Selasa, 13 Mei 2014

Akhirnya,…Era Baru Alutsista Trimatra di Depan Mata

document2
Jakarta, Medio Maret 2014….Pukul 23.45 wib
Malam telah beranjak larut, ketika saya merapihkan setumpuk dokumen yang akan dibahas dalam rapat esok pagi. Rapat itu bukan sembarang rapat, karena di situlah ajang seleksi akhir berbagai alutsista yang harus segera bergabung untuk memperkuat otot TNI.
Berhubung kondisi fisik yang lelah dan konsentrasi yang menurun, tidak sengaja saya menjatuhkan sebuah dokumen dengan cover bergambar pesawat tempur bersayap delta. Brukkk…suara benturan cukup keras yang memecah keheningan ruangan. Tatkala saya menundukkan badan untuk meraih dokumen tersebut, terdengar suara berdehem yang membuat saya reflek menoleh ke arah suara.
“Kamu belum pulang, Nar?” (Wah, Pak boss…tumben belum pulang).
“Siap, belum, Jenderal, maaf saya tidak sadar dengan kehadiran Jenderal”.
“Ndak apa-apa, untuk besok rekomendasi kita sudah kamu siapkan sesuai dengan update terbaru dari tim advance kita kan?”
“Siap, sudah Jenderal, pukul 22.30 wib tadi sudah saya sampaikan melalui ajudan Jenderal”.
“Ok, sudah saya baca sekilas untuk proceeding rekomendasi. No problem. Just be prepared for tomorrow”.
“Siap, Jenderal”.
Tak lama beliau berlalu meninggalkan saya yang terkesima, sambil berpikir cepat sekali beliau baca proceeding yang lumayan tebal hasil lemburan saya dan tim selama 4 hari berturut-turut.
Keesokan harinya, di luar dugaan rapat dibatalkan, dan saya dipanggil mendadak ke Cilangkap via pesan singkat. “Urgent, harap hadir di situation room clkp, bawa seluruh materi kemarin segera”.
“Wah ada apa ini”, pikir saya. Suatu hal yang di luar kebiasaan. Sepanjang perjalanan, saya tidak henti berpikir apa yang sedang terjadi.
Tak lama, saya tiba dan langsung bergegas menuju ruang situasi. Tidak dinyana di situ hadir lengkap jajaran eselon elite Medan Merdeka Barat dan Cilangkap, dan ada satu orang yang sudah tidak asing lagi yang sedang berbisik-bisik dengan Pak boss saya.
Jantung saya mendadak berdegup kencang entah apa sebabnya. Saya berusaha mengatur napas untuk menenangkan diri, saat terdengar celetukan: “Ayo Nar, dimulai paparan rekomendasinya”, degg…itu suara bapak dengan sosok tinggi besar itu!
“Siap, baik Pak” Dengan nada sedikit bergetar saya merespon permintaan beliau.
80 menit kemudian….
“Baik dengan demikian, kita akan mengacu pada skema Delta, di mana pada tahun ini akan masuk ke AU 18 unit Su-35S, 10 unit Su-34 Fullback, 16 unit EF Typhoon Tranche 1, 20 unit Rafale F2. Agar dikawal dan dijaga proses akuisisi serta pengiriman ke sini. Jangan melewati akhir tahun”, demikian ujar sang bapak dengan mimik serius.
“Maaf Pak, bagaimana dengan tambahan 28 unit F-16 Block 52?” ujar salah satu hadirin dengan bintang 3 di pundaknya.
“Oh iya, saya lupa, terima kasih Mas. Noted, termasuk 28 F-16C Block 52 yang tempo hari approved by DSCA”, tukas beliau.
“Jadi di akhir tahun ini figur front line fighter utama AU adalah….tolong kamu rekap, Nar!” perintah beliau.
“Siap, baik Pak. Jadi total akan ada 4 ska F-16C Block 52, 3 ska Su-30, 1 ska Su-35, 1 ska EF Typhoon, 1 ska Rafale, 1 ska Su-34, serta 1 ska F-50”, jawab saya cepat.
“Oke, terima kasih. Saudara-saudara, kita break dulu ishoma, kemudian kita lanjutkan dengan bahasan AL”, ujar beliau sambil beranjak dari kursi diikuti oleh standing salute dari peserta rapat. (bersambung…)

by Narayana
NB: kisah di atas adalah narasi yang disesuaikan dari kejadian sesungguhnya.

Kiprah Prajurit Profesional di Papua

Personel TNI berpatroli di perbatasan Indonesia dengan Papua Niugini di Distrik Sota, Merauke, Papua, Minggu (27/10/2013). Warga kedua negara tersebut yang hendak menyeberang diwajibkan untuk melapor dan menitipkan kartu identitas di pos penjagaan setempat.

Sudah 45 tahun masalah di Papua, baik itu di Provinsi Papua maupun Papua Barat, tak kunjung selesai. Salah satu yang menonjol adalah masalah keamanan. Data dari Indonesia Police Watch, selama tahun 2013, ada 19 orang tewas, terdiri dari 8 tentara, 1 polisi, dan 10 warga. Sebelumnya, tahun 2009-2012 ada 67 orang tewas terdiri atas rakyat dan aparat.
Pemerintah berkali-kali mengatakan, pendekatan solusi yang dilakukan adalah pendekatan menyeluruh atau komprehensif. Artinya, yang diatasi tak hanya melulu aspek yang bermasalah, dalam hal ini keamanan, tetapi juga aspek lain seperti politik dan ekonomi.
Namun, dalam kenyataannya, masalah ini tak kunjung selesai. Salah satu unsur penting dan perlu segera dibenahi adalah profesionalisme aparat keamanan. Rumor tentang oknum tentara yang tidak profesional masih terdengar, mulai dari menyelundupkan kayu sampai melakukan kekerasan pada rakyat.
KSAD Jenderal Budiman, Selasa (6/5/2014) lalu memberikan penghargaan berupa kenaikan pangkat luar biasa kepada 48 prajurit, beberapa di antara mereka bertugas di Papua. Penghargaan diberikan karena para prajurit itu telah bekerja melampaui tugas dan tanggung jawab utamanya.
Budiman mengakui masih ada prajurit yang nakal. Penghargaan ini sekaligus juga sebagai motivasi agar prajurit menjadi semakin baik.
Menurut mantan Kepala Staf Umum TNI Letjen (Purn) J Suryo Prabowo dalam bukunya Operasi Lawan Insurjensi Bukan Hanya Operasi Militer, profesionalisme tentara adalah hal mutlak dalam penyelesaian konflik di Papua. Ia mengatakan, masalah Papua adalah masalah sangat kompleks yang tak bisa diselesaikan dengan pendekatan keamanan semata. Namun, pendekatan keamanan dari tentara-tentara profesional adalah keniscayaan.
Dalam pelaksanaannya, hal ini tak mudah. Salah satu operasi militer di Papua adalah operasi tempur. Operasi tempur di Papua harus sesuai dengan karakteristik kelompok bersenjata insurjen (sempalan) di Papua.
Ada banyak kendala memang, yang terlihat dari banyaknya aparat yang tewas. Namun, ada juga prestasi, seperti oleh Serka Ridwan Sihotang, prajurit Kopassus di Yonif 751 Puncak Jaya.
Setelah terjadi pencurian senjata Polri oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang dipimpin Tenggah Mati, tim dari Yonif 751 menggelar operasi pengejaran pada Februari 2014. Perjalanan 14 jam, diakui Ridwan, berat. ”Kami hanya bisa bergerak maju 500 meter dalam 1 jam,” kata Ridwan yang berhasil merebut senjata dalam pertempuran dengan OPM.

Taktik Narin dan Musa
Selain operasi tempur, operasi lain yang sama pentingnya adalah operasi teritorial. Operasi teritorial dinilai berhasil jika militer berhasil menggandeng dan mengambil hati masyarakat, bahkan OPM, untuk kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi.
Hal ini dilakukan Serka Narin Wonda dan Sertu Musa Tabuni, keduanya aparat di Koramil 07 Tion, Kodim 1702 Jayawijaya. Narin dan Musa, pada Juni 2013 lalu membujuk tujuh anggota OPM untuk turun ke kota. Bujukan ini berhasil sehingga kepala OPM Engga Kiwo itu sekarang bertugas menjadi anggota satpol pamong praja.
Awalnya, Narin mendapat informasi dari masyarakat Kampung Tigemuli, Distrik Malagineri, Kabupaten Lanny Jaya, Papua, tentang kehadiran OPM yang berpistol. Hal ini disampaikan kepada atasannya. Narin lalu diperintahkan untuk membujuk para OPM itu.
”Saya bilang kepada mereka supaya turun. Tidak usah di hutan terus. Kamu tidak makan nasi, kamu tidak dapat uang,” kata Narin yang naik gunung dengan bermodalkan 10 bungkus rokok untuk bertemu dengan anggota OPM.
Narin mengatakan, ia berani datang dengan baju sipil karena punya bahasa yang sama, yaitu bahasa suku Dani. Narin juga meminjam babi dari rakyat distrik untuk mengajak para OPM makan. Setelah makan babi, merokok, dan makan pinang selama lebih kurang tiga hari, barulah Narin mengutarakan maksudnya. Setelah beberapa kali melakukan pembicaraan barulah anggota OPM itu mengaku punya pistol.
Keberadaan dan kerja tentara profesional adalah mutlak dalam penyelesaian konflik di Papua. Suryo Prabowo dalam pengantar bukunya tersebut mengatakan, walau kecil, kehadiran insurjensi yang tak kunjung padam bisa dengan mudah menduniakan ide-ide separatisnya.
Hal ini berarti kebijakan politik, bahkan hati seluruh bangsa harus diletakkan di Papua. Narin saja membeli rokok dan babi dengan uang sendiri, untuk OPM. Sementara Ridwan bercerita tentang makanan yang kerap terlambat. Kalau pemerintah dan TNI bisa dengan gagah mengirimkan pasukan terbaiknya ke ke misi-misi perdamaian PBB dengan penuh bekal sosial dan fasilitas, kenapa tidak ke Papua? (Edna C Pattisina, kompas.com)

JKGR. 

Senin, 12 Mei 2014

Menengok Lebih Dekat Pabrik Bom Terbesar se-ASEAN di Subang

http://images.detik.com/content/2014/05/12/1036/kampuspt.dahana_grandy_020.jpg
Siapa sangka Indonesia punya fasilitas pengembangan dan produksi bahan peledak modern dan terbesar di Asia Tenggara atau ASEAN. Fasilitas tersebut dimiliki oleh PT Dahana (Persero).

Perusahaan pelat merah yang telah berdiri sejak tahun 1966 ini mampu mengembangkan dan memproduksi bahan peledak untuk keperluan militer dan industri non militer di dalam dan luar negeri.

Pabrik milik Dahana tersebar di seluruh negeri namun pusat produki bahan peledak tingkat tinggi (high explosive) berada di area pabrik energetic material center, Kantor Manajemen Pusat (Kampus) di Desa Sadawarna, Kecematan Cibogo, Kabupaten Subang, Jawa Barat.

detikFinance pun memperoleh kesempatan istimewa berkunjung dan wawancara khusus Chief Executive Officer (CEO) Dahana, Harry Sampurno di area energetic material center milik Dahana di Subang.

Untuk menjangkau lokasi, harus menempuh perjalanan darat selama 3,5 jam dari Jakarta. Setelah keluar gerbang tol Cikampek arah Sadang, mobil harus bertarung dengan buruknya kualitas jalan selama 1 jam hingga memasuki bibir pabrik.

Ketika tiba di lokasi, tampak gedung megah dengan arsitektur ramah lingkungan (green) menyambut kedatangan. Lokasinya cukup jauh dari pemukiman penduduk. Pabrik dan Kampus Dahana diapit oleh 2 buah sungai serta dikelilingi pohon yang menjulang tinggi.

Saat memasuki area perkantoran, sistem pengamanan terasa cukup longgar. Kantor pusat dan pabrik milik BUMN bom tersebut menempati lahan seluas 600 hektar.
“Pengamanan kita biasa di awal. Nanti ring 1 baru ketat,” kata Harry kepada detikFinance di Kampus dan Pabrik Dahana di Subang, Jumat (9/5/2014).

Pada awal pertemuan, Harry dengan ramah dan jelas menerangkan bisnis dan apa yang dilakukan perseroan. Termasuk menjelaskan beberapa ruangan yang ada di gedung berkonsep ramah lingkungan tersebut.

Harry pun mengajak kami mengelilingi area pabrik dan melihat lebih dekat proses pembuatan salah satu jenis produk bahan peledak (non electric detonator). Pabrik di Subang merupakan pusat pengembangan produk bom komersial dan militer berdaya ledak tinggi (high explosive).

Didampingi Harry dan beberapa petugas keamanan, kami mengendarai kendaraan khusus milik perseroan. Benar saja, saat akan memasuki area pabrik atau berada di gerbang ring 1, seorang petugas bermimik serius mencegat kami.

“Selamat siang. Izin hape dalam keadaan dimatikan,” perintah seorang petugas keamanan kepada seluruh rombongan termasuk kepada Dirut Dahana yang ada di dalam mobil.

Akhirnya rombongan yang terdiri detikFinance dan Dirut Dahana mengikuti standar keamanan yang diperintahkan. Tugas petugas tersebut tidak berhenti di situ, ia memeriksa sekeliling kendaraan dan tas yang dibawa setiap orang di dalam mobil secara seksama.

Ketika diperbolehkan memasuki area pabrik, Harry yang bertugas sebagai pemandu kami. Ia menunjukkan lokasi pertama yakni bangunan tempat perakitan mobil khusus (mobile mixing unit) untuk mendukung operasional Dahana di lokasi tambang.
“Kita sebutnya pabrik bergerak. Kita buat di sini,” jelasnya.

Sambil bercerita, mobil dinas layaknya kendaraan wisata yang kami tumpangi mengelilingi area pabrik. Sesekali ia menujuk lokasi gudang dan pabrik yang berukuran kecil dan memiliki tanggul khusus.

“Kalau ada tanggul itu tandanya ada bahan peledaknya. Itu sebagai perisai kalau terjadi hal-hal terburuk seperti ledakan,” sebutnya.

Harry menjelaskan alasan ukuran pabrik dibuat kecil dan lokasinya berjauhan. Dasarnya adalah bagian dari standar keamanan. Dengan konsep safety distance atau jarak aman, ada pertimbangan jangkauan ledakan jika terjadi musibah di area pabrik. Meski ada musibah, dampak ledakan tidak akan dirasakan hingga ke luar lokasi pabrik.

“Ada safety distance. Semua di sini pabrik high explosive,” paparnya.

Rombongan sempat bertemu dengan kendaraan yang akan membawa bahan peledak ke luar lokasi pabrik. Selanjutnya rombongan melewati hutan di tengah pabrik dan memutuskan berhenti pada pabrik Non-Electric Detonator (Nonel).

Di sini Harry yang didampingi manager pabrik menjelaskan proses produksi. Kami pun diizinkan melihat dari dekat proses pembuatan hingga pengujian Nonel. Bangunan untuk pembuatan dan pengujian dilakukan di dalam kontainer khusus. Nonel sendiri biasa digunakan sebagai pemicu ledakan (initiating explosive).
“Pabriknya kecil pakai kontainer, masalah safety dan security,” katanya.

Harry menjelaskan rombongan tidak diizinkan memasuki area pabrik untuk pembuatan bom khusus militer. Pasalnya pabrik tersebut sangat berbahaya.

“Very high explosive jadi nggak boleh masuk,” tegasnya.

Setelah berkeliling di area pabrik selama 25 menit, rombongan meninggalkan area pabrik menuju kantor pusat. Saat akan meninggalkan area pabrik, petugas keamanan kembali mencegat rombongan. Masih dengan wajah serius, ia menelisik ke dalam kendaraan.

“Sudah selesai pak,” kata petugas keamanan sambil memberi salah usai melakukan pemeriksaan.

Pada kesempatan tersebut, Harry mengatakan untuk izin masuk area pabrik bagi warga negara asing berlaku peraturan yang sangat ketat. Khusus warga negara asing, harus memperoleh clearance dari TNI AU dan Dahana. Sedangkan WNI cukup memperoleh clearance dari perseroan. Sedangkan untuk kenyamanan area pabrik, sistem keamanan modern dan alamiah telah dibangun.

“Kita kemananan nggak pakai listrik, pakai natural barrier. Di sini pakai barrier sungai, bukit sama tanggul tinggi,” ujarnya.

Area pabrik di Subang, dijelaskan Herry akan dipersiapkan untuk membangun dan mengembangkan teknologi tertinggi dari bom. Seperti teknologi bom untuk airbag mobil, pengelasan rel kereta hingga hujan buatan.

Hingga saat ini, Dahana mampu menghasilkan puluhan paten produk bom yang telah berlebel Standar Nasional Indonesia. Produk Dahana di antaranya: dayagel seismic, dayagel series, dayadet non electric, shaped charges, dayagel sivor, grenade detonator, Bomb P-100 hingga Blast Effect Bomb.

Produk karya Dahana juga dijual hingga ke 26 negara. Bahkan berencana mendirikan pabrik di area pertambangan di Australia. Untuk mengembangkan, memproduksi, memasarkan produk bom, Dahana mempekerjakan hingga 1.300 karyawan.

PUNA Wulung, Sudah Mampu Terbang 6 Jam dan Jangkauan 120 km

PUNA Wulung
Program pengujian prestasi drone PUNA Wulung hasil kerjasama Balitbang Kemhan dan BPPT telah dilaksanakan oleh Tim PUNA PTIPK-TIRBR pada tanggal 22-02 Mei 2014 di bandara Nusa Wiru, Cijulang, Pangandaran, Jawa Barat.
Pengujian terbang ini ditujukan untuk mengetahui peningkatan prestasi drone PUNA Wulung PA 08, PA 09 dan PA 10 yang merupakan prototipe hasil penyempurnaan desain PUNA karya BPPT terbaru. Ketiga prototipe PUNA Wulung tersebut dipersiapkan untuk program misi pemantauan (surveillance & recognition) TNI dalam operasi patroli perbatasan.
PUNA Wulung mampu terbang dengan durasi 6 jam dengan jangkauan sekitar 120 km dari titik peluncuran. Kriteria spesifikasi teknis ini merupakan angka yang disepakati sebagai performa PUNA Wulung untuk masuk lini produksi.

Pengujian PUNA Wulung

Untuk meningkatkan kemampuan durasi terbang drone PUNA Wulung dari 4 jam ke 6 jam, pada prototipe Wulung PA 08, PA 09 dan PA 10 dilakukan peningkatan kapasitas tangki bahan bakar dari sebelumnya 35 liter menjadi 55 liter. Konsekwensi dari penambahan bobot tambahan bahan bakar ini membuat konstruksi pesawat PUNA Wulung harus lebih ringan dari versi sebelumnya, agar berat maksimum saat lepas landas tidak berubah yaitu 120kg. Disamping itu, kekuatan struktur juga ditingkatkan dari 3,5G ke 7,6G untuk mengantisipasi penggunaan pada misi modifikasi cuaca yang membutuhkan kekuatan struktur yang ekstra karena operasi penerbangan pada kondisi ekstrem.

Tantangan membuat konstruksi pesawat yang lebih ringan dengan kekuatan struktur lebih kuat membuat tim harus bekerja keras melakukan rekayasa proses manufaktur agar dicapai pengurangan berat yang akan digantikan oleh penambahan bahan bakar.

Pada uji terbang kali ini PTIPK mulai menggunakan kendaraan Ground Control Station (GCS) milik BPPT yang terbaru dilengkapi sistem antena teleskopik.  Hal ini memungkinkan sistem kendali PUNA serta data-link dari PUNA ke GCS dapat secara real-time dan praktis dan diharapkan pergerakan dan dari home base dengan baik. Dari kegiatan uji terbang ini hasil prestasi terbang drone PUNA Wulung terpantau dan hasil pengiriman dokumentasi data terbang PUNA tercatat pada GCS.

Sebagai hasil dari uji terbang tanggal 1 Mei 2014, PUNA Wulung PA 09 tercatat telah mencapai terbang sejauh 150 km di ketinggian terbang 1.82 m ke arah baringan selatan 125 deg dengan menggunakan sistem komunikasi kombinasi line offset dan sistem satelit iridium.

Kedepan masih perlu dilakukan beberapa kali uji terbang untuk meningkatkan keandalan (reliability) dari drone PUNA Wulung yang mencakup uji jangkauan jauh, ketinggian maksimum terbang, serta untuk melengkapi uji kemampuan terbang PUNA PA 08, PA 09 dan PA 10.
(Tim PUNA-PTIPK 2014/BPPT)
 

Oerlikon Skyshield 35mm: Perisai Reaksi Cepat Pangkalan Udara TNI AU

NBS C-RAM Proof of Concept (POC) im Januar 2008 in Karapinar, TŸrkei
Bila tak ada aral melintang, dijadwalkan pada tahun ini juga TNI AU, khususnya Korps Pasukan Khas (Paskhas) akan kedatangan alutsista anyar. Alutsista yang dimaksud adalah sistem senjata untuk pertahanan pangkalan udara (lanud). Setelah sebelumnya korps baret jingga ini menerima rudal MANPADS (man portable air defence system) QW-3 buatan Cina, maka sista yang segera hadir kali ini dari jenis kanon reaksi cepat, yaitu Oerlikon Skyshield laras tunggal kaliber 35 mm.
Bagi pemerhati alustista di Tanah Air, desas desus akan hadirnya Skyshield sudah banyaj dibicarakan sejak tahun 2009. Dan seperti telah dikonfirmasi ke media, Kementerian Pertahanan RI menyatakan bahwa Indonesia telah membeli enam baterai sistem Rheinmetall Skyshield senilai 113 juta Euro pada pertengahan 2013, yang juga dilanjutkan dengan kontrak pembelian sistem kendali penembakan SkyMaster pada Januari 2014. Sistem yang diadopsi serupa dengan yang dibeli Jerman dengan kode NBS (Nachstbereichsschutzsystem). Rencananya, realisasi pengadaan akan dipenuhi pada akhir 2014 atau paling lambat di awal 2015, sementara pelatihan operator mulai dilakukan dengan mengirim anggota Paskhas TNI AU ke Swiss, ke markas pabrikan Oerlikon Contraves.
Skyshield dibuat oleh manufaktur senjata kondang asal Swiss, Oerlikon Contraves, dimana perusahaan legendaris ini posisinya kini telah menjadi bagian dari anak perusahaan Rheinmetall dari Jerman. Hadirnya Skyshield bagi Paskhas merupakan gebrakan tersendiri, setelah 50 tahun lebih Paskhas hanya mengandalkan kanon triple gun M55 20 mm buatan Yugoslavia, walau sejatinya Yugoslavia hanya memproduksi atas dasar lisensi dari Hispano Suiza (manufaktur alat-alat pertahanan dari Swiss) tipe HS-804. Triple gun yang eks era operasi Trikora tentu tak lagi ideal untuk menghadapi tantangan di era modern, pasalnya triple gun masih dioperasikan serba manual dan teknologinya sudah ketinggalan jaman.
kanon Triple Gun kaliber 20mm, arsenal andalan Paskhas TNI AU untuk pertahanan titik.
kanon Triple Gun kaliber 20mm, arsenal andalan Paskhas TNI AU untuk pertahanan titik.
Oerlikon Skyshield dengan  mengapit sensor unit
Oerlikon Skyshield dengan mengapit sensor unit
Skyshield dapat ditempatkan dalam platform truk.
Skyshield dapat ditempatkan dalam platform truk.
Varian Oerlikon Millennium, menggunakan jenis laras yang serupa Skyshield, ditempatkan di atas kapal perang.
Varian Oerlikon Millennium, menggunakan jenis laras yang serupa Skyshield, ditempatkan di atas kapal perang.

Meski beda generasi dan teknologi, baik triple gun dan Skyshield mengembang fungsi yang sama, yaitu sebagai sistem pertahanan titik yang mengacu pada konsep SHORAD (short range air defence system). Ini tak lain karena jangkauan tembak dari kanon masih tergolong rendah. Dirunut dari teknologinya, Rheinmetall Skyshield merupakan sistem yang memiliki kemampuan deteksi dengan sarana radar dan mampu dihubungkan antar unit untuk membentuk satu sistem jaringan pertahanan titik yang mumpuni. Dalam hal desain, sistem Skyshield mengusung jenis kanon Oerlikon Contraves 35/1000 kaliber 35 mm L79 GDF-007 dengan mekanisme gas serta pendingin berupa air. Kanon ini digadang mampu melibas sasaran berupa helikopter, jet tempur yang terbang rendah, sampai rudal jelajah.
Meski kanon Skyshield menggunakan jenis laras tunggal, kanon ini nyatanya dapat melontarkan 1.000 proyektil dalam satu menit. Hal tersebut dapat berlangsung berkat adopsi sistem revolver empat kamar. Peluru yang dipasok sabuk memasuki salah satu lubang peluru dari revolver untuk kemudian ditembakkan dari revolver yang terus berputar, menghasilkan kecepatan tembak cukup tinggi tanpa perlu menghambur-hamburkan peluru dibanding kanon multilatras dengan konsep Gatling pada Phalanx. Dalam hal kecepatan tembak, proyektil Skyshield dapat melesat hingga 1.440 meter per detik dengan jangakaun tembak efektif hingga 4 kilometer.

Amunisi Skyshield
Untuk urusan amunisi 35 mm, pihak pabrikan meracik AHEAD (Advanced Hit Energy & Destruction). AHEAD merupakan peluru dari tipe airbursting atau pecah di udara. Peluru ini punya dua varian, yaitu ADV (Air Defence Variant) dan IFV untuk menghadapi kendaraan tempur. Khusus untuk peluru ADV, tiap ujung proyktil tersimpan 152 pellet (sub proyektil) berbahan tungsten yang setiap pellet memiliki bobot 3,3 gram. Bila yang dihadapi sasaran seperti rudal, digunakan AHEAD konvensional dengan 31 sub proyektil yang masing-masing terdiri dari susunan 11 pellet dengan bobot 1,5 gram.
Amunisi kaliber 35 mm yang akan pecah di udara dan menebar 152 sub proyektil.
Amunisi kaliber 35 mm yang akan pecah di udara dan menebar 152 sub proyektil.
35mm-1000_Millennium_FCS
Ketika tungsten dipanaskan oleh ledakan, maka dengan mudah menembus bodi alumunium pesawat tempur, helikopter, dan pastinya rudal. Saat proyektil AHEAD pecah di udara, pellet pecah tersebar bak peluru senapan tabur raksasa. Sebarannya membentuk pola radial/kerucut yang akan menangkap rudal dalam jangkauan sebarannya. Dengan proyektil yang pecah pada jarak berdekatan, pellet-pellet membentuk awan metal raksasa yang mampu ‘menjaring’ setiap sasaran. Secara teori, Skyshield mampu mencegat rudal lawan pada jarak satu sampai tiga kilometer.
Dengan saru magasin yang terdiri dari 224 peluru, kanon ini dirancang mampu menghalau 10 rudal atau pesawat yang melintas dengan kecepatan tinggi. Menunjang fleksibilitas, pihak Rheinmetall tak mengharuskan Skyshield dipasangkan selalu dengan amunis AHEAD, bisa juga untuk menghemat kocek digunakan amunisi 35 mm konvensional jenis HE (high explosive incendiary) ataupun AP (armor piercing).

Skyshield Fire Control Unit
Beda dengan sista anti serangan udara yang dioperasikan dalam baterai yang terdiri dari beberapa peluncur dengan satu radar sentral. Maka di Skyshield dikenal adanya SFCU (Skyshield Fire Control Unit). Tiga unit SFCU akan membentuk satu baterai, tapi bisa juga lebih. Komponen yang terdiri dari setiap SFCU adalah dua kubah kanon Skyshield 35 mm, satu sensor/radar, dan satu command post (CP) yang independen. Konfigurasi ini memungkinkan cakupan radar yang saling berpotongan, alhasil menambah poin keunggulan ketahahan sistem senjata dari jamming. Singkat cerita, jaringan Skyshield masih tetap akan beroperasi walaupun salah satu SFCU dihancurkan musuh.
Konfigruasi penempatan sistem Skyshield, sensor unit , dan command post.
Konfigruasi penempatan sistem Skyshield, sensor unit , dan command post.
Unit sensor yang terdiri dari perangkat radar dan elektro optik.
Unit sensor yang terdiri dari perangkat radar dan elektro optik.
Unit sensor Skyshield menyediakan kemampuan pencarian, akusisi, penjejakan dan penindakan sasaran, kemudian mengirimkannya ke sistem kendali penembakan untuk memberikan solusi penembakan berdasarkan sejumlah parameter data yang dihasilkan unit sensor. Sistem yang dipasang terdiri dari radar pencari, radar penjejak, dan sensor elektro optik untuk menjejak sasaran. Radar pencari berbentuk kotak dan beroperasi pada i-band di frekuensi 8,6 – 9,5 Ghz, berputar dengan kecepatan 40 kali per menit dan memiliki moda gelombang penjejak 2D atau 3D sesuai kebutuhan.
Sistem radar pencari dihubungkan dengan modul IFF (identification friend or foe) untuk dapat mengenali target di udara. Kemampuan menjejak sasaran dibagi dalam dua radius: 12 kilometer untuk elevasi -5 sampai 70 derajat, atau 20 kilometer untuk elevasi -5 sampai 42 derajat. Pemancaran gelombang radar dilengkapi moda burst untuk mencegah jamming, plus modul ECCM (electronic counter measure) untuk menghadapi situasi perang elektronik.
Proses unloading perangkat Skyshield dari truk pembawa.
Proses unloading perangkat Skyshield dari truk pembawa.
1394876135_mantis
Kemampuan deteksi pada sasaran dengan RCS (radar cross section) sekelas jet tempur F-16 yakni 20 -25 kilometer tergantung kondisi cuaca. Sementara untuk deteksi jenis rudal dimulai pada jarak 10 kilometer. Berdasarkan sistem kerjanya, pasokan data dari sistem radar pencari dikirim ke radar penjejak tipe circular cassegrain yang kemudian akan memancarkan gelombang radar sempit selebar 2,4 derajat untuk menyinari sasaran. Dengan kemampuan jangkauan pada azimuth 360 derajat dan elevasi -10 sampai 85 derajat serta fitur peredam gangguan, maka lawan yang sudah terkunci akan sulit untuk lepas.
Selain bekal sistem radar, SFCU juga masih dilengkapi dengan sistem elektro optik untuk membantu operator di command post mengindentifikasi setiap sasaran. Sistem elektro optik yang tersedia sangat lengkap, mulai dari kamera infra merah, kamera TV, laser range finder, sampai distance measuring device. Keempat sistem elektro optik ini diselaraskan dengan arah gerak radar penjejak untuk memastikan sasaran yang diikuti oleh sistem. Nah, pasokan data dari radar dan sistem elektro optik dikirimkan ke CP. Command post disini berbentuk kontainer yang dilengkapi generator dan pendingin udara untuk kenyamanan awak.
Unit sensor dan Command Post.
Unit sensor dan Command Post.
Command Post
Command Post
Operator (juru tembak) mengendalikan senjata lewat joystick di dalam Command Post.
Operator (juru tembak) mengendalikan senjata lewat joystick di dalam Command Post.

Di dalam CP tersedia konsol untuk operator dan komandan SFCU. Konsol terdiri dari dua LCD besar yang menampilkan sasaran di layar kiri berikut berbagai macam data terkait seperti vector, kecepatan, dan perkiraan tipe sasaran. Sementara disisi kanan yang merupakan konsol komandan menampilkan layar radar. Juru tembak/operator di kursi kiri mengendalikan joystick yang terkoneksi ke dua kanon Skyshield. Dalam gelar operasi, tiap unit kanon punya jarak maksimium 500 meter dari SFU.
Apabila SFCU benar-benar di jamming secara masif, tersedia backup berupa penjejak optik yang distabilisasi. Sistem prosesor pada SFU menyimpan berbagai macam siluet sasaran, sehingga target yang terbang pun dapat dikunci secara manual melalui optik yang disalurkan ke layar TV untuk diambil tindakan.
Beginilah detail Skyshield tanpa casing.
Beginilah detail Skyshield tanpa casing.



Di setiap unit kanon Skyshield tersedia mobile desk, yaitu miniatur dari sistem SFCU yang diawaki dua asisten operator di dalam sistem mobile desk. Mobile desk letaknya bisa diatur jaraknya dari unit kanon, untuk menjaga keselamatan operator apabila terkena serangan. Sistem kanon dioperasikan secara remote dan hanya membutuhkan intervensi minimal dari operator. Biasanya peran yang dibutuhkan hanya pada saat pengisian ulang box magasin atau perbaikan kerusakan.
Varian Skyshield dengan pelindung dari bahan terpal.
Varian Skyshield dengan pelindung dari bahan terpal.
Varian Skyshield dengan pelindung komponen dari bahan baja yang dirancang futuristik.
Varian Skyshield dengan pelindung komponen dari bahan baja yang dirancang futuristik.
Skyshield ditawarkan dalam dua versi, yang murah menggunakan terpal pelindung yang dilengkapi dudukan serta rangka baja sehingga komponen kanon masih terlihat. Untuk versi kedua, yakni Skyshield yang menggunakan rumah dan pelindung laras dari bahan baja dengan bentuk cukup futuristik dan stealth. Versi yang kedua jelas ditawarkan lebih mahal, dengan bekal pelindung maka sistem kanon menjadi terlindungi dari ancaman senjata ringan dan pecahan artileri. Guna mencegah kehilangan daya pada saat pengoperasian, tiap unit kanon dilengkapi delapan aki 12 volt sebagai tenaga cadangan. Pihak pabrikan menyebutkan, satu baterai Skyshield yang terdiri dari minimal tiga SFCU dapat melindungi area seluas 100 kilometer persegi, sehingga satu baterai dianggap ideal untuk melindungi satu pangkalan udara atau wilayah industri.
Untuk menyesuaikan kebutuhan, Rheinmetall juga mengembangkan kemampuan Skyshield lebih lanjut dengan mengembangkan varian MANTIS (modular, automatic, and network capable targeting and interception system), merupakan sistem yang dikembangkan lebih lanjut untuk menangkal ancaman serangan artileri, roket, dan mortir. Dengan alokasi pengadaan enam beterai, diperkirakan TNI AU akan meng-cover lanud-lanud utamanya dengan Skyshield, terutama bagi lanud strategis yang menaungi operasional skadron pesawat tempur. Selain Indonesia, Skyshield juga dipakai oleh militer Swiss dan Afrika Selatan.
Spesifikasi Oerlikon Skyshield 35 mm
Manufaktur : Oerlikon Contraves – Rheinmetall Defence
Sistem Kendali : Remote/DC Servo
Kecepatan Tembak : 1000 proyektil per menit
Kecepatan proyektil : 1.440 meter per detik
Jangkauan Efektif : 4.000 meter
Bobot : 385 kg
Panjang : 4.110 mm
Kapasitas amunisi : 240 peluru per magasin
Sistem Daya : 8×12 volt baterai

Indomil. 

Selamat Datang “Indonesia One”


Pesawat Kepresidenan Republik Indonesia “Indonesia One” menjadi pesawat untuk keperluan perjalanan Presiden RI sekaligus berfungsi sebagai flying office.

                Penantian tujuh tahun sejak usulan agar Republik Indonesia membeli pesawat kepresidenan dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat terjawab sudah. Kamis 10 April 2014 pesawat kepresidenan Boeing Business Jet (BBJ) 2 dengan nomor registrasi sementara N454BJ tiba dan mendarat di Lanud Halim Perdanakusuma pukul 10.00 WIB.

                Pesawat diterbangkan dari Amerika Serikat selama tiga hari dan singgah di Sacramento, Honolulu, dan Guam. Dari Guam pesawat terbang langsung ke Lanud Halim Perdanakusuma. Dua pilot TNI AU yakni Letkol Pnb Ali Gusman dan Letkol Pnb Firman Wirayuda turut dalam pesawat dan bergantian menerbangkan burung besi biru dengan pilot Boeing. Untuk mengawaki pesawat ini TNI AU telah melatih empat penerbangnya di AS selama 40 hari. Dua pilot lainnya adalah Mayor Pnb Noto Casnoto dan Kapten Pnb Irwanda.

                Mensesneg Sudi Silalahi yang mewakili Pemerintah Indonesia menerima secara resmi pesawat berspesifikasi khusus seharga Rp847 miliar ini. Sementara dari pihak Boeing diwakili oleh Presiden Boeing Asia Pasifik Ralph Boyce.

                Tanggal 16 April, RI-001 melakukan uji penerbangan 10 jam dengan rute Jakarta – Banda Aceh – Manado. Keesokan harinya pesawat melakukan penerbangan dengan rute Manado – Merauke – Jakarta. Nomor registrasi pesawat pun berubah menjadi RI-001.  (Roni Sontani)

OPERASI DAN PERAWATAN
Operasinal          : Skadron Udara 17 VVIP TNI AU
Pilot                      : 4
Callsign               : Indonesia One (saat membawa presiden)
Perawatan          : GMF AeroAsia

INTERIOR DAN KELENGKAPAN
-          Dirancang untuk 67 orang
-          4 VVIP Class Meeting Room
-          2 VVIP Clase State Rooom
-          12 Executive Area
-          44 Staff Area
-          Fasilitas jaringan telepon dan internet wifi
-          Sistem Pertahanan Diri (Self Defese System/SDS)

SPESIFIKASI:
Panjang                                                               : 39,5 m
Bentang sayap                                                  : 35,8 m
Tinggi                                                                   : 12,5 m
Lebar                                                                    : 3,73 m
Kapasitas bahan bakar                                   : 39.539 m
Mesin                                                                   : 2 CFM56-7
Jarak jelajah maksimal                                   : 10.334 km
Jarak jelajah dengan penumpang penuh   : 8.630 km
Ketinggian terbang maksimum                    : 41.000 kaki
Lama terbang maksimum                             : 11 jam
Kecepatan maksimum                                   : 085 Mach
Kecepatan jelajah maksimum                     : 0,785 Mach

SEJARAH PEMBUATAN:
Gagasan pembelian         : 2007
Tipe                                       : BBJ2 (Basis B737-800)
Unit pembelian                   : 1
Tahun produksi                   : 2013
Harga                                    : US$ 89,6 juta (Rp 847 miliar)
Rincian harga                     : Badan pesawat (US$ 58,6), Interior kabin (US$ 27), sistem keamanan (US$ 4,5), administrasi (US$ 1,1)
Penghematan anggaran : Rp 114,2 miliar/tahun
Pembayaran                      : Kontrak tahun jamak 2010-2014

Korea Akan Down-grade KFX: Indonesia Harus Sikapi Kritis

Kisah perancangan KFX/IFX dikuatirkan antiklimaks. Seiring pengetatan anggaran, Pemerintah Korea berancang-ancang untuk menurunkan spesifikasi  jet tempur masa depan yang telah dirancang bersama Indonesia ini. Lockheed telah diajak ikut membantu.

                Jika upaya menurunkan spesifikasi (down-grade)  benar-benar terjadi, Pemerintah Indonesia  diharapkan meninjau kembali kelayakan program perancangan KFX/IFX. Demikian saran sejumlah pengamat kemiliteran menyikapi perkembangan yang mungkin  bakal “menimpa” salah satu proyek persenjataan paling prestise di Asia ini. Revisi akan dilakukan seiring pengetatan anggaran dan percepatan akuisisi  senjata yang tengah digencarkan Pemerintah Korea. Lewat celah offset dari pembelian 40 jet tempur F-35A Lightning II, Korea bahkan telah meminta Lockheed untuk terlibat dalam penyelesaian pesawat tempur masa depannya tersebut.

                Beberapa minggu lalu, dikabarkan, Pemerintah Indonesia telah mengirim delegasi untuk membicarakan kelanjutan program tersebut. Namun, belum ada keterangan resmi menyangkut pertemuan ini.

                Mengutip informasi terbaru  yang beredar di kalangan elite Korea, Defense Acquisition Program Administration -- badan yang berwenang menggelontorkan anggaran untuk pembelian alut sista -- tengah mempertimbangkan untuk merevisi  dapur pacu KFX yang semula akan ditenagai dua mesin menjadi hanya satu mesin saja. Perubahan yang amat mendasar ini serta merta akan mengeliminir ruang penyimpanan senjata (internal weapons bay), salah satu penentu sifat sliuman sebuah pesawat. Pengurangan jumlah mesin juga akan menurunkan gaya dorong , performa, dan manuverabilitasnya di udara.

                Desas-desus penurunan spek sesungguhnya telah berhembus sejak Oktober 2013. Kala itu, kepada majalah kedirgantaraan terkemuka di AS, Aviation Week & Space Technology, pabrikan Korean Aerospace Industry memperkenalkan konsep KFX varian mesin tunggal yang diberi kode KFX-E. Konsep ini tak langsung ditanggapi DAPA dan ADD (Agency for Defense Development, setingkat Balitbang TNI). Pasalnya, hanya kedua badan pamerintahan inilah yang punya kewenangan dan tanggung-jawab menyusun konsep dan rancangan. Tanggung-jawab KAI hanya sebatas pada pelaksana proyek setelah Presiden dan Parlemen mengesahkan rancangan final.

KFX-E sendiri bukanlah rancangan sepenuhnya KAI. KFX-E dicomot dari hasil perancangan tahap kedua dari tiga tahapan Technology Developmnet yang akhirnya diselesaikan pada Desember 2013. Di mata Tim Enjinir Indonesia-Korea yang ketika bekerja dipusatkan di KFX/IFX Research Daejeon, 160 km selatan ibukota Seoul, KFX-E tak lain adalah desain berkode D-501 turunan C-102E  yang  sengaja dihitung untuk melihat kelebihan dan kekurangan jika hanya mengusung satu mesin. Belakangan, C-102E diputuskan untuk dianulir karena performanya tak bisa menandingi jet-jet tempur canggih yang bakal terbang di langit Asia.

Proyek sensitif
Lockheed sendiri, selaku pembuat F-35A,  mengaku belum pernah menawarkan asistensi teknis terkait revisi rancangan KFX. Pabrik pesawat tempur terkemuka di dunia ini sebaliknya telah menepis, bahwa  belum ada alasan kuat untuk ikut terlibat di dalamnya. Namun, sejumlah pengamat di Korea meyakini, cepat-lambat mereka akan mempertimbangkan permintaan  itu mengingat sejarah keterlibatan AS yang cukup panjang dalam  berbagai program pertahanan di Korea. Sejak negeri ini berperang dengan Korea Utara pada 1957, praktis memang hanya industri persenjataan AS lah yang mau mendukung AB Korea Selatan.