

"Ini akan menjadi lokal konten, karena propelanenya kita produksi sendiri, kita memberikan pemahaman Indonesia itu memasuki era kemandirian, sudah selesai kita yang namanya membeli barang, kita membangun alat pertahanan bangun sendiri, kita menuju kesana dari sekarang, makanya kita mulai," tukas dia.
 
MI. 

Peluang Indonesia Peroleh Kapal Selam Litoral Canggih Perancis

Dalam forum bilateral "Indonesian-French Defense SMEs Bilateral Forum (First Edition)," pemerintah Indonesia dan Perancis membahas kemungkinan Indonesia untuk mendapatkan kapal selam berteknologi yang sangat canggih (sophisticated). Hari pertama forum bilateral, Rabu, 21 Mei 2014, diisi dengan seminar tentang peluang kerjasama industri pertahanan Indonesia-Perancis dan pembahasan atau diskusi mengenai kapal selam litoral dalam waktu bersamaan (paralel).
Untuk itulah forum bilateral ini diselenggarakan untuk mengkaji dengan seksama segala kemungkinan teknologi kapal selam litoral ini guna menutup celah pertahanan Indonesia yang berkaitan dengan peta dan kondisi perairan Indonesia. Apakah memang harus menggunakan kapal selam dalam menjaga laut dangkal atau cukup dengan sarana pertahanan yang lain?

Andastra
SSK Andastra, konsep kapal selam litoral baru Perancis.
Mengingat 2/3 wilayah Indonesia adalah perairan, pengetahuan tentang hal-hal yang berhubungan dengan pemetaan laut adalah esensial. Bagaimana keadaan hidrografi, tingkat kedalaman, kuat dan arah arus setiap musim dan perubahannya harus dipelajari dengan seksama dalam konteks pertahanan.

Hal ini akan melahirkan operation requirement baik untuk laut dangkal dan laut dalam. Misalnya laut yang dangkal akan menuntut kelincahan atau manuver dari kapal selam untuk menghindari pemantauan atau deteksi dari udara sehingga timbullah kekhususan operasional. Oleh karena itu maka dalam menghitung postur kemampuan perang tidak hanya berdasarkan kekuatan tetapi juga berdasarkan kemampuan dan gelar.

Sementara itu ketua delegasi Perancis Admiral (Navy) Jean Claudelle, dalam kesempatan tersebut menyatakan bahwa Perancis merupakan salah satu negara di Eropa yang sangat mendukung industri pertahanan yang berdasarkan pada sistem pertahanan otonomi dan kedaulatan. Dalam 50 tahun terakhir ini bidang industri dan peralatan pertahanan serta persenjataan Perancis menjadi hal yang sangat penting.

Hal ini memberikan peluang bagi pemerintah Perancis dan industri pertahanannya kemampuan untuk mengembangkan peralatan dan semua spesifikasi operasionalnya seperti untuk angkatan laut, angkatan udara, helikopter, satelit, missile antar negara dan antar benua.

Seperti diketahui kekuatan persenjataan dan pertahanan Perancis saat ini tersebar di Afrika Selatan, Mali, Guinea dan benua Afrika secara otonom dengan mitra atau partner Perancis tanpa melibatkan kekuatan besar atau super power lainnya. Kemampuan ini menjadi suatu hal yang unik di benua Eropa. Diharapkan hal ini dapat menarik Indonesia sebagai partner Perancis yang menganggap kedaulatan wilayah sebagai sesuatu yang penting. 

Seminar yang diselenggarakan Kemhan RI dan The French Defense Procurement Agency (DGA) diikuti oleh berbagai perusahaan yang bergerak di bidang industri pertahanan Perancis seperti Airbus Helicopters, DCNS, EADS, MBDA Missile Systems, Thales dan perusahaan terkemuka Perancis lainnya. Pada hari kedua rangkaian kegiatan, Kamis (22/5), delegasi peserta dari Perancis bertolak ke Bandung untuk mengunjungi PT Pindad dan PT DI. 
 

(TRUE STORY) Secuil Kisah Awak “Hiu Kencana” Jilid 8

 
kapal-selam-kilo-indonesia
Secuil Kisah-kisah Awak “Hiu Kencana” yang tidak terpublikasikan Jilid 8
Kisah ini sengaja saya tulis berdasarkan catatan-catatan tertulis yang saya punya dan juga cerita-cerita dari para “Silent Warrior” pinisepuh saat mereka dulu bertugas mengawaki “Hiu-hiu besi” kita dalam menjaga Kedaulatan NKRI yang mungkin selama ini belum pernah terpublikasikan. Dan tulisan ini saya dedikasikan juga kepada seluruh “Beliau-beliau” tadi berikut juga dengan para “Silent Warrior” muda yang kini masih bertugas mengawal NKRI.
Khusus untuk Jilid ini saya ingin mencoba menuliskan kisah tentang kejadian yang baru saja terjadi tentang sengketa di wilayah Tanjung Datu dan kejadian tahun 1992 dulu tentang sebuah kapal ferry yang mencoba nekad masuk tanpa izin ke dalam wilayah kita. Dan enggak lupa tulisan ini saya buat secara bersambung (soale dibuat disela-sela kesibukan saya alias kalo lagi mood dan ada waktu luang ya nulis, kalo enggak mood ya males nulis soale kerjaan saya bejibun banyaknya). So harap maklum kalau-kalau nanti artikel sambungannya lamaaa banget keluarnya.

Operasi Tanjung Datu
Kisah ini merupakan kisah yang baru saja terjadi beberapa waktu lalu, seperti ramai diberitakan bahwa Malaysia berusaha membangun mercusuar / rig di titik koordinat 02.05.053 N-109.38.370 E Bujur Timur, atau sekitar 900 meter di depan patok SRTP 1 (patok 01) wilayah Tanjung Datu, Kecamatan Paloh, Kalimantan Barat, yang masih dalam Status Quo karena masih terdapat sengketa lahan yang belum terselesaikan antara Indonesia dengan Malaysia. Selain Camar Bulan di Tanjung Datuk, ada empat titik batas lain yang belum ada kesepakatan, yakni Gunung Raya 1 dan 2, Gunung Jagoi, Batu Aung dan D400 yang pada survei tahun 1987-1988 tidak ditemukan titik jatuh air.
Bahwa batas negara Indonesia dan Malaysia di wilayah Kampung Camar Bulan, Desa Temajok, atau sering juga disebut Tanjung Datu, Kecamatan Paloh, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat, hingga kini masih bermasalah. Dalam peta negara kita, garis batas dengan Malaysia terletak 3.900 meter dari garis pantai. Sementara menurut Malaysia, batas negara mereka dengan negara kita terletak 900 meter dari garis pantai.
Perbedaan persepsi tentang batas negara itu berpotensi memunculkan perselisihan wilayah di Kampung Camar Bulan. Dalam kaitan itu, pemerintah daerah setempat terus mendorong masyarakat untuk beraktivitas di wilayah tersebut, antara lain dengan cara menanami lahan. karena jika masyarakat menduduki wilayah ”sengketa” yang luasnya 405 hektar itu secara masif, peluang Indonesia untuk mendapatkan pengakuan secara internasional akan lebih besar.
Masyarakat Camar Bulan belakangan ini mulai aktif melakukan penanaman di kawasan seluas 405 hektar tersebut. Mereka berani menanami lahan setelah Pemerintah Daerah setempat meyakinkan warga bahwa wilayah tersebut sah (masuk wilayah Indonesia), sesuai peta negara kita. Sebelumnya mereka takut beraktivitas di sana karena sering dikejar tentara Malaysia. Kini masyarakat juga tenang karena TNI telah membuat pos lintas batas dan menempatkan anggotanya di sana.
Sebetulnya jauh sebelum adanya pemberitaan resmi oleh berbagai media, warga kita yang tinggal disekitar TKP dan para nelayan yang biasa mencari ikan diseputaran tersebut telah memberikan laporan resmi kepada koramil setempat dan petugas di Pos AL Temajuk tentang aktivitas beberapa kapal tongkang yang dikawal kapal perang negeri Jiran beraktivitas memuat material bangunan dan aktivitas pemancangan.
Laporan tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan mengirim tim kecil dari TNI AL yang menyamar sebagai nelayan ke lokasi TKP yang kemudian mendapati kebenaran atas laporan masyarakat tadi tentang aktivitas negeri Jiran di wilayah sengketa tersebut dan kemudian melaporkannya kepada pusat yang kemudian ditindak lanjuti dengan mengirimkan Korvet KRI dengan terlebih dahulu beberapa hari sebelumnya sejumlah Armada Bawah Air kita sudah diperintahkan menuju ke TKP.
TNI saat itu tidak main-main, berhubung waktunya hampir bersamaan dengan diadakannya latihan gugus pengamanan di Ambalat, maka sejumlah KS kita sudah mengunci basis KS mereka di Sepanggar Bay, Sabah. Sementara di lokasi TKP beberapa kapal tongkang dan sebiji kapal perang pengawalnya tanpa disadari sudah dikepung oleh 4 unit KS kita di mana 2 unit KS lagi berjaga jauh di dalam wilayah laut Malaysia sebagai antisipasi bilamana mereka memang berani ngajak kita duel beneran.
Jangan ditanya nasib satu-satunya kapal perang patroli mereka yang mengawal armada tongkang, kapal patroli itu dilock terus-menerus oleh KS kita, untung saja mereka diselamatkan karena memang perintah “menembakkan torpedo” dari pusat tidak kunjung datang sampai akhirnya mereka membubarkan diri lari terbirit-birit ketika satu KRI kita merapat ke TKP yang kemudian menurunkan beberapa personel Kopaska.
Tindak lanjut dari kejadian ini adalah Mabes TNI mengambil langkah lebih maju. Mabes TNI memastikan akan membangun pangkalan AL (Lanal) di Tanjung Datu, untuk menggantikan Pos AL Temajuk. Lanal itu nanti sekaligus untuk memperkuat pertahanan di kawasan Natuna. TNI kedepannya juga akan membangun air street pangkalan udara aju dan satuan infanteri juga akan masuk di kawasan itu alias penempatan pasukan dalam jumlah besar, karena pangkalan tersebut tidak hanya untuk mempertahankan Tanjung Datu.
Pembangunan Suar oleh Malaysia di Tanjung Datuk, Kalbar
Pembangunan Suar oleh Malaysia di Tanjung Datuk, Kalbar

Saat ini TNI AL telah menyiagakan tiga KRI yang berpatroli di sekitar kawasan tersebut. Kapal-kapal itu adalah Korvet KRI Sutedi Senoputra, KRI Barakuda, dan KRI Madang. Untuk armada bawah airnya TNI AL masih menyiagakan sejumlah KS yang berpatroli rutin dengan Induk pengawasan wilayah tanjung Datu adalah Lanal Pontianak yang membuat pos AL di kawasan Temajuk.

Lusitania Expresso
Lusitania Expresso  berlayar dari Lisabon Portugal menuju Dilli Timtim
Lusitania Expresso berlayar dari Lisabon Portugal menuju Dilli Timtim

Peristiwa 12 November 1991 di Dilli Timor Timur (Timtim) atau peristiwa Santa Cruz adalah kerusuhan yang terjadi antara kelompok anti integrasi dengan aparat keamanan di tempat pemakaman Santa Cruz Dilli Timtim. Kelompok anti integrasi selesai melaksanakan misa di gereja Motael Dilli dilanjutkan demonstrasi yang anarkhis menuntut referendum. Dalam kerusuhan tersebut tidak hanya mengakibatkan korban pihak sipil tetapi juga dari personel TNI.
Peristiwa ini merupakan peluang bagi kelompok anti integrasi di Portugal untuk melakukan provokasi politik yang didukung oleh pemerintah Portugal. Kelompok ini menggunakan sebuah kapal ferry yaitu Lusitania Expresso berbendera Portugal yang berlayar dari Lisabon Portugal menuju Dilli Timtim untuk mencari dukungan dan menarik perhatian dunia Internasional dengan misi mengadakan tabur bunga di tempat pemakaman Santa Cruz Dilli.
Salah satu bentuk respon dari pemerintah Indonesia untuk meredam misi provokasi adalah membentuk Satuan Tugas Aru Jaya (Satgas Aru Jaya) yang mempunyai tugas pokok untuk mencegah dan mengusir ferry Lusitania Expresso yang akan melaksanakan ziarah ke tempat pemakaman Santa Cruz Timor Timur.
lusiana-2
Kapal ferry Lusitania Expresso membawa sekitar 73 aktivis dari 21 negara, 59 wartawan Internasional. Salah satu anggota/ penumpangnya adalah bekas Presiden Portugal Jendral Antonio Romalho Eanes. Eanes yang mengambil alih pemerintahan dengan dukungan komunis tahun 1974-1975. Kala itu, Portugal meninggalkan daerah koloninya Timor-Timur yang mulai dilanda Perang Saudara.
Transit di Darwin Aussie dari Vasco Dagama terus berencana membawa VIP (mantan presiden Portugal). Niatnya berlayar dari Portugal transit ke Darwin dan lanjut ke DILI Timor-Timor (sekarang Timor Leste). Sesampai di TIM-TIM ingin tabur bunga, demikian “misi perdamaian” yang digembar-gemborkan. Kapal Ferry yang dikomandoi Kapten Dos Santos akhirnya gagal masuk ke TIM-TIM karena disambut 3 KRI angkatan laut dan sebuah KS 209 kita.

Pergerakan Kapal Lusitania Expresso:
1) 23 Januari 1992 berangkat dari Lisabon Portugal
2) 24 Februari 1992 berangkat dari Colombo Srilanka.
3) 8 Maret 1992 tiba di Darwin Australia.
4) 9 Maret 1992 berangkat dari Darwin menuju Dilli.
5) 11 Maret 1992 jam 0600 WITA, meninggalkan perairan Indonesia.
Pergerakan TNI AL:
17 Februari 1992
Armada Timur (Armatim) mengerahkan beberapa kapal perang untuk menghalau gerakan Lusitania Expresso, termasuk juga sebuah KS type 209.
6 Maret 1992
Jam 14.28 WITA Pesud Nomad P – 802 mendeteksi Lusitania Expresso pada posisi 11º 52’ S – 122º 07’ T dengan haluan 110 menuju arah Darwin/Australia dan kecepatan 10 knot.
10 Maret 1992
jam 14.10 WITA Pesud P – 802 mendeteksi Lusitania Expresso pada posisi 10º 25’ S – 128º 29’ T atau sekitar 127 Nm Tenggara Pulau Yako. Pada pukul 21.30 WITA KRI Kihajar Dewantara – 364 (KRI KDA – 364) menemukan Lusitania Expresso.
11 Maret 1992
jam 03.00 WITA KRI Yos Soedarso – 353 (KRI YOS – 353) bergabung dengan KRI KDA – 364 yang sedang membayangi Lusitania Expresso. Sementara KS kita juga bergabung dan ikut membayangi dari jarak yang agak jauh
KRI KDA – 364
KRI Ki Hajar Dewantara (364) / KRI KDA – 364

Jam 05.00 WITA ferry tersebut sudah berada pada posisi 23 Nm dari ujung Timor Timur.
05.58 WITA, KRI YOS – 353 menaikkan isyarat K-9 (tanda Internasional sebagai isyarat untuk membuka jalur komunikasi FM – 16).
Jam 06.03 WITA, Dansatgas Aru Jaya memerintahkan KRI YOS – 353 untuk mengusir Lusitania Expreso yang telah memasuki laut territorial Indonesia. KRI YOS – 353 melaksanakan komunikasi, namun sampai dengan jam 06.06 WITA fery tersebut belum mematuhi perintah KRI YOS – 353 untuk merubah haluan keluar dari perairan Indonesia.
Jam 06.15 WITA, setelah mendapat peringatan keras secara lisan dari KRI YOS – 353, Lusitania Expresso berbalik arah 180 derajat menuju haluan 150º yang merupakan arah ke Darwin.
KRI Yos Sudarso 353
KRI Yos Sudarso 353

Jam 07.31 WITA, Lusitania Expreso menaikan tanda isyarat 2 bola hitam pada posisi 4,5 Nm dari batas laut territorial (masih berada di dalam laut territorial), sebagai tanda kapal terbatas olah geraknya. Kemudian, KRI YOS – 353 menaikan bendera RJ – 2 dan RJ – 3, karena ferry tersebut belum bergerak dan masih mengapung di laut territorial, namun diindikasikan hanya mengulur waktu dan mengadakan tawar menawar dengan KRI YOS – 353.
Jam 08.55 WITA, KRI YOS – 353 kembali menaikan isyarat bendera RJ yang artinya peringatan bahwa seharusnya kerusakan mesin sudah dapat diatasi.
Jam 09.22 WITA, nahkoda Lusitania Expresso menginformasikan kepada KRI YOS – 353 bahwa kerusakan dapat diatasi dan bergerak ke haluan 157º menuju Darwin. KRI KDA – 364 membayangi sampai dengan batas ZEE Indonesia – Australia dan meyakinkan bahwa ferry tersebut tetap menuju Darwin dengan dibayangi oleh KS kita.  Bersambung…

“Wira Ananta Rudhiro”

“Jalesveva Jayamahe”

“NKRI harga mati!”

By. Pocong Syereem


Anda Percaya, Kami Pasti Bisa ! (jilid II)

Ini adalah cerita lanjutan dari artikel pertama di link ini…
Anda Percaya, Kami Pasti Bisa ! 

“Ketika user atau pemerintah percaya, kami pasti bisa semangat pun akan membara untuk membuktikan bahwa kami bisa memberikan terbaik untuk bangsa dan masyarakat kita,”.
Level Pengembangan
Saat ini ada 5 isu strategis nasional, yaitu Ancaman Konvensional dan Non-Konvensional, Kondisi Geografis Indonesia, Gangguan Kemanan maish cukup besar, Permasalahan Perbatasan dan Kemandirian Masih Terbatas. Berhubungan dengan judul artikel maka kita akan membahas tentang  :

KEMANDIRIAN MASIH TERBATAS.
Untuk mengejar kemandirian dan penguasaan teknologi, pemerintah membuat 7 program kemandirian industri pertahanan, yaitu Pembangunan Industri Propelan Nasional, Pengembangan Kapal Selam, Pengembangan Pesawat Tempur (IFX), Pengembangan Roket dan Rudal Nasional, Pengembangan Kapal PKR atau Frigate Nasional, Pengembangan Radar Nasional, dan Pengembangan Tank Nasinal (medium).  
Energetic Material Center (PT. Dahana)

Pembangunan Industri Propelan Nasional
Sudah 20 tahun lamanya, PT Dahana menunggu momen ini. SDM dan lahan pun sudah disiapkan agar kemandirian pabrik propelan dalam negeri bisa tercapai. Akhirnya dalam beberapa tahun kedepan Indonesia bakal mempunyai Pabrik Propelan yg dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri. Selama ini kebutuhan kita sebesar 400-500 ton pertahun, dan 100% bahan baku propelan ini didatangkan dari PB Clermont, Belgia. Melalui perjanjian kerjasama dengan yg ditandatangani sejak tahun 2011 antara Pemerintah Indonesia dan Perancis, akhirnya pada tahun ini dilakukan MoU b to b antara PT Dahana dengan Eurenco dan Roxel Perancis.
Proyek pembangunan pabrik propelan ini akan dibangun di Subang, Jawa Barat di lahan seluas 50 ha. Pembangunan akan memakan waktu kurang lebih empat tahun. Kerjasama ini akan dilaksanakan sebelum HUT TNI tanggal 5 Oktober tahun ini dan direncanakan selesai dan mulai produksi pada tahun 2018.  Untuk porsi pembagiannya PT Dahana sebesar 51% dan konsorsium Roxel serta Eurenco sebesar 49%.
pembuatan booster
Pembuatan Booster

Pabrik propelan ini diharapkan mampu memproduksi, nitrogliserin sebanyak 200 ton/thn, propelan double base Munisi Kaliber Kecil, khusus dan besar sebanyak 400 ton/thn, propelan double base roket sebanyak 80 ton/thn dan propelan komposit sebanyak 200 ton/thn.
Selama ini, untuk bahan peledak pertahanan PT Dahana baru mencakup Bulk & Catridge Emulsion, ANFO, Detonator, Shape Charged / TRL-7, dll. Diharapkan kedepan produksi bahan baku peledak ini dapat memenuhi kapasitas sekitar 1.700-an ton agar bisa diekspor ke negara lain, karena pabrik ini masih jarang di dunia Internasional.

Prototipe Short Range Cruise Missile

Pabrik propelan ini diharapkan dapat mendukung kemandirian Roket dan Rudal Nasional. Karena seperti diketahui, Roxel Perancis adalah perusahaan yg memiliki keahlian khusus seperti misil taktis, cruise weapons, roket, guided airbone bombs, ramjet dan teknologi sensitif mesiu. Sedangkan Eurenco perusahaan yg mengembangkan, menyediakan, memproduksi aneka ragam bahan energetick untuk pertahanan dan pasar komersial.

Punya Pabrik Bahan Baku Peledak, RI Bisa Hemat Rp. 1 Trilliun
Anoa Versi Roket
Prototipe Anoa Versi Roket

Rencana pembangunan pabrik bahan baku peledak atau propelan di Subang, Jawa Barat oleh PT Dahana (Persero) dan dua perusahaan asing, Roxel France dan Eurenco akan menghemat anggaran triliunan rupiah per tahun. Pasalnya selama ini, Indonesia rutin mengimpor bahan baku peledak dari Belgia setiap tahun.
Demikian disampaikan Staf Ahli Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) Bidang Kerjasama dan Hubungan Antar Lembaga Kementerian Pertahanan, Silmy Karim dalam konferensi pers di kantornya.
“Saat ini, kita impor propelan dari Belgia saja. Makanya diharapkan kita bisa mandiri dalam memproduksi alat pertahanan dan keamanan dalam negeri,” ucapnya, Senin (26/5/2014).
Jika Indonesia dapat memproduksi propelan dan spherical powder di pabrik tersebut, kata Silmy, negara ini akan menghemat Rp 1 triliun per tahun.
“Ini merupakan hal yang istimewa karena kebutuhan bahan baku peledak setiap tahun meningkat, sehingga kalau bisa buat sendiri di dalam negeri maka penghematan Rp 1 triliun itu sangat signifikan,” tuturnya.
Sementara Direktur Utama Dahana, F Harry Sampurno mengatakan, bahan baku yang dihasilkan dari pabrik propelan itu nantinya akan diserahkan ke PT Pindad (Persero), BUMN manufaktur yang memproduksi alutsista atau perlengkapan perang.
“Tadinya kan impor 100% bahan baku peledak untuk buat peluru, dan kalau ini sudah ada (isiannya), ini akan diserahkan ke Pindad untuk jadi peluru. Karena Pindad sudah sebagian besar memproduksi peluru,” jelasnya.
Kebutuhan propelan, tambah Harry, terpaksa diimpor karena Indonesia tak mempunyai bahan baku tersebut. Bahkan di seluruh dunia, bahan baku peledak sangat jarang ditemui.
“Cuma ada di Belgia dan beberapa tempat, tapi makin lama makin sulit transportasinya. Kebutuhan setiap tahun 400-500 ton, dan makin nambah dalam lima tahun ke depan,” ujarnya.
Dia berharap, dengan pembangunan pabrik propelan senilai 400 juta euro tahap pertama ini dapat mendongkrak kapasitas produksi bahan baku peledak sekitar 1.500-1.700 ton per tahun.
“Kalau ada lebihnya bisa kita ekspor ke seluruh negara yang buat peluru, seperti Prancis, Malaysia dan lainnya. Mereka kan nggak buat,” tandas Harry. (Fik/Ndw)
(Nurseffi Dwi Wahyuni)
Sumber : Liputan6.com

 Produksi Bahan Baku Roket, BUMN Pembuat Bom Ini Gandeng Perusahaan Prancis
(Detik.com)

Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pembuat bahan peledak, PT Dahana (Persero) menggandeng perusahaan produsen propelan asal Prancis, yaitu Eurenco dan Roxel. Propelan merupakan bahan baku untuk pembuatan peluru, roket, peluru kendali hingga untuk amunisi.

PT Dahana telah ditunjuk oleh Kementerian Pertahanan sebagai satu-satunya perusahaan di Indonesia yang akan memproduksi propelan.

Staf Ahli Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) Badan Kerjasama dan Hubungan Antar Lembaga Silmy Karim menerangkan selama ini, Indonesia tergantung produk propelan impor. 

Selama ini, Indonesia mengimpor 100% bahan baku amunisi hingga roket tersebut dari Belgia setiap tahun. Target pendirian pabrik propelan ini, agar Indonesia bisa menjadi negara mandiri di bidang pertahanan.

“Itu bagian program nasional yang diputuskan jadi prioritas wajib dimiliki Indonesia dalam waktu dekat. Pabrik di Subang, itu milik fasilitas Dahana. Ada 3 jenis propelan akan diproduksi tahap awal yakni amunisi kaliber kecil, roket, dan peluru kendali,” kata Silmy pada acara press conference di Kementerian Pertahanan, Jakarta, Senin (26/5/2014).

Pabrik propelan ini akan dibangun pada area pabrik Energetic Material Center (EMC) milik Dahana di Subang Jawa Barat. Alokasi lahan untuk pabrik propelan sebanyak 50 hektar.

Pembangunan pabrik propelan dibagi menjadi 2 tahap, tahap I akan dibangun bertepatan HUT TNI tanggal 5 Oktober 2014. Masa pembangunan hingga produksi membutuhkan waktu 40-50 bulan.
Dahana dan konsorsium perusahaan Prancis mengeluarkan anggaran 400 juta euro untuk pabrik tahap I. Targetnya produksi perdana propelan bisa dilakukan mulai 2018.

“Butuh 400 juta euro untuk fasilitas pabrik tahap pertama. Itu anggaran BUMN dan pinjaman perbankan. Nanti ada 7 total propelan yang diproduksi. Tahap awal 3 dulu,” jelasnya.

Di tempat yang sama, Direktur Utama PT Dahana Harry Sampurno menyebut untuk mendukung produksi propelan, pihaknya mulai membangun industri hulu dari propelan. Dahana sedang membangun fasilitas pembuatan Asam Nitrat Pekat dan Asam Sulfat Pekat (NAC/SAC) di Subang.

“Ini sangat strategis karena menjadi hulu dari industri propelan yang sudah dicanangkan sejak akhir 2010,” kata Harry.

Targetnya ketika Indonesia sudah mampu memproduksi bahan baku roket, misil hingga amunisi, maka akan diperuntukan untuk menyasar pasar ekspor. 

Pada produksi tahap awal, Dahana mampu memproduksi nitrogliserin sebanyak 200 ton/tahun, spherical powder sebanyak 400 ton/tahun, propelan double base roket sebanyak 80 ton/tahun dan propelan komposit sebanyak 200 ton/tahun.

“Amunisi kaliber kecil untuk Polisi hingga TNI. Kedua untuk meriam TNI (MKB), kemudian roket macem untuk pertahanan dan cuaca. Setelah itu kemungkinan ekspor,” katanya.
Sumber : Detik.com

By : Jalo dan berbagai sumber

JKGR. 

Lanal di Tanjung Datu, Perkuat Pertahanan Natuna



Usai kecolongan pembangunan mercusuar oleh Malaysia di Tanjung Datu, Sambas, Kalbar, Mabes TNI mengambil langkah lebih maju. Mabes TNI memastikan bakal membangun pangkalan AL (Lanal) di Tanjung Datu, untuk menggantikan pos AL Temajuk. Lanal itu nanti sekaligus untuk memperkuat pertahanan di kawasan Natuna.
Saat ini, TNI AL baru sebatas menyetop pembangunan mercusuar dan menyiagakan tiga kapal korvet yang berpatroli di sekitar kawasan tersebut. Kapal-kapal itu adalah KRI Senadi Senaputra, KRI Barakuda, dan KRI Madang. Induk pengawasan wilayah tanjung Datu adalah Lanal Pontianak yang membuat pos AL di kawasan Temajuk.
Panglima TNI Jenderal Moeldoko menyatakan,pihaknya sejak awal memang ingin membangun pangkalan AL di Tanjung Datu. Mengingat, kawasan tersebut merupakan grey area atau status quo yang rawan sengketa. Dengan adanya insiden Tanjung Datu, maka pembangunan lanal akan segera direalisasikan.

“Kami juga akan membangun air street, pangkalan udara. Satuan infanteri juga akan masuk di kawasan itu,” terang Moeldoko usai menginspeksi pasukan di Kolinlamil Jakarta kemarin. Rencananya, Rabu (28/5) mendatang pihaknya mengundang Gubernur Kalbar dan Bupati Sambas untuk mematangkan rencana pembangunan pangkalan militer.
Dalam pertemuan tersebut akan dirumuskan kebutuhan pertahanan di kawasan Tanjung Datu. Juga, kebutuhan personel maupun alutsista pendukung. Moeldoko menginginkan penempatan pasukan dalam jumlah besar, karena pangkalan tersebut tidak hanya untuk mempertahankan Tanjung Datu.
Moeldoko menuturkan, sengketa di Laut Tiongkok Selatan yang makin panas berpotensi besar berdampak ke Indonesia. Terutama, bagi kawasan Natuna. “Baik Natuna maupun Tanjung Datu itu nanti yang paling cepat kena impact situasi tersebut,” lanjut Doktor Ilmu Administrasi Universitas Indonesia itu.
Selain pembangunan Lanal, rencananya hari ini (26/05) Pihak Indonesia dan Malaysia akan bertemu di Jakarta untuk membahas persoalan Tanjung Datu. Moeldoko menuturkan, pihak Indonesia menghadirkan TNI dan Kementerian Pertahanan dalam pertemuan tersebut dengan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) sebagai tuan rumah sekaligus fasilitator.
Pokok bahasan dalam pertemuan itu adalah kesepakatan terkait posisi Indonesia dan Malaysia di Tanjung Datu. “Kalau itu dinyatakan grey area, jangan macam-macam, jangan berbuat aneh-aneh,” ucapnya. Perjanjian terkait kawasan tersebut sudah dibuat pada 1969. “Perjanjian sudah ada, hanya sekarang masalahnya komitmen yang tidak ada,” tambah Moeldoko.

Ketegangan di Tanjung Datu bermula saat Malaysia mulai membangun mercusuar di kawsan tersebut. Lokasi pembangunannya di perairan Indonesia, tepatnya pada titik koordinat 02.05.053 Lintang Utara-109.38.370 Bujur Timur. Lokasi tersebut berjarak sekitar 900 meter di depan patok SRTP 1 (patok 01) di Tanjung Datu.
Kawasan Tanjung Datu sendiri berada di ujung barat laut pulau Kalimantan. Jika dilihat di peta,bentuk Tanjung Datu menyerupai buntut yang mungil. Karena wilayahnya yang sempit, hingga saat ini kawasan tersbeut masih menjadi sengketa antara Indonesia dan Malaysia.
Sementara itu, saat dikonfirmasi terkait pertemuan kedua negara hari ini, pihak Kemenlu irit bicara. Direktur Informasi Media Kemenlu Siti Sofiah hanya menuturkan bahwa hingga Minggu malam, pihaknya masih belum mendapat konfirmasi tentang pertemuan yang dimaksutkan oleh Moeldoko. “Belum ada konfirmasi. Besok (hari ini) saya infokan kalau ada ya,” ungkap Sofi melalui pesan singkatnya kemarin.

Sebelumnya, pihak Kemenlu memang berjanji untuk memfasilitasi Tim Teknis Delimitasi Batas Maritim Indonesia dan Malaysia untuk membahas masalah ini di Jakarta. Kemenlu juga telah menyampaikan protes yang disampaikan oleh TNI AL atas pembangunan mercusuar di Tanjung Datu tersebut pada Malaysia.
“Atas permintaan pihak Pemerintah RI, menurut laporan, Malaysia telah menghentikan kegiatan pembangunan tiang pancang rambu suar tersebut,” ujar Sofi pada Rabu (21/05) lalu. (jpnn.com)